Pengaruh Citra Gerwani Terhadap Perkembangan Pergerakan Perempuan di Indonesia Tahun 1966-1998

  Pengaruh Citra Gerwani Terhadap Perkembangan Pergerakan Perempuan di Indonesia Tahun 1966-1998 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah Oleh: Elisabeth Endah Retnoningrum 024314018 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan untuk:

  • “Tuhanku Yesus Kristus” yang selalu mendampingi aku disaat sedih maupun senang. Terimakasih ya Tuhan karena kemampuanku tidak terlepas dari anugerah dan karunia yang Kau berikan padaku.
  • Mami dan Papiku yang selalu mendampingi dan bersabar support aku.
  • Putraku Bonaventura Fajar P.N …..my son your is my inspiration”
  • Saudara-saudaraku yang selalu mendukung aku disaat aku rapuh dan tidak menentu, thanks to my big familiys.
  • Teman-teman dan Jurusan ilmu sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, thanks there give me the lot of experience n sience in this real word.
  • Segala kepanatan, kemarahan, kesulitan, kekacauan, kekecewaan, penghianatan,kebahagian, keceriaan dan juga keramaian yang tak kunjung usai dan segala masalah yang mendera aku, thanks karena mereka juga bagian dari hidup aku yang penuh dengan konflik. Tanpa semua ini aku tidak pernah selesai.

HALAMAN MOTTO

  “ Hidup Penuh Dengan Tantangan Maka Berjuanglah “

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan, catatan kaki dan daftar pustaka seperti layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 23 Juli 2009 Penulis

  Elisabeth Endah Retnoningrum

  

ABSTRAK

Pengaruh Citra Gerwani Terhadap Perkembangan

Pergerakan Perempuan di Indonesia

  

Tahun 1966-1998

Elisabeth Endah Retnoningrum

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Penulisan skripsi ini ditulis untuk mengetahui apa yang terjadi pada tahun 1966-1998, dimana awal peristiwa 1 Oktober merupakan awal dan suatu peng- hancuran PKI dan Gerwani. Hal itu digunakan untuk memberi stigma yang baik bagi perkembangan Orde Baru dan ingin mengatakan bahwa pemerintahan Soeharto telah berhasil memberantas komunisme di Indonesia dan kebejatan asusila yang telah dilakukan Gerwani.

  Tulisan ini untuk memberi wacana baru mengenai peristiwa 1 Oktober dimana peristiwa itu memberi dampak yang buruk bagi suatu pergerakan perempuan selanjutnya. Dimana pada masa pemerintahan Soeharto mulai membatasi ruang gerak organisasi perempuan karena pengaruh citra buruk yang telah dilakukan Gerwani. Hal ini dilakukan atas tinjauan kembali atas latar belakang pelaku serta rekonstruksi dan bukti atas peristiwa tersebut. Tulisan ini juga bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan posisi Gerwani pada saat peristiwa 1 Oktober itu mulai meletus sampai pada masa pemerintahan diambil- alih oleh Soeharto. Teori yang digunakan oleh penulis adalah menggunakan teori Althuser dan teori Otoritas Birokrasi dan Korporatisme. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analisis. Selain memaparkan peristiwa secara mendetail juga mengkaji dan menganalisa kausalitas dan peristiwa yang terkait. Penulisan ini didasarkan pada sumber yang didapatkan melalui studi pustaka berupa buku, suratkabar, artikel dan internet.

  Kesimpulan yang didapat dari penulisan ini beranggapan bahwa peristiwa

  1 Oktober merupakan penculikan para jenderal yang dilakukan oleh G 30 S/PKI dan dianggap bahwa Gerwani menari-nari telanjang, menyilet serta memotong penis yang dianggap sebagai tindakan asusila adalah “tidak benar”. Stigma ini diberikan untuk melegalkan pemerintahan Orde Baru.

  

ABSTRACT

The Influence of Bad Image of Gerwani to the Expansion of

Indonesian Female Movement in 1966-1998

  

Elisabeth Endah Retnoningrum

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

  The minithesis process of writing weas conducted to know what happen-

  st

  ings in 1966-1998, where in the beginning of October 1 happenings was the initial and a destruction of PKI and Gerwani. It was used for providing good stigma the development of New Order and would state that the Soeharto’s administration had been successfully eliminated communism in Indonesia and the immoral depravity conducted by Gerwani.

  This writing was to give the new articles concerning on the happenings of

  st

  October 1 , whereas this happenings gave bad impact for the further female movement. While in the era of Soeharto’s administration started to limit the motional space of the female organization by reason of the influence of bad image conducted by Gerwani. It was conducted by the reviewing on the background of the perpetrator and also reconstruction and verifying material of these happenings. This writing purposed to analyze and describe the Gerwani’s position in the

  st

  happenings of October 1 , from the initial explosion up to the era of government of which was handed over by Soeharto. The theory used by the author was using Althuser theory and Authoritarian Bureaucracy and Corporation. The method used was descriptive analysis method. In addition of describe this happenings in detail it also purposed to study and analyze the causality and the related happenings. This writing based on the sources of which was gained from the literatures study by the shape of books, newspapers, articles, and internet.

  The conclusion gained from this writing considered that the happenings

  st

  of October 1 was the kidnapping of the Generals of which was conducted by G 30 S/PKI and considered that Gerwani conducted nudity dance, slashing onto, and also cutting off the penis that was perceived as immoral action was “Untrue”. This stigma was given to legalize the government of New Order.

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Elisabeth Endah Retnoningrum Nomor Mahasiswa : 024314018

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “ PENGARUH CITRA GERANI TERHADAP PERKEMBANGAN PERGERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA TAHUN 1966-1998 “ beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me- ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 11 September 2009 Yang menyatakan ( E. Endah Retnoningrum )

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur atas anugerah, kasih dan karunia yang Tuhan Yesus Kristus berikan, sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat akhir untuk memperoleh gelar sarjana Sastra, Jurusan Ilmu Sejarah.

  Skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan dari orang-orang yang membimbing, mengarahkan, mendukung dan memberikan bantuan serta perhatian kepada penulis. Maka dari itu dengan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

  1. Tuhan Yesus Kristus, terima kasih atas berkat dan anugerah yang KAU berikan kepada kami dan selalu setia mendampingi aku dalam suka dan duka.

  2. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi tempat bagi penulis untuk belajar dan berkarya.

  3. Bpk Drs. Hb. Hery Santosa selaku Kepala Jurusan Ilmu Sejarah, trima kasih ya pak sudah memberi support dan nasehat yang mendalam, supaya skripsi cepat diselesaikan dan mengesampingkan segala masalah.

  4. Bpk Drs. Silverio R.L Aji Sampurna. M. Hum, selaku pembimbing tunggal yang telah bersedia membimbing dengan sabar membimbing penulis yang hilang dan pergi begitu saja dan muncul tiba-tiba lagi. Terima kasih atas pengarahan dan gurauan-gurauan baik berupa semangat atau saran kepada penulis untuk memberi waktu dan kesempatan kepada penulis.

  5. Romo Dr. F.X. Baskara Tulus Wardaya, S.J. yang telah mendukung pada saat seminar dan membuat proposal sehingga judul ini disetujui walau melalui maen ke Pusdep dan sarana yang telah romo berikan dalam pembuatan skripsi ini.

  6. Dosen-dosen ilmu sejarah, Drs, H Purwanta, M.A, Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Bpk (alm) G. Moedjanto, Bpk. Prof. Dr.P.Y. Suwarno, S.H., Bpk Drs Manu Joyoatmojo, Bpk Drs Anton Haryono, Bpk Dr St. Sunardi, Dra Lucia Juningsih M.Hum., terima kasih telah membagikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

  7. Kedua orang tuaku, Mami Nunung dan Papi Budi, terima kasih atas doa dan cintamu. Walau dalam keadaan sakit orang tuaku selalu tetap memberikan semangat dan ingin melihat anaknya jadi sarjana.

  8. Adik-adikku Dimas dan Vivi, makasih udah beri support pada penulis “kapan mbak lulusnya? dan jangan kecewakan semua orang yang menyayangimu” terima kasih atas kata-kata yang begitu pedasnya ya he…he.

  9. Putraku Bonaventura Fajar P.N, makasih ya anakku kamu menjadi bagian terindah dalam hidupku dan dan menjadi inspirasiku dan membuatku untuk menjadi seorang ibu yang tegar.

  10. Tanteku Caecilia dan Budhe Endang semua yang kuanggap sebagai Ibu Angkatku telah mencurahkan waktu, tenaga, pikiran baik secara moral maupun mareriil untuk aku. Terima kasih support dan dukungannya kebaikan kalian gak aku lupakan. Tapi beri kebebasan ya te dalam bertindak karena aku dah dewasa he…he.

  11. Om Desman dan Tante Wiwiek terima kasih atas bantuan dan dukungan supaya aku cepet lulus (maaf ya om, te udah repotin he..he), makasih juga

  12. Untuk Sigit Priyadi, kamu sudah pernah mencintai aku, dan terima kasih atas dukungan, kekacauan, nasehat, penghianatan yang telah kamu berikan. Akan aku tunjukan aku bisa menjadi seseorang yang dibanggakan.

  13. Seluruh keluarga besar St. Moentardjo, om Menot, te Wina, om Jojon, te Hani, mb. Astrid, Susi, Rilis, Rika, Amik, (Alm) Pakde Prapto dan adik-adik sepupuku Adit, Bram, Dita, Cindy, Ivan, Nanda, Cepot, Yogi, Maya dan yang lain yang belum penulis sebutkan terima kasih atas doa dan dukungannya.

  14. Sahabatku Mamik dan Yosi, terima kasih ya mik atas nasehat dan dukungan dan hari-hari saat kita kuliah, kapan kita curhat lagi mik? Dan untuk Yosi makasih atas support dan doanya sudah banyak dengar keluh kesahku yang semakin kompleks. Thanks guys.

  15. Teman-temanku yang ada di Sadhar Vila, Daniel, Eva, Eka,Eko, Gusti, Yudha, Opet, Vianey, Roger, Elang, Karno dan temen-temen angkatan 2002 yang temani aku saat seminar,2003 Ndari, Qeke, Iren, thanks dah tunggu waktu pendadaran, dan juga adik-adik kelasku. Untuk Usriex dari Batam makasih juga kasih semangat aku terus ya. Thanks for their supports.

  Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan pernah selesai. Skripsi ini juga jauh dari sempurna dan terdapat kekurangan- kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar karya ini bisa lebih baik.

  Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama bagi perkembangan sejarah Indonesia.

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………….. iv HALAMAN MOTTO ……………………………………………………. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………. vi ABSTRAK ……………………………………………………………….. vii ABSTRACT ……………………………………………………………… viii KATA PENGANTAR …………………………………………………… ix DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xiii

  BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………….. 1 A. Latar Belakang ……………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………….. 7 C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 8 D. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 9 E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………. 10 F. Landasan Teori ……………………………………………… 11 G. Metode Penelitian …………………………………………… 12 H. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 18 BAB II. ORIENTASI GERAKAN PEREMPUAN DAN GERWANI DI INDONESIA SAMPAI TAHUN 1965 …………………………. 20 A. Embrio-embrio Gerakan Perempuan di Indonesia ………….. 22 B. Orientasi Perkembangan Gerakan Gerwani ……………….. 24 C. Pengaruh Gerwani Dalam Pergerakan Nasional …………… 41

