TINGKAT KESANTUNAN DAN KEEFEKTIFAN TUTURAN BAHASA SLANG SEBAGAI BAHASA PERCAKAPAN DALAM KOMUNITAS PESEPEDA DI YOGYAKARTA (Suatu Tinjauan Pragmatik)

  

TINGKAT KESANTUNAN DAN KEEFEKTIFAN TUTURAN

BAHASA SLANG SEBAGAI BAHASA PERCAKAPAN

DALAM KOMUNITAS PESEPEDA DI YOGYAKARTA

(Suatu Tinjauan Pragmatik)

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Bahasa, dan Sastra Indonesia

  

Oleh:

Bambang Sumarwanto

091224070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, DAN SASTRA INDONESIA

  

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

  

SKRIPSI

TINGKAT KESANTUNAN DAN KEEFEKTIFAN TUTURAN

BAHASA SLANG SEBAGAI BAHASA PERCAKAPAN

DALAM KOMUNITAS PESEPEDA DI YOGYAKARTA

(Suatu Tinjauan Pragmatik)

  

Oleh:

Bambang Sumarwanto

NIM: 091224070

  Telah Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

  Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. Tanggal: 4 November 2013

  

SKRIPSI

TINGKAT KESANTUNAN DAN KEEFEKTIFAN TUTURAN

BAHASA SLANG SEBAGAI BAHASA PERCAKAPAN

DALAM KOMUNITAS PESEPEDA DI YOGYAKARTA

(Suatu Tinjauan Pragmatik)

  Dipersiapkan dan ditulis oleh: Bambang Sumarwanto

  NIM: 091224070 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

  Pada tanggal 4 November 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

  Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih ………………. Sekretaris : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. ………………. Anggota : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd.

  ………………. Anggota : Dr. B. Widharyanto, M.Pd.

  ………………. Anggota : Dr. Y. Karmin, M.Pd.

  ……………….

  Yogyakarta, 4 November 2013 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Dekan, Rohandi, Ph.D.

  

MOTTO

Jangan terlelap dalam impian, karena jika kamu sudah terlelap dalam mimpimu,

kamu tidak akan sempat lagi untuk menggapainya.

  

(Bambang Sumarwanto)

  

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Kedua orangtua saya Bapak Urbanus Sutiyono dan Margaretha Suliyah

Kakakku tercinta, Tri Astanto

  

Ketiga adikku tercinta, Indra Pratama, Febri Wiguna, Yusak Saputra

Fransiska Pujiastuti

Segenap sahabat PBSID

  

Skripsi ini saya persembahkan sebagai tanda terima kasih yang mendalam

atas segala dukungan dan kasih yang diberikan selama ini.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 4 November 2013 Penulis

  Bambang Sumarwanto

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Bambang Sumarwanto Nomor Mahasiswa : 091224070 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul

  

TINGKAT KESANTUNAN DAN KEEFEKTIFAN TUTURAN

BAHASA SLANG SEBAGAI BAHASA PERCAKAPAN

DALAM KOMUNITAS PESEPEDA DI YOGYAKARTA

(Suatu Tinjauan Pragmatik)

  Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 4 November 2013 Yang menyatakan, (Bambang Sumarwanto)

KATA PENGANTAR

  Bahasa merupakan hal penting dalam kehidupan, karena peran dan fungsinya yang utama yaitu sebagai alat komunikasi. Dalam sebuah bahasa (tuturan) seseorang dapat mengerti dengan baik apa maksud dan tujuan dari tuturan yang diucapkan tersebut. Banyak hal yang bisa tersampaikan melalui suatu bahasa, asalkan ada kerjasama yang baik antara pembicara (penutur) dan pendengar (mitra tutur). Bagaimana tuturan tersebut dapat menarik orang lain untuk mendengarnya, tentu hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah konteks. Konteks tuturan harus menjadi sesuatu yang dipelajari supaya percakapan bisa berjalan dengan baik. Di dalam ilmu pragmatik, ada empat bidang utama yang dibahas, yakni: deiksis, praanggapan, tindak ujaran, dan implikatur percakapan.

  Tulisan ini hanya membahas salah satu dari keempat bidang di atas, yakni tindak ujaran. Tindak ujaran itu sendiri masih sangat luas dan dapat dirinci menjadi sub-sub bidang tertentu. Dalam hal ini, penulis hanya membahas satu kajian dari tindak ujaran yakni mengukur tingkat kesantunan suatu tuturan.

