PENGARUH PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF JIGSAW TERHADAP SIKAP TANGGUNG JAWAB DAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI (KAJIAN EKSPERIMEN QUASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 4 KRANJI KECAMATAN PURWOKERTO TIMUR KABUPATEN BANYUMAS) - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual

1. Sikap Tanggung Jawab

a. Hakikat Sikap

  Beberapa ahli memberikan definisi tentang pengertian sikap, diantaranya sebagai berikut.

  Allport yang dikutip oleh Azwar (2013: 5) mendefinisikan sikap sebagai kesiapan bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksudkan sebagai kecenderungan potensial untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki respon. Selanjutnya Azwar (2013: 7) mengungkapkan berbagai pendapat dari para ahli tentang definisi sikap yang dikemukakan oleh beberapa kelompok pemikir. Pertama, kerangka pemikiran ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Ossgood, menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kelompok pemikiran kedua, diwakili oleh para ahli tokoh terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Gordon Allport, menurut pemikiran kelompok kedua ini sikap

  

11 merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu Sejalan dengan pandangan kelompok pemikir kedua LaPierree dalam Azwar, (2013: 6) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan. Kelompok pemikiran ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme). Menurut pemikiran kelompok ketiga, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.

  Depdikbud (1995: 938) mengartikan sikap sebagai suatu perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian (pendapat atau keyakinan). Sikap merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, dan menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan (Slameto, 2010: 188), sedangkan Gerungan (2004: 161) berpendapat bahwa manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun sikap perasaan tertentu, tetapi sikap tersebut dibentuk sepanjang perkembangannya. Hal tersebut menunjukkan adanya pengulangan pengalaman yang dialami seseorang dalam masa perkembangannya sehingga membentuk sikap tertentu. Bimo Walgito (2010: 180) menyatakan bahwa sikap seseorang merupakan sesuatu yang tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk atau dipelajarai, seperti dari orang tua, orang-orang sekitarnya, atau dari masyarakat.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak secara khas terhadap suatu objek, sehingga dapat dikatakan sikap menentukan tingkah laku seseorang terhadap suatu objek tertentu.

b. Struktur Sikap

  Azwar (2013: 23) pada hakekatnya menjelaskan bahwa sikap dilihat dari strukturnya itu terdiri dari tiga aspek yang saling menunjang.

  Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut. 1). Aspek kognitif yang meliputi persepsi, kepercayaan, dan setereotip yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Aspek kognitif seringkali disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau masalah yang kontroversial. Opini merupakan pernyataan sikap yang sangat spesifik, didasari oleh sikap yang sudah mapan dan bersifat situasional dan temporer, artinya opini atau pendapat dalam masalah ini bersifat situasional dan lebih mudah berubah sesuai dengan kondisinya.

  2). Aspek afektif yang merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan perasaan menyangkut masalah emosional. Reaksi emosional terhadap suatu objek dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai suatu kebenaran dan berlaku bagi objek yang dimaksud.

  3). Aspek perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan kecenderungan berperilaku yang ada pada diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Artinya seseorang berperilaku dalam situasi tertentu dan stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Maka dikatakan bahwa sikap seseorang akan tercermin dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek.

  Hal senada juga disampaikan oleh Triandis (1971) dalam Slameto (2010: 188) bahwa sikap mengandung tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan disertai dengan perasaan positif atau negatif. Orang mempunyai sikap positif terhadap objek yang bernilai dalam pandangannya, dan akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai atau yang merugikan.

  Sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara lain melalui (1) pengalaman yang berulang-ulang atau pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam; (2) imitasi, peniruan dapat terjadi tanpa disengaja dan dapat pula disengaja; (3) sugesti, seseorang membentuk suatu sikap karena pengaruh yang datang dari seseorang atau yang mempunyai wibawa dalam pandangannya; (4) identifikasi, seseorang meniru orang lain didasari suatu keterikatan emosional sifatnya, berusaha menyamai, identifikasi seperti ini terjadi antara anak dengan ayah, siswa dengan guru (Slameto, 2010: 189-190).

  Dari beberapa uraian jelaslah bahwa aspek afektif pada diri siswa besar peranannya dalam pendidikan. Pengukuran terhadap aspek ini sangat berguna dan kita harus memanfaatkan pengetahuan kita mengenai karakteristik afektif siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.

c. Ciri-Ciri Sikap

  Gerungan (2004: 163-164) menyatakan bahwa sikap memiliki ciri- ciri yang khas. Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut.