  BAB III. GERWANI DAN PERJUANGAN GERAKAN ORGANISASI PEREMPUAN PADA MASAORDE BARU ……………………. 55 A. Gerwani Masa Peralihan Kekuasaan Pemerintah Soekarno kepada Pemerintahan Soeharto ……………………………. 56 B. Upaya Pencitraan Negatif Organisasi Gerwani Dalam

  Gerakan Organisasi Perempuan …………………………… 67

  BAB IV. GERAKAN ORGANISASI PEREMPUAN INDONESIA PADA MASA ORDE BARU …………………………………………... 81 Sistem dan Pola kebijaksanaan Orde Baru Pada Pembinaan Organisasi Perempuan di Indonesia…………….. 82 BAB V. PENUTUP ……………………………………………………… 100 A. Kesimpulan …………………………………………………. 100 B. Saran ………………………………………………………… 101 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergerakan perempuan Indonesia mengalami pergeseran dari yang kritis ke

  statis hingga dibungkam oleh kekuasaan. Tapi, gerakan perempuan terus berkembang mencari jati diri sesuai perkembangan kekuasaan dan tuntutan akan keadilan bagi perempuan. Perjuangan gerakan perempuan lebih dilandasi untuk menyikap kebenaran yang hingga sekarang diingkari, disembunyikan, diputarbalikkan dan dibusukkan oleh pemerintah yang berkuasa dari penjajahan pemerintah Belanda, pra

  

revolusi kemerdekaan, sampai Orde Baru .

  Embrio munculnya gerakan perempuan pada masa perintahan Belanda dipelopori oleh bangsawan perempuan yang bernama RA. Kartini. Ia seorang perempuan ningrat yang lahir pada 21 April 1879 dari seorang Bupati Jepara. Ayahnya adalah seorang yang maju sehingga ia memberi izin pada putri-purtinya masuk sekolah dasar Eropa sampai mereka berumur 12 tahun. Pendidikan mereka hanya dibatasi karena menurut adat istiadat feodal Jawa harus dipingit sampai mereka dijodohkan dan menikah.

1 Saskia Eleonora Wieringa, 1999. Penghancuran Gerakan Perempuan di

  Indonesia . Jakarta: Kalyanamitra dan Garba Budaya. Hal.66

  Pada masa pingitan Kartini ia terus membaca dan belajar dan bukan hanya berdiam diri saja. Kartini mulai berkomunikasi dengan teman-temannya yang berada di Belanda yaitu Stella Zeehandelaar seorang sosio-feminis dan Nyonya Abendanon,

  

  istri Direktur pendidikan colonial yang berpikiran maju. Komunikasi dengan temannya, pemikiran Kartini semakin maju. Namun, Kartini mengalami dilema dengan adat jawa yang patriarki. Ilmu dan pendidikannya, tidak mampu diterapkan dalam kehidupan sehar-hari terutama bagi kaum perempuan.

  Kartini dijodohkan oleh orang tuanya pada saat usianya masih belia harus dipingit. Ia merasakan pergolakan batin yang serius. Keputusan Kartini untuk menikah dengan.. bukan tanpa alasan tapi juga proses yang panjang. Kartini mulai menyadari, keinginan untuk memajukan kaum perempuan tidak akan tercapai kalau tidak ada yang berkuasa yang mampu menopangnya.

  Pernikahannya, membuat Kartini berjuang dengan mendirikan sekolah, cita- cita luhurnya yaitu memerdekakan perempuan dari perbudakan budaya patriarki, menjadi manusia yang merdeka untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan. Pendidikan akan melahirkan kaum ibu yang cakap dan pandai sehingga juga dapat membantu kemajuan rakyat secara keseluruhan.

  Semangat gerakan perempuan menjelang revolusi kemerdekaan tak kalah luhur dengan cita-cita RA. Kartini. Perempuan mulai menyadari akan kemerdekaan 2 dan keikutsertaan perempuan dalam politik. Gerakan perempuan pra revolusi

  Ibid , Hal 99 kemerdekaan berkembang pesat dan mencapai puncaknya. Hal ini ditandai dengan munculnya mencapai kemerdekaan dan persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki.

  Bahwa 200 orang wanita telah bangkit dengan semangat: kami juga hendak memenuhi kewajiban membela tanah air dan berseru kita tak hendak

  

ketinggalan dengan kaum laki-laki.

  Munculnya kesadaran akan kemerdekaan diawali dari munculnya organisasi perempuan yang arah orientasi kearah kegiatan politik. Seperti organisasi Putri

  

Merdiko di Batavia (1912) tujuan dari organisasi ini yaitu mendorong emansipasi

  perempuan dengan cara memberikan beasiswa bagi perempuan Bumi Putra dengan harapan menikmati pendidikan. Ternyata gerakan perempuan tidak hanya berada di Batavia tetapi juga sudah masuk ke desa-desa sebut saja organisasi Pawiyata Perwita

  

(1915) di Magelang, Wanita Hado (1915), Wanita Susila (1918) di pemalang, dan

Putri Sejati di Surabaya .

  Pada Kongres Indonesia I, tanggal 22 desember 1928 di Yogyakarta. Salah satu hasil Kongres adalah membentuk PPI (Perserikatan Perempuan Indonesia), Kongres ke II diadakan di Jakarta tahun 1929 yang salah satu hasilnya menubah nama PPI menjadi PPII (Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia). Organisasi ini tidak berjalan seperti oraganisasi lainnya mereka memposisikan diri untuk tidak 3 mengandalkan kedudukan suaminya. Pada tahun1930, berdirilah asosiasi perempuan

  Ani Widiyani Soetjipto,2005. Politik Perempuan Bukan Gerhana. Jakarta: Kompas, hal XXii bernama Istri Sedar yang dipimpin oleh Soewani Djojosepoetra. Pada pertemuan di Bandung, Istri Sedar menegaskan bahwa organisaisnya merupakan organisasi perempuan yang aktif dalam kegiatan politik. Dalam prakteknya, Istri Sedar kegiatan politiknya yaitu membuat lembaga-lembaga pendidikan untuk meningkatkan

  

  kecerdasan perempuan. Orientasi kegiatan gerakan perempuan yang bergerak di dalam pendidikan, politik dan sosial dalam rangka mencerdaskan perempuan bertujuan mencapai kemerdekaan.