  Tulisan ini, secara berurutan mencoba untuk mengungkapkan gagasan- gagasan berdasarkan hasil penelitian terhadap tuturan di beberapa komunitas sepeda yang ada di Yogyakarta mengenai tingkat kesantunan dan keefektifan tuturan bahasa slang sebagai bahasa percakapan komunitas sepeda di Yogyakarta. Penulis sadar bahwa penelitian ini dapat berjalan lancar karena adanya rahmat dan penyertaan Tuhan mulai dari awal, proses hingga akhir penelitian ini kepada penulis. Selain itu, ada pihak lain yang tentunya dengan caranya masing-masing telah memberikan sumbangan kepada penulis dalam upaya menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., yang bersedia membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan skripsi ini;

  2. Para dosen PBSI, yang dengan caranya masing-masing telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan;

  3. Robertus Marsidiq, yang sudah membantu dan melayani penulis dalam mengurusi berbagai hal yang sifatnya administratif;

  4. Sahabat PBSID seperjuangan, Rm. Eduardus Sateng Tanis, S.Pd., Mikael Jati Kurniawan, S.Pd., Theresia Banik Putriana, S.Pd., Christiana Tri Jatuningsih, S.Pd., Ade Henta Hermawan, Yudha Hening Pinandhito, Dedy Setyo Herutomo, Nuridang Fitra Nagara, Fabianus Angga Renato, Ignatius Satrio Nugroho, Yustina Cantika Advensia, Valentina Tris Marwati, Katarina Ita Simanullang, Catarina Erni Riyanti, Clara Dika Ninda Natalia, Rosalina Anik Setyorini, Cicilia Verlit Warasinta, Agatha Wahyu Wigati, Yohanes Marwan Setiawan, Prima Ibnu Wijaya, Martha Ria Hanesti, Agustinus Eko Prasetyo, Reinardus Aldo Aggasi, Danang Istianto, Yustinus Kurniawan, Asteria Ekaristi, Elisabeth Ratih Handayani, Petrus Temistokles Jelaha terima kasih atas kebersamaan, kekocakan serta hiburan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Kalian telah memberi banyak warna dalam setiap perjalanan masa studi di Universitas Sanata Dharma khususnya di PBSI;

  5. Teman-teman PBSID angkatan 2009, secara khusus kelas B, yang telah memberikan dukungan serta memberikan banyak masukan serta semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini; 6. Para sahabat Sendowers, Bernardus Purnawan, S.Pd., Yohanes Heri Pranoto,

  S.Pd., Robertus Adi Hermawan Pradipta, Eko Sularsono, Vintentius Yudha dan Naradhipa yang selalu mengisi hari- hari penulis di saat “selo”, dan selalu memberi warna baru saat berada di luar kampus;

  7. Komunitas sepeda yang ada di Yogyakarta, secara khusus Komunitas Sepeda Tinggi, Komunitas Sepeda BMX, Komunitas Sepeda Fixie, dan Komunitas Sepeda MTB, yang telah bersedia memberikan waktunya untuk membantu penulis dalam mencari data-data yang diperlukan;

  8. Pihak Universitas Sanata Dharma, yang telah menciptakan kondisi serta menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung penulis dalam studi dan penyelesaian skripsi ini.

  Penulis sadar bahwa ada banyak pihak lain yang dengan berbagai caranya telah membantu dan mendukung penulis dalam keseluruhan proses pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada berbagai pihak itu yang namanya tidak sempat disebutkan satu per satu di dalam tulisan ini, sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.

  Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini tidaklah seideal yang dipikirkan oleh pembaca; masih ada banyak kekurangan. Walaupun demikian, penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi para pembaca.

  Yogyakarta, 4 November 2013 Penulis

  Bambang Sumarwanto NIM: 091224070

  

ABSTRAK

  Sumarwanto, Bambang. 2013. Tingkat Kesantunan dan Keefektifan Tuturan

  Bahasa Slang sebagai Bahasa Percakapan dalam Komunitas Pesepeda di Yogyakarta (Suatu Tinjauan Pragmatik). Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP,

  USD. Penelitian ini membahas dua persoalan, (1) tingkat kesantunan tuturan bahasa slang, dan (2) efektivitas penggunaan bahasa slang sebagai bahasa percakapan komunitas pesepeda di Yogyakarta. Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan bahasa slang yang digunakan oleh komunitas pesepeda Yogyakarta. Ada empat sumber data utama yang digunakan: (1) komunitas sepeda tinggi, (2) komunitas sepeda fixie, (3) komunitas sepeda BMX, dan (4) komunitas sepeda MTB (mountain bike), dengan jangka waktu April – Juni 2013.

  Jika dilihat dari metode yang digunakan, penelitian ini tergolong penelitian kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik sadap sebagai teknik dasar dan teknik simak bebas libat cakap serta teknik catat sebagai teknik lanjutan.

  Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan, ada dua hal yang merupakan hasil dari penelitian ini. Pertama, tingkat kesantunan beberapa tuturan bahasa slang yang digunakan dalam komunitas sepeda yang ada di Yogyakarta tergolong tidak santun. Hal tersebut dapat dilihat melalui lima aspek (skala) yang dipaparkan oleh Leech sebagai alat ukur kesantunan bahasa slang tersebut, yakni: (1) untung rugi, (2) opsional, (3) ketaklangsungan, (4) otoritas, dan (5) jarak sosial. Kedua, setelah menganalisis tingkat kesantunan tuturan bahasa slang, peneliti memaparkan efektivitas penggunaan bahasa slang sebagai bahasa percakapan dalam suatu kelompok tertentu. Enam kriteria pengukur efektivitas tingkat kesantunan (1) mengerti konteks tuturan, (2) penggunaan kata yang tepat, (3) bentuk yang sesuai, (4) jujur, (5) sopan santun, dan (6) menarik, ternyata bahasa slang masih efektif untuk digunakan dalam bahasa percakapan dalam suatu kelompok tertentu. Hal ini tampak jelas karena walau beberapa bahasa slang yang digunakan tergolong tidak santun, tetapi bahasa tersebut masih efektif digunakan karena bahasa tersebut membuat suasana menjadi lebih hidup dan santai terutama dalam situasi nonformal.

  

ABSTRACT

  Sumarwanto, Bambang, 2013. Politeness Degree and Effectiveness of Verbal

  Slang Language Used by Cyclist Communities in Yogyakarta (A Pragmatic Review), Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

  This study focused on two main issues, (1) the politeness degree of slang language and (2) the effectiveness of verbal slang language used by cyclist communities in Yogyakarta. The verbal speech among the cyclists was considered as the data of the study. There were four cyclist communities; they are Tall-Bike Community, Fixie Community, BMX Community, and MTB (Mountain Bike) Community. Those communities were observed during 3 months, from April to June 2013.

  This study belongs to qualitative and descriptive study. Recording during observation, as the main technique, and conversation and note taking during observation, as the advance techniques, were implemented in order to get the data.

  The writer could conclude two results of the study. First, the politeness degree of the verbal slang language used by cyclist communities in Yogyakarta was low, or considered impolite, due to the Leech’s five aspects as the politeness parameter, which are (1) loss and profit, (2) option, (3) indirectness, (4) authority, and (5) social distance. Secondly, in accordance with six criteria of politeness measurement, which are (1) understanding the contexts, (2) diction and pronunciation, (3) appropriate functions (form), (4) honesty, (5) politeness, and (6) conspicuousness, verbal slang language was considered effective to be used among cyclists in the communities. Although slang language is not the polite and standardized form of language, it was able to bring the situation more lively and relaxed anyway, especially in informal situation.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

MOTTO .......................................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

ABSTRAK ...................................................................................................... xi

ABSTRACT ..................................................................................................... xii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv

DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xiv

  BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8 D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8 E. Batasan Istilah ...................................................................................... 9 F. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 11 G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 13

A. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 13 B. Landasan Teori ..................................................................................... 14 1. Teori Kesantunan Bahasa .............................................................. 16 2. Bahasa Slang ................................................................................. 33 3. Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantunan ......................... 36

  C.

  Kerangka Berpikir ................................................................................ 47

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 49

A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 49 B. Sumber Data dan Data .......................................................................... 50 C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 50 D. Instrumen Penelitian ............................................................................. 51 E. Teknik Analisis Data ............................................................................ 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 53

A. Deskripsi Data ...................................................................................... 53 B. Hasil Analisis Data ............................................................................... 55 1. Tingkat Kesantunan Tuturan Bahasa Slang dalam Komunitas Sepeda di Yogyakarta.................................................................... 55 a. Skala biaya-keuntungan (untung-rugi) ..................................... 56 b. Skala keopsionalan ................................................................... 62 c. Skala ketaklangsungan ............................................................. 68 d. Skala keotoritasan ..................................................................... 71 e. Skala jarak sosial ...................................................................... 73 2. Efektivitas Penggunaan Bahasa Slang

  sebagai Bahasa Percakapan ........................................................... 76 a.

  Pemakaian pilihan kata (diksi) ................................................. 77 b. Pemakaian gaya bahasa ............................................................ 80 C. Pembahasan .......................................................................................... 89

  

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 97

A. Kesimpulan ........................................................................................... 97 B. Saran ..................................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 100

LAMPIRAN .................................................................................................... 102

TABEL 1 KRITERIA KEEFEKTIFAN TUTURAN ................................. 82

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi antara satu orang dengan yang lain itu sangat penting. Hal

  terpenting dalam interaksi adalah adanya bahasa. Maksud dan tujuan seseorang saat menyampaikan sesuatu dapat tersampaikan dengan jelas saat kita bertutur kata dengan lawan tutur, tentunya dengan memperhatikan kesantunan saat kita bertutur kata. Saat kita sedang bertutur kata, kita juga harus mengerti bahasa yang digunakan. Kesantunan saat berbahasa merupakan cerminan diri, karena saat kita berbahasa dengan santun orang lain pun menjadi tertarik dengan percakapan yang sedang berlangsung.

