Analisis Sosiologi Sastra Novel Anak Bakumpai Terakhir Karya Yuni Nurmalia.
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA
NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR
KARYA YUNI NURMALIA
FATHUL KHAIRI
1101105002
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
i
SKRIPSI
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA
NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR
KARYA YUNI NURMALIA
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan
Budaya, Universitas Udayana untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh
Sarjana dalam Program Studi Sastra Indonesia
FATHUL KHAIRI
1101105002
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
:
Fathul Khairi
NIM
:
1101105002
Judul Skripsi :
Analisis Sosiologi Sastra novel Anak Bakumpai Terakhir karya
Yuni Nurmalia
Program Studi :
Sastra Indonesia
Fakultas
Sastra dan Budaya Universitas Udayana
:
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya
sendiri, bebas dari peniriuan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan
orang lain dirujuk sesuai dengan etika keilmuan dan teknik penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan
bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Denpasar, 17 Agustus 2015
Saya yang membuat peryataan,
Fathul Khairi
iii
Pembimbing I
:
Dr. Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum.
NIP. 196112311988031012
Pembimbing II
:
Dr. Drs. Ida Bagus Jelantik S.P., M.Hum.
NIP: 196107311989031002
v
ABSTRAK
Novel Anak Bakumpai Terakhir karya Yuni Nurmalia dipilih sebagai objek
penelitian karena beberapa alasan. Pertama, novel ABT memuat masalah-masalah
sosial masyarakat Kalimantan, khususnya suku Dayak. Kedua, novel ABT
mengisahkan keadaan alam Pulau Kalimantan yang hancur akibat industri
pertambangan. Ketiga, dari segi sosial pengarang novel ABT bukanlah penduduk asli
suku Dayak Bakumpai di Kalimantan. Pengarang mampu menggambarkan secara
jelas permasalahan sosial di suku Dayak Bakumpai.
Masalah yang dibahas ialah struktur dan aspek sosial suku Dayak yang
terdapat di dalam novel ABT. Teori yang digunakan dalam analisis ini, yaitu teori
struktur yang menekankan pada unsur tema, alur, penokohan, dan latar. Dilanjutkan
dengan teori sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan
penelaahan sesuai dengan teori Sapardi Djoko Damono. Metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah metode studi pustaka dengan teknik lanjutan
berupa teknik catat. Kemudian untuk menganalisis data digunakan metode deskripsi
analisis dengan cara mendeskripsikan fakta yang kemudian disusul dengan analisis.
Penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal yang disajikan dengan
kaidah atau hasil penelitian secara verbal (menggunakan kata-kata).
Alur dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap
akhir. Alur novel ABT menggunakan alur maju. Penokohan dibagi menjadi tokoh
utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama ialah Aruna, tokoh tambahan yaitu Kai,
Dayu, Samudera, Eliyana, dan Avara. Kemudian, latar dibedakan menjadi tiga, yaitu
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat di Pulau Kalimantan. Latar
waktu sekitar tahun 2000-an. Latar sosial menceritakan kehidupan masyarakat suku
Dayak Bakumpai.
Aspek sosial suku Dayak yang terungkap pada novel ABT, ialah masalah
moral yang baik dan buruk. Aspek kemasyarakatan membicarakan tentang hubungan
tokoh utama dengan keluarga, masyarakat, dan individu. Aspek pendidikan ada dua,
yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Aspek budaya membicarakan
masalah adat istiadat dan kebiasaan masyarakat. Aspek ekonomi mengungkapkan
masalah kemakmuran pada masyarakat suku Dayak Bakumpai.
Kata kunci : novel, struktur, sosiologi sastra, dan suku Dayak
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, atas limpahan rahmat dan
anugerah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Sosiologi Sastra
novel Anak Bakumpai Terakhiur karya Yuni Nurmalia” dapat diselesaikan pada
waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana
(S1), pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Sastra
Indonesia sekaligus sebagai pembimbing I dan Dr. Drs. Ida Bagus Jelantik
S.P, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya, serta
sabar memberikan bimbingan dan dorongan semangat selama penulisan
skripsi ini;
2) Prof. Dr. Luh Sutjiati Beratha, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan
Budaya Universitas Udayana, atas kesempatan, perhatian, dan fasilitas yang
telah diberikan kepada peneliti untuk menempuh pendidikan;
3) Drs. I Wayan Teguh, M.hum., selaku Sekretaris Program Studi Sastra
Indonesia, atas semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada peneliti;
4) Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., selaku pembimbing akademik yang
selalu memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti;
viii
5) Seluruh dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, khususnya
dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah memberikan motivasi serta
mendidik peneliti secara tulus dan ikhlas selama menempuh pendidikan;
6) Seluruh pegawai perpustakaan, dan akademik Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Udayana atas bantuan dan fasilitas yang telah diberikan;
7) Keluarga tercinta Bapak Mahrup, S.Pd.I. dan Ibu Hariatun, orang tua peneliti
yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada
peneliti selama menempuh perkuliahan hingga saat ini. Kepada kedua kakak
tercinta Afebri Harmayadi, S.pd. dan Nur’Azmi, S.pd. dorongan semangat
serta hiburan untuk menghilangkan kejenuhan dalam proses penulisan skripsi
ini;
8) Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2011, seperti: Lilik Yudiastari, Clara,
Opik tea, Mbah Edja, Kem, Baliwa, Rina, Dayu, Nova, Dewi (Ewhy Pucha),
Arianti, Lita, dan Revina yang telah banyak memberikan semangat dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga kenangan bersama selama menempuh
perkuliahan ini tidak terhapus dalam memori hidup peneliti serta kawankawan;
9) Teman-teman di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana yang telah
memberikan dukungan serta motivasi kepada peneliti, di antaranya: Meysita
Nastiti Putri, Ardini, Laili Ihsan, Lazio, Anche, Eman, Dodyc, Fredy, Itak,
Nanda, Remmy, Ganis, Riski, Putri, Ragil, Bejo, Fauzan, Agus, Gheril, Heri,
dan teman-teman yang tidak sempat peneliti tuliskan namanya.
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar,
Oktober 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDU .................................................................................................... i
PERSYARATAN GELAR ...................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv
LEMBAR PEMBIMBING ...................................................................................... v
PANITIA PENGUJI ............................................................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Khusus .................................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Praktis ................................................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Teoretis ............................................................................................... 5
1.5 Penelitian Sebelumnya ......................................................................................... 6
1.6 Landasan Teori ..................................................................................................... 6
1.6.1 Teori Struktur .................................................................................................... 6
1.6.2 Teori Sosiologi Sastra ....................................................................................... 8
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ............................................................................. 9
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 9
1.7.2 Metode dan Teknik Pengolahan Data ............................................................. 10
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Pengolahan Data ................................... 10
BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR
2.1 Analisis Struktur ................................................................................................ 12
2.1.1 Tema................................................................................................................ 13
2.1.2 Alur ................................................................................................................. 15
2.1.2.1 Tahap Awal .................................................................................................. 16
2.1.2.2 Tahap Tengah ............................................................................................... 17
2.1.2.3 Tahap Akhir ................................................................................................. 20
xi
2.1.3 Penokohan ....................................................................................................... 22
2.1.3.1 Tokoh Utama................................................................................................ 23
2.1.3.2 Tokoh Tambahan ......................................................................................... 26
1) Kai ........................................................................................................................ 26
2) Samudera ............................................................................................................. 28
3) Dayu ..................................................................................................................... 30
4) Eliyana ................................................................................................................. 32
5) Avara.................................................................................................................... 34
2.2.4 Latar ................................................................................................................ 35
2.2.4.1 Latar Tempat ................................................................................................ 35
2.2.4.2 Latar Waktu.................................................................................................. 37
2.2.4.3 Latar Sosial................................................................................................... 49
BAB III ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA NOVEL ANAK BAKUMPAI
TERAKHIR
3.1 Aspek Ekonomi .................................................................................................. 43
3.2 Aspek Moral ....................................................................................................... 46
3.3 Aspek Kemasyarakatan ...................................................................................... 51
3.4 Aspek Pendidikan .............................................................................................. 53
3.5 Aspek Budaya .................................................................................................... 59
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ............................................................................................................ 65
4.2 Saran ................................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Karya sastra dipandang sebagai gejala sosial, sebab pada umumnya langsung
berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada saat karya sastra tersebut
dibuat. Hasil olah pikiran pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan hadir
sebagai karya sastra di tengah masyarakat ditanggapi berbeda oleh pembaca.
Lahirnya tanggapan yang berbeda, berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman
pembaca dalam mengapresiasi karya sastra. Karya sastra tidak pernah lepas dari
kedudukan penulis dan pembaca. Hal ini disebabkan sastra merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari cara berpikir individual dan kognitif (Escarpit, 2005:03).
Karya sastra berkaitan dengan masalah kehidupan sosial masyarakat yang
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks, berupa kebiasaan hidup,
adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan cara berpikir. Hal tersebut
dapat dilihat pada suku Dayak di Kalimantan.
Suku Dayak dianggap penduduk asli Kalimantan. Istilah Dayak adalah
sebutan umum untuk orang-orang atau kelompok-kelompok etnis yang sebagian
besar non-Islam dan hidup di sepanjang sungai-sungai di Pulau Kalimantan, terutama
di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Di tempat kediaman mereka
membentang Sungai Barito. Di bagian barat ada Sungai Kapuas-Murung, Sungai
1
2
Kahayan, Sungai Katingan, dan Sungai Sampit. Sebagian besar mereka hidup
terpisah dari kampung-kampung Melayu-Muslim (Sjamsuddin, 2001:43)
Bakumpai adalah distrik utama dan terdiri atas sub-sub bagian,
seperti:
Balawang, Marabahan, Kuripan, Pamingir, Mengkatib, Patai, Siong, Dayu, Paku,
Karau. Beberapa titik garis di sebelah atas Sungai Barito menandai perbatasan daerah
Bakumpai, sementara garis batas melalui daerah-daerah rawa yang tidak dihuni, tidak
jelas. Penduduk Bakumpai tahun 1845 berjumlah 5.265 jiwa. Mereka tidak saja
tinggal di Marabahan, tetapi tersebar dengan keluarga-keluarga mereka, atau
berkumpul di desa-desa kecil sepanjang Sungai Barito dan cabang-cabang utamanya,
seperti: Pulau Petak, Sungai Patai, Sungai Dayu, Sungai Karau, Sungai Mantalat, dan
Sungai Teweh, bahkan sampai ke daerah Siang-Murung (Sjamsuddin, 2001:45-46).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi
Suku Bakumpai di Kalimantan berjumlah 20.609 jiwa yang terdistribusi pada
beberapa kabupaten dan kota di Kalimantan (id.m.wikipedia.org, diakses pada 16
Maret 2016).