  1). Sikap bukan dibawa sejak dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari interaksi sosial. Dalam interaksi tersebut terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai bagian dari masyarakat. Dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap suatu objek. 2). Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari, atau sebaliknya orang dapat mempelajari sikap. Sikap seseorang dapat berubah pada keadaan dan syarat tertentu, artinya pembentukan sikap senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkaitan dengan objek tertentu. Interaksi sosial di dalam kelompok terjadi hubungan saling mempengaruhi antar individu satu dengan individu lain yang dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru bagi individu. 3). Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap objek. Maksudnya sikap akan muncul bila ada objek, karena sikap adalah kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak secara khas terhadap suatu objek. Sehingga sikap dapat menentukan tingkah laku seseorang terhadap suatu objek tertentu.

  4). Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tertentu.

  5). Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.

  Berdasarkan ciri-ciri sikap tersebut di atas dapat diketahui bahwa sikap seseorang erat hubungannya dengan lingkungannya. Sikap merupakan sebuah bentuk reaksi seseorang terhadap lingkungannya. Sikap selalu mengalami perubahan. Pengetahuan yang diperoleh individu sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya akan membentuk sikap apabila pengetahuan yang dimiliki individu tersebut sudah disertai dengan kesiapan untuk bertindak.

  Gerungan (2004: 166-167) lebih lanjut mengatakan bahwa pembentukan sikap senantiasa berlangsung dalam interaksi dengan manusia dan berkenaan dengan objek tertentu. Interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompok dapat mengubah atau membentuk sikap yang baru. Interaksi di luar kelompok adalah interaksi dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui media komunikasi seperti televisi, surat kabar dan sebagainya. Kondisi anak yang masih dalam proses perkembangan baik fisik maupun mentalnya, menjadikan proses pembentukan dan perubahan sikap pada anak tersebut senantiasa terjadi.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

  Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan dan perubahan sikap adalah faktor interen di dalam diri pribadi manusia seperti selektivitasnya sendiri, daya pilihnya atau perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh yang datang dari luar dirinya. Sesuatu yang dilihat, di dengar dan dirasakan memberikan reaksi yang menimbulkan perhatian terhadap sesuatu. Selektivitas dalam diri seseorang terhadap suatu objek di luar dirinya merupakan sikap alamiah karena tidak mungkin seseorang dapat memberikan perhatian terhadap seluruh objek di luar dirinya. Dengan demikian, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan dan perubahan sikap terdiri atas faktor interen dan faktor eksteren.

  Sherif dalam Gerungan (2004: 168-169) menyatakan bahwa faktor eksteren yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain. 1). Di dalam interaksi kelompok, terdapat hubungan timbal balik yang langsung antar manusia.

  2). Di dalam komunikasi, terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.

  Komunikasi yang terjadi antara seseorang dengan lingkungannya, akan memberikan peningkatan pengetahuan atau pemahaman terhadap apa yang ada di luar dirinya. Melalui komunikasi, seseorang berusaha mengerti dan memahami apa yang dilihat, di dengar dan dirasakannya.

  Pembentukan dan perubahan sikap pada anak senantiasa berlangsung. Proses perubahan dan pembentukan terjadi dalam waktu yang bersamaan, di mana pada saat proses perubahan sikap juga terjadi proses pembentukan. Dengan demikian proses perubahan dan pembentukan tidak terjadi secara terpisah dan berdiri sendiri-sendiri.

  Ada beberapa metode yang dipergunakan untuk mengubah sikap, Slameto (2010: 191) antara lain dengan (1) mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan dengan cara memberi informasi baru mengenai objek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas; (2) mengadakan kontak langsung dengan objek sikap, dengan cara ini komponen afektif turut dirangsang; (3) memaksa orang menampilkan tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap yang sudah ada, hal ini dapat tejadi dengan adanya kekuatan hukum.

e. Konsep Tanggung Jawab dalam Belajar

  Pengertian tanggung jawab menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005: 8) adalah sebagai keberanian untuk menentukan suatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, karena itu perbuatan tersebut dilakukan sehingga sanksi apa pun yang dituntut (oleh kata hati, masyarakat, dan norma-norma agama) diterima dengan penuh kesadaran dan keihlasan. Pendapat lain dikemukan oleh Zubaedi (2011: 78) tanggung jawab (responsibility) maksudnya mampu mempertanggungjawabkan serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen, sedangkan Astuti ( 2005: 17) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah perilaku yang menentukan bagaimana kita bereaksi terhadap situasi hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang bersifat moral.

  Hasil kajian empirik Pusat Kurikulum, tanggung jawab termasuk salah satu dari 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan pendidikan nasional yang telah teridentifikasi sebagai pembentuk karakter (Samani dan Hariyanto, 2012: 52).