  Bahasa Indonesia merupakan cermin Bangsa Indonesia. Kebanggaan Bangsa Indonesia akan hadirnya Bahasa Indonesia saat ini sepertinya sudah mulai pudar dan terkikis oleh kehadiran bahasa-bahasa lain yang berkembang. Mulai dari zaman dahulu kita sudah dikenalkan dengan adanya tiga bahasa yang hadir dalam kehidupan kita, yaitu bahasa pertama (bahasa ibu/daerah); bahasa kedua (bahasa Indonesia/bahasa nasional); dan bahasa ketiga (bahasa asing). Kehadiran ketiga bahasa tersebut agaknya saat ini kurang diminati oleh kaum muda. Adanya ragam (variasi) bahasa slang sepertinya sudah menjadi darah daging dan melekat bahkan dijadikan bahasa keseharian baik lisan maupun tulisan.

  Bahasa yang sering digunakan saat ini, sebut saja bahasa slang menurut KBBI Dalam Jaringan (Daring) adalah ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti maksud dari yang digunakan. Keberadaan bahasa slang yang berkembang pesat saat ini sepertinya malah memberikan nuansa baru saat sedang bercakap-cakap. Tuturan yang terucap malah terdengar indah di setiap golongan masing-masing. Saat ini sepertinya sudah tersedia sarana untuk mempermudah setiap orang agar mengerti arti kata slang tertentu melaluiAdanya kamus slang tersebut sepertinya membuat banyak orang tidak lagi menjadikan bahasa slang sebagai bahasa musiman, tetapi malah menjadikannya sebagai bahasa resmi pada zaman ini (khususnya dalam kelompok tertentu).

  Banyak orang menganggap kesantunan dalam bahasa slang sendiri sangat kurang diperhatikan, terutama maksud yang terkandung di dalamnya.

  Banyak kata slang yang memiliki arti tidak senonoh dan sepertinya tidak memperhatikan kaidah/hukum yang ada di negara ini. Austin (1978) dalam Pranowo (2009:2) mengemukakan bahwa setiap ujaran dalam tindak komunikasi selalu mengandung tiga unsur yaitu (1) tindak lokusi berupa ujaran yang dihasilkan oleh penutur, (2) tindak ilokusi berupa maksud yang terkandung dalam tuturan, dan (3) tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh tuturan. Bahasa slang yang muncul di zaman ini benar- benar tidak memperhatikan tiga unsur yang terkandung dalam tindak komunikasi. Seorang yang sedang berbicara dengan menggunakan bahasa slang seakan hanya mencari kepuasan saat bertutur kata. Unsur atau kaidah bahkan aturan tidak lagi menjadi acuan saat mereka melakukan kegiatan komunikasi.

  Beberapa kata jika dihubungkan dengan kesantunan berbahasa, bahasa slang di kalangan pesepeda juga banyak yang memiliki arti/maksud yang positif. Misalnya saja : “ Cah, malam jumat kita gowes yuk!!!” (“teman, malam Jumat kita bersepeda yuk!!!”). Kata gowes tersebut ternyata memiliki arti positif yang juga akan memudahkan setiap orang (tentunya dalam komunitas pesepeda) mengerti akan maksud yang dikatakan oleh penutur.

  Kata gowes jika dikatakan pada forum resmi tampaknya sangat tidak pantas dan tidak lazim karena memang bahasa tersebut bukan bahasa resmi dan tidak ada dalam KBBI, bahkan orang lain yang tidak biasa mengikuti kegiatan bersepeda banyak yang tidak tahu tentang kata gowes yang dimaksud.

  Penggunaan bahasa slang yang sangat luas akan sangat menyulitkan peneliti dalam melakukan penelitiannya. Saat ini peneliti ingin meneliti tentang kesantunan bahasa slang dalam lingkup yang lebih kecil yaitu beberapa komunitas pesepeda Yogyakarta. Tentunya ada perbedaan bahasa slang yang digunakan oleh komunitas pesepeda dan komunitas lain di luar komunitas sepeda, karena bahasa slang biasanya hanya dimengerti oleh kelompoknya saja untuk menjalin komunikasi yang lebih dekat.

  Penggunaan bahasa slang sepertinya berkaitan erat dengan pungutan dari bahasa pertama. Samsuri (1980:58) menuliskan bahwa menurut strukturnya pungutan-pungutan itu dapat digolongkan menjadi empat macam: (1) kata-kata dasar, (2) kata-kata kompleks, (3) kata-kata yang berkonstruksi kata dasar daerah dengan imbuhan BI, dan (4) kata-kata yang berkonstruksi dasar BI dan imbuhan daerah. Komunitas pesepeda Yogyakarta kebanyakan memakai pungutan dari bahasa pertama yang kedua, yaitu dari bahasa daerah yang mengalami perubahan secara kompleks.