Leluhur Suku Dayak yang berasal dari Bakumpai mulai memeluk agama
Islam kira-kira pada zaman pemerintahan Sultan Banjar ke VIII sebelum masa
Schwaner. Sejak itu, jumlah mereka yang memeluk agama Islam bertambah karena
orang-orang Dayak yang menjadi muslim bergabung dengan orang-orang Bakumpai
dan memberikan mereka anak-anak perempuan, dan laki-laki Bakumpai mengawini
perempuan-perempuan Dayak yang telah memeluk agama Islam (Sjamsuddin,
2001:47).
3
Salah satu karya sastra dalam khazanah sastra Indonesia modern yang
menceritakan latar sosial masyarakat suku Dayak di Kalimantan adalah novel Anak
Bakumpai Terakhir yang kemudian disingkat ABT. Novel ABT ini merupakan karya
pertama dari Yuni Nurmalia yang diterbitkan oleh Salsabila Pustaka Alkautsar
Jakarta Timur (tahun 2013 tebal 173 halaman) dengan 19 bagian. Ada beberapa
alasan novel ABT dijadikan objek penelitian sosiologi sastra. Pertama, novel ini
memuat masalah-masalah sosial yang terjadi pada masyarakat Kalimantan, khususnya
masyarakat suku Dayak yang hidup di pedalaman hutan Kalimantan. Kedua, novel ini
mengisahkan keadaan alam Pulau Kalimantan yang hancur akibat industri
pertambangan emas dan batu-bara yang membuang limbah beracun ke sungai secara
tidak bertanggung jawab dan mengakibatkan ekosistem rusak. Selain keadaan alam
yang terancam, keberadaan suku Dayak Bakumpai di pedalaman Pulau Kalimantan
populasinya juga terancam punah. Ketiga, dilihat dari segi sosial pengarang novel
ABT , pengarang bukanlah penduduk asli suku Dayak Bakumpai di Kalimantan.
Pengarang mampu menggambarkan secara jelas permasalahan sosial yang terjadi di
suku Dayak Bakumpai.
Novel ini menceritakan tentang seorang gadis keturunan asli suku Dayak
Bakumpai bernama Aruna yang berusaha menjaga kelestarian hutan Kalimantan.
Selain itu, ia juga diwasiatkan oleh kakeknya untuk menjaga eksistensi suku Dayak
Bakumpai dengan cara menikahi seorang pemuda yang memiliki darah keturunan
murni suku Dayak Bakumpai yang bernama Avara.
4
1.2
Rumusan Masalah
Novel ABT jika dibaca dan dipahami secara menyeluruh, menimbulkan
banyak permasalahan yang dapat dibahas. Berdasarkan latar belakang di atas dapat
dirumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Bagaimanakah struktur novel ABT yang meliputi: unsur tema, alur,
penokohan, dan latar karya Yuni Nurmalia?
2) Bagaimanakah aspek sosial Suku Dayak yang terungkap dalam novel ABT
karya Yuni Nurmalia?
1.3
Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang hendak dicapai oleh
peneliti. Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini dimaksudkan untuk menambah perbendaharan
penelitian sastra, khususnya sastra Indonesia. Selain itu, dimaksudkan pula untuk
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, khususnya karya sastra
dalam bentuk novel.
1.3.2. Tujuan Khusus
Penelitian ini disusun dengan maksud untuk menjawab permasalahan yang
berkaitan dengan gambaran sosial masyarakat suku Dayak Bakumpai pada novel
ABT. Adapun tujuan khusus sebagai berikut.
5
1) Untuk memperoleh gambaran tentang struktur novel ABT yang meliputi:
tema, alur, penokohan, dan latar.
2) Untuk mengetahui gambaran tentang aspek sosial suku Dayak yang
terkandung dalam novel ABT.
1.4
Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu manfaat praktis dan
manfaat teoretis. Selanjutnya, dijelaskan lebih lanjut mengenai kedua manfaat
tersebut.
1.4.1
Manfaat Praktis
Ada empat manfaat praktis dalam penelitian ini. Selanjutnya dijelaskan lebih
lanjut.
1) Untuk menambah wawasan peneliti sesuai dengan bidang ilmu yang
digelutinya.
2) Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra dalam bentuk
novel.
3) Membantu pembaca atau penikmat sastra dalam memahami ada tidaknya
gambaran sosial yang terdapat dalam novel ABT karya Yuni Nurmalia.
4) Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian
ini dengan pendekatan yang lain.
1.4.2
Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian dalam
bidang sastra, khususnya dalam kajian sosiologi sastra. Selain itu, dapat mengetahui
6
gambaran yang jelas mengenai struktur novel ABT dan aspek sosial suku Dayak yang
terkandung di dalamnya.
1.5
Penelitian Sebelumnya
Novel ABT karya Yuni Nurmalia belum pernah dijadikan sebagai bahan
penelitian dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Fakultas Sastra dan Budaya
khususnya Program Studi Sastra Indonesia Universitas Udayana. Berdasarkan
tinjauan melalui situs internet, novel ABT pernah dibicarakan dalam bentuk resensi
dan makalah.
Soelistijono dalam resensi yang berjudul “Terputusnya Generasi Dayak
Bakumpai”, sebuah kisah tragis dampak dari keserakahan manusia. Pemusnahan etnik
secara sistematis oleh kekuatan modal yang terjadi di Kalimantan.
Usma Nur Dian Rosydah dalam makalah yang berjudul “Ecological
Imperialsm dalam novel ABT karya Yuni Nurmalia”, membahas masalah krisis
ekologi yang dialami oleh suku asli dan tanah Kalimantan sebagai krisis yang masif
dan terjadi dalam kurun waktu yang singkat.
1.6
Landasan Teori
1.6.1 Teori Struktur
Analisis struktur penting bagi sebuah analisis karya sastra. Sebuah karya
sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya. Unsur tersebut saling mengisi
dan berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan makna. Tujuan analisis struktural
7
adalah membongkar, memaparkan secermat mungkin keterkaitan dalam keterjalinan
dari berbagai unsur yang secara bersama-sama hanya dapat dipahami dan dinilai
sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi urusan itu dalam keseluruhan
karya sastra (Pradopo, 1995:141).
Jean Peaget (dalam Endraswara, 2013:51) strukturalisme mengandung tiga hal
pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian-bagian
atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang
menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan
transformasi (transformation), struktur ini menyanggupi prosedur transformasi yang
terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan
keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar
dirinya untuk mempertahankan prosedur tarnformasinya, struktur itu otonom
terhadap rujukan sistem lain.
Analisis struktur karya sastra, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang
bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005:37). Struktur yang dibahas dalam penelitian ini
adalah tema, alur, penokohan, dan latar. Menurut Teeuw (1983:61), analisis struktur
karya yang ingin diteliti dari segi manapun juga merupakan prioritas, pekerjaan
pendahuluan, sebab karya sastra sebagai “dunia dalam kata” (Dresden, 1965)
mempunyai kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri.
Makna unsur-unsur karya hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuh-penuhnya atas
dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Jadi,
8
analisis struktur adalah tugas utama ataupun tujuan awal dalam penelitian karya
sastra.
Penelitian ini menggunakan teori stuktur Nurgiyantoro karena dalam
menganalisis struktur tidak hanya mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi,
misalnya: peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Hal yang lebih penting adalah
menunjukkan bagaimana hubungan antarunsurnya..
1.6.2
Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.
Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin
kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran
sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan jadi pemicu lahirnya
karya sastra. karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu mampu merefleksikan
zamannya (Endraswara, 2008:77).
Sosiologi sastra merupakan teori yang bertolak dari orientasi kepada semesta,
namun bisa juga bertolak kepada orientasi pengarang dan pembaca. Menurut teori
sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana
karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan mencakup arti yang luas, yakni
segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Menurut Damono (2013:2) pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan.
Sesuai dengan pendekatan yang dikemukakan oleh Damono (2013:3), maka
ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologi sastra. Pertama, pendekatan
9
yang menganggap bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis. Kedua,
pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Damono
(2013:11) lebih lanjut menjelaskan bahwa pendekatan sosiologi sastra yang paling
banyak dilakukan menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, landasannya
adalah gagasan bahwa sastra merupakan cermin zamannya. Maksud dari cermin
zamannya ialah karya sastra merupakan cermin berbagai segi struktural sosial,
hubungan kekeluargaan, dan pertentangan kelas. Dalam hal ini, sosiologi sastra
menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh dalam khayalan dan situasi ciptaan
pengarang dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya.
Teori yang digunakan untuk menganalisis novel ABT adalah teori sosiologi
sastra menurut Sapardi Djoko Damono karena novel ABT relevan apabila dianalisis
menggunakan teori sosiologi sastra. Analisis novel ABT menekankan pada telaah
yang mengutamakan teks untuk mengetahui struktur dan gejala sosial yang terdapat
di dalamnya.
1.7
Metode dan Teknik Penelitian
Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, sedangkan methodos berasal
dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah,
sedangkan hodos berarti ‘jalan’, ‘cara’, ‘arah’. Dalam pengertian yang lebih luas
metode dianggap sebagai cara-cara, strategi, untuk memahami realitas, langkahlangkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna,
2009:34).
10
1.7.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam tahapan pengumpulan data adalah metode
studi kepustakaan dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat atau tulis. Sumber
tertulis terdiri atas sumber buku, majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi, dan
dokumen resmi (Moleong, 1990:113)
Data utama dalam analisis ini adalah novel ABT, dan sebagai objek dibaca
secara intensif dan berulang-ulang, kemudian dicatat data-data yang penting. Datadata sebagai penunjang analisis diperoleh dari buku-buku teori.
1.7.2
Metode dan Teknik Pengolahan Data
Dalam tahapan ini metode yang digunakan adalah metode formal dan metode
deskriptif analisis. Metode formal adalah metode yang digunakan dalam analisis
dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsurunsur karya sastra (Ratna, 2009:49). Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis yang dapat
dipertanggungjawabkan. Metode deskriptif tidak semata-mata hanya menguraikan,
melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya mengenai data
yang ada (Ratna, 2009:53). Data dianalisis menggunakan teknik simak dan catat.
Teknik simakdan catat merupakan lanjutan dari teknik membaca sebagai
pengembangan terhadap pemahaman yang didapatkan dari proses membaca.
11
1.7.3
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Pengolahan Data
Pada tahapan ini digunakan metode deskripsi, yakni dengan mendeskripsikan
hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Kemudian, secara teknik disusun ke
dalam format penelitian berupa skripsi dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam
ilmiah.
Penyajian hasil pengolahan data menggunakan sistematika sebagai berikut.
Bab I berisi pendahualan yang merupakan rancangan penelitian yang akan
dilaksanakan. Adapun pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian sebelumnya, landasan teori, dan
metode dan teknik analisis data. Bab II berisi analisis strukturalisme novel ABT.
Analisis strukturalisme terdiri atas tema, alur, penokohan, dan latar. Bab III berisi
analisis aspek sosial suku Dayak Bakumpai. Bab IV merupakan penutup yang berisi
simpulan dan saran.
BAB II
ANALISIS STRUKTUR NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR KARYA
YUNI NURMALIA
2.1 Analisis Struktur
Analisis struktur merupakan langkah awal dalam analisis karya sastra sebelum
membahas analisis selanjutnya. Analisis tersebut bertujuan untuk menjelaskan unsurunsur yang ada dalam karya sastra. Analsisis struktur karya sastra, dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan
antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana keadaan peristiwaperistiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain
(Nurgiyantoro, 2005:37).
Struktur novel ABT di dalam penelitian ini mencakup analisis tema, alur,
penokohan, dan latar. Analisis struktur merupakan keperluan di dalam melaksanakan
penelitian terhadap suatu teks karya sastra. Analisis struktur bertujuan untuk melihat
struktur karya sastra, terutama unsur instrinsik. Sebelum analisis struktur dilakukan,
terlebih dahulu disajikan sinopsis novel ABT yang dapat diikuti pada subbab berikut
ini.
Analisis struktur merupakan analisis awal dalam karya sastra sebelum
membahas analisis selanjutnya. Teeuw (1984:154) berpendapat bahwa analisis
12
13
struktur harus dipergunakan sebagai langkah awal melaksanakan penelitian lebih
lanjut.
2.1.1 Tema
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal yang
membangun kepaduan dalam karya sastra. Pada hakikatnya tema merupakan makna
yang dikandung cerita atau makna cerita dalam sebuah karya fiksi-novel, dan bahkan
lebih dari satu interpretasi yang menyebabkan tidak mudah untuk menentukan tema
pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan umum dari karya itu (Nurgiyantoro,
2005:82).
Proses memahami tema terbentuk secara perlahan-lahan bersamaan dengan
proses pemahaman terhadap narasi novel, berdasarkan gagasan utama yang ingin
diungkapkan dalam novel ABT adalah kerusakan alam Kalimantan. Tema utama tidak
dapat muncul sekaligus secara sempurna, tetapi didukung oleh tema tambahan. Hal
ini tampak pada kutipan berikut.
“Area ini cocok untuk pertambangan emas. Pulau ini punya banyak seribu
anak sungai. Jika disetiap titik kita bangun pertambangan emas, perusahaan
kita akan kaya raya. Tapi, penduduk di sini tidak akan setuju kalau kita
bangun perusahaan tambang di sekitar mereka. Limbahnya akan meracuni
mereka. Pengusaha ambisius itu tidak perduli. Ide bagus. Racuni mereka
melalui air sungai. Mereka pasti pindah. Anak buah yang penurut itu terdiam.”
(hlm. 13)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa pengusaha melakukan berbagai cara agar
dapat membangun industri pertambangan di daerah tersebut. Meskipun dengan cara
14
yang tidak baik, yaitu dengan cara mencemari air sungai yang digunakan penduduk
sebagai kebutuhan sehari-hari. Penduduk yang berada di daerah tersebut pergi. Hal ini
tampak pada kutipan berikut.
“Kami sudah hafal suara itu. Suara orang-orang menebang kayu. Nantinya
gelondongan kayu itu dibawa melalui aliran sungai. Pembalakkan liar pun
kerap terjadi di hutan kami. Kawasan hutan tropis kami seluas beribu-ribu
hektar telah dikonversi menjadi perkebunan sawit. Tiga perusahaan besar di
sana memanfaatkan hutan kami untuk menjadi sebuah perkebunan sawit dan
perusahaan tambang. Seperti barusan kalaulah kami pergi bersama Kai,
mungkin ia akan berang melihat hutannya sedikit demi sedikit terkikis
kekayaan alamnya.” (hlm. 72)
Kerusakan ekosistem Kalimantan tidak hanya disebabkan oleh pembangunan
industri pertambangan. Pembalakkan liar sering terjadi untuk pembukaan lahan baru.
Lahan baru tersebut digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.
“Akibat terjadinya kerusakan lingkungan di bagian atas pegunungan Meratus,
tingkat kekeruhan air sungai sangat tinggi. Bahkan air sungai juga diduga
telah tercemar dan mengandung zat berbahaya. Air di Sungai Barito dan
Sungai Martapura paling tercemar oleh bakteri E. Coli dan merkuri akibat
pertambangan emas yang menggunakan air raksa.” (hlm. 112)
Dampak dari pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh industri
pertambangan tersebut berupa air sungai yang mengandung bakteri E. Coli dan
merkuri. Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan zat berbahaya di pertambangan
emas.
“Orang-orang suku yang berdiam di Sungai Barito telah tercemar. Tubuh
kalian telah terkontaminasi racun seperti merkuri. Hal itu sedikit
mempengaruhi perubahan genetika dan DNA pada diri kalian. Air yang
orang-orang Suku Bakumpai dan suku lain biasa pakai untuk minum dan
untuk semua hajat hidupnya ternyata memang membawa dampak panjang
bagi kesehatan masyarakat, ujar Eliyana panjang lebar.” (hlm. 177)
15
Kutipan di atas membuktikan bahwa akibat pembuangan limbah secara tidak
bertanggung
jawab
memberikan
dampak
yang
berkepanjangan
terhadap
kelangsungan hidup suku Bakumpai. Secara tidak langsung suku Bakumpai perlahanlahan punah karena DNA mereka bercampur dengan merkuri dan logam berat.
Simpulan semua kutipan di atas merupakan perjalanan Aruna dalam novel
ABT yang sekaligus menjadi klimaks cerita. Tema dalam novel ABT ialah masalah
kerusakan lingkungan serta eksistensi suku Dayak Bakumpai yang terancam punah.
2.1.2 Alur
Plot secara tradisional diartikan sebagai alur atau jalan cerita. Plot
mengandung unsur jalan cerita seperti peristiwa-peristiwa yang saling susulmenyusul untuk membentuk jalan cerita itu sendiri (Nurgiyantoro, 2005:111).
Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005:113) plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun kejadian tersebut dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa
yang satu menyebabkan peristiwa yang lain.
Untuk memeroleh keutuhan sebuah alur cerita, Aristoteles (dalam
Nurgiyantoro, 2005:142) mengemukakan bahwa alur harus terdiri atas tiga tahapan,
yaitu: tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end). Ketiga
tahapan tersebut menunjukkan keutuhan cerita.
16
2.1.2.1 Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan
pada umumnya berisi informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang
dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2005:142). Fungsi tahap awal
ialah memberikan informasi dan penjelasan yang berkaitan dengan pelataran dan
penokohan.
Pada tahap awal novel ABT dilukiskan tentang keadaan alam Kalimantan yang
masih alami. Seiring berkembangnya waktu, para pengusaha dan investor mulai
mendatangi bumi Kalimantan untuk membangun industri-industri pertambangan. Hal
ini tampak pada kutipan berikut.
“Jalan setapak di depan semakin menyempit. Pepohonan dengan dahan
rimbun merunduk menyambar ke sana ke mari, semakin menyulitkan mobil
jip itu menapaki jalan. Tak pantas disebut jalan raya karena rupanya mirip
jalan pinggiran kecil yang terdapat di pelosok kota. Berbatu, bersemak, dan
berbelukar.” (hlm. 9)
Kutipan di atas menggambarkan latar yang berfungsi untuk mengenalkan
kepada pembaca tentang tempat terjadinya cerita. Pengarang menggambarkan secara
rinci agar pembaca mampu menghayati cerita.
Selain itu diperkenalkan juga tentang kekayaan alam bumi Kalimantan yang
membuat para pengusaha ingin mendirikan industri pertambangan di pulau tersebut.
Hal ini tampak pada kutipan berikut.
17
“Ya, tempat ini memang menggiurkan. Batu baru, emas, intan, beragam
spesies dan sumber alam yang kaya membuat semua orang melirik tempat ini.
Tempat yang cocok untuk membuat semua orang menjadi kaya raya, namun
tempat ini juga berbahaya”. (hlm. 10)
Kutipan di atas menggambarkan tentang kekayaan alam Kalimantan berupa
batu bara, emas, intan, dan sumber alam yang lainnya. Hal tersebut membuat para
pengusaha berdatangan untuk mendirikan industri pertambangan.
Pada bagian awal juga diceritakan tentang seorang gadis kecil suku Bakumpai
yang bernama Aruna. Semasa kecilnya bumi Kalimantan tanah kelahirannya
dijadikan sebagai surga petualangan bersama Samudra, sepupunya. Berikut
kutipannya.
“Rasa ingin tahu kami muncul, hal itu yang membuat aku dan Samudra selalu
berani menghadapi tantangan apapun. Seolah perasaan kami sama jika ada
sesuatu yang menarik yang berbau petualangan atau menurutku bau jiwa yang
tidak bisa diatur ini selalu meronta. Seperti yang satu ini. Kami tak tahu entah
apa, kami takut, tapi penasaran. Sudah terpatri di jiwaku hingga Samudra pun
tertulari”. (hlm. 50)
Kutipan di atas menggambarkan tentang keadaan alam Kalimantan yang
belum terjamah oleh pengusaha pertambangan. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkah
laku sehari-hari tokoh utama yang menjadikan tanah kelahirannya itu sebagai surga
petualangannya.
2.1.2.2 Tahap Tengah
Tahap tengah cerita juga disebut sebagai tahap pertikaian. Pada tahap ini
ditampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada tahap
18
sebelumnya. Konflik menjadi semakin meningkat, dan semakin menegangkan.
Konflik yang dikisahkan dapat berupa konflik internal, konflik yang terjadi dalam diri
seorang tokoh, konflik eksternal, konflik atau pertentangan yang terjadi antartokoh
cerita, antar tokoh protagonis dengan tokoh antagonis, atau keduanya sekaligus.
Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi
yang
bersangkutan
(Nurgiyantoro,
2005:145).
Fungsi
tahap
tengah
ialah
mengembangkan konflik yang telah diperkenalkan pada tahap sebelumnya.
Pada tahap tengah ini, inti cerita disajikan seperti: tokoh memainkan peran,
peristiwa penting yang dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing,
menegangkan, dan mencapai klimaks. Untuk mengidentifikasi konflik utama,
peristiwa fungsional-klimaks, dan tema atau gagasan utama. Pada bagian inilah
pembaca memperoleh cerita dari kegiatan pembacaannya (Nurgiyantoro, 2005: 145).
Pada tahap tengah novel ABT ini digambarkan tentang pertemuan Aruna
dengan Dayu kakak sepupunya. Dayu merupakan tokoh yang tidak menyukai
kehadiran Aruna. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Aku mendesis. Bersungut-sungut bergumam tak jelas padanya. Sebuah
bentuk ungkapan yang tak pernah tersampaikan, kenapa ia membenciku”.
“Kejadian pagi-pagi dua hari yang lalu menambah deret panjang daftar
kebenciannya padaku. Ketika itu, Dayu memainkan pusaka yang nenek
moyang berikan kepada Kai berupa periasai dari kayu yang disebut kelembit.
Kelembit merupakan alat penangkis dalam peperangan melawan musuh.
Perisai tersebut terbuat dari kayu yang ringan, tapi tidak mudah pecah. Pada
permukaannya terdapat ukiran-ukiran khas suku Dayak”. (hlm. 58)
19
Pada kutipan di atas merupakan gambaran sikap Dayu yang tidak suka
terhadap Aruna. Hal itu disebabkan oleh kakek mereka yang lebih menyayangi Aruna
daripada Dayu. Lebih dalam digambarkan pada kutipan sebagai berikut.
“Benda itu telah berumur sangat tua, sehingga Kai menegur Dayu untuk tidak
bermain-main dengan pusaka itu. Dayu yang temperamen membantingnya
sampai pusaka itu jatuh ke lantai kayu dan meninggalkan patahan pada
ujungnya. Kai, yang melihat benda pusaka warisan nenek moyangnya itu
rusak, menghujat Dayu”.
“Ikau tak pantas mahapa pusaka ni. Ikai beken keturunan dari suku kami. Ikau
bukan keturunan Patih Bahandang Balau seperti Aruna”. (hlm 59)
Dayu membenci Aruna dikarenakan kakek mereka yang pilih kasih. Kakeknya
lebih sayang kepada Aruna karena Aruna merupakan keturunan asli dari suku
Bakumpai. Pada tahap tengah ini pengarang juga menceritakan bagaimana usaha
yang dilakukan oleh Aruna untuk menjaga lingkungannya yang telah tercemar oleh
limbah beracun yang dapat mengancam populasi penduduk suku Bakumpai.
Perhatikan kutipan berikut.
“Berdasarkan sebuah analisis pada buku yang kubaca, banyak kawasan hutan
bekas terbakar pada lima tahun terakhir ini mengalami perubahan tutupan
lahan. Ada areal yang didominasi lahan terbuka yang cukup luas di daerah
deket Desa Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah. Mungkin ini lokasi tambang
emas atau pasir zirkon. Zirkon adalah sejenis pasir halus sebagai bahan baku
keramik dan kompinen elektronik”. (hlm. 113)
Pertemuan Aruna dengan Eliyana membuat mereka menjadi sahabat dekat.
Eliyana yang seorang peneliti dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) akan
meneliti DNA Suku Bakumpai di daerah Barito untuk mengetahui asal usul suku
Bakumpai, dan Aruna ikut membantu Eliyana dalam penelitian ini yang disebabkan
20
wasiat yang diberikan oleh Kai untuk menjaga keturunan asli sukunya. Hal tersebut
terlihat pada kutipan berikut.
“Kalian tidak steril. Darah kalian mengandung kontaminasi racun merkuri
dan arsenik dalam kadar yang berbeda-beda. Racun-racun itu bisa menjadi
toksin yang bersifat dapat merusak bayi-bayi dalam kandungan, sistem saraf
pusat manusia, organ-organ reproduksi, dan sistem kekebalan tubuh”. (hlm.
182)
Kutiipan di atas merupakan dampak dari pembuangan limbah di sepanjang
Sungai Barito. Racun tersebut mengalir dalam darah suku Bakumpai yang
menyebabkan rusaknya gen genetik keturunan asli mereka. Melihat kondisi sukunya,
Aruna teringat pesan Kai yang sebelum meninggal untuk menikah dengan Avara anak
Arai. Mereka berdua sejak lama sudah dijodohkan. Namun, mereka berdua tidak
mengetahuinya.
2.1.2.3 Tahap Akhir
Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut sebagai tahap peleraian,
menampilkan adegan tertentu sebagai akibat dari klimaks. Bentuk penyelesaian
sebuah cerita dalam banyak hal ditentukan oleh hubungan antartokoh dan konflik
yang dimunculkan (Nurgiyantoro, 2005: 145-146). Aristoteles (dalam Nurgiyantoro,
2005:146) membedakan akhir sebuah cerita ke dalam dua kemungkinan, yaitu:
kebahagiaan (happy end) dan kesedihan (sad end).
Novel ABT menceritakan tentang pertemuan Aruna dengan Avara. Pada
pertemuannya yang pertama kali Aruna tidak langsung mengutarakan keinginannya
21
untuk menikah bersama Avara karena mereka berdua belum saling mengenal. Hal ini
tampak pada kutipan berikut ini.
“Aku bercakap-cakap dengan Bara. Ia memberitahuku lebih banyak hal
dibanding Satria mengenai tempat ini. Seolah tempat ini adalah rumahnya. Ia
bercerita ia senang bertualang ke alam liar, mendaki gunung, dan menjelajah
nusantara, tentu sambil mengabadikan keindahannya di balik lensa kamera. Ia
juga bercerita kalau ia sangat menyukai laut. Ceritanya tentang ekosistem laut
mengalir deras. Kami mempunyai minat yang sama. Sama-sama menyukai
petualangan dan mencintai keindahan alam. Ada beberapa hal yang berbeda.
Ia bukanlah seorang pecinta lingkungan dan sedikit tidak peduli dengan cerita
yang kututurkan tentang ekosistem yang rusak akibat limbah pembuangan
perusahaan tambang. Seolah ia hanya berpikir keindahan alam yang ia lihat
akan bertahan selamanya. Abadi seolah diawetkan. Kukatakan kalau semua
itu semu. Ia malah tertawa dengan khas”. (hlm. 227)
Kutipan di atas membuktikan bahwa Aruna dan Avara belum saling mengenal
karena Avara menggunakan nama Bara ketika bertemu dengan Aruna. Hal ini
menyebabkan Aruna tidak dapat mengenalinya. Aruna tidak mengenal Avara
dikarenakan Avara menggunakan nama pemberian orang tua angkatnya.
Pada pertemuan selanjutnya dengan Avara. Aruna langsung mengutarakan
wasiat yang diberikan oleh Kai kepadanya. Namun, Avara menanggapinya dengan
sedikit tidak percaya. Perhatikan kutipan berikut ini.
“Jadi, tanpa kuketahui, sebetulnya aku sudah memiliki calon istri? Tanya
Avara tak percaya. Ia tertawa miris. Apa-apaan ini? Aku bahkan tidak tahu
kalau ayah kandungku masih hidup!”.
“Aku menghela napas. Kalian berdua tolong diam. Aku juga sama bingungnya
dengan kalian. Aku berhenti sejenak dan menatap Avara. Aku tidak akan
memintamu menikahiku seperti wasiat Kai. Tapi, aku harap kau mengingat
asal-usulmu, juga kewajiban kita untuk melestarikan suku Bakumpai”. (hlm.
246)
22
Pada tahap akhir novel ABT pengarang tidak menggambarkan secara jelas
akhir cerita novel ini apakah berakhir menyenangkan (happy ending) atau
menyedihkan (sad ending). Peneliti menafsirkan bahwa cerita ini berakhir
menyedihkan (sad ending), dikarenakan tokoh utama yakni Aruna tidak bisa bersatu
bersama Avara untuk menjaga bumi kelahirannya.
2.1.3 Penokohan
Penokohan sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan
yang menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu
dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005:165). Adapun pendapat Jones (dalam
Nurgiyantoro 2005:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penggunaan istilah karakter
(character) dalam berbagai buku bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang
berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap,
ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh
tersebut
(Stanton dalam Nurgiyantoro, 2005:165).
Penokohan dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu: dimensi sosiologis,
psikologis, dan fisiologis (Lajos Egri dalam Sukada, 1987:62). Dimensi sosiologis,
meliputi: golongan masyarakat, pekerjaan, pendidikan, agama, suku, bangsa,
penduduk di masyarakat, tempat tinggal, dan hobi. Dimensi psikologis, meliputi:
moral, ambisi, pribadi, tempramen, sikap hidup, pikiran dan perasaan, kecerdasan,
23
dan tanggung jawab. Dimensi fisiologis, meliputi: jenis kelamin, umur, tinggi dan
berat badan, warna kulit, rambut, potongan tubuh, penampilan dan cacat tubuh.
Untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis penokohan dalam novel
ABT, terlebih dulu dibedakan tokoh-tokohnya berdasarkan dari segi peran atau tingkat
pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh yang tergolong penting dan
ditampilkan secara terus-menerus dalam sebuah cerita sehingga mendominasi
sebagian besar cerita disebut tokoh utama. Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh
yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian (Nurgiyantoro, 2005:176-177).
Berdasarkan pandangan di atas, maka dapat ditentukan tokoh utama (tokoh
sentral) novel ABT adalah Aruna. Aruna merupakan tokoh yang mendominasi seluruh
kisah yang ada dalam novel tersebut. Tokoh tambahan yang mendukung jalannya
cerita adalah Kai, Samudra, Dayu, Eliyana, Avara. Berturut-turut tokoh utama dan
tokoh tambahan novel ABT diuraikan sebagai berikut.
2.1.3.1 Tokoh Utama
Telah disebutkan di atas tokoh utama novel ABT adalah Aruna. Ditinjau dari
segi sosiologis Aruna merupakan anak tunggal, dan merupakan cucu ketiga dari Kai
dan Nini. Selain itu, ia juga merupakan keturunan berdarah asli suku Bakumpai yang
menganut agama Islam. Perhatikan kutipan berikut.
24
“…..Tapi, karena aku terlahir sebagai anak satu-satunya dengan garis darah
keturunan langsung dari nenek moyang suku kami, Bakumpai, Patih
Bahandang Balau, seorang Kai pun luluh dan bisa menahan sabar melihatku”.
(hlm. 29)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa kedudukan Aruna sebagai cucu yang
berdarah asli suku Bakumpai harus hadir pada sebuah upacara adat yang dilaksanakan.
Hal ini dikarenakan Kai menaruh harapan pada Aruna untuk menggantikan dirinya
kelak. Aruna harus menghadiri upacara adat dikarenakan ia satu-satunya keturunan
asli suku Bakumpai yang mewarisi nilai-nilai leluhur dari kakeknya.
Seiring berjalannya waktu, Aruna dan Samudra mulai masuk sekolah. Tempat
ia bersekolah tidak dijelaskan dalam novel tersebut, hanya disebutkan bahwa Aruna
memakai seragam putih merah yang biasanya dikenakan oleh siswa Sekolah Dasar.
Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Aku tak pernah menceritakan bagaimana aku sekolah. Umurku 11 tahun dan
sebenarnya aku tak terlalu menyukai sekolah. Aku harus bangun pagi-pagi
sekali. Aku harus memakai seragam jahitan Uma yang sudah lusuh berwarna
putih merah. Aku harus berangkat sedini mungkin, menyusuri Sungai Barito
menggunakan rakit. Belum lagi harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya ke
tempat yang orang-orang namakan sekolah itu”. (hlm. 91)
Dilihat dari segi psikologis, Aruna digambarkan sebagai orang yang memiliki
rasa tanggung jawab yang besar untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya. Selain
itu, ia juga memiliki kepribadian yang ulet dan tekun dalam melakukan sesuatu. Hal
itu dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
“Aku ikut dalam ekspedisi itu sebagai satu-satunya dari suku kami yang
pernah menginjak Pegunungan Muller. Dulu, bersama Kai. Pegunungan itu
tak jauh berbeda seperti yang kutinggalkan terakhir kali. Meski kenangan
25
pahit pernah terukir di sana, ekspedisi kali ini adalah untuk memberi kesan
pada aktivis seperti mereka bahwa pegunungan ini layak dijadikan sebuah
tempat yang harus dilindungi. Daerah ini termasuk dari sedikit alam yang
masih asri. Untuk itu, sebagai aktivis lingkungan, aku merekomendasikan
Muller sebagai warisan alam yang berharga”. (hlm. 154-155)
Kutipan di atas membuktikan bahwa Aruna ikut dalam ekspedisi ke
Pegunungan Muller untuk melakuan penelitian. Keikut sertaan Aruna pada ekspedisi
tersebut karena ia satu-satunya penduduk asli suku Bakumpai yang pernah menjelajah
Gunung Muller. Selain itu, ia juga diharapkan mampu membantu tim peneliti ketika
melakukan penelitian di gunung tersebut karena ia penduduk asli suku Bakumpai
yang mengetahui keadaan pegunungan tersebut.
Ditinjau dari segi fisiologis, Aruna bukanlah anak yang istimewa, baik dari
fisik maupun penampilannya. Aruna merupakan seorang gadis bertubuh kecil dan
lincah, dengan postur tubuh seperti itu Aruna lebih mudah melakukan kegiatannya
sehari-hari. Digambarkan sebagai berikut.
“Kaki mungilku yang lincah, gesit menapaki tanah yang ditumbuhi alangalang. Sudahlah, Nini, ikuti saja upacaranya. Aku merajuk. Memperlambat
langkahku dan memutar tubuhku ke belakang. Aku tak mau ikut”. (hlm. 15)
Kutipan di atas menggambarkan keadaan fisik Aruna yang bertubuh kecil
dengan pakaian adat yang digunakannya. Tubuh kecil yang dimiliki membuat ia lebih
mudah berlari dan melakukan hal-hal lain yang merepotkan orang bertubuh besar.
26
2.1.3.2 Tokoh Tambahan
Analsisis selanjutnya adalah analisis penokohan pada tokoh tambahan.
Analisis pertama dimulai dari Kai, kemudian disusul dengan Samudera, Dayu,
Eliyana, dan Avara.
1) Kai
Tokoh tambahan yang dianalisis terlebih dahulu adalah Kai yakni kakek
Aruna. Ditinjau dari segi sosiologis Kai merupakan tetua suku yang menjadi
pemimpin suatu ritual adat di suku Bakumpai. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Kai membaca mantra diiringi suara gamelan. Ayahku mulai bertingkah aneh.
Diam, cekikikan. Diam lagi, lalu tertawa terkekeh-kekeh. Suaranya persis
seperti tetua yang aku temui di puhun sadatu tadi
NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR
KARYA YUNI NURMALIA
FATHUL KHAIRI
1101105002
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
i
SKRIPSI
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA
NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR
KARYA YUNI NURMALIA
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan
Budaya, Universitas Udayana untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh
Sarjana dalam Program Studi Sastra Indonesia
FATHUL KHAIRI
1101105002
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
:
Fathul Khairi
NIM
:
1101105002
Judul Skripsi :
Analisis Sosiologi Sastra novel Anak Bakumpai Terakhir karya
Yuni Nurmalia
Program Studi :
Sastra Indonesia
Fakultas
Sastra dan Budaya Universitas Udayana
:
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya
sendiri, bebas dari peniriuan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan
orang lain dirujuk sesuai dengan etika keilmuan dan teknik penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan
bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Denpasar, 17 Agustus 2015
Saya yang membuat peryataan,
Fathul Khairi
iii
Pembimbing I
:
Dr. Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum.
NIP. 196112311988031012
Pembimbing II
:
Dr. Drs. Ida Bagus Jelantik S.P., M.Hum.
NIP: 196107311989031002
v
ABSTRAK
Novel Anak Bakumpai Terakhir karya Yuni Nurmalia dipilih sebagai objek
penelitian karena beberapa alasan. Pertama, novel ABT memuat masalah-masalah
sosial masyarakat Kalimantan, khususnya suku Dayak. Kedua, novel ABT
mengisahkan keadaan alam Pulau Kalimantan yang hancur akibat industri
pertambangan. Ketiga, dari segi sosial pengarang novel ABT bukanlah penduduk asli
suku Dayak Bakumpai di Kalimantan. Pengarang mampu menggambarkan secara
jelas permasalahan sosial di suku Dayak Bakumpai.
Masalah yang dibahas ialah struktur dan aspek sosial suku Dayak yang
terdapat di dalam novel ABT. Teori yang digunakan dalam analisis ini, yaitu teori
struktur yang menekankan pada unsur tema, alur, penokohan, dan latar. Dilanjutkan
dengan teori sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan
penelaahan sesuai dengan teori Sapardi Djoko Damono. Metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah metode studi pustaka dengan teknik lanjutan
berupa teknik catat. Kemudian untuk menganalisis data digunakan metode deskripsi
analisis dengan cara mendeskripsikan fakta yang kemudian disusul dengan analisis.
Penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal yang disajikan dengan
kaidah atau hasil penelitian secara verbal (menggunakan kata-kata).
Alur dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap
akhir. Alur novel ABT menggunakan alur maju. Penokohan dibagi menjadi tokoh
utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama ialah Aruna, tokoh tambahan yaitu Kai,
Dayu, Samudera, Eliyana, dan Avara. Kemudian, latar dibedakan menjadi tiga, yaitu
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat di Pulau Kalimantan. Latar
waktu sekitar tahun 2000-an. Latar sosial menceritakan kehidupan masyarakat suku
Dayak Bakumpai.
Aspek sosial suku Dayak yang terungkap pada novel ABT, ialah masalah
moral yang baik dan buruk. Aspek kemasyarakatan membicarakan tentang hubungan
tokoh utama dengan keluarga, masyarakat, dan individu. Aspek pendidikan ada dua,
yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Aspek budaya membicarakan
masalah adat istiadat dan kebiasaan masyarakat. Aspek ekonomi mengungkapkan
masalah kemakmuran pada masyarakat suku Dayak Bakumpai.
Kata kunci : novel, struktur, sosiologi sastra, dan suku Dayak
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, atas limpahan rahmat dan
anugerah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Sosiologi Sastra
novel Anak Bakumpai Terakhiur karya Yuni Nurmalia” dapat diselesaikan pada
waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana
(S1), pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Sastra
Indonesia sekaligus sebagai pembimbing I dan Dr. Drs. Ida Bagus Jelantik
S.P, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya, serta
sabar memberikan bimbingan dan dorongan semangat selama penulisan
skripsi ini;
2) Prof. Dr. Luh Sutjiati Beratha, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan
Budaya Universitas Udayana, atas kesempatan, perhatian, dan fasilitas yang
telah diberikan kepada peneliti untuk menempuh pendidikan;
3) Drs. I Wayan Teguh, M.hum., selaku Sekretaris Program Studi Sastra
Indonesia, atas semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada peneliti;
4) Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., selaku pembimbing akademik yang
selalu memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti;
viii
5) Seluruh dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, khususnya
dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah memberikan motivasi serta
mendidik peneliti secara tulus dan ikhlas selama menempuh pendidikan;
6) Seluruh pegawai perpustakaan, dan akademik Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Udayana atas bantuan dan fasilitas yang telah diberikan;
7) Keluarga tercinta Bapak Mahrup, S.Pd.I. dan Ibu Hariatun, orang tua peneliti
yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada
peneliti selama menempuh perkuliahan hingga saat ini. Kepada kedua kakak
tercinta Afebri Harmayadi, S.pd. dan Nur’Azmi, S.pd. dorongan semangat
serta hiburan untuk menghilangkan kejenuhan dalam proses penulisan skripsi
ini;
8) Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2011, seperti: Lilik Yudiastari, Clara,
Opik tea, Mbah Edja, Kem, Baliwa, Rina, Dayu, Nova, Dewi (Ewhy Pucha),
Arianti, Lita, dan Revina yang telah banyak memberikan semangat dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga kenangan bersama selama menempuh
perkuliahan ini tidak terhapus dalam memori hidup peneliti serta kawankawan;
9) Teman-teman di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana yang telah
memberikan dukungan serta motivasi kepada peneliti, di antaranya: Meysita
Nastiti Putri, Ardini, Laili Ihsan, Lazio, Anche, Eman, Dodyc, Fredy, Itak,
Nanda, Remmy, Ganis, Riski, Putri, Ragil, Bejo, Fauzan, Agus, Gheril, Heri,
dan teman-teman yang tidak sempat peneliti tuliskan namanya.
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar,
Oktober 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDU .................................................................................................... i
PERSYARATAN GELAR ...................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv
LEMBAR PEMBIMBING ...................................................................................... v
PANITIA PENGUJI ............................................................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Khusus .................................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Praktis ................................................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Teoretis ............................................................................................... 5
1.5 Penelitian Sebelumnya ......................................................................................... 6
1.6 Landasan Teori ..................................................................................................... 6
1.6.1 Teori Struktur .................................................................................................... 6
1.6.2 Teori Sosiologi Sastra ....................................................................................... 8
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ............................................................................. 9
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 9
1.7.2 Metode dan Teknik Pengolahan Data ............................................................. 10
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Pengolahan Data ................................... 10
BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR
2.1 Analisis Struktur ................................................................................................ 12
2.1.1 Tema................................................................................................................ 13
2.1.2 Alur ................................................................................................................. 15
2.1.2.1 Tahap Awal .................................................................................................. 16
2.1.2.2 Tahap Tengah ............................................................................................... 17
2.1.2.3 Tahap Akhir ................................................................................................. 20
xi
2.1.3 Penokohan ....................................................................................................... 22
2.1.3.1 Tokoh Utama................................................................................................ 23
2.1.3.2 Tokoh Tambahan ......................................................................................... 26
1) Kai ........................................................................................................................ 26
2) Samudera ............................................................................................................. 28
3) Dayu ..................................................................................................................... 30
4) Eliyana ................................................................................................................. 32
5) Avara.................................................................................................................... 34
2.2.4 Latar ................................................................................................................ 35
2.2.4.1 Latar Tempat ................................................................................................ 35
2.2.4.2 Latar Waktu.................................................................................................. 37
2.2.4.3 Latar Sosial................................................................................................... 49
BAB III ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA NOVEL ANAK BAKUMPAI
TERAKHIR
3.1 Aspek Ekonomi .................................................................................................. 43
3.2 Aspek Moral ....................................................................................................... 46
3.3 Aspek Kemasyarakatan ...................................................................................... 51
3.4 Aspek Pendidikan .............................................................................................. 53
3.5 Aspek Budaya .................................................................................................... 59
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ............................................................................................................ 65
4.2 Saran ................................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Karya sastra dipandang sebagai gejala sosial, sebab pada umumnya langsung
berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada saat karya sastra tersebut
dibuat. Hasil olah pikiran pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan hadir
sebagai karya sastra di tengah masyarakat ditanggapi berbeda oleh pembaca.
Lahirnya tanggapan yang berbeda, berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman
pembaca dalam mengapresiasi karya sastra. Karya sastra tidak pernah lepas dari
kedudukan penulis dan pembaca. Hal ini disebabkan sastra merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari cara berpikir individual dan kognitif (Escarpit, 2005:03).
Karya sastra berkaitan dengan masalah kehidupan sosial masyarakat yang
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks, berupa kebiasaan hidup,
adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan cara berpikir. Hal tersebut
dapat dilihat pada suku Dayak di Kalimantan.
Suku Dayak dianggap penduduk asli Kalimantan. Istilah Dayak adalah
sebutan umum untuk orang-orang atau kelompok-kelompok etnis yang sebagian
besar non-Islam dan hidup di sepanjang sungai-sungai di Pulau Kalimantan, terutama
di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Di tempat kediaman mereka
membentang Sungai Barito. Di bagian barat ada Sungai Kapuas-Murung, Sungai
1
2
Kahayan, Sungai Katingan, dan Sungai Sampit. Sebagian besar mereka hidup
terpisah dari kampung-kampung Melayu-Muslim (Sjamsuddin, 2001:43)
Bakumpai adalah distrik utama dan terdiri atas sub-sub bagian,
seperti:
Balawang, Marabahan, Kuripan, Pamingir, Mengkatib, Patai, Siong, Dayu, Paku,
Karau. Beberapa titik garis di sebelah atas Sungai Barito menandai perbatasan daerah
Bakumpai, sementara garis batas melalui daerah-daerah rawa yang tidak dihuni, tidak
jelas. Penduduk Bakumpai tahun 1845 berjumlah 5.265 jiwa. Mereka tidak saja
tinggal di Marabahan, tetapi tersebar dengan keluarga-keluarga mereka, atau
berkumpul di desa-desa kecil sepanjang Sungai Barito dan cabang-cabang utamanya,
seperti: Pulau Petak, Sungai Patai, Sungai Dayu, Sungai Karau, Sungai Mantalat, dan
Sungai Teweh, bahkan sampai ke daerah Siang-Murung (Sjamsuddin, 2001:45-46).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi
Suku Bakumpai di Kalimantan berjumlah 20.609 jiwa yang terdistribusi pada
beberapa kabupaten dan kota di Kalimantan (id.m.wikipedia.org, diakses pada 16
Maret 2016).
Leluhur Suku Dayak yang berasal dari Bakumpai mulai memeluk agama
Islam kira-kira pada zaman pemerintahan Sultan Banjar ke VIII sebelum masa
Schwaner. Sejak itu, jumlah mereka yang memeluk agama Islam bertambah karena
orang-orang Dayak yang menjadi muslim bergabung dengan orang-orang Bakumpai
dan memberikan mereka anak-anak perempuan, dan laki-laki Bakumpai mengawini
perempuan-perempuan Dayak yang telah memeluk agama Islam (Sjamsuddin,
2001:47).
3
Salah satu karya sastra dalam khazanah sastra Indonesia modern yang
menceritakan latar sosial masyarakat suku Dayak di Kalimantan adalah novel Anak
Bakumpai Terakhir yang kemudian disingkat ABT. Novel ABT ini merupakan karya
pertama dari Yuni Nurmalia yang diterbitkan oleh Salsabila Pustaka Alkautsar
Jakarta Timur (tahun 2013 tebal 173 halaman) dengan 19 bagian. Ada beberapa
alasan novel ABT dijadikan objek penelitian sosiologi sastra. Pertama, novel ini
memuat masalah-masalah sosial yang terjadi pada masyarakat Kalimantan, khususnya
masyarakat suku Dayak yang hidup di pedalaman hutan Kalimantan. Kedua, novel ini
mengisahkan keadaan alam Pulau Kalimantan yang hancur akibat industri
pertambangan emas dan batu-bara yang membuang limbah beracun ke sungai secara
tidak bertanggung jawab dan mengakibatkan ekosistem rusak. Selain keadaan alam
yang terancam, keberadaan suku Dayak Bakumpai di pedalaman Pulau Kalimantan
populasinya juga terancam punah. Ketiga, dilihat dari segi sosial pengarang novel
ABT , pengarang bukanlah penduduk asli suku Dayak Bakumpai di Kalimantan.
Pengarang mampu menggambarkan secara jelas permasalahan sosial yang terjadi di
suku Dayak Bakumpai.
Novel ini menceritakan tentang seorang gadis keturunan asli suku Dayak
Bakumpai bernama Aruna yang berusaha menjaga kelestarian hutan Kalimantan.
Selain itu, ia juga diwasiatkan oleh kakeknya untuk menjaga eksistensi suku Dayak
Bakumpai dengan cara menikahi seorang pemuda yang memiliki darah keturunan
murni suku Dayak Bakumpai yang bernama Avara.
4
1.2
Rumusan Masalah
Novel ABT jika dibaca dan dipahami secara menyeluruh, menimbulkan
banyak permasalahan yang dapat dibahas. Berdasarkan latar belakang di atas dapat
dirumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Bagaimanakah struktur novel ABT yang meliputi: unsur tema, alur,
penokohan, dan latar karya Yuni Nurmalia?
2) Bagaimanakah aspek sosial Suku Dayak yang terungkap dalam novel ABT
karya Yuni Nurmalia?
1.3
Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang hendak dicapai oleh
peneliti. Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini dimaksudkan untuk menambah perbendaharan
penelitian sastra, khususnya sastra Indonesia. Selain itu, dimaksudkan pula untuk
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, khususnya karya sastra
dalam bentuk novel.
1.3.2. Tujuan Khusus
Penelitian ini disusun dengan maksud untuk menjawab permasalahan yang
berkaitan dengan gambaran sosial masyarakat suku Dayak Bakumpai pada novel
ABT. Adapun tujuan khusus sebagai berikut.
5
1) Untuk memperoleh gambaran tentang struktur novel ABT yang meliputi:
tema, alur, penokohan, dan latar.
2) Untuk mengetahui gambaran tentang aspek sosial suku Dayak yang
terkandung dalam novel ABT.
1.4
Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu manfaat praktis dan
manfaat teoretis. Selanjutnya, dijelaskan lebih lanjut mengenai kedua manfaat
tersebut.
1.4.1
Manfaat Praktis
Ada empat manfaat praktis dalam penelitian ini. Selanjutnya dijelaskan lebih
lanjut.
1) Untuk menambah wawasan peneliti sesuai dengan bidang ilmu yang
digelutinya.
2) Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra dalam bentuk
novel.
3) Membantu pembaca atau penikmat sastra dalam memahami ada tidaknya
gambaran sosial yang terdapat dalam novel ABT karya Yuni Nurmalia.
4) Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian
ini dengan pendekatan yang lain.
1.4.2
Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian dalam
bidang sastra, khususnya dalam kajian sosiologi sastra. Selain itu, dapat mengetahui
6
gambaran yang jelas mengenai struktur novel ABT dan aspek sosial suku Dayak yang
terkandung di dalamnya.
1.5
Penelitian Sebelumnya
Novel ABT karya Yuni Nurmalia belum pernah dijadikan sebagai bahan
penelitian dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Fakultas Sastra dan Budaya
khususnya Program Studi Sastra Indonesia Universitas Udayana. Berdasarkan
tinjauan melalui situs internet, novel ABT pernah dibicarakan dalam bentuk resensi
dan makalah.
Soelistijono dalam resensi yang berjudul “Terputusnya Generasi Dayak
Bakumpai”, sebuah kisah tragis dampak dari keserakahan manusia. Pemusnahan etnik
secara sistematis oleh kekuatan modal yang terjadi di Kalimantan.
Usma Nur Dian Rosydah dalam makalah yang berjudul “Ecological
Imperialsm dalam novel ABT karya Yuni Nurmalia”, membahas masalah krisis
ekologi yang dialami oleh suku asli dan tanah Kalimantan sebagai krisis yang masif
dan terjadi dalam kurun waktu yang singkat.
1.6
Landasan Teori
1.6.1 Teori Struktur
Analisis struktur penting bagi sebuah analisis karya sastra. Sebuah karya
sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya. Unsur tersebut saling mengisi
dan berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan makna. Tujuan analisis struktural
7
adalah membongkar, memaparkan secermat mungkin keterkaitan dalam keterjalinan
dari berbagai unsur yang secara bersama-sama hanya dapat dipahami dan dinilai
sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi urusan itu dalam keseluruhan
karya sastra (Pradopo, 1995:141).
Jean Peaget (dalam Endraswara, 2013:51) strukturalisme mengandung tiga hal
pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian-bagian
atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang
menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan
transformasi (transformation), struktur ini menyanggupi prosedur transformasi yang
terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan
keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar
dirinya untuk mempertahankan prosedur tarnformasinya, struktur itu otonom
terhadap rujukan sistem lain.
Analisis struktur karya sastra, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang
bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005:37). Struktur yang dibahas dalam penelitian ini
adalah tema, alur, penokohan, dan latar. Menurut Teeuw (1983:61), analisis struktur
karya yang ingin diteliti dari segi manapun juga merupakan prioritas, pekerjaan
pendahuluan, sebab karya sastra sebagai “dunia dalam kata” (Dresden, 1965)
mempunyai kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri.
Makna unsur-unsur karya hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuh-penuhnya atas
dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Jadi,
8
analisis struktur adalah tugas utama ataupun tujuan awal dalam penelitian karya
sastra.
Penelitian ini menggunakan teori stuktur Nurgiyantoro karena dalam
menganalisis struktur tidak hanya mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi,
misalnya: peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Hal yang lebih penting adalah
menunjukkan bagaimana hubungan antarunsurnya..
1.6.2
Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.
Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin
kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran
sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan jadi pemicu lahirnya
karya sastra. karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu mampu merefleksikan
zamannya (Endraswara, 2008:77).
Sosiologi sastra merupakan teori yang bertolak dari orientasi kepada semesta,
namun bisa juga bertolak kepada orientasi pengarang dan pembaca. Menurut teori
sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana
karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan mencakup arti yang luas, yakni
segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Menurut Damono (2013:2) pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan.
Sesuai dengan pendekatan yang dikemukakan oleh Damono (2013:3), maka
ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologi sastra. Pertama, pendekatan
9
yang menganggap bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis. Kedua,
pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Damono
(2013:11) lebih lanjut menjelaskan bahwa pendekatan sosiologi sastra yang paling
banyak dilakukan menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, landasannya
adalah gagasan bahwa sastra merupakan cermin zamannya. Maksud dari cermin
zamannya ialah karya sastra merupakan cermin berbagai segi struktural sosial,
hubungan kekeluargaan, dan pertentangan kelas. Dalam hal ini, sosiologi sastra
menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh dalam khayalan dan situasi ciptaan
pengarang dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya.
Teori yang digunakan untuk menganalisis novel ABT adalah teori sosiologi
sastra menurut Sapardi Djoko Damono karena novel ABT relevan apabila dianalisis
menggunakan teori sosiologi sastra. Analisis novel ABT menekankan pada telaah
yang mengutamakan teks untuk mengetahui struktur dan gejala sosial yang terdapat
di dalamnya.
1.7
Metode dan Teknik Penelitian
Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, sedangkan methodos berasal
dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah,
sedangkan hodos berarti ‘jalan’, ‘cara’, ‘arah’. Dalam pengertian yang lebih luas
metode dianggap sebagai cara-cara, strategi, untuk memahami realitas, langkahlangkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna,
2009:34).
10
1.7.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam tahapan pengumpulan data adalah metode
studi kepustakaan dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat atau tulis. Sumber
tertulis terdiri atas sumber buku, majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi, dan
dokumen resmi (Moleong, 1990:113)
Data utama dalam analisis ini adalah novel ABT, dan sebagai objek dibaca
secara intensif dan berulang-ulang, kemudian dicatat data-data yang penting. Datadata sebagai penunjang analisis diperoleh dari buku-buku teori.
1.7.2
Metode dan Teknik Pengolahan Data
Dalam tahapan ini metode yang digunakan adalah metode formal dan metode
deskriptif analisis. Metode formal adalah metode yang digunakan dalam analisis
dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsurunsur karya sastra (Ratna, 2009:49). Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis yang dapat
dipertanggungjawabkan. Metode deskriptif tidak semata-mata hanya menguraikan,
melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya mengenai data
yang ada (Ratna, 2009:53). Data dianalisis menggunakan teknik simak dan catat.
Teknik simakdan catat merupakan lanjutan dari teknik membaca sebagai
pengembangan terhadap pemahaman yang didapatkan dari proses membaca.
11
1.7.3
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Pengolahan Data
Pada tahapan ini digunakan metode deskripsi, yakni dengan mendeskripsikan
hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Kemudian, secara teknik disusun ke
dalam format penelitian berupa skripsi dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam
ilmiah.
Penyajian hasil pengolahan data menggunakan sistematika sebagai berikut.
Bab I berisi pendahualan yang merupakan rancangan penelitian yang akan
dilaksanakan. Adapun pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian sebelumnya, landasan teori, dan
metode dan teknik analisis data. Bab II berisi analisis strukturalisme novel ABT.
Analisis strukturalisme terdiri atas tema, alur, penokohan, dan latar. Bab III berisi
analisis aspek sosial suku Dayak Bakumpai. Bab IV merupakan penutup yang berisi
simpulan dan saran.
BAB II
ANALISIS STRUKTUR NOVEL ANAK BAKUMPAI TERAKHIR KARYA
YUNI NURMALIA
2.1 Analisis Struktur
Analisis struktur merupakan langkah awal dalam analisis karya sastra sebelum
membahas analisis selanjutnya. Analisis tersebut bertujuan untuk menjelaskan unsurunsur yang ada dalam karya sastra. Analsisis struktur karya sastra, dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan
antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana keadaan peristiwaperistiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain
(Nurgiyantoro, 2005:37).
Struktur novel ABT di dalam penelitian ini mencakup analisis tema, alur,
penokohan, dan latar. Analisis struktur merupakan keperluan di dalam melaksanakan
penelitian terhadap suatu teks karya sastra. Analisis struktur bertujuan untuk melihat
struktur karya sastra, terutama unsur instrinsik. Sebelum analisis struktur dilakukan,
terlebih dahulu disajikan sinopsis novel ABT yang dapat diikuti pada subbab berikut
ini.
Analisis struktur merupakan analisis awal dalam karya sastra sebelum
membahas analisis selanjutnya. Teeuw (1984:154) berpendapat bahwa analisis
12
13
struktur harus dipergunakan sebagai langkah awal melaksanakan penelitian lebih
lanjut.
2.1.1 Tema
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal yang
membangun kepaduan dalam karya sastra. Pada hakikatnya tema merupakan makna
yang dikandung cerita atau makna cerita dalam sebuah karya fiksi-novel, dan bahkan
lebih dari satu interpretasi yang menyebabkan tidak mudah untuk menentukan tema
pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan umum dari karya itu (Nurgiyantoro,
2005:82).
Proses memahami tema terbentuk secara perlahan-lahan bersamaan dengan
proses pemahaman terhadap narasi novel, berdasarkan gagasan utama yang ingin
diungkapkan dalam novel ABT adalah kerusakan alam Kalimantan. Tema utama tidak
dapat muncul sekaligus secara sempurna, tetapi didukung oleh tema tambahan. Hal
ini tampak pada kutipan berikut.
“Area ini cocok untuk pertambangan emas. Pulau ini punya banyak seribu
anak sungai. Jika disetiap titik kita bangun pertambangan emas, perusahaan
kita akan kaya raya. Tapi, penduduk di sini tidak akan setuju kalau kita
bangun perusahaan tambang di sekitar mereka. Limbahnya akan meracuni
mereka. Pengusaha ambisius itu tidak perduli. Ide bagus. Racuni mereka
melalui air sungai. Mereka pasti pindah. Anak buah yang penurut itu terdiam.”
(hlm. 13)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa pengusaha melakukan berbagai cara agar
dapat membangun industri pertambangan di daerah tersebut. Meskipun dengan cara
14
yang tidak baik, yaitu dengan cara mencemari air sungai yang digunakan penduduk
sebagai kebutuhan sehari-hari. Penduduk yang berada di daerah tersebut pergi. Hal ini
tampak pada kutipan berikut.
“Kami sudah hafal suara itu. Suara orang-orang menebang kayu. Nantinya
gelondongan kayu itu dibawa melalui aliran sungai. Pembalakkan liar pun
kerap terjadi di hutan kami. Kawasan hutan tropis kami seluas beribu-ribu
hektar telah dikonversi menjadi perkebunan sawit. Tiga perusahaan besar di
sana memanfaatkan hutan kami untuk menjadi sebuah perkebunan sawit dan
perusahaan tambang. Seperti barusan kalaulah kami pergi bersama Kai,
mungkin ia akan berang melihat hutannya sedikit demi sedikit terkikis
kekayaan alamnya.” (hlm. 72)
Kerusakan ekosistem Kalimantan tidak hanya disebabkan oleh pembangunan
industri pertambangan. Pembalakkan liar sering terjadi untuk pembukaan lahan baru.
Lahan baru tersebut digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.
“Akibat terjadinya kerusakan lingkungan di bagian atas pegunungan Meratus,
tingkat kekeruhan air sungai sangat tinggi. Bahkan air sungai juga diduga
telah tercemar dan mengandung zat berbahaya. Air di Sungai Barito dan
Sungai Martapura paling tercemar oleh bakteri E. Coli dan merkuri akibat
pertambangan emas yang menggunakan air raksa.” (hlm. 112)
Dampak dari pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh industri
pertambangan tersebut berupa air sungai yang mengandung bakteri E. Coli dan
merkuri. Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan zat berbahaya di pertambangan
emas.
“Orang-orang suku yang berdiam di Sungai Barito telah tercemar. Tubuh
kalian telah terkontaminasi racun seperti merkuri. Hal itu sedikit
mempengaruhi perubahan genetika dan DNA pada diri kalian. Air yang
orang-orang Suku Bakumpai dan suku lain biasa pakai untuk minum dan
untuk semua hajat hidupnya ternyata memang membawa dampak panjang
bagi kesehatan masyarakat, ujar Eliyana panjang lebar.” (hlm. 177)
15
Kutipan di atas membuktikan bahwa akibat pembuangan limbah secara tidak
bertanggung
jawab
memberikan
dampak
yang
berkepanjangan
terhadap
kelangsungan hidup suku Bakumpai. Secara tidak langsung suku Bakumpai perlahanlahan punah karena DNA mereka bercampur dengan merkuri dan logam berat.
Simpulan semua kutipan di atas merupakan perjalanan Aruna dalam novel
ABT yang sekaligus menjadi klimaks cerita. Tema dalam novel ABT ialah masalah
kerusakan lingkungan serta eksistensi suku Dayak Bakumpai yang terancam punah.
2.1.2 Alur
Plot secara tradisional diartikan sebagai alur atau jalan cerita. Plot
mengandung unsur jalan cerita seperti peristiwa-peristiwa yang saling susulmenyusul untuk membentuk jalan cerita itu sendiri (Nurgiyantoro, 2005:111).
Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005:113) plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun kejadian tersebut dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa
yang satu menyebabkan peristiwa yang lain.
Untuk memeroleh keutuhan sebuah alur cerita, Aristoteles (dalam
Nurgiyantoro, 2005:142) mengemukakan bahwa alur harus terdiri atas tiga tahapan,
yaitu: tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end). Ketiga
tahapan tersebut menunjukkan keutuhan cerita.
16
2.1.2.1 Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan
pada umumnya berisi informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang
dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya (Nurgiyantoro, 2005:142). Fungsi tahap awal
ialah memberikan informasi dan penjelasan yang berkaitan dengan pelataran dan
penokohan.
Pada tahap awal novel ABT dilukiskan tentang keadaan alam Kalimantan yang
masih alami. Seiring berkembangnya waktu, para pengusaha dan investor mulai
mendatangi bumi Kalimantan untuk membangun industri-industri pertambangan. Hal
ini tampak pada kutipan berikut.
“Jalan setapak di depan semakin menyempit. Pepohonan dengan dahan
rimbun merunduk menyambar ke sana ke mari, semakin menyulitkan mobil
jip itu menapaki jalan. Tak pantas disebut jalan raya karena rupanya mirip
jalan pinggiran kecil yang terdapat di pelosok kota. Berbatu, bersemak, dan
berbelukar.” (hlm. 9)
Kutipan di atas menggambarkan latar yang berfungsi untuk mengenalkan
kepada pembaca tentang tempat terjadinya cerita. Pengarang menggambarkan secara
rinci agar pembaca mampu menghayati cerita.
