PENEGAKAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

  PENEGAKAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK Oleh YOGI FIRMANSYAH Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM Pada Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 Judul Skripsi : PENEGAKAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM

PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR

4 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

  Nama Mahasiswa : YOGI FIRMANSYAH No. Pokok Mahasiswa : 1312011347 Bagian : Hukum Administrasi Negara Fakultas : Hukum

  

MENYETUJUI

1.

  Komisi Pembimbing

  Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.H, Marlia Eka Putri, S.H., M.H

  NIP 196109301987021001 NIP 198403212006042001 2.

  Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

  

Sri Sulastuti, S.H., M.Hum

  NIP. 196207271987032004

  

ABSTRAK

PENEGAKAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PERATURAN DAERAH

KOTA METRO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA

ROKOK

Oleh

Yogi Firmansyah, Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.H, Marlia Eka Putri, S.H., M.H

  

Email : yogifirmans@gmail.com

  Penerapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya Pemerintah untukmelindungi dan menjamin hak setiap orang untuk menghirup udara bersih tanpa asap rokok. Salah satu cara Pemerintah dalam mewujudkan tujuan Kawasan Tanpa Rokok adalah melalui penegakan sanksi administratif.Terdapat 3 Badan/Lembaga yang berwenang dalam melakukan pembinaan dan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok, akan tetapi Penegakan sanksi administratif bagipelanggar Kawasan Tanpa Rokokmasih terkendala karenakurangnya pembinaan dan pengawasan. Permasalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya Pemerintah Kota Metro dalam penegakan sanksi administratif Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan bagaimanakah mekanisme pengenaan sanksi administratif dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam aspek pengaturan, aparat penegak, strategi penegakan, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah terangkai dengan cukup jelas, namun masih terdapat kesalahan pada beberapa pasal dalam aturannya yang menyebabkan bergesernya makna dari pasal tersebut.Selain itu, penegakan sanksi terhadap pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok tidak terlaksana sebagaimana mestinyakarena upaya Pemerintah Kota Metro dalam penegakan kawasan tanpa rokok belum maksimal.Permasalahan biaya oprasional yang belum berjalan optimal mengakibatkan seluruh proses baik pembinaan maupun pengawasan Kawasan Rokok tidak terlaksana.Penegakan sanksi administratif Kawasan Tanpa Rokok akan sulitterwujud mengingat belum maksimalnya upaya Pemerintah Kota Metro dalam menjalankan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

  Kata Kunci : Sanksi Administratif, Peraturan Daerah, Kawasan Tanpa Rokok

  

ABSTRACT

ENFORCEMENT OF ADMINISTRATIVE SANCTIONS IN REGIONAL

REGULATION OF METRO CITY NUMBER 4 YEAR 2014 ABOUT NON

SMOKING AREA

By

YOGI FIRMANSYAH

  The Implementation of No Smoking Areas is an attempt by the Government to protect the right of everyone to breathe clean air without cigarette smoke. One of the ways the Government in realizing the goal of No Smoking Area is through the enforcement of administrative sanctions. There are 3 institutions authorized in conducting development and supervision of No Smoking Area, but the enforcement of administrative sanctions for offenders of No Smoking Areas is still constrained due to lack of guidance and supervision. The problem in this research is how is the effort of Metro City Government in enforcing administrative sanction of Regulation Regulation of Metro City Number 4 Year 2014 about No Smoking Area and how is the mechanism of imposition of administrative sanction in Regional Regulation of Metro City Number 4 Year 2014 about No Smoking Area. The problem approach used in this research is the normative juridical approach. The results show that in the ascpects of regulatory, enforcement officers, enforcement strategies, and the mechanism of imposition of administrative sanctions in the Regional Regulation of Metro City Number 4 Year 2014 about No Smoking Area has been arranged clearly, but there are still errors in some of the articles in the rules that caused the meaning of the chapter changed. In addition, the enforcement of sanctions against No Smoking Area violations was not implemented properly due to the efforts of Metro City Government in the enforcement of No Smoking Area has not been maximized. The problem of operational cost that has not run optimally resulted in the entire process of both the guidance and supervision of the No Smoking Area is not implemented. The enforcement of administrative sanction of No Smoking Area will be difficult to be realized considering the not yet maximal efforts of Metro City Government in implementing Regional Regulation of Metro City Number 4 Year 2014 about No Smoking Area.

  Keyword : Administrative Sanction, Regional Regulation, No Smoking Area sudah membudaya bagi masyarakat Indonesia. Baik orang tua maupun anak- anak di bawah umur sudah banyak yang bergantung atau kecanduan terhadap rokok, hal ini bahkan biasa kita jumpai di kehidupan sehari-hari di segala tempat dan di segala waktu. Merokok sangat berbahaya dan merusak kesehatan baik bagi perokok aktif maupun orang-orang yang berada di sekitar perokok tersebut, karena rokok mengandung zat-zat sangat yang berbahaya bagi kesehatan. Bagi perokok pasif, menghirup asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendiri karena 85,4% perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan. Bahkan bahaya yang harus ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif.

  berinisiatif untuk menekan peningkatan konsumsi rokok dan dampak negatif yang dapat disebabkan oleh perokok melalui kebijakan-kebijakan lain, diantaranya adalah oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang mewajibkan kepada kepala daerah baik gubernur maupun bupati/walikota mengembangkan kebijakan kawasan tanpa rokok di daerah masing-masing melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dan berpedoman kepada Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam 1 Hufron Sofianto, Mengenai Budaya Merokok

  Negeri RI No.188/MENKES/PB/I/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Sasaran penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diatur dalam Surat Keputasan Kementerian Dalam Negeri, untuk tujuan melindungi terutama perokok yang pasif ini. Saat ini sementara sudah 28 provinsi dimana terdapat 103 kabupaten/kota didalam cakupannya yang memiliki perda/ pergub/ perwali/ surat edaran tentang kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Daerah lain juga terus didorong untuk menerapkan kebijakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan kegiatan yang

  2 Salah satu daerah di Indonesia yang

  sudah membentuk peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok adalah Kota Metro. Hal ini dituangkan di Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa Rokok menurut

  Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Di dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, telah diatur kawasan-kawasan yang dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Kawasan-kawasan yang maksud dalam peraturan daerah tersebut diantaranya adalah tempat sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat kegiatan anak-anak. Tempat ibadah, angkutan 2

1 Berdasarkan hal-hal diatas, pemerintah

  http://www.kompak.co/kawasan-tanpa- rokok/diakses pada tanggal 19 oktober 2017 umum, tempat kerja, tempat umum, tempat sarana olahraga, dan tempat- tempat lainnya yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok. Selain itu, di dalam Peraturan Daerah tersebut juga telah diatur sanksi-sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi di area yang dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok, yaitu sanksi administratif yang diatur di dalam Pasal 23 dan sanksi pidana yang diatur pada Pasal 28. Penegakan sanksi bagi pelanggar Kawasan Tanpa Rokok ini juga terkendala dengan kekurangan pemerintah melakukan sosialisasi terkait bahaya rokok maupun terkait kawasan tanpa rokok dan pemasangan tanda kawasan tanpa rokok yang belum menyeluruh. Hal ini yang akan selalu menjadi persoalan dalam hal penegakannya dan menjadi alasan bila seseorang tetap merokok di sembarang tempat diakibatkan tidak mengetahui jika tempat ketika ia merokok adalah kawasan tanpa rokok. Dengan tidak adanya kesadaran masyarakat perokok ditambah kurangnya pembinaan menjadi permasalahan utama penegakan hukum bagi setiap pelanggaran yang terjadi. Berdasarkan Uraian latar belakang diatas, penulis berpendapat bahwa perlu dilakukan penelitian tentang

BAB II METODE PENELITIAN

  “Penegakan Sanksi Administratif Dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan diteliti adalah : 1.

  Bagaimanakah penegakan sanksi administratif Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok? 2. Bagaimanakah mekanisme dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok?

  2.1. Pendekatan Masalah

  Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan dengan cara melihat dan mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen serta peraturan-peraturan lainnya yang berlaku dan berhubungan dengan judul dan pokok bahasan yang akan diteliti, yaitu Penegakan sanksi administratif dalam Peraturan Daerah Kota Metro No.4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

  2.2. Sumber Dan Jenis Data

  Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lokasi penelitian yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan, sedangkan data sekunder berupa buku-buku hukum, artikel, jurnal, dan laporan penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

  2.3. Prosedur Pengumpulan Data

  Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur dengan menggunakan studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research) studi ini dilakukan dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian, yaitu tempat-tempat yang diatur sebagai kawasan tanpa rokok di dalam Peraturan Daerah Nomor Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok

4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok”.

1.2. Rumusan Masalah

  2.4 Analisis Data

  Analisis data yang dipergunakan dalam kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap permasalahan yang diajukan, sehingga memudahkan untuk ditarik suatu kesimpulan berdasarkan permasalahan yang diajukan.

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Penegakan Sanksi Administratif Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok 1. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok Upaya Pemerintah Kota Metro dalam

  penegakan sanksi administratif terhadap pelanggaran kawasan tanpa rokok yang pertama adalah melalui aturan-aturan yang membatasi aktivitas merokok di Kota Metro. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Metro secara umum diatur dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

  Sanksi administratif berupa denda yang termuat didalam Pasal 24 dan Pasal 25 Perda KTR ini secara nominal sangat jauh jika dibandingkan dengan beberapa Perda KTR di daerah lain seperti jabodetabek dan salah satu dasar pembentukan perda tersebut yaitu Pasal 199 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu, Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 didenda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dalam hal sanksi bagi pimpinan badan, jenis sanksi administratif yang yang apabila dilanggar sebanyak 3 kali sanksi selanjutnya adalah pencabutan izin usaha. Sanksi selanjutnya yaitu sanksi bagi aparat yang terdapat pada Pasal 26 Perda KTR berbunyi, Aparat yang berwenang yang tidak mengawasi Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam

  Pasal 7 ayat (21) dapat dikenakan sanksi administrasi kepegawaian sesuai ketentuan peraturan Perundang- undangan. Yang dimaksud aparat dalam pasal tersebut adalah badan/lembaga yang ditunjuk walikota sebagai tim pengawas serta pembina daripada Perda KTR yang dimuat di dalam Pasal 18 dan Pasal

  19 Perda KTR dan juga badan/lembaga lain yang berkewajiban melakukan pengawasan terhadap penegakan kawasan tanpa rokok yang diatur melalui Peraturan Walikota dan/ Surat Ketetapan Walikota.

  Selain Perda KTR, pengaturan terkait kawasan tanpa rokok di Kota Metro juga terdapat pada Peraturan Walikota Metro Nomor 38 Tahun 2014 tentang Tata Laksana Kawasan Tanpa Rokok yang memuat pelaksanaan teknis dari Perda KTR tersebut seperti wewenang dan tanggungjawab kepala badan/lembaga kawasan tanpa rokok, mekanisme pengawasan, unsur-unsur dalam tanda kawasan tanpa rokok, dan lain-lain. Pengaturan lebih lanjut juga diatur dalam Keputusan Walikota Metro Nomor 236/KPTS/D-2/2015 tentang Tim Penegak Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok yang memuat nama-nama pejabat daerah yang berfungsi sebagai Penegak Perda KTR beserta tugas pokok dan fungsinya.

  Jadi faktanya bahwa ada 3 peraturan penegakan kawasan tanpa rokok di Kota Metro yang merupakan upaya Pemerintah Kota Metro dalam membatasi konsumsi rokok dan menegakkan sanksi administratif terhadap pelanggaran kawasan tanpa rokok sekaligus menjadi bahan utama dalam penelitian ini yaitu, Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Peraturan Walikota Nomor 38 Tahun 2014 tentang Tata Laksana Kawasan Tanpa Rokok dan Keputusan Walikota Metro Nomor 236/KPTS/D-2/2015 tentang Tim Penegak Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

  Dalam hal pengaturan, sesuai dengan pengamatan dilapangan nampaknya masih kerap ditemukan pelanggaran di kawasan tanpa rokok.

2. Aparat Penegak Perda Kawasan Tanpa Rokok Kota Metro

  Upaya Pemerintah Kota Metro dalam menegakkan sanksi administratif terhadap pelanggaran kawasan tanpa rokok di Kota Metro selanjutnya ialah dengan membentuk dan menunjuk aparat-aparat tertentu yang bertugas untuk membina dan mengawasi ketaatan perokok pada kawasan tanpa rokok. Keterlibatan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai Penegak Peraturan Daerah. Seperti yang sudah dijelaskan di BAB I terkait tugas pokok dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah sebagai penegak Peraturan Daerah maka Satpol PP mempunyai kontribusi yang besar dalam hal pengawasan Perda KTR. Keterlibatan Satpol PP dalam penegakan Perda KTR termuat di dalam Pasal 13 ayat (1) Perwali KTR yang berbunyi, Dinas Kesehatan dan Satuan Polisi Pamong Praja berkoordinasi dengan SKPD lainnya wajib melakukan inspeksi wilayah kerjanya. Ini artinya, pengawasan yang dapat dilakukan oleh Satpol PP terkait kawasan tanpa rokok cukup luas yaitu pada seluruh gedung wilayah kerja dari Satpol PP Kota Metro. Sejauh ini sudah dijelaskan bahwa ada 4 badan/lembaga yang dapat melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelanggaran pada kawasan tanpa rokok di Kota Metro yang sekaligus merupakan upaya Pemerintah Kota Metro dalam menegakkan sanksi administratif terhadap pelanggaran kawasan tanpa rokok di Kota Metro yaitu, Timsus KTR, SKPD, Pimpinan Badan/Lembaga KTR, dan Satpol PP. Keempat badan/lembaga tersebut dapat berkoordinasi dalam penegakan Perda KTR yang hasil daripada pengawasannya dihimpun dan direkap oleh Timsus KTR bagian kesekretariatan untuk dilaporkan kepada Walikota Metro melalui Sekretaris Daerah Kota Metro.

  Namun, sesuai dengan pengamatan di lapangan bahwa masih banyaknya ditemukan pelanggaran kawasan tanpa rokok, kaitan antara tim penegak dan pengaturan kawasan tanpa rokok sangat erat dan harus seimbang. Jika pelanggaran masih banyak ditemukan artinya ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Jika secara hukum sudah jelas namun penegakan baik secara pembinaan dan pengawasannya masih kurang maka faktor penegak hukum merupakan salah satu penyebab masih banyaknya pelanggaran mengingat mentalitas petugas penegak hukum dalam melakukan tugasnya sangat penting, kalau dari segi peraturannya sudah baik, namun dari segi kualitas penegaknya masih kurang baik maka akan ada masalah yang disebabkan oleh ketidakseimbangan tersebut.

3. Strategi Penegakan Perda Kawasan Tanpa Rokok

  Upaya Pemerintah Kota Metro dalam menegakkan sanksi administratif terhadap pelanggaran kawasan tanpa rokok di Kota Metro selanjutnya ialah dengan menggunakan strategi-strategi yang termuat di dalam aturan-aturan terkait kawasan tanpa rokok di Kota Metro itu sendiri.

  a.

  Strategi Berdasarkan Tempat Strategi penegakan Perda KTR berdasarkan tempat dirasa sudah cukup baik karena penentuan batas-batas wilayah tanpa rokok dan penerapan pemasangan tanda-tanda dilarang merokok sudah dominan diaplikasikan oleh pimpinan badan setiap area-area yang dilarang untuk merokok. Namun dalam penerapannya, strategi ini bergantung dengan bagaimana metode pembinaan pengawasan oleh Timsus KTR terhadap pimpinan badan/usaha kawasan tanpa rokok untuk menerapkan batas-batas dan memasang tanda kawasan tanpa rokok agar dapat memastikan jika metode-metode ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan Perda KTR.

  b.

  Strategi Berdasarkan Metode

  Pembinaan dan Pengawasan Strategi berdasarkan metode pembinaan dan pengawasan adalah strategi meningkatkan dayaguna Perda KTR dengan cara memanfaatkan proses pembinaan dan pengawasan sebagai media penunjang efektivitas kawasan tanpa rokok. Dalam hal ini penulis menemukan

  2 strategi yang memanfaatkan proses pembinaan dan pengawasan yaitu pembentukan Timsus KTR serta pembinaan dan pengawasan melalui pimpinan di kawasan tanpa rokok.

  Kelemahan dari strategi ini adalah bagi kawasan-kawasan besar yang tergolong sebagai kawasan tanpa rokok seperti tempat-tempat umum semacam pasar. Tempat seperti ini akan sulit dilakukan pengawasan jika hanya melibatkan pimpinan badan untuk mengawasi karena pasar merupakan kawasan yang luas dan pasti terdapat banyak perokok di dalam nya. Seharusnya untuk tempat- tempat seperti pasar, Pemerintah dapat memerintahkan Satpol PP dalam melakukan pengawasan kawasan tanpa rokok agar pengawasan dapat dilakukan secara merata diseluruh area-area pasar tersebut.

  Sejauh ini sudah dijabarkan bahwa upaya Pemerintah Kota Metro dalam menegakkan sanksi administratif baik dari segi pengaturan, pembinaan dan pengawasan kawasan tanpa rokok ini cukup terorganisir dengan baik. Mulai dari aturannya baik Perda KTR sebagai aturan pokoknya, Perwali KTR sebagai peraturan pelaksananya, hingga SKWal KTR yang merupakan dasar hukum dari tim penegaknya. Walaupun terdapat beberapa kekeliruan dalam penulisan peraturannya, namun untuk pelaksanaan teknisnya seluruh elemen yang diamanatkan oleh aturan-aturan tersebut sebagai penegak kawasan tanpa rokok, dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas seperti yang diperintahkan oleh aturan-aturan tersebut. Dilanjutkan dengan aparat penegak Perda KTR yang dirasa sudah cukup lengkap. Dimulai dari pembentukan Timsus KTR yang bertanggungjawab penuh dalam tegaknya Perda KTR dilingkup Kota Metro, SKPD yang bertanggungjawab dalam pembinaan dan pengawasan dikawasan/lembaga terpimpin masing- masing sekaligus dapat melakukan delegasi wewenang kebawahannya kelurahan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan di areanya masing- masing dan Satpol PP yang bertugas sebagai penegak Peraturan Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2015 kemudian diubah kedua kalinya dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 dimana di dalam Pasal 255 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Derah (Perkada), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.

  Selain itu, strategi-strategi dalam Perda KTR juga dirasa cukup baik karena selain untuk mewujudkan tujuan kawasan tanpa rokok yang termuat di dalam Pasal 3 Perda KTR, hal-hal seperti memberikan tempat khusus untuk merokok, menentukan jarak/batasan- batasan dalam kawasan tanpa rokok, memberikan tanda dilarang merokok juga merupakan bentuk toleransi pemerintah kepada hak seorang perokok untuk dapat merokok dan diingatkan untuk tidak merokok dengan tanda-tanda dilarang merokok tersebut. Selanjutnya dengan strategi pembinaan dan pengawasan yang sudah terorganisir dengan baik melalui pembentukan Timsus KTR, menunjuk SKPD sebagai pembina dan pengawas kawasan tanpa rokok dan mewajibkan seluruh pimpinan badan/lembaga/usaha untuk bertanggungjawab dalam pengawasan kawasan tanpa rokok di masing-masing areanya.

  3.2. Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif

  Berdasarkan hasil penelitian mahasiswa Fakultas Hukum Unila yang bernama Satya Wiratamas P. yang meneliti tentang Penerapan Sanksi Pidana Dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada tahun 2017, dijelaskan bahwa, para aparat penegak hukum sepakat bahwa Pemerintah Kota Metro dalam hal ini sebagai pembuat Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok belum mengoptimalkan biaya operasional bagi aparat penegak hukum dalam melakukan sidak bagi pelanggar Kawasan Tanpa Rokok serta sarana pertemuan terkait koordinasi pelaksanaannya tidak pernah dilakukan secara serius dan cenderung pasif.

  3 Berdasarkan hal tersebut, terindikasi

  bahwa masalah utama dalam penegakan Perda KTR adalah masalah biaya operasional pelaksanaan pembinaan dan pengawasan Perda KTR yang belum berjalan dengan baik. Mengingat pengaturan dan tata cara pelaksanaan dari pada pembinaan dan pengawasan kawasan tanpa rokok di Kota Metro sudah jelas alur dan mekanismenya namun dikarenakan permasalahan biaya operasional yang terhambat maka keberadaan Perda KTR ini terkesan sia- sia dan mubazir karena sudah pasti setiap proses perancangan dan persiapan pengaturan kawasan tanpa rokok di Kota Metro ini sudah memakan biaya yang cukup besar, hal tersebut menjadi tanda tanya besar ketika Pemerintah dapat mengoprasionalkan dana untuk persiapan kawasan tanpa rokok namun 3 Satya Wiratamas P., Skripsi, Penerapan Sanksi

  Pidana Dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa tidak dapat mengoprasionalkan dana untuk pelaksanaan teknis nya. Upaya- upaya seperti sosialisasi kawasan tanpa rokok oleh Pemerintah pada awal diberlakukannya Perda KTR ini terkesan hanya sebatas formalitas tanpa ada tindak lanjut yang jelas. Padahal berdasarkan pengamatan penulis, aturan kawasan tanpa rokok tersebut sudah dipatuhi oleh pimpinan badan/usaha yang tepatnya dikategorikan sebagai kawasan tanpa rokok. Selain itu, pendanaan penegakan kawasan tanpa rokok sudah jelas diatur pada Pasal 19 Perwali KTR yang berbunyi Segala biaya yang berkenaan dengan pelaksaan kegiatan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Metro dibebankan dari dana APBD Kota Metro dan sumber lain yang tidak mengikat.

  Keseriusan Pemerintah Kota Metro dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Metro nampaknya perlu dipertanyakan kembali mengingat tidak akan ada penegakan kawasan tanpa rokok selagi dana oprasionalnya tidak berjalan meskipun sumber pendanaannya sudah jelas. Ini artinya seluruh pelanggaran yang terjadi tidak bisa ditindaklanjuti dengan semestinya. Pebahasan permasalahan pertama dalam penulisan ini yang membahas tentang upaya Pemerintah Kota Metro dalam menegakkan kawasan tanpa rokok menjadi gugur karena Pemerintah Kota Metro belum berupaya dalam melaksanakan kewajibannya yang menjadi akar dalam penegakan kawasan tanpa rokok. Ketidaksadaran atau bahkan ketidaktahuan masyarakat akan pengaturan Kawasan Tanpa Rokok ditambah pelaksanaannya yang tidak berjalan nampaknya akan mepersulit terwujudnya Kawasan Tanpa Rokok di Kota Metro.

  Oleh karena itu dalam hal penjelasan mengenai bagaimana mekanisme pengenaan sanksi administratif, penulis hanya menjelaskan bagaimana mekanismenya berdasarkan apa yang sudah termuat dalam aturan-aturan terkait kawasan tanpa rokok di Kota Metro tanpa menjelaskan bagaimana pelaksanaan teknis dilapangannya dikarenakan belum ada kasus yang ditindaklanjuti terkait pelanggaran Perda KTR. Terdapat beberapa sanksi administratif yang termuat di dalam Perda KTR, yaitu sanksi perseorangan, sanksi bagi pimpinan badan, dan sanksi bagi aparat. yang pertama adalah sanksi administratif bagi perseorangan di dalam Pasal 24 Perda KTR yang bunyinya: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2),

  Pasal 13 ayat (2) dikenakan denda administrasi paling banyak sebesar Rp.150.000, - (seratus lima puluh ribu rupiah).

  Setelah diteliti lebih lanjut, tindakan pengenaan sanksi terhadap individu yang melakukan pelanggaran seperti yang dijelaskan dalam Pasal 24 Perda KTR lebih diutamakan untuk dilakukan tindakan preventif yang berupa pengawasan seperti pencegahan dan peneguran dan operasi yustisi akan didahulukan dari pada pengenaan sanksi melalui pengadilan, hal tersebut ditermuat di dalam Diktum SKWal KTR pada poin ke 5 (lima) yang bunyinya : Pengawasan terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dilaksanakan dengan penindakan operasi non yustisi dan/atau operasi yustisi (sistem peradilan ditempat).

  Tata cara pemberian Peringatan a.

  Walikota dan/atau Kepala SKPD terkait memberikan peringatan tertulis kepada Pimpinan atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok.

  b.

  Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak peringatan tertulis diberikan, pimpinan atau penanggungjawab Kawasan Tanpa Rokok belum memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam peringatan tertulis, maka kepada pimpinan/penanggungjawab kawasan dimaksud diberikan sanksi berupa pencabutan izin. Kesimpulannya, mekanisme pengenaan sanksi administratif kepada pimpinan badan sudah cukup jelas dan kewenangan untuk mencabut izin juga sudah diatur dan menjadi kewenangan Walikota dan/atau SKPD.

  Yang terakhir adalah mekanisme pengenaan sanksi terhadap aparat yang berwenang dalam menegakan Perda KTR yang dimuat pada Pasal 26 yang bunyinya, Aparat yang berwenang yang tidak mengawasi Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dapat dikenakan sanksi administrasi kepegawaian sesuai ketentuan peraturan Perundang- undangan.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

  Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan diatas maka mekanisme pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran Perda KTR baik yang dilakukan oleh perseorangan, pimpinan badan, dan aparat penegak Perda KTR sudah cukup jelas. Yang jadi pertanyaan besar adalah, bagaimana jika seluruh aparat penegak Perda KTR tersebut tidak melakukan tugasnya masing-masing dikarenakan permasalahan biaya sedangkan orang nomor satu di Kota

  Metro yaitu Walikota Metro itu sendiri tercatat di SKWal KTR termasuk dalam jajaran aparat penegak Perda KTR sebagai pengarah baik tim pembina maupun tim pengawas. Apakah aparat- aparat tersebut dikenakan sanksi ketika mereka tidak menjalankan tugasnya? Jika aparat-aparat tersebut tidak dapat dikenakan sanksi karena tidak adanya biaya operasional untuk mereka menjalankan tugasnya, apalagi pengenaan sanksi terhadap perokok- perokok yang melanggar kawasan tanpa rokok. Oleh sebab itu, biaya operasional disini diibaratkan sebagai bahan bakar yang dapat menjalankan mesin dari pada pengaturan kawasan tanpa rokok, jika bahan bakarnya tidak diisi maka pengaturannya tidak akan berjalan dan apabila pengaturannya tidak berjalan, maka tujuan kawasan tanpa rokok yang merupakan destinasi pengaturan kawasan tanpa rokok tidak akan tercapai.

  4.1. Kesimpulan

  Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

  1. Dalam hal pengaturan, aparat penegak, dan strategi Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah cukup baik karena Pemerintah Kota Metro telah mampu merencanakan dengan matang dan teroganisir terkait bagaimana aturan-aturan Kawasan Tanpa Rokok, siapa yang berwenang dalam pembinaan dan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok, dan strategi apa saja yang terdapat pada Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok. Selain itu, metode pengawasan dan pembinaan juga sudah di bentuk secara baik dengan menggunakan metode pendelegasian wewenang dan perintah langsung dari Peraturan Daerah supaya setiap area yang dinyatakan sebagai Kawasan Tanpa Rokok dapat dengan mudah diawasi keberlangsungannya tanpa terkecuali. Namun, masih terdapat beberapa kekeliruan dalam penulisan Peraturan Daerah tersebut dan terdapat ketidakserasian antar peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok di Kota Metro.

  2. Mekanisme pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran atas Kawasan Tanpa Rokok baik yang dilakukan oleh perseorangan, pimpinan badan, dan aparat penegak Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah cukup jelas. Namun ternyata belum ada sanksi yang dapat diterapkan dikarenakan biaya operasional untuk pembinaan dan pengawasan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok tidak berjalan dengan optimal yang menyebabkan pelaksanaan teknis dari pembinaan, pengawasan, dan pengenaan sanksi tidak berjalan yang kemudian menjadikan keberlakuan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok kehilangan nilai dayagunanya karena sudah jelas pelanggaran akan selalu terjadi jika tidak ada pembinaan dan pengawasan. Hal ini sudah jelas akan selalu menjadi faktor penghambat dalam efektivitas penegakan sanksi administratif jika tidak dibenahi dengan serius oleh

  5.2 Saran

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberi saran kepada: 1.

  Pemerintah Kota Metro agar dapat memberi dukungan melalui dana operasional kepada tim penegak hukum Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Metro agar dapat menjalankan pembinaan, pengawasan, dan pengenaan sanksi administratif dengan efektif dan secara menyeluruh.

  2. Masyarakat untuk sadar dan mentaati untuk tidak merokok di Kawasan Tanpa Rokok serta berperan aktif untuk mensosialisasikan dan memberikan informasi mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

DAFTAR PUSTAKA

  Koentjoro, Diana Halim. 2004 Hukum

  Administrasi Negara, Bogor: Ghalia

  Indonesia Sofianto, Hufron. 2010. Mengenai

  Budaya Merokok Bagi Kesehatan ,

  Bogor: Horizon Sukowiyono.2006.Otonomi Daerah

  dalam Negara Hukum Indonesia, Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif , Penerbit Faza Media:

  Jakarta Wiratamas P., Satya. 2017. Skripsi,

  Penerapan Sanksi Pidana Dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Digilib

  Unila: 2017, Bag. Kesimpulan. http://www.kompak.co/kawasan-tanpa- rokok/diakses pada tanggal 19

Dokumen yang terkait

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI CALON ANGGOTA LEGISLATIF YANG MELAKUKAN POLITIK UANG (MONEY POLITIC) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM (Studi Putusan No. 34/pid.B/2014/PN.LW)

0 0 7

PERAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM PENINGKATAN DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

0 0 14

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU PENIPUAN DENGAN MODUS OPERANDI MULTI LEVEL MARKETING INVESTASI EMAS OLEH Dewa Gede Sumantri, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: dewagede127yahoo.com, Eddy Rifa’i, Diah G

0 0 12

KEWENANGAN BPKP DALAM MENENTUKAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT KORUPSI DI INSTANSI PEMERITAHAN DAERAH

0 0 18

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELANGGARAN YANG MENGAKIBATKAN TERGANGGUNYA FUNGSI JALAN Dani Aji Nugraha, Eko Raharjo, Rinaldy Amrullah. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lampung ABSTRAK - ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHA

0 0 7

PENGAWASAN OMBUDSMAN PERWAKILAN LAMPUNG TERHADAP PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PROGRAM BINA LINGKUNGAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 1 15

PENGAWASAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PROGRAM FASILITAS LIKUIDITAS PEMBIAYAAN PERUMAHAN SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Penulisan Karya Ilmiah untuk E-Jurnal

0 1 13

KEWENANGAN KANTOR PERTANAHAN DALAM PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU

0 0 13

PENGAJUAN KEBERATAN OLEH WAJIB PAJAK PENGHASILAN DAN PENGENAAN SANKSI DENDA (Studi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kedaton Bandar Lampung)

0 0 17

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENYUAPAN PADA PENERIMAAN ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA LAMPUNG BARAT Oleh Beni Pramiza, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Email: beni.pramiza92gmail.com, Tri Andr

0 0 14