  Keadaan seperti ini akan terus terjadi karena akan banyak perubahan bahasa. Bentuk dasar bahasa Indonesia saja misalnya, saat ini sudah banyak sekali kata yang diplesetkan. Contoh yang sangat sering kita dengar dan dipakai oleh banyak orang adalah kata: serius menjadi ciyus, demi apa menjadi miapah, ah masa menjadi amaca, dan lain-lain. Kata slang yang sebenarnya hanya dapat dimengerti oleh sebagian orang saat ini memang sudah seperti rahasia umum. Perkembangan teknologi dan kemajuan zaman seakan tidak hanya ingin mengikis kebudayaan yang ada, tetapi juga ingin merebut bahasa yang telah ada sejak dahulu dan digunakan di seluruh Indonesia.

  Orang menjadi tidak lagi memperhatikan tingkat kesantunan dan efektivitas tuturan saat berkomunikasi. Percakapan antara penutur dan mitra tutur menjadi terhambat apabila mitra tutur tidak mengerti arti dari ucapan penutur/lawan tuturnya. Seorang (penutur) pun menjadi terlihat kurang santun, karena biasanya setelah mengucapkan kata yang tidak dimengerti oleh mitra tutur si penutur menjadi senang dan bangga. Keadaan seperti itu bisa menyebabkan bahasa Indonesia menjadi benar-benar dilupakan oleh generasi muda.

  Tingkat kesantunan bahasa slang jika diperhatikan dan dianalisis secara lebih mendalam, akan terlihat dan terdengar memiliki tingkat kesantunan yang sangat rendah. Rahardi (2005:119) mengatakan bahwa semakin panjang tuturan yang digunakan, akan semakin santunlah tuturan itu.

  Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan, akan cenderung semakin tidak santunlah tuturan itu. Hal ini apabila dikaitkan dengan penggunaan bahasa slang dalam percakapan, kita akan melihat bahwa bahasa slang adalah bahasa yang sangat singkat. Banyak sekali kata baik dalam bahasa daerah maupun bahasa Indonesia mengalami singkatan atau perubahan. Misalnya saja sebagai contoh kata demi apa, dalam bahasa slang kata itu menjadi miapah. Dua kata yang digabungkan menjadi satu tentu akan sangat membingungkan banyak orang terutama bagi orang-orang yang ketinggalan informasi kata-kata modern (slang).

  Suatu percakapan menjadi sangat tidak santun karena tuturan yang keluar dari mulut penutur tidak dimengerti maksudnya oleh mitra tutur atau lawan tuturnya. Pranowo (2009:15) menuliskan setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat berbahasa secara santun. Jadi, apabila kita berusaha untuk bersikap dan berbicara santun terhadap mitra tutur kita, secara tidak langsung kita pun akan mendapatkan perlakuan yang sama dari lawan tutur kita.

  Saat ini banyak kejadian memalukan berkaitan dengan bahasa yang digunakan. Seseorang dapat membunuh rekannya sendiri hanya karena kata- kata yang digunakan tidak berkenan dengan lawan tuturnya. Seorang yang tidak lagi memperhatikan tuturan saat melakukan percakapan, biasanya juga sangat terpengaruh dengan keadaan dan lingkungan sekitarnya. Kita tidak bisa menyalahkan siapa pun tentang kesantunan berbicara tersebut karena memang belum ada peraturan tertulis tentang berbahasa secara santun. Sekolah yang menjadi tempat belajar, khususnya saat mempelajari bahasa Indonesia hanya diajarkan tentang materi-materi yang mungkin tidak ada hubungannya sama sekali tentang kesantunan berbahasa. Guru bahkan tidak pernah mengatakan tentang batas-batas kesantunan berbahasa saat kita berada di luar sekolah.

  Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa (Pranowo, 2009:16).

  Pilihan kata yang dimaksudkan adalah bagaimana kita harus menggunakan kata yang tepat saat kita bertutur kata dengan mitra tutur kita. Sebelum kita mengatakan sesuatu tentu kita sudah memiliki konsep yang jelas terhadap apa yang akan kita bicarakan. Tanggapan positif dari mitra tutur bisa menjadi acuan bagi kita sejauh mana kesantunan bahasa yang kita ucapkan. Setelah kita sudah memiliki konsep yang matang tentunya kita ingin membuat mitra tutur merespon dengan baik tuturan kita. Gaya bahasalah yang menjadi bumbu selanjutnya supaya mitra tutur kita benar-benar menjadi tertarik atas percakapan yang sedang berlangsung saat itu.

