BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - DZULFIKRI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Skripsi berjudul “Semiotika Kepemimpinan Sultan Muhammad Al Fatih dalam film Battle of Empires Fetih

  1453”. Peneliti bernama Dang Krissandy dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014).

  Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui tanda (sign) dan kode (code), serta elemen kepemimpinan, dan untuk mengetahui bagaimana konvensi (convention) yang muncul dalam kepemimpinan Muhammad Al Fatih dalam film Battle of Empire Fetih 1453.

  Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kualitatif dengan sumber data primer berupa dokumen elektronik satu keeping DVD film Battle of Empires Fetih 1453 dengan teks bahasa

  Original

  Indonesia dan data sekunder berupa dokumen tertulis, yaitu seperti resensi film Battle of Empires Fetih 1453baik dari majalah, artikel di internet, dan buku-buku yang relevan dengan penelitian. Data dikumpulkan mealui pengamatan langsung yang kemudian dianalisis dengan metode semiotika film Chritian Metz yaiu dengan cara mencari makna dari film yang akan diteliti, serta menggunakan tabuilasi analisis film Steve Campsall sebagai pelengkap dariunsur-unsur film.

  Hasil penelitian membuktikan bahwa kepemimpinan Muhammad Al Fatih dalam penaklukan kota Konstantinopel memilliki tanda-tanda dan kode yang muncul dalam beberapa adegan film.

  5 Melalui unsure sinematik film peneliti menemukan tanda (sign), dan kode (code) serta konvensi (convention) yang terdapat dalam elemen kepemimpinan Sultan Muhammad Al Fatih yang membangun makna di dalam film. Elemen yang terlihat di dalam film, diperlihatkan dalam beberapa sekuen, adegan dan shot film yang ada pada durasi tertentu di dalam film.

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama mengamati sejarah kepemimpinan Muhammad Al Fatih. Adapun perbedaannya yaitu, penelitian ini membahas elemen kepemimpian berserta simbol dan kode berdasarkan film Battle of Empires Fetih, sedangkan peneltian milik peneliti membahas jenis kepemimpinan dan nilai-nilai akhlak kepemimpinan Muhammad Al Fatih melalui pengamatan di buku- buku dan jurnal-jurnal.

2. Skripsi berjudul “Penaklukan Konstantinopel Tahun 1453 M dan

  Relevansin ya dengan Hadith Nabi Muhammad saw”. Peneliti bernama M Huda dari UIN Sunan Ampel Surabaya (2015).

  Tujuan dari penelitian ini antaralain: 1) untuk mengetahui dan memahami Hadith yang berkaitan denganpenaklukan Konstantinopel, 2) untuk mengetahui secara kronologis tentangperistiwa sejarah dalam penaklukan Konstantinopel.

  Penelitian ini termasuk kedalam penelitian kepustakaan (Lybrary

  

Research ), dengan sumber data berupa buku-buku yangdikarang oleh sejarawan. Banyak buku yang menyajikan tentang peranan SultanMuhammad al-Fatih.Penulisan Skripsi inidisusun dengan menggunakan pendekatan historis dan pendekatan ilmu sosial.Karena sejarah dengan pendekatan ilmu sosial lebih mampu untuk menganalisis kausalitas gejala historis yang sangat kompleks. Begitu kompleksnya bahwaperistiwa masa lalu yang didalamnya melakukan analisis, untuk itu pengkajimemerlukan seperangkat alat-alat baik metode, metodologi maupun teori.

  Hasil dari penelitian yaitu terdapat beberapa Hadith yang menjelaskan tentang peristiwa penaklukanKonstantinopel 1453 mengenai kritik sanad dan matan Hadith yang terkait denganpenaklukan Konstantinopel, mulai dari perawi, kualitas hadits tersebut hinggamenjelaskan pula tentang kondisi konstantinopel saat itu.

  Penelitian di atas memiliki persamaan yaitu sama-sama

membahas sejarah dari kepemimpinan Muhammad Al Fatih.

  

Perbedaanya yaitu, penelitian di atas lebih fokus dalam pembahasan

sejarah penaklukan Konstantinopel dan relevansinya dengan hadits

Nabi Muhammad saw, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti

lebih fokus pada nilai-nilai akhlak kepemimpinan Muhammad Al

Fatih ketika beliau menjabat sebagai Khalifah dan bukan fokus pada

peristiwa penaklukan Konstantinopel.

3. Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak pada Sejarah

  Muhammad Al Fatih menurut Prof. Dr. Ali Muhammad Ash- Shalabi”.

Peneliti bernama Hariyono dari Universitas Muhammadiyah Surakarta

(2014).

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan akhlak pada Sejarah Muhammad al-Fatih Menurut Prof.

  Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif bersifat penelitian kepustakaan (library research), adapun sumber data yang dipakai adalah buku yang berjudul Bangkit dan Runtuhnya Kekhalifahan Utsmani dan buku-buku yang relevan, sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah analisis Isi (content

  analysis).

  Berdasarkan hasil penelitian, adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam Sejarah Muhammad al-Faith Menurut Prof. Dr.

  Ali Muhammad Ash-Shalabi.yaitu berupa akhlak syukur, akhlak keimanan, akhlak ikhtiar, akhlak teguh pendirian, akhlak toleransi, akhlak kasih sayang, akhlak tawakal, dan akhlak musyawarah

  Penelitian di atas memiliki persamaan yaitu sama-sama membahas sejarah kepemimpinan Muhammad Al Fatih dan nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalamnya. Perbedaannya yaitu, penelitian di atas membahas akhlak dalam konteks pendidikan dan lebih fokus kepada sejarah penaklukan konstantinopel, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih fokus kepada sejarah kepemimpinan Muhammad Al Fatih dari beliau naik tahta hingga meninggal serta tidak terbatas hanya menurut Prof. Dr. Ali Muhammad Ash- Shalabi, dan pembahasan akhlak dilihat dari konteks kepemimpinan.

B. Nilai-nilai Akhlak Kepemimpinan

  1. Nilai-nilai

  Nilai merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang menjadi dasar bagi sesrorang atau kelompok orang untuk memilih tindakannya atau menilai suatu yang bermakna atau tidak bermakna bagi kehidupan (Efendi, 2015: 39)

  Nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu (Kaelan, 2010: 87)

  Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku (Ahmadi & Salimi, 2008: 202)

  Jadi, nilai-nilai adalah sejumlah keyakinan atau kepercayaan yang menjadi identitas bagi suatu objek dan mendasari mereka untuk memutuskan dan melakukan suatu tindakan tertentu.

  2. Akhlak

  a. Definisi Secara bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.

  Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilaman diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran ataupertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (Ilyas, 2009: 2).

  Secara sempit, pengertian akhlak dapat diartiakan dengan kumpulan kaidah untuk menempuh jalan yang baik, jalan yang sesuai untuk menuju akhlak, pandangan akal tentang kebaikan dan keburukan (Anwar, 2010: 33).

  Akhlak dapat dimaknai tata aturan atau norma kepribadian dan prilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia (hablumminannas), manusia dengan Tuhan (hablumminallah), serta manusia dengan alam semesta (lingkungannya) (Mansur, 2015: 9).

  Jadi, Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri seseorang, dan menjadikannya sebagai dasar untuk melakukan segala sesuatu tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang panjang, baik itu berkaitan dengan hablumminallah ataupun

  hablumminannas b. Kedudukan Akhlak Kedudukan Akhlak dalam Islam sangatlah penting dan menempati posisi yang cukup inti, Suhid (2009: 12) menegaskan kedudukan akhlak sebagai berikut:

  Akhlak merupakan salah satu teras atau asas dalan Din Islam. Ini bermakna tanpa amalan akhlak dalam kehidupan seseorang Muslim, maka dia belum beriman sepenuhnya kepada Allah SWT. Tiada guna sekiranya seseorang itu tinggi amal ibadahnya tetapi akhlaknya sesama manusia tidak dipelihara.

  Menurut Yunahar Ilyas (2015: 6-11)akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting. Hal itu dapat dilihat dari beberapa nomor berikut ini:

  1) Rasululah saw menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai misi pokok Risalah Islam. 2) Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam. 3) Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat. 4) Rasulullah saw menjadikkan baik buruknya akhlak seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. 5) Islam menjadikkan akhlak yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT. 6) Nabi Muhammad saw selalu berdoa agar Allah SWT membaikkan akhlak beliau. 7)

  Di dalam Al Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak.

  Bukti betapa krusialnya posisi akhlak dalam Islam, adalah isi Al Qur’an yang sepertiganya menjelaskan tentang akhlak.

  Akhlak sebagai nilai moralitas dalam Islam memberikan peran penting bagi kehidupan, baik yang bersifat individual maupun kolektif (Amin, 2016: 51).

  Hilmi (2014: 25-27) menyatakan kedudukan akhlak dalam Islam dalam beberapa poin sebagai berikut:

  1) Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara perutusan utama Rasulullah saw. 2) Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat nanti yang mana akhlak yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitulah juga sebaliknya. 3) Akhlak dapat menyempurnakan keimanan seseorang mukmin. 4) Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk boleh merosakkan pahala. 5) Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw di mana Allah SWT telah memuji Rasulullah kerana akhlaknya yang baik. 6) Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam. 7) Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka sebaliknya akhlak yang buruk menyebabkan seseorang itu jauh dari syurga.

  Berdasarkan beberapa pernyataan di atas maka dapat dikatakan bahwa akhlak memiliki kedudukan yang inti di dalam agama Islam dan menjadikannya sebagaisuatu alasan bagi setiap muslim dalam berperilaku, sehingga ia tetap berada di dalam koridor Islam.

  c. Ciri-ciri Akhlak Ilyas (2015:12-14) menyatakan akhlakdalam Islam setidaknya memilki ciri-ciri sebagai berikut:

  1) Rabbani, ajaran akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu ilahi yang termaktub dalam Al- Qur’an dan As-Sunnah.

  2) Manusiawi, ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhituntutan fitrah manusia. 3) Universal, ajaran akhlak dalam Islam sesuai degan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek kehidupan manusia. 4) Keseimbangan, manusia menurut pandangan Islam memiliki dua kekuatan dalam dirinya kekuatan baik pada hati nurani dan akal, dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya.

  5) Realistik, manusia adalah makhluk yang tidak luput dari kesalahan,selain memilki kelebihan dibanding makhluk Allah lainnya.

  Mujieb (2009: 39) menyebutkan beberapa ciri-ciri akhlak sebagai berikut: 1) Kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyyah al-mualaqah), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakatdi dalam lingkungan, keadaan, waktu dan tempat apapun. 2) Kebaikannya bersifat menyeluruh (as-salahiyyah al-

  ‘ammah),

  yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan di semua tempat. 3) Tetap, langgeng, dan mantap, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat tetap tidak berubah oleh perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan masyarakat. 4) Kewajiban yang harus dipatuhi (al-ilzam al-mustajab) yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang tidak melaksanakannya. 5) Pengawasan yang menyeluruh (ar-raqabah al-muhitah).

  Karena akhlak Islam bersumber dari Allah SWT maka pengaruhnya lebih kuat dari akhlak ciptaan manusia sehingga seseorang tidak berani melanggarnya kecuali setelah ragu-ragu dan kemudian akan menyesali perbuatannya untuk selanjutnya bertaubat dengan sungguh-sungguh dan tidak melakukan perbuatan yang salah lagi. Ini terjadi karena agama merupakan pengawas yang kuat. Pengawas lainnya adalah hati nurani yang hidup yang didasarkan pada agama dan akal sehat, yang dibimbing oleh agama serta diberi petunjuk.

  Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat dikatakan secara garis besar ciri-ciri akhlak meliputi: 1) Rabbani, yaitu bersumber dari wahyu ilahi (Al-

  Qu’an dan As- Sunnah). Hal tersebut yang membuatnya kekal dan konsisten serta menjadikannya wajib dipatuhi karena termasuk ke dalam hukum Islam.

  2) Universal, yaitu keutamaannya bersifat menyeluruh berlaku untuk semua umat manusia danmencakup semua aspek kehidupan. 3) Manusiawi, yaitu akhlak dalam Islam sejalan dengan fitrah manusia, yang notabennya memiliki kelebihan dan kekurangan, serta memiliki kondisi keimanan yang senantiasa berubah-ubah.

  d. Macam-macam Akhlak Secara garis besar Akhlak dapat dibagi kedalam tiga kategori yakni, akhlaq menurut sumbernya, akhlaq menurut perwujudannya dan akhlaq menurut arahnya. Kemudian dari pembagian akhlaq tersebut, dihasilkan berbagai jenis akhlaq yang lain. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Hadhiri (2015: 24-25) akhlaq di bagi dalam beberapa kategori, yaitu: 1) Jenis akhlak menurut sumbernya:

  a) Akhlak Islami (yang bersumber pada ajaran-ajaran Islam)

  b) Akhlak Amiyah ( yang bersumber kepada selain ajaran Islam)

  2) Jenis akhlak menurut perwujudannya:

  a) Akhlakul Karimah/mahmudah (yang mulia, terpuji)

  b) Akhlakul Madzmumah (yang buruk, tercela) 3) Jenis akhlak menurut arahnya:

  a) Akhlak terhadap Allah SWT

  b) Akhlak terhadap kitabullah

  c) Akhlak terhadap Rasulullah saw

  d) Akhlak terhadap sesama muslim

  e) Akhlak terhadap sesama manusia

  f) Akhlak terhadap tetangga

  g) Akhlak terhadap orang kafir

  h) Akhlak terhadap orang tua dan anggota keluarga i) Akhlak terhadap diri sendiri dan alam semesta, dan lain- lain

  3. Kepemimpinan

  a. Definisi Gary Yakl mengungkapkan dalam Wirawan (2017:6):

  Leadership is the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and how to do it, and the process of facilitating individual and collective effort to accomplish shared objectives.

  Machali & Hidayat (2016:84) menyampaikan bahwa: Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, memengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasihati, membina, membimbing, melatih, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu) dengan maksud agar manusiasebagai bagian dari organisasi mau bekerja dalam rangka mencapai tujuandirinya sendiri maupun organisasi secara efektif dan efisien.

  Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya dan upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat (resources)yang tersedia dalam suatuorganisasi (Marno & Supriyatno, 2008: 29)

  Menurut Mukhtar dan Iskandar (2009:76) kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi.

  Jadi, yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dan mengkoordinir sekelompok orang untuk memahami dan menyetujui apa yang sedang dibutuhkan dan apa yang harus dilakukan dengan maksud agar mereka sebagai bagian dari organisasi mau bekerja untuk mencapai tujuan yang sudah disepakati bersama.

  b. Tipe-tipe Kepemimpinan Menurut Rivai (2009: 305-306) ada beberapa macam gaya kepemimpinan yaitu:

  1) Birokratis, ini adalah satu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus-menerus kepada aturan-aturan organisasi. 2) Permisif, gaya ini menganggap bahwa apabila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi tersebut akan berfungsi, dengan demikian pekerjaan akan bisa diselesaikan. 3) Laissez-faire, gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksanakan fungsi pemeliharaan saja. 4) Partisipatif, gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. 5) Otokrasi, gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya mengaggap bahwa orang-orang tidak akan melakukamn apa-apa kecuali jika diperintahkan.

  Menurut Weber (Aziz, 2005: 124) kepemimpinan dibagi menjadi tiga tipologi yaitu: 1) Kepemimpinan Kharismatik, yang pengabsahannyaberasal dari kekuatan adikodrati. 2) Kepemimpinan Tradisional, yang pengabsahannya berasal dari keturunan terdahulu dan diyakini oleh masyarakat sebagai pewaris sah kepemimpinan tersebut. 3) Kepemimpinan legal formal, yaitu kepemimpinan yang pengabsahannya berasal dari aturanatau hukum yang berlaku dan masyarakat menganggap bahwa pengabsahannya itu berasal dari aturan tersebut. Kemudian jenis kepemimpinan selanjutnya adalah kepemimpinan visioner. Sagala (2017: 111) mengungkapkan pendapat Jay Mendell, yaitu: kepemimpinan visioner adalah kasus ideal yang tidak dapat berada dalam bentuk murni. Kepemimpinan visioner memerlukan pengalaman yang cukup dan keterampilan yang tinggi dari manajemen antisipatif untuk digunakan menggerakkan organisasi sesuai keperluan.

  Sagala (2017: 109) menambahkan, kepemimpinna yang relevan dengan tuntutan perubahan adalah kepemimpinan yang memiliki visi (visionary Leadership ) yaitu mampu memfokuskan pola kerjanya pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan dan mampu mewujudkan tujuan organisasi.

  c. Kepemimpinan Islam 1) Istilah dalam Islam

  Sebelum membahas kepemiminan perlu diketahui bahwa ada beberapa istilah yang biasa digunakan di dalam Islam untuk mengungkapkan sosok dari seorang pemimpin, diantaranya seperti Khalifah, imam, Ulil Amri, dan Malik.

  Berikut ini adalah uraian mengenai istilah tersebut.

  a) Khalifah Para ulama, memaknai kata khalifah menjadi tiga macam arti yaitu mengganti kedudukan, belakangan dan perubahan. Dalam al-Qur`an ditemukan dua bentuk kata kerja dengan makna yang berbeda. Bentuk kata kerja yang pertama ialah khalafa-yakhlifu dipergunakan untuk arti “mengganti”, dan bentuk kata kerja yang kedua ialah

  istakhlafa-yastakhlifu dipergunakan untuk arti “menjadikan” (Ahmadireja, 2014: 536).

  b) Imam

  Mempunyai syarat memerintahkan kepada kebajikan sekaligus melaksanakannya. Dan juga aspek menolong yang lemah sebagaimana yang diajarkan Allah (Zuhdi, 2014: 43).Imam adalah suatu istilah yang berarti pemuka, dipakai dalam berbagai aspek kehidupan. Sejak awal istilah

  

Imam digunakan guna menyebut seseorang yang memimpin

  (amma ) salat berjama’ah diantara para partisipan (ma’mun). (Ahmadireja, 2013: 535). Seiring dengan berjalannya waktu istilah ini sekarang mengalami perkembangan selain sebagai pemimpin spiritual Imam juga diartikan sebagai tauladan. Para ulama mengartikan Imam sebagai orang yang dapat diikuti dan ditauladani serta menjadi orang yang berada di garda terdepan (Ahmadireja, 2013: 535).

  c) Ulil Amri Istilah ini terdiri dari dua kata yaitu; Ulu artinya pemilik dan al-Amr artinya perintah atau urusan. Kalau kedua kata tersebut digabung, maka artinya ialah pemilik kekuasaan (Ahmadireja, 2013: 537), dengan kata lain mereka yang mengurusi segala urusan umum, sehingga mereka termasuk orang-orang yang harus ditaati setelah taat terhadap perintah Allah dan Rasul. Apabila terjadi perpedaan pendapat, maka yang dikembalikan kepada Allah dan Rasul (Zuhdi, 2014: 44)Ulil Amri dapat dikatakan sebagai pemimpin penerus setelah Rasul dan para sahabatnya. Iamerupakan sosok yang memiliki kewenangan untuk memimpin umat agar tetap sejalan dengan syariat Islam.

  d) Malik Akar katanya terdiri dari tiga huruf, yaitu mim, lam dan kaf, artinya ialah kuat dan sehat. Dari akar kata tersebut terbentuk kata kerja Malaka-Yamliku artinya kewenangan untuk memiliki sesuatu. Jadi term al-Malik bermakna seseorang yang mempunyai kewenangan untuk memerintahkan sesuatu dan melarang sesuatu dalam kaitan dengan sebuah pemerintahan (Ahmadireja, 2013: 536). Jika berbicara tentang pemerintahan Islam maka, seorang Malik berarti ditugaskan untuk mengatur tatanan kehidupan para pengikutnya, sehingga sesuai dengan syariat Islam.

  2) Kepemimpinan Profetik (Prophetic Leadership) Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat serius, karena kepemimpinan memegang tanggung jawab besar atas keadaan umat.

  Kepemimpinan bukan suatu yang istimewa, tetapi tangung jawab, ia bukan fasilitas tetapi pengorbanan, juga bukan untuk berleha-leha tetapi kerja keras. Ia juga bukan kewenang-wenangan bertindak tetapi kewenangan melayani. Kepemimpinan adalah berbuat dan kepeloporan bertindak (Rivai, 2009: 112). Kepemimpinan merupakan sesuatu yang harus digunakan untuk melayani dan berkorban demi kebaikan umat Islam, agar terwujud suasana yang damai di tengah- tengah mereka.

  Islamsebenarnya telah menjelaskan kepemimpinan yang ideal, yang mana telah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad saw. Kepemimpinan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah kepemimpinan profetik(prophetic

  leadership

  ). Kata profetik sendiri berasal dari kata “prophet” yang artinya utusan atau Nabi, maka kepemimpinan profetik bisa dikatakan kemampuan seseorang untuk memimpin dengan gaya yang digunakan oleh Nabi saw demi mencapai tujuan agama Islam.

  Nabi Muhammad saw adalah superleader dengan model kepemimpinan prophetic leadership. Beliau seorang pemimpin negara yang luar biasa spektakuler yang bisa membangun sebuah tatanegara yang adil. Beliau juga seorang pemimpin agama yang mengagumkan. Rasulullah sawbisa menggabungkan dua kepemimpinan dalam satu tubuh.

  Pemimpin agama dan pemimpin dunia (Zuhdi, 2014: 53).

  Kesuksesan Rasulullah saw dalam memimpin, tidak saja sebagai pemimpin agama, tapi juga pemimpin umatnya dalam kehidupan sosial, sangat diwarnai oleh empat sifat utama beliau. Siddiq, amanah, fathanah dan tabligh adalah sifat-sifat utama Rasulullah saw (Herry, 2005: 61-62). Sifat-sifat tersebutlah yang mendasari beliau dalam menentukan setiap kebijakan ketika memegang kepemimpinan.

  Fatchiya mengatakan (2007: 29): Landasan dasar kepemimpinan yang menjadi teladan

  Nabi Muhammad adalah sidiq (jujur, benar, berintegrasi tinggi, terjaga dari kesalahan), fathonah (cerdas, memiliki intelektualitas tinggi, dan profesional), amanah (dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabilitas), tabligh (menyampaikan kebenaran dan komunikatif).

  Empat hal tersebutlah yang menjadi pedoman bagi pemimpin Islam yang ideal, pemimpin yang memilki akhlak seperti Nabi Muhammad Saw. Sehingga pemimpin tersebut bisa menjadi panutan bagi para pengikutnya. Berikut ini peneliti paparkan mengenai 4 sifat dari kepemimpinan Rasulullah saw:

  a) Siddiq (benar, jujur dan apa adanya) Rasul senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kejujuran. Terhindar dari perkataan, sikap dan perbuatan tidak terpuji, seperti berbohong dan berdusta (Ahmadireja, 2014: 546). Siddiq juga bisa diartikan dengan jujur terhadapa tugas dan tanggung jawab. Menurut Darimis (2016: 54) Individu jujur adalah individu yang berani menyatakan sikap secara transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipuan.

