BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan nasional dengan tujuan meningkatkan dan mengembangkan kesejahtraan bangsa. Pembangunan nasional merupakan cerminan kehendak yang terus-menerus untuk

  meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara

  

  yang maju dan demokratis berdasarkan PancasilaPembangunan nasional pula dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti termaktub dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke IV yang mengatakan bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

  Makna pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila yaitu melekatkan landasan spiritual, moral dan etika yang kukuh, meningkatkan martabat serta hak dan kewajiban atas warga negara, memperkuat rasa kesetia kawanan dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi pancasila, dan mengembangkan ekonomi dan pemerataan dalam sistem ekonomi berdasarka asas

  

  kekeluargaaPerekonomian berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dengan menyatakan perekonomian itu disusun, dengan maksud bahwa perekonomian itu merupakan suatu susunan, yaitu susunan kebijakan yang sistematis dan meyeluruh, mulai dari susunan yang bersifat nasional sampai ke susunan daerah-daerah provinsi dan kabupaten/ kota di seluruh

3 Indonesia. Pembangunan ekonomi merupakan tanggung jawab seluruh rakyat

  Indonesia yang pelaksanaanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat bertindak selaku pelaku utama pembangunan, sedangka pemerintah berkewajiban membimbing, mengarahkan, dan menciptakan suasana yang mendukung jalannya pembangunan. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan mempunyai peranan penting dalam kegiatan ekonomi. Selain sebagai pelaku ekonomi, pemerintah juga mempunyai peran sebagai pengatur kegiatan ekonomi.

  Pemerintah sebagai penyelengara atau penyelenggara negara disebutkan dalam alinea IV pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia.

  Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, yakni pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Namun dalam penyelengaraan pemerintahan karena luasnya daerah-daerah di negara kita yang terbagi-bagi atas beberapa provinsi, kabupaten serta kota maka daerah- daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah dengan maksud guna mempermudah kinerja pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga digunakanlah suatu asas yang dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan. Maka dari itu pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, sehingga dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.

  Begitu pula dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang saling berberhubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, seperti dalam hal pelaksanaan penyelenggaraan pendapatan negara yakni dengan meningkatkan pembangunan ekonomi bangsa yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Salah satunya meningkatkan ekonomi dalam bidang pembangunan- pembangunan infrastruktur dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan penataan ruang yang dapat merugikan masyarakat, sebab penataan ruang bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti hal nya disebutkan Ruang disebutkan bahwa Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

  Dalam hal penyelengaraan dan tugas penataan ruang pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk memberikan keleluasaan dalam mengembangkan pembangunan yang mengedepankan kemakmuran rakyat, sehingga dalam penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang disebutkan dalam pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu objek yang termasuk dalam penataan ruang dapat diterapkan pada pendirian bangunan gedung, sebab dalam pendirian bangunan gedung perlu adanya penataan ruang, sehingga adanya keteraturan dalam pendiriannya.

  Bagunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yag menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau di dalam tanah atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian ataupun tempat tinggal, kegiataan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan soisal, budaya, maupun kegiatan khusus. pengendalian dalam penyelenggaraan pendiriannya, supaya tidak terdapat sebuah kerugian lain pada masyarakat atas pendirian bangunan gedung tersebut.

  Pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menyebutkan bahwa Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan (IMB). Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB merupakan salah satu persyaratan administratif dalam perizinan pemanfaatan ruang. Izin mendirikan bangunan yaitu salah satu produk hukum untuk terwujudnya tertib penyelenggaraan bangunan dan menjamin keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam setiap pendirian bangunan.