  Kelompok (komunitas) pesepeda merupakan suatu kelompok yang muncul karena adanya kesamaan hobi/kegemaran. Munculnya bahasa slang dalam komunitas tersebut tentunya disebabkan supaya komunikasi antar anggota menjadi lancar dan mudah dimengerti. Satu komunitas dengan komunitas lain tentu memiliki kata/frasa bahasa slang khusus yang mungkin tidak dimiliki komunitas pesepeda yang lain. Hal ini bisa saja digunakan sebagai kata kunci atau semacam rahasia terhadap sesama komunitas. Komunitas tidak ingin kata yang sudah diciptakan dipakai dalam komunitas lain. Hal yang menyedihkan ialah ketika suatu komunitas menciptakan suatu kata slang tanpa memperhatikan kaidah dan aturan yang berlaku dalam penggunaan bahasa.

  Kesantunan itu tidak hanya dibutuhkan saat kita bertingkah laku, melainkan kesantunan saat kita bertutur kata sangatlah dianjurkan.

  Percakapan akan menjadi efektif apabila kita memperhatikan kesantunan saat bertutur kata dengan mitra tutur dalam kondisi dan situasi apapun.

  Kesantunan bahasa slang yang digunakan sebagai bahasa pergaulan dan bahasa yang dimiliki oleh komunitas-komunitas tertentu tidak lagi menjadi bahasa asing melainkan bisa menjadi bagian dari keanekaragaman bahasa (variasi bahasa).

  Berbagai masalah yang timbul akibat hadirnya bahasa slang seharusnya memunculkan kreativitas dan kehati-hatian saat ingin mengungkapkan suatu kata atau gagasan. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat dan meninjau kembali sejauh mana keefektifan bahasa slang sebagai bahasa yang digunakan dalam bahasa percakapan suatu kelompok tertentu.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Bagaimanakah tingkat kesantunan tuturan bahasa slang di kalangan kelompok-kelompok pesepeda di Yogyakarta?

  2. Bagaimanakah efektivitas penggunaan bahasa slang sebagai bahasa percakapan?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Ingin mendeskripsikan tingkat kesantunan tuturan bahasa slang dalam komunitas pesepeda di Yogyakarta.

2. Ingin mendeskripsikan efektivitas penggunaan bahasa slang sebagai bahasa percakapan dalam komunitas sepeda Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini memberikan hasil dan manfaat bagi pihak-pihak terkait, antara lain sebagai berikut.

1. Penelitian ini memberikan sumbangan tersendiri bagi dunia penelitian bahasa, khususnya pragmatik di Prodi PBSID.

  2. Berbagai landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca tentang tindak tutur, khususnya kesantunan saat bertindak tutur dengan mitra tutur.

  3. Penelitian ini mengajak pembaca mengerti akan penanda apa saja yang membuat tuturan menjadi santun saat ada komunikasi dari penutur dan mitra tutur.

  4. Dengan mengetahui kesantunan berbahasa, masyarakat menjadi mengerti akan bahasa yang digunakan sebagai bahasa percakapan dan alat komunikasi dalam kehidupannya.

5. Penelitian ini diharapkan menjadi temuan yang dapat memperlancar komunikasi dengan santun antara penutur dan mitra tutur.

E. Batasan Istilah

  Pembahasan dalam penelitin ini tentunya hanya mencakup beberapa hal saja, maka dari itu penulis mencantumkan batasan istilah yang dipakai supaya pembahasan yang ada di dalamnya tidak melebar terlalu jauh dan dapat dimengerti oleh pembacanya.

1. Slang

  Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring mendefinisikan slang sebagai ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti. Pei & Gaynor (dalam Alwasilah, 1985:57) mengatakan bahwa slang merupakan suatu bentuk bahasa dalam pemakaian umum, dibuat dengan adaptasi yang populer dan pengulasan makna dari kata-kata yang ada dan dengan menyusun kata-kata baru tanpa memperhatikan standar-standar skolastik dan kaidah-kaidah linguistik dalam pembentukan kata-kata pada umumnya terbatas pada kelompok-kelompok sosial atau kelompok tertentu.

  2. Kesantunan KBBI Daring mendefinisikan santun sebagai halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya). Fraser (Gunarwan, 1994:88) mengartikan kesantunan sebagai property yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya. Dari definisi tersebut kita mengetahui bahwa yang mengukur seberapa santunnya tuturan adalah orang lain, bukan penuturnya.

  3. Diksi Istilah pilihan kata atau diksi bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan (Keraf, 1981:22). Jadi, tuturan yang terucap, sebenarnya sudah tersusun dan telah dipilih untuk menyatakan suatu maksud tertentu kepada orang lain.