  Awal abad XX muncul gerakan perempuan seperti Aisyah, Nyi Achmad Dalan dan perempuan Katolik dan Bhayangkari juga lahir. Orientasi organisasinya lebih sistematis dan mempuanyai tujuan yang tegas yakni mewujudkan cita-cita politik perempuan dan meningkatkan kesejahteraan perempuan. Aisyah merupakan organisasi perempuan non-politik, semula merupakan bagian dari Muhammadiyah tetapi bersifat otonom. Khususnya mendidik kaum wanita dan para gadis remaja menjadi wanita mislim yang sejati dan juga menggalakkan pendidikan. Aisyah memandang Kartini sebagai utusan Allah bagi perempuan Indonesia, tanpa

  

  menyebut-nyebut perjuangan Kartini tentang poligami. Sedangkan Wanita Katolik merupakan organisasi perempuan kelas atas dan menengah yang aktif dalam bidang sosial dan ikut berjuang melawan feodalisme, imperialisme dan kolonialisme. 4 Sedangkan Bhayangkari merupakan organisasi perempuan mendukung kaum kiri 5 Ibid , Hal xxi-xxii Op cit , Hal. 260 dengan menjadi anggota Golkar. Tetapi mereka tetap mempertahankan sebagian

   agenda feminisnya tentang permaduan dikalangan perwira laki-laki.

  Gerakan perempuan periode revolusi kemerdekaan organisasi perempuan mendeklarasikan diri bahwa peran dan posisi perempuan cukup seimbang. Berkat perjuangan perempuan sejumlah perempuan yang mengikuti pendidikan formal tahun 1950-1960 terus bertambah secara proporsional dan progresif kaum perempuan mulai terjun ke partai politik. Pada saat itu juga tanggal 4 Juni 1950 terjadi penyatuan 6 organisasi yang bernama Gerwis organisasi itu antara lain Rukun Putri Indonesia(Rupindo) dari Surabaya, Wanita Sedar dari Surabaya, Istri Sedar dari Bandung, Gerakan Wanita indonesia (Gerwindo) dari Kediri, Wanita Madura dari

   Madura, Perjuangan Putri Indonesia dari Pasuruan. Para tokoh perempuan pendiri

  gerwis ini mempunyai latar belakang sosial yang berbeda-beda tetapi sama-sama terjun dalam pergerakan nasional. Pada tahun 1954 pada Kongres I Gerwis dirubah menjadi Gerwani. Hal itu dirubah karena dengan tidak adanya lagi pendirian sektarisme dari Gerwis baik didalam organisasi ataupun cara kerja, Gerwani akan mempunyai kemungkinan lebih besar lagi untuk mengemban tanggungjawabnya sebagai gerakan perempuan yang harus menggalang massa luas dan berjuang demi

   6 hak-hak perempuan dan anak-anak. Gerwani mulai mengembangkan sayapnya 7 Ibid , hal 272

  Ratna Mustikasari,2007. Gerwani Stigmatissasi dan Orde Baru. Yogyakarta: Lab. Jurusan Ilmu pemerintahan Fakultas Fisipol, UGM, hal 23. 8 Ibid , Hal 299-300 dengan menambah para kader-kader perempuan untuk ditempatkan pada setiap wilayah karena mempunyai target ingin menambah keanggotaanya menjadi satu juta orang. Gerwani menjadi titik nadir gerakan perempuan. Sebab, ideologisnya sebagai gerakan perempuan yang sosialis menghantarkanya pada peristiwa 1965.

  Namun demikian orgnanisasi seperti itu (Gerwani) biasanya disusus secara sentralisme-demokratis. Perempuan tingkat bawah tidak terlibat dalam proises pembangkitan kesadaran feminis. Terkadang mereka melaksanakan sejumlah program yang mereka setujui, tapi terkadang sekedar memenuhi sasaran yang

  

telah ditetapkan organisasi dari atas.

  Kekuasaan memang tidak memadang siapa melainkan bagaimana mempertahankan atas kekuasaan. Peristiwa 65. Gerwani sebagai gerakan perempuan yang membunuh jenderal dianggap sebagai pukulan berat. Hingga akhir kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, Gerwani masih dipandang sebagai gerakan perenpuan yang kejam dan bertanggungjawab atas terbunuhnya tujuh jenderal. Gerakan perempuan menjadi lumpuh, setelah peristiwa G30S.

  Sistem Parlementer berjalan 1950-1957 perempuan-perempuan tergabung dalam partai-patai Islam. Orientasi kegiatan didalam pendidikan, politik dan sosial dalam rangka mencerdaskan perempuan dalam mencapai kemerdekaan. Secara umum, gerakan mereka merupakan gerakan perempuian borjuis. Anggotanya berasal dari kalangan elit dan bangsawan. Gerakan perempuan tidak dapat berkembang, sebab gerakan mereka merupakan gerakan perempuan borjuis. Anggotanya berasal

9 Ibid . Hal 74

  dari kalangan elit dan bangsawan yang perjuangannya hanya untuk kepentingan mereka bukan untuk memperjuangkan nasib perempuan.