  Menurut Sjahchran Basah menyebutkan bahwa Izin Adalah Perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam konkrit berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh

  

  ketentuan Perundang-undanga Sedangkan menurut E. Utrecht menyebutkan bahwa Bila mana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka keputusan administrasi negara yang

  

  Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna

  

  mencapai suatu tujuan ketentuan konkrit Ketentuan-ketentuan itu memiliki fungsi yang diawasi oleh perundang-undangan. Perizinan pada dasarnya memiliki fungsi lain yang justru yang sangat mendasar yakni menjadi instrument

  

  Juarso Ridwan menjelaskan bahwa tujuan pemerintah dalam menerbitkan izin yaitu melalui pemerintah mengarahkan aktivitas tertentu dari masyarakat, misalnya dalam hal penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB). Memperoleh

  IMB, pemohon harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain gambar, bahan, model konstruksi dan hal-hal lain yang dianggap perlu guna menjadi batasan bagi pemohon akan bangunan yang ingin dibuatnya. Hal ini menjadi penting agar bangunan yang dibuat oleh warga memenuhi persyaratan tertentu yang memungkinkan pemerintah menghetahui bahwa semua bangunan memenuhi ketentuan antara lain keamanan, kesesuian dengan peruntukan lahan, ataupun membatasi ketinggian bangunan, misalnya untuk bangunan gedung apartemen di

  

  Subjek pembuatan IMB misalnya pada Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan diatur pada pasal 2 dan pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung disebutkan bahwa setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan dan atau merubah bangunan harus terlebih dahulu mendapatkan IMB dari pemerintah daerah. Izin mendirikan bangunan (IMB) akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan tata ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama dan diatur oleh pemerintah daerah.

  Pengaturan mengenai IMB diatur lebih lanjut dalam pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh pemerintah daerah melalui proses permohonan izin. Selain daripada itu dalam pelaksanaan pemberian IMB merupakan salah satu perananan bagi pemerintah daerah yang berbentuk pelayanan terhadap masyarakat untuk memberikan suatu perizinan. Oleh sebab itu peran pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan mungkin yang terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat, baik sebagai penyedia pelayanan, maupun sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Kepentingan pemerintah daerah terhadap pelayanan perizinan

  

  Dalam pelaksanaannya penyelenggaraan pemberian IMB (izin mendirikan bangunan) tidak luput dari sebuah pengaturan dan pengawasan yang mengedepankan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan dalam menjamin keandalan teknis pendirian bangunan gedung. Kemudian daripada itu dalam penyelenggaraannya bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum yang mana hal ini sangat penting bagi kemaslahatan bangsa dalam kepatutan hukum dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Dalam hal mewujudkan kepastian hukum. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat, mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga tidak menjadi sumber keraguan. Jaminan kepastian hukum harus mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya masyarakat yang ada.

  Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum adalah jaminan hukum yang harus dijalankan, yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya

  

  dan putusan harus dapat dilakuka Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan

  

  Suatu peraturan harus ditaati oleh setiap warga negara merupakan suatu hal yang mutlak yang harus diimplementasikan dalam suatu kehidupan di masyarakat. Hukum ditaati, bukan karena terdapat suatu kekuasaan di belakangnya, melainkan karena mewajibkan itu termasuk hakikat hukum itu sendiri. Pada hakikanya hukum adalah norma yang mewajibkan. Hal ini jelas sebab bila suatu pemerintah tidak berhasil mengefektikan suatu peraturan, sehingga peraturan kurang ditaati, kekuatan peraturan tersebut sebagai norma

  

  Penegakan hukum seperti dijelaskan di atas tidak terkecuali dalam hal pembangunan infrastruktur yankni yang mana hal ini dapat pula meningkatkan pendapatan negara dan akan menjamin kemakmuran rakyat. Seperti pendirian bangunan tanpa mentaati peraturan hukum misalnya seperti contoh kasus pembangunan proyek apartemen Bintaro Icon di kawasan Bintaro, Kecamatan

  Penyegelan terhadap proyek bangunan 10 Sudikno Mertokusumo, Kapita Selekta Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2011. hlm. 160.