4. Gaya Bahasa

  Gaya bahasa dikenal dengan sebutan style. Style tersebut kemudian berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf, 1981:112). Gaya bahasa penting digunakan karena gaya bahasa diibaratkan sebagai bumbu yang menambah rasa dalam bahasa yang kita gunakan.

  F. Ruang Lingkup Penelitian

  Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sebagai suatu penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini hanya dibatasi pada upaya mendeskripsikan tingkat kesantunan pada tuturan yang terdapat dalam komunitas pesepeda. Komunitas pesepeda yang diteliti adalah komunitas pesepeda yang berada di Kota Yogyakarta.

  G. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pada

  bab I akan diuraikan tentang pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi kajian pustaka, yang terdiri dari penelitian terdahulu, landasan teori dan kerangka berpikir.

  Bab III berisi tentang metode penelitian, yang terdiri dari jenis penelitian, sumber data dan data, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari deskripsi data, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Ada beberapa tulisan yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian-

  penelitian tersebut menjadi acuan peneliti dalam merumuskan dan melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam meneliti tingkat kesantunan penggunaan bahasa yang ada di sekitar kita.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ventianus Sarwoyo berjudul “Tindak

  Ilokusi dan Penanda Tingkat Kesantunan Tuturan di dalam Surat Kabar ”.

  Berkaitan dengan tuturan, penelitian ini menyimpulkan dalam suatu tuturan yang diucapkan memberikan penilaiannya (berpersepsi) terhadap tuturan dari sopan santunnya. Ada enam jenis penanda tingkat kesantunan tuturan yang ditemukan, yakni: 1) analogi, 2) diksi atau pilihan kata, 3) gaya bahasa, 4) penggunaan keterangan atau modalitas, 5) penyebutan subjek yang menjadi tujuan tuturan, dan 6) bentuk tuturan. Di dalam suatu tuturan, penanda-penanda ini dapat terjadi hanya digunakan satu jenis penanda. Namun, dapat juga di dalam satu tuturan terkandung lebih dari satu penanda yang digunakan oleh penutur.

  Penelitian yang dilakukan oleh Mujiyono Wiryotinoyo berjudul “Analisis Pragmatik dalam Penelitian Penggunaan Bahasa” (Jurnal Bahasa dan Seni, 2006:153-163). Berkaitan dengan tuturan, penelitian ini memberi kesimpulan bahwa analisis pragmatik dapat dimanfaatkan untuk memahami dan mendalami lebih tuntas teks tuturan yang menjadi objek penelitian.

  Penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Jamal, M.Pd., berjudul “Kesantunan dalam Perspektif: Suatu Telaah Sosiopragmatik Penggunaan

  Bahasa di BDK Surabaya

  ” (Artikel Balai Diklat Keagamaan Surabaya, hlm. 1- 12). Dalam penelitiannya, Jamal memberikan beberapa kesimpulan tentang kesantunan berbahasa. Ia menuliskan bahwa setiap masyarakat mempunyai seperangkat norma yang terdiri atas sejumlah kaidah eksplisit untuk menentukan kesantunan berbahasa. Kaidah itu ditentukan oleh perilaku tertentu, lingkungan, dan cara berpikir masyarakat tersebut.

B. Landasan Teori

  Ilmu pragmatik merupakan salah satu ilmu yang mengkaji tentang penggunaan bahasa. Pragmatik sendiri mengkaji tentang penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi manusia. Bidang kajian ilmu pragmatik lebih mengarahkan kajiannya tentang maksud atau daya suatu ujaran. Kesantunan tuturan dalam bahasa saat ini bisa diukur melalui bidang kajian ilmu pragmatik karena dalam setiap tuturan tentu terkandung maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur (lawan tutur).

  Yule (1996:5) memberi arti pragmatik sebagai studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Ia juga mengatakan manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud dan tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan. Sebagai contoh manfaat belajar bahasa yang dimaksudkan Yule adalah percakapan antara satu orang dengan orang lain. Pragmatik mengajari bagaimana memahami makna yang terdapat dalam setiap tuturan dalam suatu percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

  Purwo (1990:1-2) menuliskan bahwa pragmatik dapat dibedakan menjadi dua hal: (1) pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan atau (2) pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar. Bagian (1) dibedakan lagi menjadi dua hal (a) pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan (b) pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa bidang kajian pragmatik merupakan salah satu ilmu yang digunakan untuk mengajarkan kepada setiap orang ilmu tentang bahasa. Penggunaan bahasa akan lebih baik jika dapat mengerti akan bahasa itu sendiri.

  Kegiatan komunikasi merupakan suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan ini. Tidak mungkin dapat melakukan suatu hal dengan orang lain tanpa adanya komunikasi. KBBI Daring mendefinisikan komunikasi sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Kegiatan komunikasi tak bisa dipungkiri harus melibatkan lebih dari satu orang di dalamnya.