  Masa pemerintahan Orde Baru dengan Demokrasi Pancasilanya, gerakan perempuan berangsur-angsur mengalami kelesuan yang dimulai sekitar tahun 1970. hal ini ditunjukkan kemendirian di dunia publik atau politik sangat minim. Hal ini seiring dengan sistem politik yang represif dan otoriter yang diterapkan oleh pemerintahan saat itu. Dalam konteks gerakan perempuan tahun 1999 gerakan perempuan mulai bangkit lagi di ranah politik dengan kuota 30% perempuan berada di lembaga legislatif. Yang tertuang dalam UU no 31/2002 tentang Partai politik dan UU no 12/2003 tentang Pemilu.

  Dari uraian diatas menunjukkan karakteristik gerakan perempuan masih didominasi oleh kaum elit atau bangsawan perempuan. Dari permasalahan- permasalahan gerakan perempuan diatas dibahas secara mendalam dalam skripsi ini yang berjudul “Pengaruh

   Citra Gerwani Terhadap Perkembangan Pergerakan Perempuan di Indonesia Tahun 1966-1998”.

B. Rumusan Masalah

  Untuk menganalis mendalam “Pengaruh

   Citra Gerwani Terhadap

Perkembangan Pergerakan Perempuan di Indonesia Tahun 1966-1998” , skripsi ini

  membahas tiga pokok persoalan:

  1. Apa orientasi gerakan Gerwani di Indonesia?

  2. Bagaimana strategi pemerintahan Orde Baru menyebarkan citra buruk tentang organisasi Gerwani ?

  3. Bagaimana perkembangan gerakan perempuan masa reformasi? C.

   Tujuan Penelitian

  Skrispsi ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis “Pengaruh

   Citra Gerwani Terhadap Perkembangan Pergerakan Perempuan di Indonesia Tahun 1966-

1998” . Dengan kata lain, penulis akan mengkaji dari dua segi yaitu tujuan akedemis

  dan tujuan praktis.

  Tujuan akademis yaitu penulis menganalisis dan mengkaji pergerakan perempuan di Indonesia dalam menghadapi hegemoni pemerintahan pada zamannya.

  Dengan tulisan ini, penulis berharap membuka cakrawala baru perjuangan pergerakan perempuan bagi aktivis perempuan, mahasiswa yang mendalami gerakan perempuan tentang bagaimana perempuan bangsawan dan perempuan pada umumnya memperjuangkan haknya baik dalam bidang politik, sosial, budaya, pendidikan dan ekonomi.

  Tujuan praktis skrispsi ini adalah bagian dari ambisi untuk mengenal perempuan memperjuangkan haknya. Dengan skripsi ini akan lebih bijaksana dalam berjuang mengahadapi realita kehidupan dan memperjuangkan kehidupan yang layak baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial dan politik. Dan skripsi ini berguna bagi mahasiswa sejarah dalam menambah kasanah pengetahuan akan perempuan dan perjuangannya.

D. Manfaat Penelitian

  Diharapkan skripsi ini mampu menyumbangkan pemikiran dan pemahaman baru mengenai perkembangan gerakan perempuan di Indonesia. Secara akademis, gerakan perempuan berkisar tumbuh, berkembang, membela kaum perenmpuan dan berteriak diketiak kekuasaan, maka skirpsi ini menyuguhkan gerakan kaum borjuis perempuan memperjuangkan hak-hak kaum perempuan ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Skripsi ini juga mengupas habis, bagaimana perjuangan perempuan ditikam oleh kekuasaan yaitu stigmasi politik yang menindas, sehingga gerakan perempuan menjadi rapuh. Lihat saja, Pemerintahan Soeharto membuat hegemoni hitam terhadap gerakan perempuan Gerwani dan menciptakan gerakan perempuan yang tunduk kekuasaan. Kesemuanya itu adalah bunga-bunga pergerakan perempuan.

  Manfaat Praktis Skripsi ini tidak terlepas dari subyektifitas penulis sebagai kaum perempuan.

  Namun demikian, penulis mengedepankan obyektivitas yang tinggi. Berharap, gerakan perempuan yang berkembang di masa yang akan datang tidak sebatas pada tataran perjuangan perempuan borjuis. Saatnya perempuan bergerak menjadi pembela diri sendiri yang sejati. Skripsi ini berharap, perempuan Indonesia tidak cengeng menghadapi kultural bangsa ini yang patriarki. Tapi bagaimana kaum perempuan bertahan dilemahkan kekuatan kultural.

  Lebih jauh, skripsi ini menjabarkan bagaimana perempuan menjadi kekuatan yang masih pada tataran kebijakan politis. Saatnya perempuan bangkit memperjuangkan haknya bukan menangisi haknya yang hilang karena keadaan. Berjuang mempersembahkan karya, bukan air mata. Berjuang tidak harus di medan perang, berjuang dapat diwujudkan melalui pena, wiraswasta, politikus, seniman.

E. Tinjauan Pustaka

  Untuk mengkaji dan menganalisis Gerwani, Gerakan Perempuan dan pemerintahan, penulis mennggunakan buku sebagai studi leraturnya. Buku pertama yang digunakan karya Saskia Eleonora Weirenga yang berjudul Penghancuran Gerakan Perempuan & Indonesia, diterbitkan oleh Garba Budaya dan Kalyanamitra.

  Buku ini berisi realitas sejarah yang telah ditutupi oleh Orde Baru dimana gerakan perempuan mulai dibredeli sehingga apalagi yang berhaluan dengan komunisme.

  Kedua, Gerakan Demokrasi di Indonesia Pasca Soeharto diterbitkan oleh Demos ditulis oleh X.E. Priyono, Stanley Adi Praseryo, Olle Tornguist, tahun 2003.

  Buku ini berisi tentang sejumlah kajian gerakan pro demokrasi juga berisi tentang bagaimana para demokrasi berjuang terus-menerus dalam masyarakat sipil dan melawan negara dan politik, seperti di masa Soeharto. Perjalanan perjuangan pergerakan perempuan sampai pada masa Soeharto lengser.