  Nilai-nilai dalam Kurikulum Pendidikan Karakter Sekolah Dasar menurut Character Counts (Six Pillars of Character Education) adalah amanah, menghormati/menghargai, penuh tanggung jawab, adil dan jujur/sportif, peduli. Orang yang bertanggung jawab adalah (1) orang yang dapat diandalkan, jika sepakat untuk mengerjakan sesuatu langsung dikerjakan, (2) menjalankan urusan dengan baik, (3) bertanggung jawab pada apa yang dilakukan, tidak menyalahkan orang lain, (4) berpikir sebelum bertindak dan berpikir apa akibat dari perbuatan yang dilakukan (Samani dan Hariyanto, 2012: 55-56)

  Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tanggung jawab merupakan potensi manusia yang telah Tuhan titipkan dalam diri manusia. Bentuk tanggung jawab inipun diikuti dengan sikap penuh kerelaan diri dalam menerima sanksi dengan penuh sadar apabila melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Jadi tanggung jawab merupakan sebuah kemampuan seorang manusia dalam melaksanakan amanah yang telah ditugaskan dengan penuh kesadaran. Bentuk tanggung jawab tercermin dengan terlebih dahulu adanya sebuah stimulus atau pemberi sebuah tugas kepada manusia untuk dilaksanakan. Kemampuan manusia dalam melaksanakan tugas itulah yang disebut tanggung jawab.

  Pengertian tanggung jawab dalam penelitian ini adalah sikap siswa yang dengan penuh kerelaan melakukan tugas yang diberikan oleh guru dalam konteks pembelajaran menulis karangan narasi. Sehingga tanggung jawab siswa selama proses pembelajaran menulis karangan narasi inilah yang menjadi aspek penelitian.

  f. Jenis-Jenis Tanggung Jawab Tirtorahardjo (2005: 8) membedakan tanggunng jawab berdasarkan wujudnya (1) tanggung jawab kepada diri sendiri; (2) tanggung jawab kepada masyarakat; (3) tanggung jawab kepada Tuhan. Berikut penjelasan ketiga jenis tanggung jawab berdasarkan wujudnya.

  1). Tanggung jawab kepada diri sendiri.

  Hakikat manusia sebagai makhluk individu yang mempunyai kepribadian yang utuh dalam bertingkah laku, dalam menentukan perasaan, dalam menentukan keinginannya, dan dalam menuntut hak- haknya. Namun sebagai individu yang baik maka harus berani menanggung tuntutan kata hati, misalnya dengan bentuk penyesalan yang mendalam.

  2). Tanggung jawab kepada masyarakat Manusia di samping sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial yang berada di tengah-tengah masyarakat, dan tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu manusia dalam berpikir, bertindak, berbicara, dan semua aktivitasnya, manusia terikat oleh masyarakat, lingkungan dan negara. Selain itu, segala tingkah laku ataupun perbuatan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

  Tanggung jawab kepada masyarakat juga menanggung tuntutan- tuntutan berupa sanksi-sanksi dan norma-norma sosial.

  3). Tanggung jawab kepada Tuhan Manusia ada di dunia ini adalah ciptaan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi kepadanya dan juga menanggung tuntutan norma-norma agama serta melakukan kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai bentuk perilaku tanggung jawab kepada Tuhan, yakni merasa berdosa dan terkutuk.

  Berdasarkan penjelasan tentang tanggung jawab, maka tanggung jawab siswa termasuk dalam jenis tanggung jawab kepada diri sendiri, artinya siswa tersebut harus dapat menanggung kata hatinya untuk bersedia melakukan kewajibannya sebagai siswa yaitu belajar. Siswa harus dapat berkomitmen untuk membiasakan diri dalam belajar dengan baik dan disiplin.

   g. Ciri-Ciri Sikap Tanggung Jawab Samani dan Hariyanto (2012: 51) mengungkapkan bahwa tanggung jawab meliputi melakukan tugas dengan sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik (giving the best), mampu mengontrol diri dan mengatasi stres, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan, dan keputusan yang diambil. Tanggung jawab juga ditandai dengan adanya sikap rasa memiliki, disiplin, dan empati. Rasa memiliki maksudnya seseorang itu mempunyai kesadaran akan memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan; disiplin berarti seseorang itu bertindak yang menunjukkan perilaku yang tertib dan patuh pada berbagai peraturan; dan empati berarti seseorang itu mampu mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan dan pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain dan tidak merasa terbebani akan tanggung jawabnya (Zubaedi, 2013: 40).

  Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka indikator dari sikap tanggung jawab dalam metode pembelajaran kooperatif jigsaw dalam kaitannya menulis karangan narasi antara lain: (1) melaksanakan tugas yang diberikan guru sampai tuntas; (2) tidak merasa terbebani dalam melaksanakan tugas menulis karangan narasi; (3) dapat memberikan alasan mengapa memilih judul yang ditulisnya; (4) melaksanakan tugas mandiri maupun kelompok dengan senang hati; (5) ketika belajar kelompok dapat membuat keputusan yang berbeda dari teman kelompoknya; (6) menghormati dan menghargai skenario pembelajaran; (7) mempunyai minat dalam menulis karangan narasi; (8) dapat konsentrasi dalam setiap suasana belajar.

  Penjelasan delapan indikator tersebut di atas sebagai berikut. 1). Melaksanakan tugas yang diberikan guru sampai tuntas.

  Dalam sebuah pembelajaran guru senantiasa memberikan tugas yang harus dilakukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Siswa yang memiliki sikap tanggung jawab senantiasa akan menyelesaikan tugas yang diberikan guru yang berkaitan dengan pembelajara sampai selesai. 2). Tidak merasa terbebani dalam melaksanakan tugas menulis karangan narasi.

  Siswa dalam melaksanakan tugas menulis karangan narasi merasa senang, enjoy, tidak terbersit beban di benaknya, dan benar-benar memiliki tanggung jawab dalam dalam melaksanakan tugas. Artinya keseriusan, semangat dan disiplin dalam melaksanakan tugas akan terlihat dari sikap siswa yang bertanggung jawab.

  3). Dapat memberikan alasan mengapa memilih judul yang ditulisnya Siswa dapat mengutarakan alasan kepada guru maupun temannya mengapa memilih judul yang ditulisnya dengan benar, tidak ragu- ragu, dan mantap. 4). Melaksanakan tugas mandiri maupun kelompok dengan senang hati.

  Siswa dalam melaksanakan tugas pribadi maupun tugas secara kelompok merasa senang, enjoy, tidak terbersit beban di benakknya, sehingga semua tugas yang diberikan guru diselesaikan dengan penuh tanggung jawab.

  5). Menghormati dan menghargai skenario pembelajaran.

  Sebuah pembelajaran telah dirancang oleh guru sedemikian rupa supaya dapat mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang memiliki tentunya akan mengikuti langkah-langkah pembelajaran sebagaimana yang telah disampaikan oleh guru.

  6). Ketika belajar kelompok dapat membuat keputusan yang berbeda dari teman kelompoknya.

  Sikap tanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru akan terlihat dari cara pandang siswa terhadap materi pelajaran yang menunjukkan antusiasmenya dengan cara berani mengemukakan pendapat yang berbeda dengan siswa lain dalam kelompoknya

  7). D apat konsentrasi dalam setiap suasana belajar.

  Sikap tanggung jawab dapat tercermin dari cara siswa belajar yang mampu berkonsentrasi dengan suasana belajar. Konsentrasi ini tadak akan dapat timbul tanpa disadari oleh siswa akan makna pembelajaran yang harus dilaksanakan sehingga siswa tersebut terlihat memiliki sikap tanggung jawab. 8). Mempunyai minat dalam menulis karangan narasi.

  Bertanggung jawab atas tugas yang diembannya tentunya akan melaksanakan tugas dengan baik, penuh semangat, dan mempunyai pandangan tersendiri yang disertai alasan yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut mempunyai minat terhadap pembelajaran. Sehingga mencerminkan sikap tanggung jawabnya.

2. Hakikat Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

a. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 anak, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen, Majid (2014: 174). Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang bersruktur. Pembelajaran kooperatif pada hakekatnya sama dengan belajar kelompok, meskipun tidak semua belajar kelompok disebut sebagai cooperative learning. Seperti yang dikemukaan oleh Abdulhak dalam Majid

  (2014: 174) “pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik itu sendiri”. Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat atau siswa lain sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar yang lainnya Wena (2009: 190). Cooperatif learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih, dan keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperatif learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin dan Raharjo, 2008: 4).

  Slavin berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Metode pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran dengan seting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama untuk memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan menjadi sumber bagi teman yang lain. Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan kelompok yang menekankan pada keterlibatan semua anggota kelompok dalam merampungkan tugas kelompok; dapat membantu siswa menggunakan pengetahuan awalnya dan belajar dari pengetahuan awal temannya (Santosa, 2010: 127).

  Pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas terstruktur yang diberikan oleh guru secara kelompok dan masing-masing anggota memberikan konstribusi untuk mewujudkan pemahaman bersama.