  Komunikasi tidak bisa berjalan dengan baik apabila tidak ada sesuatu yang dikirim dan yang menerima, dalam hal ini menerima suatu informasi.

  Subbab ini ingin menjelaskan beberapa hal, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan bahasa slang dan bagaimana tingkat kesantunan bahasa slang sebagai ragam bahasa. Hal-hal apa saja yang mempengaruhi tingkat kesantunan dalam penggunaan bahasa.

1. Teori Kesantunan Berbahasa

  Kesantunan oleh Yule disamakan dengan kesopanan. Kesopanan dalam suatu interaksi didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain. Dalam hal ini kesopanan dapat disempurnakan dalam kejauhan dan kedekatan sosial (Yule, 1996:104).

  Saat melakukan komunikasi dengan orang lain, hal yang dibutuhkan ialah mengetahui jenjang sosial dalam kehidupan. Misalnya saja saat berbicara dengan dosen/guru, bahasa yang digunakan tentunya tidak sama dengan bahasa pergaulan dengan teman-teman sebaya.

  Berbahasa secara santun akan membuat seseorang mendapatkan simpati dari lawan tutur/mitra tutur. Banyak hal yang perlu diperhatikan bahkan dipelajari supaya dapat menggunakan bahasa secara santun, khususnya dalam percakapan yang dilakukan dengan mitra tutur. Kesantunan saat berbahasa membawa penutur dan mitra tutur menjadi saling mengerti. Sikap saling mengerti dapat memperlancar kegiatan komunikasi yang sedang berlangsung.

  Kesantunan berbahasa memegang kedudukan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dikatakan sebagai kedudukan penting karena saat berbahasa secara santun, maka dalam tuturan tersebut sudah mencerminkan diri tiap penuturnya secara utuh. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009:4). Kesantunan berkaitan erat dengan respon yang diberikan orang lain.

  Banyak hal yang harus diperhatikan supaya tuturan menjadi santun. Penelitian ini menguraikan bagaimana dan apa saja yang harus diperhatikan saat bertutur kata. Beberapa ahli menuliskan hal-hal yang mungkin dapat diterapkan saat bertutur kata, seperti prinsip kesantunan, cara berkomunikasi secara santun, indikator yang perlu diperhatikan supaya tuturan menjadi santun, dan juga kaidah-kaidah kesantunan yang ada dalam bahasa Indonesia.

  a.

  Prinsip kesantunan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Leech. Prinsip yang dikemukakan oleh Leech lebih dikenal sebagai prinsip kerja sama, dalam hal ini kerja sama antara penutur dan mitra tutur saat melakukan tuturan. Prinsip kesantunan Leech (1983) dalam Rahardi (2005:59) ialah prinsip kesantunan yang sampai saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan relatif paling komprehensif.

  Rumusan itu selengkapnya tertuang dalam enam maksim interpersonal sebagai berikut.

  1) Tact maxim: minimize cost to other. Maximize benefit to other. 2) Generosity maxim: minimize benefit to self. Maximize cost be self. 3) Approbation maxim: minimize dispraise. Maximize to other. 4)

Modesty maxim: minimize praise of self. Maximize dispraise of self.

5) Agreement maxim: minimize disagreement between self and other.

  Maximize agreement between self and other. 6) Sympathy maxim: minimize antiphaty between self other. Maximize sympathy between self and other.

  Sebelum membahas keenam maksim Leech, Wijana (1996:55-56) menerangkan tentang berbagai bentuk ujaran yang digunakan untuk mempermudah menangkap makna yang terkandung di dalam maksim tersebut. Bentuk-bentuk ujaran tersebut yaitu bentuk ujaran komisif digunakan untuk menyatakan janji atau penawaran. Ujaran impositif digunakan untuk menyatakan perintah atau suruhan. Ujaran ekspresif digunakan untuk menyatakan sikap psikologis pembicara terhadap sesuatu keadaan. Ujaran asertif digunakan untuk menyatakan kebenaran proposisi yang diungkapkan.

  Wijana (1996:56-61) membahasakan keenam maksim Leech tersebut secara lebih ringkas berturut-turut sebagai berikut.

  1) Maksim kebijaksanaan: Maksim ini diutarakan dengan tuturan impositif dan komisif. Maksim ini menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain.

  2) Maksim penerimaan: Maksim penerimaan diutarakan dengan kalimat komisif dan imposif. Maksim ini mewajibkan penutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan diri sendiri.

  3) Maksim kemurahan: Maksim ini diutarakan dengan menggunakan kalimat ekspresif dan kalimat asertif. Maksim kemurahan ini menuntut peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain.