PENGELOMPOKAN PENDERITA TUBERKULOSIS DALAM RUMAH TANGGA DI SURABAYA DENGAN METODE CART (CLASSIFICATION AND REGRESSION TREES) BAGGING
TUGAS AKHIR – SS141501
PENGELOMPOKAN PENDERITA TUBERKULOSIS
DALAM RUMAH TANGGA DI SURABAYA DENGAN METODE CART ( CLASSIFICATIONAND REGRESSION TREES) BAGGING
ADHEALA NATHASYA WISAKSONO NRP 1313 100 013 Dosen Pembimbing Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si PROGRAM STUDI SARJANA DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
H
FINAL PROJECT – SS141501
CLASSIFICATION OF TUBERCULOSIS PATIENTS
IN THE HOUSEHOLDS IN SURABAYA USING CLASSIFICATION AND REGRESSION TREES (CART) BAGGING ADHEALA NATHASYA WISAKSONO NRP 1313 100 013 Supervisor Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si UNDERGRADUATE PROGRAM DEPARTMENT OF STATISTICS FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY Halanam JUdul
TUGAS AKHIR – SS141501
PENGELOMPOKAN PENDERITA TUBERKULOSIS
DALAM RUMAH TANGGA DI SURABAYA DENGAN METODE CART ( CLASSIFICATIONAND REGRESSION TREES) BAGGING
ADHEALA NATHASYA WISAKSONO NRP 1313 100 013 Dosen Pembimbing Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si PROGRAM STUDI SARJANA DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
ABSTRAK
PENGELOMPOKAN PENDERITA TUBERKULOSIS
DALAM RUMAH TANGGA DI SURABAYA DENGAN
METODE CART (CLASSIFICATION AND REGRESSION
TREES) BAGGING
Nama Mahasiswa : Adheala Nathasya Wisaksono
NRP : 1313 100 013 Departemen : Statistika FMIPA-ITS Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si. Dosen Pembimbing : AbstrakTuberkulosis di Indonesia merupakan penyebab kematian
utama ketiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan.
Angka kejadian tuberkulosis di Jawa Timur mencapai 44.086
kasus pada tahun 2015 dengan Surabaya sebagai daerah dengan
kasus tertinggi tuberkulosis di Jawa Timur. Setidaknya 10%
kasus tuberkulosis terjadi di Surabaya dengan 2.330 kasus BTA
Positif dan 2.409 kasus BTA Negatif. Tuberkulosis dikelompokkan
menjadi dua kategori berdasarkan hasil pemeriksaaan dahak
yaitu BTA Positif dan BTA Negatif di mana risiko penularan BTA
Positif lebih tinggi daripada risiko penularan BTA Negatif.
Metode yang sesuai dalam pengelompokan kasus tuberkulosis
adalah CART (Classification and Regression Trees) dan bagging
karena mampu menggambarkan karakteristik penderita BTA
Positif dan BTA Negatif dalam rumah tangga. Hasil penelitian ini
yaitu ketepatan klasifikasi analisis CART pada data testing
sebesar 76% dan penggunaan bagging tidak memberikan
peningkatan ketepatan klasifikasi. Sedangkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis adalah penghasilan
KRT per bulan, tempat pembuangan air limbah, tingkat
pendidikan KRT, sumber air bersih yang digunakan dan status
gizi.
Kata kunci :Bagging, CART, ketepatan klasifikasi, tuberkulosis
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
ABSTRACT
CLASSIFICATION OF TUBERCULOSIS PATIENTS IN
THE HOUSEHOLDS IN SURABAYA USING
CLASSIFICATION AND REGRESSION TREES (CART)
BAGGING
Name : Adheala Nathasya Wisaksono NRP : 1313 100 013 Department : Statistics Supervisor : Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si. Abstract Tuberculosis in Indonesia is third main cause of death after
heart disease and respiratory disorder. In East Java, there were
44.086 cases of tuberculosis in 2015 while 10% of this cases
happened in Surabaya which made Surabaya as the biggest area
with tuberculosis in East Java. About 2.330 cases of BTA Positive
and 2.409 cases of BTA Negative happened in Surabaya by 2015.
Tuberculosis is classified into two different categories based on
the result of mucus inspection which is BTA Positive and BTA
Negative where the transmission risk of BTA Positive is bigger
than BTA Negative. The use of CART (Classification and
Regression Trees) and bagging is expected to be able to define
the characteristics of each category. The result of this research
are the accuracy of CART in data testing is 76% and the use of
bagging in CART doesn’t give the increase of the accuracy. While
the influential factors are income of the household’s head, the
disposal wastage place, education of the household’s head,
source of clean water and nutrition status.Keywords : Accuracy, bagging, CART, tuberculosis
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tak pernah henti diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul
“Pengelompokan Penderita Tuberkulosis dalam Rumah
Tangga di Surabaya dengan Metode CART ( Classification
and Regression Trees) Bagging ”
dengan baik dan tepat waktu. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Bambang Widjanarko O, S.Si, M.Si selaku pembimbing dan Ibu Ir. Sri Pingit Wulandari, M.Si selaku pembimbing tidak resmi yang telah sabar dan memberikan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Ibu Santi Wulan Purnami, M.Si., Ph.D, Bapak Dr. Sutikno, M.Si dan Bapak Muhammad Mashuri, M.T selaku dosen penguji atas segala kritikan dan saran yang sangat membangun.
3.
(Alm.) Papa Wisaksono, Mama Siti Nurhasanah, seluruh keluarga besar serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam pembuatan laporan Tugas Akhir ini, besar harapan bagi penulis untuk dapat menerima saran dan kritik yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
Surabaya, Juli 2017 Penulis
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
2.2.1 Pembentukan Pohon Klasifikasi .......................... 17
3.3 Variabel Penelitian ........................................................ 32
3.2 Kerangka Konsep Penelitian ......................................... 31
3.1 Sumber Data .................................................................. 31
BAB III METODE PENELITIAN
2.6 Ketepatan Klasifikasi ..................................................... 29
2.5 Ilustrasi Bagging untuk Pohon Klasifikasi ....................... 28
2.4 Bootstrap Aggregating (Bagging) .................................... 27
2.3 Ilustrasi CART dengan Pemilihan Pemilah Indeks Gini ... 23
2.2.3 Penentuan Pohon Klasifikasi Optimal .................. 21
2.2.2 Pemangkasan Pohon Klasifikasi ......................... 20
2.2 Classification and Regression Trees (CART) ............... 14
Halaman
2.1 Tuberkulosis .................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.5 Batasan Masalah ............................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................... 6
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 5
1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
DAFTAR GAMBAR ................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... xv
HALAMAN JUDUL ................................................................. i
TITLE PAGE ............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... vABSTRAK ................................................................................. vii
ABSTRACT ............................................................................... ix
KATA PENGANTAR .............................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................. xiii
DAFTAR TABEL3.4 Langkah Analisis Penelitian .......................................... 35
3.5 Diagram Alir Penelitian ................................................. 35
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Deskriptif Kejadian Tuberkulosis di Surabaya ........................................................................ 37
4.2 Analisis CART untuk Klasifikasi Kejadian Tuberkulosis di Surabaya .............................................. 47
4.2.1 Kemungkinan Pemilah untuk Setiap Variabel Prediktor .............................................................. 47
4.2.2 Pembentukan Pohon Klasifikasi Maksimal ......... 49
4.2.3 Pemangkasan (Pruning) Pohon Klasifikasi Maksimal ............................................................. 52
4.2.4 Pemilihan Pohon Klasifikasi Optimal ................. 54
4.2.5 Ketepatan Klasifikasi Analisis CART Penderita Tuberkulosis dalam Rumah Tangga di Surabaya 59
4.3 Analisis CART Bagging untuk Klasifikasi Penderita Tuberkulosis dalam Rumah Tanggga di Surabaya ........ 61
4.4 Perbandingan Ketepatan Klasifikasi Analisis CART dan CART Bagging ....................................................... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................... 69
5.2 Saran .............................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 73
LAMPIRAN .............................................................................. 77
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.5 Perbandingan Penghasilan KRT per BulanGambar 4.12 Perbandingan Kepadatan Hunian RumahPerbandingan Tempat Pembuangan Air Limbah dari Kamar Mandi/Tempat Cuci/Dapur Berdasarkan Masing-Masing Kategori ............................................................. 46
Gambar 4.11
Perbandingan Sumber Air Bersih Berdasarkan Masing-Masing Kategori .............. 45
Gambar 4.10
Perbandingan Kepemilikan Toilet/ WC/ Jamban Berdasarkan Masing-Masing Kategori ............................................................. 44
Gambar 4.9
Masing-Masing Kategori ................................... 43
Gambar 4.8 Perbandingan Status Gizi BerdasarkanBerdasarkan Masing-Masing Kategori .............. 42
Gambar 4.7 Perbandingan Kebiasaan MerokokPerbandingan Riwayat Penyakit Berdasarkan Masing-Masing Kategori ................................... 42
Gambar 4.6
Berdasarkan Masing-Masing Kategori .............. 41
Masing-Masing Kategori ................................... 40
Halaman
Gambar 4.4 Perbandingan Jenis Kelamin BerdasarkanPerbandingan Tingkat Pendidikan KRT Berdasarkan Masing-Masing Kategori .............. 39
Gambar 4.3
Berdasarkan Masing-Masing Kategori .............. 38
Gambar 4.2 Perbandingan Jumlah Anggota KeluargaMasing-masing Kategori .................................... 37
Gambar 4.1 Jumlah Kejadian Tuberkulosis BerdasarkanDiagram Alir Penelitian ..................................... 36
Kerangka Konsep Penelitian ................................ 32 Gambar 3.2
Gambar 2.3 Ilustrasi Bagging pada Pohon Klasifikasi .......... 29 Gambar 3.1Ilustrasi Pohon Klasifikasi ................................. 27
Gambar 2.2
Gambaran Struktur Pohon Klasifikasi ............... 16
Gambar 2.1
Berdasarkan Masing-Masing Kategori .............. 46
Gambar 4.13
Pemilah Pohon Klasifikasi Maksimal ................ 51
Gambar 4.15 Topologi Pohon Klasifikasi Optimal ................. 55DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Variabel Penelitian Ilustrasi CART....................... 24 Tabel 2.2Sampel Pengamatan Ilustrasi CART ..................... 24
Tabel 2.3 Proporsi Pengamatan Variabel Respon ................. 25Tabel 2.4 Perhitungan Goodness of Split Variabel X .......... 251 Tabel 2.5
Perhitungan Goodness of Split Variabel X
2 .......... 26
Tabel 2.6 Perbandingan Goodness of Split Variabel X dan1 X .......................................................................... 25
2 Tabel 3.1
Variabel Penelitian ................................................ 33
Tabel 4.1 Banyaknya Kemungkinan Pemilah VariabelPrediktor ................................................................ 48
Tabel 4.2
Variabel Terpenting dari Pohon Klasifikasi Maksimal ................................................................49
Tabel 4.3
Urutan Pembentukan Pohon Klasifikasi (Tree
Sequence) ...............................................................53
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Cost Complexity Measure .........53 Tabel 4.5Hasil Perhitungan Cost Complexity Measure
(CV) ........................................................................54
Tabel 4.6 Pelabelan Kelas Simpul Terminal ..........................57 Tabel 4.7Hasil Klasifikasi Analisis CART untuk Data
Training ..................................................................60
Tabel 4.8 Hasil Klasifikasi Analisis CART untuk DataTesting ....................................................................61
Tabel 4.9 Hasil Klasifikasi Analisis CART Bagging untukData Training Replikasi 10 dan 25 ........................62
Tabel 4.10
Hasil Klasifikasi Analisis CART Bagging untuk Data Training Replikasi 50 ....................................63
Tabel 4.11 Hasil Klasifikasi Analisis CART Bagging untukData Training Replikasi 100, 125, dan 150 ...........64
Tabel 4.12 Hasil Klasifikasi Analisis CART Bagging untukData Testing Replikasi 10 dan 25 ...........................65
Tabel 4.13
Hasil Klasifikasi Analisis CART Bagging untuk Data Testing Replikasi 50 ......................................66
Tabel 4.14
Hasil Klasifikasi Analisis CART Bagging untuk Data Testing Replikasi 100, 125, dan 150 ............. 67
Tabel 4.15 Nilai 1-APER Analisis CART dan Analisis CARTBagging Penderita Tuberkulosis dalam Rumah
Tangga di Surabaya ............................................... 68
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
HalamanLampiran A
Data Pengamatan Kejadian Tuberkulosis ......... 77
Lampiran B
Statistik Deskriptif Variabel Prediktor ............... 78
Lampiran C Output Pohon Klasifikasi Cross-Validation 10-Fold ............................................................... 81
Lampiran D
Output Missclasification .................................... 83
Lampiran E Akurasi Hasil Klasifikasi Analisis CART ......... 83 Lampiran F
Informasi Simpul Terminal Pohon Klasifikasi Optimal .............................................................. 84
Lampiran G Akurasi Hasil Klasifikasi Analisis CART Bagging .............................................................. 94
Lampiran H Surat Keterangan Penelitian ............................... 101
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kesadaran akan kesehatan oleh masyarakat saat ini sudah semakin tinggi (Goldberg, 1994). Namun meningkatnya kesadaran ini menjadi tidak berarti seiring dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit menular dan penyakit tidak menular di Indonesia. Menurut Mohammad Ali Toha Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, jumlah penyakit tidak menular di Indonesia naik, tetapi penyakit menular juga tetap permasalahan yang besar (Bimantara, 2016). Lebih lanjut, salah satu penyakit yang saat ini menjadi fenomena besar di Indonesia adalah tuberkulosis (TB).
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Biasanya penyakit ini menyerang organ paru manusia. Namun terdapat pula beberapa kasus lain di mana tuberkulosis menyerang organ selain paru. Berdasarkan hasil survei terbaru, Indonesia menempati negara terbanyak kedua penderita tuberkulosis di dunia setelah India (Bimantara, 2016). Kasus kejadian tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2016 sudah mencapai 1 juta kasus per tahun atau mencapai persentase 10% dari seluruh kasus di dunia. Menurut Departemen Kesehatan RI, 95% penderita tuberkulosis paru berada di negara berkembang (Rusnoto, Rahmaatullah, & Udiono, 2008). Sekitar 75% penderita tuberkulosis adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomi (15-50 tahun) dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Tuberkulosis di Indonesia merupakan penyebab kematian utama ketiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan (Rusnoto
et al, 2008). Risiko penularan tuberkulosis di Indonesia dianggap
cukup tinggi dan bervariasi pada angka 1-2% setiap tahunnya.Angka kejadian tuberkulosis di Jawa Timur pada tahun 2014 mencapai 43.725 kasus (Nurhartanto, 2014). Pada tahun 2015, kejadian tuberkulosis di Jawa Timur mencapai 44.086 kasus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016) dengan 4.739 kasus tuberkulosis terjadi di Surabaya. Angka ini menempatkan Surabaya sebagai daerah dengan angka tuberkulosis tertinggi di Jawa Timur. Setidaknya terdapat 2.330 kasus BTA Positif dan 2.409 kasus BTA Negatif di Surabaya pada tahun 2015 (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2015).Tingginya kejadian tuberkulosis di Surabaya menurut Harsono selaku kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur disebabkan oleh padatnya kota Surabaya dan banyaknya lingkungan yang tidak sehat (Anwar, 2016). Kepadatan dan lingkungan yang tidak sehat menyebabkan penyebaran bakteri tuberkulosis menjadi lebih mudah. Dalam artikel lain dikatakan pula oleh Harsono bahwa gaya hidup dan kondisi lingkungan tidak sehat serta kurangnya ventilasi udara dan caayamatahari ke dalam rumah, ruangan, atau rumah dalam kondisi lembab, serta sanitasi yang kurang baik menjadi penyebab tuberkulosis berkembang (Hastareksa, 2016). Selain itu, tingginya kasus tuberkulosis disebabkan rendahnya pencegahan yang dilakukan masyarakat dan tidak adanya kecenderungan untuk berobat ketika sakit (Hastareksa, 2016).
Faktor lainnya yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menderita tuberkulosis paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya disebabkan gizi buruk atau HIV/AIDS. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menderita tuberkulosis paru seperti adanya sumber penularan, riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru, tingkat sosial ekonomi, tingkat paparan, virulensi basil, daya tahan tubuh rendah berkaitan dengan genetik, keadaan gizi, usia, nutrisi, hingga imunisasi (Amir & Alsegaf, 1989). Keadaan rumah yang meliputi suhu dalam rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, kepadatan penghuni, lingkungan sekitar rumah, dan pekerjaan juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menderita tuberkulosis paru (Amir & Alsegaf, 1989).
Bentuk gejala yang ditunjukkan penderita tuberkulosis cukup beragam. Gejala umum yang sering ditemui yaitu batuk- batuk yang bisa menjadi batuk berdahak dan berlangsung selama 21 hari atau lebih, batuk mengeluarkan darah, dada yang terasa sakit saat bernafas atau batuk, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, demam dan menggigil, berkeringat secara berlebihan pada malam hari, dan kelelahan. Namun, tidak semua bakteri tuberkulosis menyebabkan penderitanya menunjukkan gejala- gejala tersebut. Kasus di mana bakteri tuberkulosis bersembunyi dan aktif pada suatu hari disebut tuberkulosis laten dan sekitar sepertiga penduduk dunia mengidap tuberkulosis laten.
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi bakteri tahan asam terhadap obat antibiotik. Pengobatan tuberkulosis dilakukan melalui pemberian antibiotik yang harus dihabiskan oleh penderita tuberkulosis dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan resep dokter. Jenis antibiotik yang biasa digunakan untuk pengobatan tuberkulosis paru yaitu isoniazid,
rifampicin, pyrazinamide dan ethambutol (Manalu, 2010).
Pemberian jenis obat ini pada beberapa penderita tidak menyebabkan efek samping. Namun pada beberapa penderita lainnya ditemui efek samping seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan, sakit kuning, urin berwarna gelap, serta gatal-gatal pada kulit (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Masa penyembuhan tuberkulosis berbeda-beda untuk setiap penderita. Tergantung kondisi kesehatan serta tingkat keparahan tuberkulosis yang diderita. Umumnya, kondisi penderita akan membaik dan tuberkulosis berhenti menular setelah penderita mengonsumsi antiobiotik selama dua minggu. Untuk memastikan kesembuhan total penderita tuberkulosis perlu mengonsumsi antibiotik selama 6 bulan. Jika konsumsi obat dihentikan sebelum waktu yang dianjurkan, bakteri tuberkulosis tidak bisa hilang meski penderita sudah merasa kondisinya lebih baik. Penelitian mengenai tuberkulosis sudah banyak dilakukan oleh peneliti kesehatan dan peneliti di bidang lainnya. Dalam penelitian berjudul Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin, dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Noongan dikatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dan kejadian tuberkulosis paru pada pasien rawat jalan RSUD Noongan dan tidak terdapat hubungan antara umur dan kejadian tuberkulosis paru serta antara kepadatan hunian dan kejadian tuberkulosis paru (Korua, Kapantow, & Kawatu, 2015). Sedangkan dalam penelitian yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya dikatakan bahwa berbagai faktor seperti kebiasaan tidak menutup mulut saat batuk, status gizi, jenis kelamin, usia, faktor sosial ekonomi, pengobatan, hingga pengetahuan tentang tuberkulosis paru berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru (Manalu, 2010).
Tuberkulosis mudah menular melalui percik dahak penderitanya. Risiko penularan yang diberikan penderita tuberkulosis BTA Positif lebih besar dibandingkan dengan risiko penularan yang diberikan oleh penderita BTA Negatif (Gultom & Yahya, 2013). Ukuran yang digunakan untuk mengetahui risiko penularan tuberkulosis setiap tahun adalah ARTI (Annual Risk of
Tuberculosis Infection). ARTI merupakan proporsi penduduk
berisiko terinfeksi tuberkulosis selama satu tahun. Risiko penularan tuberkulosis di Indonesia mencapai 1-2% per tahun (Rusnoto et al, 2008). ARTI 1% berarti 10 orang dari 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Adanya perbedaan risiko penularan tuberkulosis BTA Positif dan BTA Negatif dirasa perlu dilakukan pengelompokan untuk mengetahui karakteristik penderita BTA Positif dan BTA Negatif penderita tuberkulosis dalam rumah tangga khususnya di Surabaya karena Surabaya merupakan daerah dengan kasus tuberkulosis tertinggi di Jawa Timur.
Untuk melakukan pengelompokan pada penderita tuberkulosis dalam rumah tangga di Surabaya diperlukan suatu metode yang mampu mengatasi adanya dugaan hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis. Metode pengelompokan atau klasifikasi yang akan digunakan yaitu CART (Classification and Regression Trees) dengan menggunakan pendekatan Bagging (Bootstrap Aggregating). Penggunaan pendekatan bagging dilakukan untuk meningkatkan akurasi klasifikasi yang dihasilkan metode CART.
Metode CART (Classification and Regression Trees) merupakan metode yang menggunakan teknik pohon keputusan. Metode ini dikembangkan oleh Leo Breiman, Jerome H. Friedman, Richard A. Olshen dan Charles J. Stone pada sekitar tahun 1980-an. CART merupakan metodologi statistik nonparametrik yang dikembangkan untuk topik klasifikasi, baik untuk variabel dengan respon kategorik maupun kontinu (Breiman, Friedman, Olshen, & Stone, 1984). Metode ini merupakan metode yang dapat diterapkan pada data dengan ukuran obyek dan variabel yang besar (Breiman et al, 1984). CART menghasilkan pohon regresi ketika variabel respon yang digunakan merupakan variabel kontinu. Sedangkan jika variabel respon yang digunakan merupakan variabel kategorik maka akan dihasilkan pohon klasifikasi.
Pohon klasifikasi yang dihasilkan CART cenderung tidak stabil dan mempengaruhi hasil klasifikasi. Untuk mengatasi ketidakstabilan ini digunakan pendekatan bagging (bootstrap
aggregating) yang dikembangkan oleh Breiman. Bagging
merupakan pendekatan yang dapat diterapkan untuk membantu meningkatkan stabilitas dan kekuatan prediksi pada metode klasifikasi dan metode regresi (Breiman, 1996). Sehingga hasil klasifikasi dan prediksi yang dihasilkan lebih baik.
Penelitian yang menggunakan metode CART (Classification and Regression Trees) dengan pendekatan
bagging (bootstrap aggregating) sudah banyak dilakukan untuk
meneliti berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Dalam penelitian yang berjudul Bagging Classification Trees Untuk Prediksi Risiko Preeklampsia (Studi Kasus: Ibu Hamil Kategori Penerima Jampersal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta) diperoleh hasil penelitian yaitu metode bagging classification trees dapat diterapkan untuk mengklasifikasikan ibu hamil dengan risiko preeklampsia atau tidak dan pengklasifikasian dengan metode ini menunjukkan ketepatan klasifikasi sebesar 86% (Mukid, Wuryandari, Ratnaningrum, & Rahayu, 2015). Sedangkan dalam penelitian yang berjudul Bagging CART pada Klasifikasi Anak Putus Sekolah dikatakan bahwa status kelangsungan pendidikan anak usia wajib belajar dipengaruhi umur anak, status bekerja anak, pengeluaran rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan jenis kelamin anak. Penerapan teknik bagging pada CART menghasilkan ketepatan klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan algoritma CART (Otok & Sumarmi, 2009). Sejauh ini banyak penelitian CART Bagging yang memberikan hasil bahwa bagging dapat meningkatkan akurasi pohon klasifikasi yang dihasilkan CART menggunakan beberapa jenis replikasi. Namun, dalam penelitian yang dilakukan Breiman (1996), bagging tidak selalu meningkatkan akurasi pohon klasifikasi dan pohon regresi yang dihasilkan CART.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pengelompokan penderita tuberkulosis dalam rumah tangga di Kota Surabaya dengan menggunakan metode CART Bagging.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimana karakteristik faktor-faktor penyebab terjadinya tuberkulosis serta pengelompokan penderita tuberkulosis dalam rumah tangga di Surabaya dengan menggunakan metode CART (Classification and Regression Trees) Bagging (Bootstrap Aggregating).
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik faktor-faktor penyebab terjadinya tuberkulosis. Selain itu, ingin diketahui pengelompokan penderita tuberkulosis dalam rumah tangga di Surabaya dengan metode CART (Classification and Regression Trees) Bagging (Bootstrap
Aggregating). Selain itu, hasil pengelompokan terhadap kejadian
tuberkulosis di Surabaya diharapkan mampu membantu pemerintah dalam mengatasi kejadian tuberkulosis di Surabaya.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan terkait metode CART (Classification and Regression Trees) Bagging (Bootstrap
Aggregating). Selain itu, diharapkan pula mampu membantu
pemerintah Kota Surabaya dalam menangani kasus tuberkulosis di Surabaya.
1.5 Batasan Masalah
Batasan yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu data yang digunakan adalah data penderita tuberkulosis tahun 2016 di Surabaya di mana data hanya diambil di 4 wilayah di Surabaya. Cakupan pengambilan data pada penelitian ini yaitu wilayah Surabaya Pusat, Surabaya Timur, Surabaya Barat dan Surabaya Selatan.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis di Indonesia merupakan penyebab kematian utama ketiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan (Rusnoto et al, 2008). Risiko penularan tuberkulosis di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi pada angka 1-2% setiap ta- hunnya. Berdasarkan hasil survei terbaru, Indonesia menempati negara terbanyak kedua penderita tuberkulosis di dunia setelah India (Bimantara, 2016). Kasus kejadian tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2016 sudah mencapai 1 juta kasus per tahun atau mencapai persentase 10% dari seluruh kasus di dunia. Menurut Departemen Kesehatan RI, 95% penderita tuberkulosis paru be- rada di negara berkembang (Rusnoto et al, 2008). Sekitar 75% penderita tuberkulosis adalah kelompok usia yang paling produk- tif secara ekonomi (15-50 tahun) dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bak- teri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuber-
culosis pertama kali diperkenalkan oleh Robert Koch di Berlin,
Jerman pada 24 Maret 1882 (Muniroh, Aisah, & Mifbakhuddin, 2013). Bakteri tuberkulosis berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Penyakit ini menyerang organ tubuh manusia seperti paru dan organ tubuh lainnya sehingga tuberkulosis diklasifikasikan men- jadi tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru (Departemen Kesehatan RI, 2009). Tuberkulosis ekstra paru menyerang organ tubuh lain seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardi-
um), kelenjar lymfe, tulang, persendian kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin dan lain-lain.Selain diklasifikasikan berdasarkan organ yang diserang bak- teri tuberkulosis, penyakit ini juga diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan dahak. Menurut hasil pemeriksaan dahak, tu- berkulosis dibedakan menjadi dua kategori (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006), yaitu: 1.
Tuberkulosis BTA Positif Ciri-ciri penderita tuberkulosis BTA Positif yaitu: a.
Minimal 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA Positif b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan
BTA Positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA Positif dan terdapat perkembangbiakkan Myco- bacterium tuberculosis.
2. Tuberkulosis BTA Negatif
Ciri-ciri penderita tuberkulosis BTA Negatif yaitu: a.
Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis, dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
b.
Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan BTA Negatif dan terdapat perkembangbiakkan Mycobacte- rium tuberculosis.
Penularan tuberkulosis seringkali terjadi melalui udara. Da- lam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis yang diterbit- kan oleh Kementerian Kesehatan RI penularan tuberkulosis dibedakan menjadi empat cara (Kementerian Kesehatan RI, 2014), yaitu: 1.
Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis BTA Positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan BTA Negatif tidak mengandung kuman da- lam dahaknya.
2. Sumber penularan tuberkulosis juga dapat berasal dari percikan dahak pasien tuberkulosis BTA Negatif. Tingkat penularan pasien tuberkulosis BTA Positif adalah 65% se- dangkan tingkat penularan pasien tuberkulosis negatif dengan kultur positif mencapai 26% dan tingkat pasien tu- berkulosis negatif dengan kultur negatif dan foto toraks posi- tif adalah 17%.
3. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius terse- but.
4. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak.
Menurut Hiswani (2009) beberapa faktor yang memengaruhi kejadian tuberkulosis yaitu faktor sosial ekonomi, status gizi, usia, dan jenis kelamin. Sedangkan menurut Fatimah (2008), faktor demografi dan lingkungan juga memengaruhi kejadian tu- berkulosis. Widyasari (2011) menambahkan bahwa riwayat pen- yakit yang pernah diderita turut mempengaruhi kejadian tuberku- losis. Pola perilaku penderita tuberkulosis menurut Notoadmojo (2005) mempengaruhi kejadian tuberkulosis dan pendidikan menurut penelitian yang dilakukan Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (2002) juga memengaruhi kejadian tu- berkulosis. Selanjutnya dalam penelitian ini digunakan gabungan faktor-faktor yang telah diteliti sebelumnya. Berikut merupakan uraian faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis.
1. Demografi Demografi dijelaskan sebagai ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik tentang besar, komposisi, dan distribusi penduduk serta perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi, yaitu kelahiran, kematian, perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial (Bogue, 1969). Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Fatimah (2008) menunjukkan bahwa faktor demografi yang mempengaruhi ter- jadinya tuberkulosis adalah umur, jenis kelamin, dan kondisi so- sial. Berdasarkan usia, penyakit tuberkulosis dapat menyerang siapa saja terutama penduduk usia produktif (15-50 tahun) (Departemen Kesehatan RI, 2009). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014), 75% penderita tuberkulosis berusia 15-50 tahun. Jika ditinjau dari jenis kelaminnya, penyakit tuberkulosis lebih banyak menyerang laki-laki daripada perempuan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan merokok yang lebih banyak dilakukan laki-laki daripada perempuan. Kebiasaan merokok dapat mening- katkan risiko infeksi tuberkulosis pada pria sebanyak 2,2 kali (Kesehatan Masyarakat, 2011).
2. Lingkungan Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit tuberkulosis yaitu faktor kesehatan lingkungan rumah dan sanitasi dasar seperti pencahayaan, ventilasi dan jenis dinding di rumah (Fatimah, 2008). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mendefinisikan rumah sehat sebagai bangunan rumah yang me- menuhi syarat kesehatan seperti ketersediaan jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang me- menuhi syarat dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2013). Kepadatan hunian rumah yang memenuhi syarat diatur dalam KEPMENKES RI NO. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan yang berbunyi rumah dikatakan tidak padat
2 penghuninya bila luas lantai kamar tidur ≥8m /orang.
3. Status gizi Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk penyakit tuberkulosis (Hiswani, 2009). Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin baik pada orang de- wasa maupun anak-anak (Hiswani, 2009). Gizi yang seimbang berpengaruh terhadap ketahanan tubuh seseorang terutama dalam menghadapi serangan penyakit. Penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri semakin mudah menyerang calon pen- derita dengan ketahanan tubuh yang rendah.
Menurut Supariasa (2002), status gizi merupakan ekspresi dai keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan malnutrisi dalam bentuk variabel tertentu. Selanjut- nya status gizi dibedakan menjadi dua yaitu status gizi normal dan malnutrisi yang mewakili keadaan kelebihan dan kekurangan gizi. Status gizi normal merupakan keadaan tubuh yang menc- erminkan keseimbangan antara konsumsi dan penggunaan gizi oleh tubuh. Sedangkan malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi (Supariasa, 2002).
4. Riwayat Penyakit Penyerta Tuberkulosis Tidak jauh berbeda dengan status gizi, riwayat penyakit yang pernah diderita turut mempengaruhi penyebab terjadinya tuberku- losis. Adanya riwayat penyakit yang pernah diderita meningkat- kan risiko seseorang menderita tuberkulosis. Beberapa penyakit seperti diabetes mellitus (DM), HIV/AIDS, gagal ginjal, kanker, dan hepatitis akut merupakan penyakit yang dapat menyebabkan penyakit tuberkulosis. Dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat dikatakan bahwa penderita diabetes mellitus memiliki risiko 5 kali lebih besar terinfeksi tuberkulosis dibandingkan dengan orang tanpa riwayat penyakit diabetes mellitus (Widyasari, 2011).
5. Sosial Ekonomi Pendapatan merupakan salah satu indikator faktor sosial ekonomi seseorang. Pendapatan penting untuk menopang kebu- tuhan seseorang. Pendapatan yang tidak mencukupi bagi suatu rumah tangga menyebabkan kurangnya daya beli dalam me- memenuhi konsumsi rumah tangga khususnya konsumsi makanan sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada kesehatan ang- gota rumah tangga. Umumnya penderita tuberkulosis di dunia berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi lemah atau miskin (WHO, 2013). Rumah tangga miskin dalam indikator yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik Surabaya adalah ru- mah tangga dengan sumber penghasilan kepala rumah tangga di bawah Rp 600.000,00 per bulan (Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Surabaya, 2015).
Selain pendapatan, faktor sosial ekonomi lain yang juga mempengaruhi terjadinya tuberkulosis yaitu keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sani- tasi tempat kerja yang buruk (Hiswani, 2009). Rumah yang terlalu padat tidak mampu memberikan kualitas udara dan pencahayaan yang baik.
6. Pola Perilaku Penderita Tuberkulosis Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis yaitu pola perilaku penderita tuberkulosis. Seseorang yang mem- iliki perilaku positif terhadap kesehatan seperti mengkonsumsi makanan bergizi dan mencuci tangan sebelum makan maka kemungkinan besar orang tersebut lebih sehat (Notoadmojo, 2005). Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko ter- jadinya tuberkulosis adalah kebiasaan merokok, mengkonsumsi narkotika dan minuman keras.
7. Pendidikan Faktor lain yang secara tidak langsung memperngaruhi ter- jadinya tuberkulosis adalah pendidikan. Pendidikan merupakan usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhui dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu penge- tahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi (Yunus, 1993). Pendidikan mencerminkan pengetahuan dan perilaku seseorang. Sehingga diasumsikan orang dengan pen- didikan yang lebih tinggi memiliki pengetahuan yang lebih terkait dengan pola hidup sehat dan pengobatan mengenai suatu penya- kit. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan menambah penge- tahuan dan kesadaran mereka terutama di bidang kesehatan (Mazayudha & Mandakir, 2014). Namun, berdasarkan hasil penelitian, orang dengan pendidikan tinggi belum tentu mempu- nyai kesadaran yang lebih baik tentang penyakitnya dibandingkan orang dengan pendidikan rendah (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, 2012). Sehingga pengaruh faktor pen- didikan terhadap terjadinya tuberkulosis perlu diteliti lebih lanjut.