  Ada beberapa karakteristik dalam pembelajaran kooperatif, antara lain yang dikemukakan oleh Majid (2014: 176) ciri atau karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar; (2). Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah (heterogen); (3). Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda; (4). Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Sanjaya (2010: 244) berpendapat bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1). Pembelajaran secara tim; (2). Di dasarkan pada manajemen kooperatif; (3). Kemauan untuk bekerja sama; (4). Keterampilan bekerja sama.

  Pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Siahan (2005: 2) ada lima unsur dalam proses pembelajaran kooperatif yaitu: (1). saling ketergantungan yang positif; (2). interaksi berhadapan;

  (3). tanggung jawab individu; (4). keterampilan sosial; (5). terjadinya proses dalam kelompok. Sementara Johnson dan Johnson dalam Samani dan Hariyanto (2012: 164) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif meliputi sejumlah unsur (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab individu; (3) interaksi tatap muka; (4) penerapan keterampilan kolaboratif, dan (5) proses kelompok. Felder dan Brent yang mengembangkan model yang berasal dari David Johnson dan Roger Johnson menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bukan semata-mata sinonim dari siswa bekerja sama dalam kelompok, suatu pembelajaran hanya dapat disebut sebagai pembelajaran kooperatif jika kelima unsur yang disebut di atas hadir dalam pembelajaran (Samani dan Hariyanto: 164-165). Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Siahan dengan pendapat Johnson dan Johnson ada kesamaannya bahwa dalam pembelajaran kooperatif adanya unsur saling ketergantungan positif, adanya tanggung jawab individu, dan proses kelompok.

  George Jacobs dalam Samani dan Hariyanto (2012: 161-162) bersepakat ada delapan prinsip yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) pembentukan kelompok harus heterogen, maksudnya pembentukan dalam pembentukan kelompok harus bervariasi baik dari jenis kelamin, kecakapan, kelas sosial dll; (2) perlu keterampilan kolaboratif, siswa mampu berargumen, bertoleransi, tidak menang sendiri; (3) otonomi kelompok, siswa didorong untuk mencari jawaban sendiri, tidak tergantung pada guru; (4) interaksi simultan, masing-masing beraktivitas menuju tujuan bersama; (5) partisipasi yang adil dan setara, tidak ada peserta yang mendominasi; (6) tanggung jawab individu, setiap siswa harus belajar dan saling berbagi pengetahuan; (7) ketergantungan positif, setiap siswa harus berpedoman satu untuk semua dan semua untuk satu; (8) kerja sama sebagai nilai karakter, kerja sama tidak hanya sebagai cara untuk belajar,tetapi juga sebagai bagian dari isi pembelajaran.

  Berdasar berbagai hasil penelitian serta fakta empiris di lapangan, pembelajaran kooperatif ternyata telah mampu meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dalam hal antara lain memberi kesempatan saling berbagi informasi kognitif, memberi motivasi kepada siswa, meyakinkan siswa untuk membangun pengetahuannya, mendapat masukan informatif, mengembangkan keterampilan sosial kelompok, meningkatkan interaksi positif antar anggota, meningkatkan daya ingat karena siswa terlibat langsung mengajar siswa lain, dan mengembangkan karakter positif para siswa misalnya kemandirian, berani mengemukakan pendapat, tanggung jawab dan sebagainya. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk (1). Meningkatkan hasil akademik dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama; (2). Memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang kemampuan akademik, suku, agama dan status atau tingkat siswa; (3). Mengembangkan keterampilan sosial siswa dalam kerja kelompok, dalam berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, dan lain sebagainya (Depdiknas). Pembelajaran kooperatif akan menciptakan suasana aktif dan kreatif. Dikatakan aktif karena peserta didik harus dapat bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Setiap peserta didik dalam kelompok harus bersikap kooperatif terhadap sesama anggota kelompoknya. Pembiasaan pola belajar di atas dapat mengikis sifat negatif siswa dalam proses pembelajaran selama ini. Dikatakan kreatif karena peserta didik harus dapat memecahkan masalah yang timbul, baik terhadap materi pelajaran maupun masalah perbedaan cara menyelesaikan berkaitan dengan kompetensi individual. Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana peserta didik dapat bekerja sama dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama.

  Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi pada siswa. Keterampilan ini akan dirasakan manfaatnya saat siswa terjun ke masyarakat kelak.

b. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

  Metode pembelajaran kooperatif jigsaw dilandasi oleh teori konstruktivisme, yakni pembelajaran untuk mencari jalan pemecahan terhadap masalah-masalah yang komplek. Metode kooperatif jigsaw pertama kali dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Sleven dkk di Universitas Jhon Hopkins ( Malik,

  2014: 182). Metode ini memiliki dua versi, jigsaw orisinal dan jigsaw II (Slavin, 2009).