  

11 M. Sulaiman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah Dalam Islam, Ed.1,Cet.1, berlantai 20 itu dilakukan, menyusul proyek tersebut sudah berjalan meski belum mengantongi dokumen izin mendirikan bangunan (IMB). Dalam hal ini pihak apartemen melanggar Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Diketahui selain melakukan penyegelan oleh Aparatur Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Pemerintah Kota Tangerang Selatan meminta agar seluruh aktivitas proyek dihentikan dan seluruh pekerja diminta untuk keluar dari lokasi proyek. Aktivitas proyek baru bisa dilanjutkan setelah pihak apartemen melengkapi dokumen perizinan sesuai aturan yang berlaku di Kota Tangerang Selatan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan sudah melayangkan surat teguran hingga ketiga kalinya dan bahkan sudah memasang stiker pengawasan untuk pemberhentian sementara pekerjaan pembangunan apartemen, namun pihak Bintaro Icon masih melakukannya sehingga, akhirnya bangunan itu disegel dengan memasang garis polisi dan pengembokan gerbang kantor pemasaran. Setelah melakukan penyegelan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan akan melakukan panggilan kepada pihak pengembang, yakni PT Prima Bintaro Royale. Proses pemberhentian pekerjaan ini dilakukan sampai mereka dalam hal ini Bintaro Icon memperoleh izin, nanti pengadilanlah yang memutuskan apakah bangunan 20 lantai ini akan diajulanjutkan apakah akan di robohkan.

  Dalam hal ini Pemerintah Kota Tangerang Selatan harus bertindak tegas hukum, walaupun pembagunan tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan, pembangunan perekonomian dan pengembangan infrastruktur kota Tangerang Selatan dengan tidak mengabaikan ketaatan hukum yang harus tetap ditegakan. Ketaatan hukum harus dipenuhi dan harus dapat dirasakan oleh masyarakat sehingga hukum harus bersifat memaksa bagi setiap subjek hukum yang melanggarnya.

  Dalam permasalahan diatas Pemerintah Kota Tangerang Selatan harus menentukan sikapnya dalam memberikan sanksi yang tegas dengan berlandaskan atas ketentuan-ketentauan hukum yang berlaku, sehingga dalam tindakannya memberikan kemanfaatan bagi semua pihak baik bagi pemerintah maupun masyarakat kota Tangerang Selatan.

  Mencermati berbagai hal diatas, maka penulis merasa tergugah untuk mengkaji, menganalisa dan mendalaminya lebih lanjut dalam suatu skripsi yang berjudul “ ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN

  TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus di Kota Tangerang Selatan) ”.

B. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat identifikasi

  1. Apakah bentuk penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin Mendirikan Bengunan di Kota Tangerang Selatan Ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan Gedung ?

  2. Apakah hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan Bengunan (IMB) ?

  C. Rumusan Masalah

  Dari permasalaham tersebut diatas, maka penulis merumusan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah bentuk penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin Mendirikan Bengunan (IMB) oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan Ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan Gedung ?

  2. Bagaimanakah hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ?

  D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan di dalam penelitian ini yaitu:

  a. Untuk mengetahui proses penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan di Pemerintah Kota Tangerang Selatan. b. Untuk mengetahui hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan

2. Manfaat Penelitian

  Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

  a. Manfaat secara teoritis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan konsep hukum perizinan, terutama berkaitan dengan proses pembangunan bangunan dan penyelesaian permasalahannya.

  b. Manfaat secara praktis Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait, terutama dalam proses penerapan sanksi agar dapat efektif bagi pelanggaran pembangunan bangunan gedung sesuai ketentuan hukum.

E. Kerangka Teori

  Menurut Ahmad Sobana, menjelaskan bahwa mekanisme perizinan dan izin yang diterbitkan bertujuan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk mengendalikan arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk

  

  berubah, maka tujuan perizinan dalam administrasi negara adala

  1. Adanya suatu kepastian hukum

  2. Perlindungan kepentingan umum 3. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan.

  Menurut Prajudi Atmosudirjo mengatakan bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan

   aktivitas-aktivitas masyarakat dan badang hukum. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur.

  Artinya lewat izin dapat di ketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu dinyatakan. Maka penataan dan pengaturan izin sudah semestinya

  

  harus dilakukan dengan sebaik-baiknya Sedangkan menurut Bagir Manan, Izin berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang- undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu

  

  

  Wewenang yang memberikan izin adalah Badan/ Pejabat Administrasi Negara kepada pemohon. Maka izin adalah suatu Keputusan administrasi Negara yang diberikan kepada pemohon untuk memperkenankan suatu perbuatan yang pada

  

  umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit Izin berupa Keputusan Administrasi Negara secara tertulis, maka untuk mengarahkan suatu

  

  Utrecht mengemukakan terdapat beberapa dimensi yang terkandung dalam

  

  1. IMB Merupakan suatu ketetapan

  2. IMB diterbitkan oleh instansi yang berwenag

  3. IMB harus sesuai dengan tata ruang dan tata kota

  4. IMB harus memperhatikan keselamatan lingkungan

  5. Bahan-bahan untuk mendirikan bangunan harus sesuai dengan bahan-bahan yang di perkenankan dalam IMB.

  16 Ibid.

  17 E. Utrecht, Op.Cit., hlm. 170.

  IMB merupakan suatu ketetapan atau beschikking yang di terbitakan oleh instansi yang berwenang. Menurut Van Der Pot mengatakan bahwa Baschikking atau ketetapan adalah tindakan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintah, pernyataan kehendak merka dalam penyelenggaraan hak khusus, dengan maksud

  

  menyatakan perubahan dalam lapangan hubungan hukumSedangkan menurut Donner menyebutkan bahwa Beschikking atau ketetapan ialah tindakan pemerintah dijalankan oleh suatu jabatan pemerintah, yang dala suatu hal tersebut secara bersegi atau dan dengan sengaja, menegakan suatu hubungan hukum atau suatu keadaan hukum yang telah ada atau yang menimbulkan suatu hubungan

  

  Kusumaatmadja berpendapat bahwa terdapat berbagai alasan mengapa

  

  1. Pengamanan dari berbagai bentuk bahaya yang disebabkan oleh kondisi tanah dan konstruksi bangunan

  2. Penataan bangunan agar tercipta kenyamanan iklim lingkungan yang layak huni

  3. Pemukiman yang dapat memberikan kesan bersih dan sehat dari berbagai bentuk polusi

  4. Menghindari pemukiman yang kumuh yang menjadikan tidak layak huni karena timbul berbagai bentuk bencana seperi banjir, penyakit kejahata dan lain-lain yang merugikan masyarakat.

  Hukum perizinan merupakan salah satu cakupan dari hukum Administrasi Negara memiliki tiga fungs, yaitu: fungsi normatif, fungsi instrumental dan fungsi

  

  jamina Fungsi normatif merupakan fungsi yang dilakukan pemerintah dalam hal penormatifan atau pembuat aturan (Hukum Perizinan) yang berkaitan erat dengan fungsi instrumental merupakan fungsi pemerintah dalam rangka pelaksana aturan hukum (Hukum Perizinan) dan akhirnya norma memberikan fungsi jaminan merupakan fungsi yang dilaksanakan Pemerintah sebagai pelindung dan pengayoman masyarakat dalam rangka perlindungan hukum sehingga terwujudnya keadilan dan kesejahtraan sosial.

22 Amrah Muslimin, Beberapa Azas-Azas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi

F. Metode Penelitian

  Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarakn pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya.

  Dengan dmikian diadakan pemeeriksaaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atass permasalahan- permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkuta

   Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah

  sebagai berikut:

  1. Spesifikasi Penelitian

  Spesifikasi penelitian menggunakan metode deskriptif analisiss,yaitu menggambarkan dan memaparkan secara jelas mengenai peraturan perundang- undangan yang berlaku dikitakan dengan teori-teori hukum dan prakteek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permaalahan yang akan dibahas

  

  2. Pendekatan Penelitian

  Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatidf atau peeneliytina hukum kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pusta atau data seunder. Penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap norma-norma hukunm yaitu yang merupakan patokan-patokan untuk bertingkah laku yang terdapat dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunde

   Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum, antropologi hukum, dan psikologi hukum.

3. Tahapan Penelitian

  Pada tahapan ini bertujuan untuk mencari, mengkaji dan mengumpulkan data- data yang memiliki kaitan dengan masalah yang diteliti oleh peneliti, tahapan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1) Penelitian Kepustakaan

  Penelitian kepustakaan yang mengacu bahan-bahan hukum sebagai

  

  berikut

  a) Bahan-bahan hukum primer Bahan hukum primer yang mengikat berupa perundang-undangan, dokumen-dokumen hukum lainya seperti asas, kebiasaan, yurisprudensi, dan peraturan hukum lainnya yang terdiri dari: (1) Undang -Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

  (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

  (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

  (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

  (5) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pelaksana

  (6) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

  (7) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

  (8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik IndonesiaI Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

  (9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

  (10) Peraturan Daerah Nomor Kota Tangerang Selatan 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan Gedung.

  (11) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

  (12) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraa dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

  (13) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031.

  b) Bahan-bahan hukum sekunder karya-karya ilmiah para sarjana, jurnal, dan tulisan-tilisan lainnya uang bersifat ilmiah.

  c) Bahan-bahan hukum tersier Bahan-bahan penunjang yang membeerikan informasi tentang bahan hukum primer dan skunder. Bahan hukum tersier lebih dikenal sebagai bahan acauan dibidang hukum atau bahan rujukan di bidang hukum, misalnya abstak perundang-undangan, biliografi, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, kamus hukum, dan lain-lain. 2) Penelitian Lapangan

  Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang menghasilakan data primer, untuk mendudkung data sekunder yang telah diperoleh. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan dan penyeleksian data primer dari lapangan untuk menunjang data sekunder. Penulis mengadakan penelitian lapangan di Dinas Tata Kota Kota dan Bangunan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Satuan Polisi Pamong Paraja Kota Tangerang Selatan untuk memperoleh data berupa dokumen-dokumen resmi dan informasi secara langsung melalui proses wawancara.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk penyusunan skripsi ini peneliti membahas dan menguraikan permasalahan yang terbagi kedalam 5 (lima) bab. Maksud pembagian skripsi kedalam bab-bab- dan sub bab adalah untuk menjelaskan dan menguraikan setiap

  BAB I Bab ini membahas tentang pendahuluan yang terdiri dari latar

  belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II Bab ini membahas tentang tinjauan umum mengenai bangunan

  gedung, perizinan dan izin mendirikan bangunan,

  BAB III Bab ini membahas tentang gambaran umum pemerintah kota Tangerang Selatan dalam memberikan izin mendirikan bangunan

  yang isinya meliputi potensi pengembangan, tata ruang wilayah, prosedur pemberian izin memberikan bangunan dan faktor-faktor yang mempengaruhi bangunan gedung tan izin mendirikan bangunan.

  BAB IV Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang

  analisis penerapan sanksi terhadap bangunan gedung tanpa izin mendirikan bangunan di Kota Tangerang Selatan ditinjau Ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan Gedung dan hambatan yang dialami pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam menyelesaian penertiban bangunan tanpa izin mendirikan bangunan.

  BAB V Bab ini merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran-

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (STUDI KASUS PELANGGARAN GARIS SEMPADAN BANGUNAN (GSB) DI KELURAHAN GAJAHMUNGKUR)

2 23 193

PENEGAKAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

0 0 13

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

0 0 56

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

0 0 12

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

0 0 22

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENGIKATAN DANA, PENETAPAN PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

0 3 9

PERATURAN DAERAH PRO1nNSI BENGKUL-U NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

0 0 19

PELAKSANAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN IZIN KEGIATAN USAHA MENURUT PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

0 1 77

IMPLEMENTASI TARIF PROGRESIF TERHADAP RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH DI KOTA SURAKARTA - UNS Institutional R

0 0 16

ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus di Kota

0 0 14