  Ketiga, Perempuan dan Politik Tubuh Fantastis, diterbitkan oleh Kanisius dan ditulis oleh Primariantari, Rika, Pratiwi, Lisa Nelwan, dan kawan-kawan talum 2000.

  Buku ini berisi tentang membicarakan tubuh manusia dengan maksud bukan asal gusur-menggusur berbagai mitos pernyataan masak-macak-manak atau sumur-dapur-kasur, yang selama ini dilekatkan para tubuh perempuan.

  Keempat, Naiknya Para Jendral, diterbitkan oleh Sumatera Human Rights Watch Networks (SHRWN) dan ditulis oleh M.R. Siregar tahun 2000. Buku ini berisi tentang peristiwa tahun 1965 telah menjadi sejarah terpahit bangsa, Indonesia untuk mengingat begitu penting dan traumatiknya peristiwa 1965 di Indonesia. Kelima, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia editor Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, Agus Fahri Husein, diterbitkan Perpustakaan Yayasan Hatta, Yogyakarta, tahun 1993. Buku ini berisi tentang perjuangan perempuan untuk tampil di wilayah publik. Sejak dahulu selalu menghadapi sejumlah kendala dan dikotomi, serta menjelaskan perempuan pertama kali sampai sekarang seperti apa. Keenam, Politik Jawa dan Presiden Perempuan, diterbitkan oleh Yayasan untuk Indonesia yang ditulis oleh Darmanto tahun 1999. Buku ini berisi tentang lengser keparabonnya sang Jenderal Besar yang telah loncat sepeninggal istrinya. Bagaimanakah pula presiden baru, hasil reformasi pantas diemban perempuan yang tidak tamat perguruan tinggi, sedangkan pesaingnya seorang cendekiawan nomor satu dengan sederet gelar. Ketujuh, Perempuan dan Ketidakadilan, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial dan jaringan mitra perempuan. Buku ini berisi tentang masalah perempuan baik di media masa, hukum pembangunan, dan juga keprihatinan perempuan yang telah terjadi.

  Kedelapan, Analisis Gender dan Transformasi Sosial , diterbitkan oleh Pustaka baru oleh Pustaka Pelajar, ditulis oleh Mansour Fakih, 1996. Buku ini berisi tentang analisis gender yang memberi makna, konsepsi, asumsi, idiologi, dan praktik hubungan baru antara kaum perempuan dan laki-laki serta implikasinya terhadap aspek-aspek kehidupan sosial sesungguhnya merupakan proses dekonstruksi peran gender dalam seluruh aspek kehidupan, di mana terefleksi perbedaan perbedaan gender yang telah melahirkan ketidakadilan gender.

F. Landaasan Teori Pergerakan perempuan yang ada di Indonesia dengan dipelopori RA. Kartini .

  menjadi awal dimana perempuan mulai berani belajar melakukan suatu kegiatan yang bersifat pengetahuan. Kegiatan-kegiatan pergerakan perempuan mulai bermunculan.

  Gerakan Gerwani masih pada tataran gerakan perempuan burjuis. Orientasi gerakan lebih pada untuk memperjuangkan hak suara dan hak-hak perempuan. Dengan kata lain, gerakan yang berkembang hingga kini belum mampu menyentuh pada tataran untuk memperjuangkan dan meringankan beban perempuan pekerja. Kepeloporan RA. Kartini masih sebatas untuk menghilangkan dominasi adat patriarki, memperjuangkan pendidikan dan hak-hak perempuan belum sepenuhnya, serta perjuangan untuk membebaskan kaum perempuan tertindas secara ekonomi.

  Ketimpangan antara laki-laki dan perempuan jelas telihat di Indonesia. Dapat dikatakan mungkin sejarah bangsa ini pernah mengalami suatu masa dimana perempuan dipaksa tidak boleh memasuki wilayah politik. Kenyataan antara makna dan realitas dan klaim tentang kebenaran terhadap suatu pemaknaan merupakan realitas yang sangat mempengaruhi bagaimana Gerwani ditafsirkan. Gerwani adalah perempuan-perempuan yang dianggap merusak kepribadian kaum perempuan Indonesia. Wacana itu merupakan versi dari penguasa Orde Baru yang sanggup memberikan kebenaran bagi hampir seluruh penduduk Indonesia.

  Penghancuran itu dilakukan secara sistematis dan teratur dengan dihadirkannya jargon-jargon anti komunis pasca G30S. penghancuran lebih jauh bukan sekedar menghilangkan terhadap suatu golongan, tetapi sebagai upaya untuk mengganti sistem lama menuju ke sistem yang baru berdasarkan pertumbuhan

   ekonomi setinggi-tingginya, dengan prasyarat stabilitas politik.

  Pergantian sistem lama yang memberi peluang kebebasan bagi gerakan perempuan berperan dalam pertarungan politik kenegaraan menuju sistem baru yang menempatkan perempuan pada wilayah domestik. Perubahan posisi perempuan disebabkan sistem baru berdasarkan pada stabilitas politik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Melalui stabilitas itulah Orde Baru menggiring seluruh kelompok kepentingan dan elemen masyarakat memasuki kehidupan yang akan diciptakannya melalui poitik termasuk didalamnya adalah golongan perempuan.

  Landasan teori yang dibangun untuk menganalisa suatu permasalahan telah diuraikan diatas berdasarkan pada kekuasaan Orde Baru, yang berlandaskan pada paradigma pembangunan dengan syarat stabilitas politik, mengandalkan kekuatan militer untuk mewujudkan dan melanggengkan kekuasaanya. Stabilitas politik itu 10 ditempuh Orde Baru dengan dua cara yaitu, pertama penumbangan Orde Lama

  Op cit Hal 10 melalui peristiwa G30S, kedua dengan menciptakan musuh bersama terhadap pihak- pihak yang dianggap terlibat peristiwa tersebut.

  Untuk menganalisa suatu kekuasaan itu didirikan dan dilanggengkan maka perlu adanya suatu teori. Teori yang digunakan pertama, adalah teori oleh Althuser. dalam rangka membangun kekuasaan melalui peran hakiki negara yang bersifat represif dan idiologis dan yang kedua adalah teori otoriter birokratis dan korporatisme

   negara sebagai upaya preventif resim dalam rangka menjaga stabilitas politik.

  Louis Althuser adalah seorang filsuf Perancis yang lahir di Algeria pada tahun 1918. Semasa hidupnya ia lebih dikenal sebagai seorang teorisi dan kritikus marxis.

  Ia juga merupakan intelektual yang bergabung dengan Partai Komunis Perancis. Argumen-argumennya kebanyakan adalah tanggapan terhadap serangan-serangan yang ditujukan pada dasar-dasar ideologi partai itu. Termasuk diantaranya empirisme yang mempengaruhi tradisi demokrat yang dipandangnya sebagai sebuah ancaman yang mulai mereduksi kemurnian orientasi partai-partai komunis Eropa. Jadi, Louis Althusser dikategorikan sebagai seorang filsuf Marxis yang lebih ortodoks. Karena mencoba mempertahankan dasar-dasar pemikiran Marx dan melihatnya sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat yang harus mengikuti dasar-dasar ilmiah.

  Althusser mengajukan suatu konsep State Apparatus (Aparatus Negara) dan 11 idiological State Apparatus (Aparatus Idiologi Negara). Aparatus negara memusatkan Ratna Mustika sari, 2007, Gerwani Stigmatisasi Orde Baru, Yogyakarta:Lab.

  Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Fisipol. Hal 9 pada wilayah publik, sementara Aparatus Idiologi Negara memusatkan pengaruhnya pada wilayah dan sifatnya privat. Hal yang lebih penting bukan itu saja tapi kepada dengan cara bagaimana institusi-institusi itu berfungsi.

  Althusser juga mempunyai dua tesis tentang ideologi. Tesis pertamanya mengatakan bahwa ideologi adalah representasi dari hubungan imajiner antara individu dengan kondisi eksistensi nyatanya. Relasi imajiner antara individu dengan suatu keadaan dimana mereka hidup didalamnya. Tesis yang kedua menyatakan bahwa representasi gagasan yang membentuk ideologi itu tidak hanya mempunyai eksistensi spiritual, tetapi juga material. Jadi bisa dikatakan bahwa aparatus ideoligis negara adalah realisasi dari ideologi tertentu. Ideologi selalu eksis dalam bentuk aparatus. Eksistensi yang bersifat material dijelaskan sebagai berikut: kepercayaan seseorang atau ideologi seseorang terhadap hal-hal tertentu akan diturunkan dalam bentuk-bentuk material yang secara natural akan diikuti oleh orang tersebut. Misalnya jika kita percaya keadilan maka kita akan tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Orang yang percaya akan keadilan maka yang bersangkutan akan tunduk pada aturan hukum yang diyakini mencerminkan rasa keadilan, sebaliknya akan protes jika ketidakadilan menimpa pada orang itu.

  Teori Althuser menganalisa bahwa cikal bakal bangunan kekuasaan Orde Baru terbentuk dari unsur-unsur yang melibatkan peran hakiki negara sebagai agen ideologisasi dan agen represif melalui stigmatisasi terhadap kelompok tertentu.

  Politik ini merupakan salah satu cara untuk memberikan cap atau tanda baik bagi perorangan atau institusi tertentu yang memiliki konsekwensi politik dan menjadi fase awal dalam kekuasaan yang dibangun. Hal itu dilakukan melalui berbagai bentuk rekayasa sosial lainnya untuk mendeskriditkan seseorang atau sekelompok orang dalam kehidupan bernegara.

  Teori otoriter birokratis muncul akibat terjadinya krisis ekonomi. Masuknya modal asing dan teknologi menjadi prasyarat hadirnya stabilitas politik dan mantap.

  Tindakan pemerintah yang secara terus menerus menolak tuntutan politik dari para pemimpin masyarakat, yang berasal dari kelas bawah dan menyingkirkan pemimpin rakyat dari kedudukan politik yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan

  

  dalam negara. Korporatisme adalah suatu sistem perwakilan kepentingan unit-unit membentuknya diatur dalam organisasi-organisasi yang jumlahnya terbatas dan bersifat tunggal, tidak saling bersaing, diatur secara hierarkis yaitu diakui dan sesuai izin oleh negara. Mereka diberi hak monopoli untuk mewakili kepentingannya dalam bidangnya sendiri dan masing-masing akan diberi imbalan karena mematuhi peraturan yang ada. Hal itu bertujuan untuk menindas konflik kelas dan kelompok demi kepentingan serta menciptakan keselarasan , kesetiakawanan, dan kerjasama

   dalam hubungan anrata negara dan masyarakat.

  Perpaduan beberapa teori diatas didasarkan pada keyakinan bahwa penciptaan sebuah realitas yang diyakini bersama oleh penguasa menjadi faktor-faktor penting

  12 13 Ibid Hal 12 Ibid , Hal 16 dalam penyusunan perangkat politis guna membangun dan melanggengkan kekuasaan.

G. Metode Penelitian

  Metode penelitian sejarah adalah suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Hal ini bermanfaat bagi sejarawan untuk merekontruksi masa lampau secara imajinatif berdasarkan fakta - fakta yang diperoleh melalui proses historiografi.