  Majid (2014: 182) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil yang heterogen. Metode pembelajaran kooperatif jigsaw termasuk metode pembelajaran PAIKEM yang diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru dapat ditulis di papan tulis atau melalui penayangan power poin, selanjutnya dibagi kelompok-kelompok kecil dan disebut kelompok asal. Kelompok asal tersebut diberi materi tekstual, dan masing-masing kelompok harus bertanggung jawab pada tugasnya. Sesi berikutnya membentuk expert teams (kelompok ahli) yang diberi kesempatan untuk berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ini diharapkan mereka memahami topik sebagai pengetahuan yang utuh. Setelah diskusi kelompok ahli kembali ke kelompok asal berdiskusi dan merefleksi hasil dari diskusi di kelompok ahli. Sebelum pembelajaran diakhiri perlu dilakukan diskusi kelas. Selanjutnya guru menurut pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari (Suprijono, 2013: 89)

  Pembelajaran dengan metode jigsaw dikenal juga dengan pembelajaran kooperatif para ahli, karena anggota pada setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda, tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, sehingga disebut sebagai tim ahli dan bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Hasil pembahasan tersebut dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya (Rusman, 2008: 205). Metode kooperatif jigsaw diterapkan untuk materi-materi yang berhubungan dengan keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Di dalam metode kooperatif jigsaw guru harus memperhatikan dan memahami kemampuan dan pengalaman siswa agar materi pembelajaran menjadi lebih bermakna. Guru harus memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit guru membentuk kelompok ahli. Setiap anggota yang mendapat bagian atau subtopik yang sama berkumpul dengan anggota dari kelompok-kelompok yang mendapat bagian atau subtopik tersebut. Kemudian masing-masing anggota dari kelompok ahli ke kelompoknya yang semula untuk menjelaskan apa yang baru dipelajari dari kelompok ahli kepada rekan-rekan kelompoknya (Huda, 2013: 206).

  Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berangkat dari dasar pemikiran getting better together yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif pada siswa untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan nilai serta keterampilan sosial yang bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat (Subroto, 2012). Stahl menyatakan bahwa proses pembelajaran dengan model kooperatif, mampu merangsang dan mengembangkan potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 siswa. Anggota dari berbagai kelompok yang mempelajari topik yang sama berkumpul untuk berdiskusi dan mempelajari topik bagiannya. Kumpulan dari siswa yang mempelajari satu topik yang sama ini dinamakan kelompok ahli (tim ahli). Selanjutnya anggota tim ahli ini kembali ke kelompok asal untuk mengajarkan apa yang telah dipelajari dari kelompok ahli tadi kepada anggota kelompok asal atau kelompknya sendiri. Pada hakekatnya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengandalkan sesama teman sekelompoknya dalam memahami materi pembelajaran. Siswa bisa belajar dari sesama temannya dalam mempelajari suatu topik kajian. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa yang dikirim ke kelompok ahli, bertanggung jawab untuk mempelajari topik tertentu yang diberikan guru dan sekaligus membelajarkan kepada teman-teman kelompok asalnya. Dengan demikian siswa tersebut memiliki tanggung jawab mempelajari topik tertentu sampai memahami yang kemudian dibelajarkan kepada teman-teman kelompok asalnya. model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menempatkan siswa sebagai bagian penting dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar (Subroto, 2012).

  Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengembangkan suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, rileks di antara anggota kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, moral dan keterampilan-keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran. Pola interaksi yang bersifat terbuka dan saling percaya sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar, karena setiap saat mereka bisa melakukan diskusi, saling membagi pengetahuan dan kemampuan serta saling mengoreksi antar sesama dalam belajar.

  Pembelajaran kooperatif jigsaw di dalamnya terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa yang terdiri dari beberapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang yang berbeda. Guru harus terampil dan mengetahui latar belakang siswa agar tercipta suasana yang baik bagi setiap anggota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain dalam hal ini kelompok asal yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka.

  Peran guru dalam hal ini adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan.

  Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang didapatkan saat melakukan diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci metode kooperatif jigsaw adalah kebebasan setiap anggota terhadap anggota tim yang memberika informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.

  Guru sebagai seorang fasilitator berperan memberikan pengarahan pada saat diskusi, baik pada kelompok ahli maupun pada kelompok asal. Siswa dituntut aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui diskusi dengan arahan guru. Metode pembelajaran kooperatif jigsaw menyediakan peluang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan menulisnya dengan memperhatikan bakat yang dimiliki siswa. Pembelajaran kooperatif jigsaw dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun pada siswa kelompok atas yang bekerja sama dalam menyelesaikan tugas.