  Pemimpin yang memilki sifat seperti ini pasti akan selalu di hargai oleh para pengikutnya, karena segala amanat yang telah di berikan selalu dilaksanakan dengan jujur dan tanpa mengecewakan pihak manapun.

  b) Amanah (dapat dipercaya) Bagi Rasulullah kepemimpinan adalah amanah yang tanggung jawabnya tidak hanya kepada sesamanya namun juga kepada Allah SWT (Ahmadireja, 2014: 547). Maka Rasulullah saw senantiasasa memegang tangungjawabnya terhadap kepemimpinan yang ia pegang, karena ia sadar bahwa melaksanakan amanah merupakan melaksanakan perintah Allah SWT, dan melaksanakan perintah Allah SWT sama saja dengan melaksanakan ibadah.

  Individu yang amanah selalu ingin menampilkan sikap dan perilaku bisadipercaya, menghormati dan di- hormati (Darimis, 2014: 54). Pemimpin yang amanah berarti selalu mengajarakan sikap saling menghormati terhadap sesama dan terhadap penciptanya.

  c) Fathanah (cerdas, cerdik dan pandai) Sebagai hamba pilihan, para Nabi dan Rasul oleh

  Allah SWT dianugerahi tingkat kecerdasan dan kepandaian yang melebihi dari kecerdasan dan kepandaian hamba-Nya yang lain. Kecerdikan dan kepandaian tersebut dipergunakan untuk merancang cita-cita luhur umat manusia yaitu; fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah (bahagia di dunia dan bahagia pula di akhirat) (Ahmadireja, 2014: 547-548).

  Kecerdasan merupakam kemampuan berpikir lebih cepat, menyelesaikan masalah lebih mudah, dan mengatasi kesulitan lebih jitu dibandingkan dengan individu lain (Darimis, 2014: 53). Sebagai seorang pemimpin maka ia harus menjadi pribadi yang cerdas agar dapat menghadapi masalah yang ada dengan solusi yang tepat. Serta agar ia dapat mengkoordinir para pengikutnya dengan benar, agar selamat dan tidak keluar dari syariat Islam.

  d) Tabligh (meyampaikan)

  Tabligh artinya menyampaikan kebenaran melalui

  suri teladan dan perasaan cinta yang sangat mendalam (Darimis, 2014: 53). Sebagai pemimpin Islam Rasulullah saw selalu meyampaikan segala risalah yang Allah SWT berikan kepadanya, demi kesejahteraan seluruh umat di dunia, serta karena kecintaannya terhadap umatnya dan kecintannya terhadap penciptanya.

  Risalah yang disampaikan kepada kaumnya dan atau untuk universalitas umat manusia berisi tentang perintah dan larangan. Tak berhak baginya menambah atau mengurangi (Ahmadireja, 2014: 547).

  Kandungan akhlak yang terdapat dalam empat sifat Rasulullah Saw ini kiranya bisa menjadi pedoman bagi seluruh umat Islam dalam bersikap dan bertingkah laku di tengah- tengah masyarakat agar sesuai dengan Syariat Islam, sebagai bentuk ideal dari kepemimpinan Islam.Empat sifat Rasulullah Saw inilah yang nantinya juga akan digunakan oleh peneliti, untuk mencari nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kepemimpinan Muhammad Al Fatih ketika beliau memegang kekuasaan sebagai Khalifah Islam.

  Jadi, yang dimaksud dengan nilai-nilai akhlaq kepemimpinan adalah, sejumlah keyakinan yang menjadi identitas dan terwujud dalam sifat-sifat dari seseorang, dalam melaksanakan tugas kepemimpinan.