  Sejarah menjadi sangat penting karena studi gender yang mengharuskan seseorang untak melihat "naskah" atau script sosial budaya yang ada Naskah itu paling tersedia dalam studi sejarah meskipun penelitian sosial budaya juga dapat mencapainya. Dalam hal ini penelitian sejarah dan penelitian sosial budaya tetap ada bedanya. "Naskah" penelitian sejarah menjangkau naskah-naskah lama, dan bahan-bahan arsip, sedangkan penelitian social budaya secara formal tidak dituntut sampai kesana. Penelitian sejarah dan penelitian sosial budaya dapat tumpuk atau bertemu misalnya dalam penelitian arsip kontemporer, tradisi lisan dan penggunaan metode lisan yang dalam penelitian budaya disebut metode interview.

  Metode penelitian sejarah mempunyai 4 tahap yaitu : heuristik, kritik sumber,

  

  interprestasi dan historiografi. Tahap pertama yaitu, heuristik atau suatu proses 14 pengumpulan data untuk kepentingan subyek yang diteliti. Sedangkan menurut Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan, (Jakarta : Yayasan

  Univeritas Indonesia 1975), Hal 32 bentuknya, sumber sejarah dibedakan menjadi 3 yaitu : sumber tertulis, sumber benda dan sumber lisan. Dalam penelitian ini, data ditulis dari sumber tertulis. Sumber tertulis berupa buku-buku pustaka, dokumen-dokumen resmi, majalah dan lain-lain. Sumber data tertulis diperoleh dan literatur perpustakaan Sanata Dharma, perpustakaan perpustakaan daerah dan di toko-toko berapa buku-buku pustaka, dokumen resmi dan majalah.

  Kedua adalah kritik sumber yang merupakan tahap penelitan selanjutnya setelah pengumpulan data. Kritik bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kredibilitas dan otentitas sumber. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik adalah uji terhadap data yang terdapat pada penelitian sejarah. Kritik sumber dalam penelitian sejarah merupakan sesuatu yang harus dilakukan, hal itu untuk menghindari adanya kepalsuan dan keberpihakan suatu sumber.

  Data yang diseleksi dan diuji kebenarannya kemudian dianalisis. Hasil dari anatisis ini menunjukkan tingkat keberhasilan suatu penelitian sehingga dapat mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengolahan data secara cermat diharapkan mampu mengurangi subyektifitas yang biasanya muncul dari sebuah historiografi, sebab sejarah dalam arti obyektif jika diamati dalam pikiran subyektif tidak akan pernah murni tetapi telah diberi warna sesuai kacamata subyek.

  Tahap terakhir adalah histonografi yaitu suatu proses penulisan kembali runtutan peristiwa masa lampau berdasarkan data-data yang diperoleh dan diuji kebenarannya. Proses histonografi dikatakan berhasil apabila mampu menghasilkan sintesis dan tesis dan antitesis yang telah diolah.

  Sintesis dalam hal ini adalah kemampuan untuk menghasilkan unsur baru yang belum pernah diungkapkan dalam karya ilmiah terdahulu.

H. Sistematika Penulisan Tulisan ini dibagi-bagi dalam lima bab. Tiap bab memuat beberapa sub bab.

  Adapun pembagiannya adalah BAB I berisikan Pendahuluan, antara lain sub babnya berisi, latar belakang masalah, identiftasi dan pembatasan masalah, perunumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II berisikan tentang Awal Pergerakan Perempuan masa Pra Revolusi, meliputi munculnya embrio-embrio gerakan perempuan menuntut hak memperoleh pendidikan bagi perempuan, munculnya gerakan perempuan Gerwani yang berhaluan sosialis dan sepak terjang. Dan bagaimana Gerwani bergerak dalam politik.

  BAB III berisikan tentang Gerwani, Gerakan Perempuan di bawah pemerintahan Orde Baru. Bab ini membahas politik stigmasi politik Gerwani dan organisasi perempuan yang lainnya pada pemerintahan Soeharto.

  BAB IV membahas tentang pergerakan perempuan masa Orde Baru dimana masa pemerintahan itu mulai membentuk pergerakan perempuan sendiri yaitu Dharma Wanita dan PKK. Membatasi ruang gerak perempuan yang lain.

  Bab V merupakan penutup yang membahas kesimpulan pergerakan perempuan.

BAB II ORIENTASI GERAKAN PEREMPUAN DAN GERWANI DI INDONESIA TAHUN 1966-1968 Perkumpulan-perkumpulan perempuan Indonesia pada mulanya bersifat

  apolitis, yaitu tidak mencampuri soal politik, dan bersifat ekonomi. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya gerakan mereka dilakukan atas dasar kesadaran nasional dikalangan sendiri.

  Perkumpulan perempuan pertama didirikan di Jakarta dengan menggunakan nama Putri Merdika. Perkumpulan itu bertujuan memajukan pendidikan anak-anak perempuan. Kemudian menyusul berbagai perkumpulan perempuan lainnya. Diantaranya terdapat perkumpulan perempuan yang berdiri sendiri dan ada perkumpulan perempuan yang menjadi bagian dari partai politik atau perkumpulan lainnya yang anggotanya kaum laki-laki. Perkumpulan perempuan yang selanjutnya adalah Partai Sarekat Islam bagian perempuan, Jong Islamiten Bond bagian perempuan, Jong Java bagian perempuan, Muhamaddyah bagian perempuan (Aisyah). Aliran politik dengan sendirinya akan sama dengan aliran politik kelompok induknya. Meskipun demikian sifat sosial ekonomis akan lambat laun hilang setelah perkumpulan perempuan menjadi bagian dari gerakan nasional. Semula perkumpulan-perkumpulan itu juga membicarakan masalah sosial. Hal itu terjadi pada perkumpulan seperti Perkumpulan Wanita Katolik, Aisiyah,Wanita Utomo, dan lain-lain.