  Siswa yang belum dapat memecahkan permasalahan akan dibantu oleh teman yang sudah mengerti atau yang sudah selesai pembahasannya. Dalam proses tersebut siswa kelompok bawah akan bertambah kemampuannya karena memperoleh pengetahuan dengan bertanya secara langsung dengan teman yang dianggap memiliki kemampuan lebih dalam kelompoknya. Sedangkan siswa yang membantu temannya yang mendapat kesulitan dalam pembelajaran akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberikan pelayanan sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam.

  Keunggulan metode kooperatif jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok yang lain, sehingga meningkatkan kerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

  Langkah-langkah metode kooperatif jigsaw menurut Nurhadi dan Agus Gerrard dalam Majid (2014: 182-183) sebagai berikut.

  1). Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi; 2).Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan

  3). Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar; 4). Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok; 5). Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar; 6). Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa.

  Langkah-langkah metode kooperatif jigsaw II, menurut Slavin (2005: 238-240) adalah sebagai berikut:

  1). Pilihlah satu atau dua bab wacana, atau unit lainnya. Bila siswa akan membaca di kelas, materi yang dipilih membutuhkan waktu tidak lebih dari setengah jam. 2). Buatlah sebuah lembar ahli untuk tiap unit. Lembar ini akan mengarahkan siswa di mana siswa harus berkonsentrasi membaca, dan dengan kelompok ahli yang akan membaca. 3). Buatlah kuis, tes berupa esai, atau bentuk penilaian lainnya untuk tiap unit.

  4). Gunakan skema diskusi (sebagai opsi), yang dapat mengarahkan diskusi dalam kelompok-kelompok ahli.

  Guru harus terampil dalam menyelidiki latar belakang siswa dengan memperhatikan kebersamaan dan latar belakang yang berbeda-beda dalam satu kelompok. Penelitian ini menggunakan langkah-langkah metode kooperatif jigsaw sebagai berikut.

  1). Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi anak 2). Menjelaskan materi secara sekilas dan skenario pembelajaran.

  3). Siswa dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 sampai 7 anak.

  4). Adanya siswa yang dijadikan tim ahli, Ada 5 tim ahli

  Pertama, ahli yang membahas tentang isi Kedua, ahli yang membahas organisasi Ketiga, ahli yang membahas kosakata Keempat, ahli yang membahas tentang penggunaan bahasa Kelima, ahli yang membahas tentang mekanik 5). Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok.

  6). Hasil kerja kelompok dapat dipertanggungjawabkan dengan presentasi. 7). Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar. 8). Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa. Dalam pelasanaannya, pembelajaran kooperatif jigsaw memiliki kelebihan dan kekurangannya menurut Ibrahim dkk dalam Majid (2014: 185) diantara kelebihannya adalah:

  1). Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain; 2). Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan; 3). Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya; 4). Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif; 5). Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain.

  Sedangkan kelemahannya adalah 1). Membutuhkan waktu yang lama.

  2). Siswa yang pandai cenderung tidak mau disatukan dengan teman yang kurang pandai, sedang siswa yang kurang pandai juga merasa minder bila digabung dengan siswa yang pandai.

3. Kemampuan Menulis Karangan Narasi

a. Hakekat Kemampuan

  Kemampuan menurut Gibson (1996: 237) menunjuk pada potensi seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Kemampuan berhubungan dengan kemampuan fisik dan mental seseorang untuk melaksanakan pekerjaan. Kemampuan ini akan tercermin dari sikap yang diajukan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

  Pendapat lain mengenai kemampuan dikemukakan oleh Thoha (2001: 93) yang menyatakan bahwa kemampuan merupakan salah satu unsur dalam kematangan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan, dan pengalaman. Dengan demikian kemampuan pada masing-masing orang dapat berbeda-beda sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Kemampuan adalah sesuatu yang sifatnya dinamis, artinya kemampuan tidak bersifat statis dan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Untuk itu diperlukan aktivitas tertentu yang dapat bermanfaat meningkatkan kemampuan kerja, yaitu melalui pendidikan dan latihan.

  Kemampuan atau kompetensi adalah kemampuan bersikap, berfikir dan bertindak secara konsistensi sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki.

  Dalam penelitian ini kemampuan adalah potensi seseorang baik fisik maupun mental untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan.

   b. Menulis Karangan Narasi

   1). Hakekat Menulis

  Tarigan (2008: 3) mengatakan bahwa menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Selanjutnya Tarigan (2008: 22) menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan lambang- lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut.

  Aktifitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan berbicara, dan membaca

  (Iskandarwassid, 2008: 248). Kemampuan menulis dianggap sebagian besar orang lebih sulit dikuasai bahkan penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini desebabkan kemampuan menulis menghendaki berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan.

  Akhadiyah (1997: 13) berpendapat bahwa menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca. Dalam menulis terdapat aspek kebahasaan yaitu penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi, penataan kalimat, pengembangan paragraf, pengolahan paragraf, pengolahan gagasan, dan pengembang model karangan.

  Menulis merupakan media komunikasi pengungkapan pikiran, ide, atau gagasan untuk mencapai suatu maksud tertentu Syamsuddin (2011: 2). Hal senada disampaikan oleh Semi (2007: 14) menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambing-lambang tulisan. Dalam pengertian ini, menulis memiliki tiga aspek utama (1) adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai; (2) adanya gagasan atau sesuatu yang hendak dikomunikasikan; (3) adanya system pemindahan gagasan.

  Menulis adalah merupakan suatu kegiatan penyamaan pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya (Dalman, 2015: 5). Dalam hal ini, menulis merupakan proses penyampaian informasi secara tertulis berupa hasil kreatifitas penulisnya dengan menggunakan cara berpikir yang kreatif, tidak monoton dan tidak terpusat pada satu permasalahan saja.

  Mc Crimmon, dalam Slamet (2008: 96) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Sebagaimana diungkapkan oleh Hastuti dalam Slamet, (2008: 98), bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan, seperti (1) adanya kesatuan gagasan; (2) penggunaan kalimat yang jelas dan efektif; (3) paragraf disusun dengan baik; (4) penerapan kaidah ejaan yang benar; dan (5) penguasaan kosakata yang memadai.

  Byrne, dalam Slamet (2008: 106), menyatakan bahwa keterampilan menulis pada hakekatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol- simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Keterampilan menulis mencakup berbagai kemampuan, seperti kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan mengorganisasikan wacana dalam bentuk karangan, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata dan yang lainnya.

  Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan bentuk kegiatan menyampaikan ide, pesan, gagasan, dan pendapat kepada orang lain melalui tulisan sehingga pesan dapat diterima dan dipahami oleh pembaca dengan baik.

  Kemampuan menulis merupakan potensi yang dimiliki oleh setiap orang untuk menuangkan gagasannya dalam bentuk wujud tulis. Upaya ini dilakukan dengan mengekspresikan kemampuan pikir untuk berkomunikasi dengan orang lain. Daya pikir akan sangat tampak dalam menuangkan menjadi kata-kata yang mudah dipahami maksudnya. Kemampuan yang sesungguhnya dimiliki oleh setiap orang hanya dapat dilakukan apabila orang tersebut melakukan pembiasaan untuk menulis.

  Peristiwa di dalam kehidupan sehari-hari dapat saja ditulis oleh seseorang dengan adanya kandungan pengetahuan yang dapat dijadikan pesan.

Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN FARASA DALAM KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 TANGERANG SELATAN

2 9 130

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN TEKNIK MIND MAPPING PADA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PAHOMAN

0 14 20

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 AMBARAWA KABUPATEN PRINGSEWU TP 2013/2014

0 11 101

PENGARUH MINAT BACA DAN KOLEKSI BUKU PERPUSTAKAAN TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS NARASI PADA SISWA KELAS V SD SE DABIN 1 KECAMATAN TEGAL BARAT KOTA TEGAL

6 120 253

HUBUNGAN PENGUASAAN KOSAKATA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS IV SDN GUGUS SULTAN AGUNG KECAMATAN PUCAKWANGI KABUPATEN PATI

9 56 178

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS IV SDN SITUGEDE 4 KECAMATAN KARANGPAWITAN KABUPATEN GARUT

1 1 10

KEMAMPUAN MENULIS NARASI DIKAITKAN DENGAN SIKAP BAHASA DAN PENGETAHUAN EJAAN BAHASA INDONESIA (EBI) DI KELAS V SD NEGERI SERANG 5

0 15 166

PENGARUH MEDIA GAMBAR SERI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS V SD NEGERI LANDAK 1 KECAMATAN TANAHMERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN PELAJARAN 20162017 Tesis

0 0 14

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FLASHPLAYER DENGAN MODEL BERMAIN PERAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG BERPASANGAN PADA SISWA KELAS V GUGUS DEWANTARA KECAMATAN PATIKRAJA - repository perpustakaan

0 0 9

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA FLASHPLAYER DENGAN MODEL BERMAIN PERAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MENULIS DIALOG BERPASANGAN PADA SISWA KELAS V GUGUS DEWANTARA KECAMATAN PATIKRAJA - repository perpustakaan

0 0 44