Selain itu diperkenalkan juga tentang kekayaan alam bumi Kalimantan yang
membuat para pengusaha ingin mendirikan industri pertambangan di pulau tersebut.
Hal ini tampak pada kutipan berikut.
17
“Ya, tempat ini memang menggiurkan. Batu baru, emas, intan, beragam
spesies dan sumber alam yang kaya membuat semua orang melirik tempat ini.
Tempat yang cocok untuk membuat semua orang menjadi kaya raya, namun
tempat ini juga berbahaya”. (hlm. 10)
Kutipan di atas menggambarkan tentang kekayaan alam Kalimantan berupa
batu bara, emas, intan, dan sumber alam yang lainnya. Hal tersebut membuat para
pengusaha berdatangan untuk mendirikan industri pertambangan.
Pada bagian awal juga diceritakan tentang seorang gadis kecil suku Bakumpai
yang bernama Aruna. Semasa kecilnya bumi Kalimantan tanah kelahirannya
dijadikan sebagai surga petualangan bersama Samudra, sepupunya. Berikut
kutipannya.
“Rasa ingin tahu kami muncul, hal itu yang membuat aku dan Samudra selalu
berani menghadapi tantangan apapun. Seolah perasaan kami sama jika ada
sesuatu yang menarik yang berbau petualangan atau menurutku bau jiwa yang
tidak bisa diatur ini selalu meronta. Seperti yang satu ini. Kami tak tahu entah
apa, kami takut, tapi penasaran. Sudah terpatri di jiwaku hingga Samudra pun
tertulari”. (hlm. 50)
Kutipan di atas menggambarkan tentang keadaan alam Kalimantan yang
belum terjamah oleh pengusaha pertambangan. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkah
laku sehari-hari tokoh utama yang menjadikan tanah kelahirannya itu sebagai surga
petualangannya.
2.1.2.2 Tahap Tengah
Tahap tengah cerita juga disebut sebagai tahap pertikaian. Pada tahap ini
ditampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada tahap
18
sebelumnya. Konflik menjadi semakin meningkat, dan semakin menegangkan.
Konflik yang dikisahkan dapat berupa konflik internal, konflik yang terjadi dalam diri
seorang tokoh, konflik eksternal, konflik atau pertentangan yang terjadi antartokoh
cerita, antar tokoh protagonis dengan tokoh antagonis, atau keduanya sekaligus.
Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi
yang
bersangkutan
(Nurgiyantoro,
2005:145).
Fungsi
tahap
tengah
ialah
mengembangkan konflik yang telah diperkenalkan pada tahap sebelumnya.
Pada tahap tengah ini, inti cerita disajikan seperti: tokoh memainkan peran,
peristiwa penting yang dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing,
menegangkan, dan mencapai klimaks. Untuk mengidentifikasi konflik utama,
peristiwa fungsional-klimaks, dan tema atau gagasan utama. Pada bagian inilah
pembaca memperoleh cerita dari kegiatan pembacaannya (Nurgiyantoro, 2005: 145).
Pada tahap tengah novel ABT ini digambarkan tentang pertemuan Aruna
dengan Dayu kakak sepupunya. Dayu merupakan tokoh yang tidak menyukai
kehadiran Aruna. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Aku mendesis. Bersungut-sungut bergumam tak jelas padanya. Sebuah
bentuk ungkapan yang tak pernah tersampaikan, kenapa ia membenciku”.
“Kejadian pagi-pagi dua hari yang lalu menambah deret panjang daftar
kebenciannya padaku. Ketika itu, Dayu memainkan pusaka yang nenek
moyang berikan kepada Kai berupa periasai dari kayu yang disebut kelembit.
Kelembit merupakan alat penangkis dalam peperangan melawan musuh.
Perisai tersebut terbuat dari kayu yang ringan, tapi tidak mudah pecah. Pada
permukaannya terdapat ukiran-ukiran khas suku Dayak”. (hlm. 58)
19
Pada kutipan di atas merupakan gambaran sikap Dayu yang tidak suka
terhadap Aruna. Hal itu disebabkan oleh kakek mereka yang lebih menyayangi Aruna
daripada Dayu. Lebih dalam digambarkan pada kutipan sebagai berikut.
“Benda itu telah berumur sangat tua, sehingga Kai menegur Dayu untuk tidak
bermain-main dengan pusaka itu. Dayu yang temperamen membantingnya
sampai pusaka itu jatuh ke lantai kayu dan meninggalkan patahan pada
ujungnya. Kai, yang melihat benda pusaka warisan nenek moyangnya itu
rusak, menghujat Dayu”.
“Ikau tak pantas mahapa pusaka ni. Ikai beken keturunan dari suku kami. Ikau
bukan keturunan Patih Bahandang Balau seperti Aruna”. (hlm 59)
Dayu membenci Aruna dikarenakan kakek mereka yang pilih kasih. Kakeknya
lebih sayang kepada Aruna karena Aruna merupakan keturunan asli dari suku
Bakumpai. Pada tahap tengah ini pengarang juga menceritakan bagaimana usaha
yang dilakukan oleh Aruna untuk menjaga lingkungannya yang telah tercemar oleh
limbah beracun yang dapat mengancam populasi penduduk suku Bakumpai.
Perhatikan kutipan berikut.
“Berdasarkan sebuah analisis pada buku yang kubaca, banyak kawasan hutan
bekas terbakar pada lima tahun terakhir ini mengalami perubahan tutupan
lahan. Ada areal yang didominasi lahan terbuka yang cukup luas di daerah
deket Desa Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah. Mungkin ini lokasi tambang
emas atau pasir zirkon. Zirkon adalah sejenis pasir halus sebagai bahan baku
keramik dan kompinen elektronik”. (hlm. 113)
Pertemuan Aruna dengan Eliyana membuat mereka menjadi sahabat dekat.
Eliyana yang seorang peneliti dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) akan
meneliti DNA Suku Bakumpai di daerah Barito untuk mengetahui asal usul suku
Bakumpai, dan Aruna ikut membantu Eliyana dalam penelitian ini yang disebabkan
20
wasiat yang diberikan oleh Kai untuk menjaga keturunan asli sukunya. Hal tersebut
terlihat pada kutipan berikut.
“Kalian tidak steril. Darah kalian mengandung kontaminasi racun merkuri
dan arsenik dalam kadar yang berbeda-beda. Racun-racun itu bisa menjadi
toksin yang bersifat dapat merusak bayi-bayi dalam kandungan, sistem saraf
pusat manusia, organ-organ reproduksi, dan sistem kekebalan tubuh”. (hlm.
182)
Kutiipan di atas merupakan dampak dari pembuangan limbah di sepanjang
Sungai Barito. Racun tersebut mengalir dalam darah suku Bakumpai yang
menyebabkan rusaknya gen genetik keturunan asli mereka. Melihat kondisi sukunya,
Aruna teringat pesan Kai yang sebelum meninggal untuk menikah dengan Avara anak
Arai. Mereka berdua sejak lama sudah dijodohkan. Namun, mereka berdua tidak
mengetahuinya.
2.1.2.3 Tahap Akhir
Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut sebagai tahap peleraian,
menampilkan adegan tertentu sebagai akibat dari klimaks. Bentuk penyelesaian
sebuah cerita dalam banyak hal ditentukan oleh hubungan antartokoh dan konflik
yang dimunculkan (Nurgiyantoro, 2005: 145-146). Aristoteles (dalam Nurgiyantoro,
2005:146) membedakan akhir sebuah cerita ke dalam dua kemungkinan, yaitu:
kebahagiaan (happy end) dan kesedihan (sad end).
Novel ABT menceritakan tentang pertemuan Aruna dengan Avara. Pada
pertemuannya yang pertama kali Aruna tidak langsung mengutarakan keinginannya
21
untuk menikah bersama Avara karena mereka berdua belum saling mengenal. Hal ini
tampak pada kutipan berikut ini.
“Aku bercakap-cakap dengan Bara. Ia memberitahuku lebih banyak hal
dibanding Satria mengenai tempat ini. Seolah tempat ini adalah rumahnya. Ia
bercerita ia senang bertualang ke alam liar, mendaki gunung, dan menjelajah
nusantara, tentu sambil mengabadikan keindahannya di balik lensa kamera. Ia
juga bercerita kalau ia sangat menyukai laut. Ceritanya tentang ekosistem laut
mengalir deras. Kami mempunyai minat yang sama. Sama-sama menyukai
petualangan dan mencintai keindahan alam. Ada beberapa hal yang berbeda.
Ia bukanlah seorang pecinta lingkungan dan sedikit tidak peduli dengan cerita
yang kututurkan tentang ekosistem yang rusak akibat limbah pembuangan
perusahaan tambang. Seolah ia hanya berpikir keindahan alam yang ia lihat
akan bertahan selamanya. Abadi seolah diawetkan. Kukatakan kalau semua
itu semu. Ia malah tertawa dengan khas”. (hlm. 227)
Kutipan di atas membuktikan bahwa Aruna dan Avara belum saling mengenal
karena Avara menggunakan nama Bara ketika bertemu dengan Aruna. Hal ini
menyebabkan Aruna tidak dapat mengenalinya. Aruna tidak mengenal Avara
dikarenakan Avara menggunakan nama pemberian orang tua angkatnya.
Pada pertemuan selanjutnya dengan Avara. Aruna langsung mengutarakan
wasiat yang diberikan oleh Kai kepadanya. Namun, Avara menanggapinya dengan
sedikit tidak percaya. Perhatikan kutipan berikut ini.
“Jadi, tanpa kuketahui, sebetulnya aku sudah memiliki calon istri? Tanya
Avara tak percaya. Ia tertawa miris. Apa-apaan ini? Aku bahkan tidak tahu
kalau ayah kandungku masih hidup!”.
“Aku menghela napas. Kalian berdua tolong diam. Aku juga sama bingungnya
dengan kalian. Aku berhenti sejenak dan menatap Avara. Aku tidak akan
memintamu menikahiku seperti wasiat Kai. Tapi, aku harap kau mengingat
asal-usulmu, juga kewajiban kita untuk melestarikan suku Bakumpai”. (hlm.
246)
22
Pada tahap akhir novel ABT pengarang tidak menggambarkan secara jelas
akhir cerita novel ini apakah berakhir menyenangkan (happy ending) atau
menyedihkan (sad ending). Peneliti menafsirkan bahwa cerita ini berakhir
menyedihkan (sad ending), dikarenakan tokoh utama yakni Aruna tidak bisa bersatu
bersama Avara untuk menjaga bumi kelahirannya.
2.1.3 Penokohan
Penokohan sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan
yang menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu
dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005:165). Adapun pendapat Jones (dalam
Nurgiyantoro 2005:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penggunaan istilah karakter
(character) dalam berbagai buku bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang
berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap,
ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh
tersebut
(Stanton dalam Nurgiyantoro, 2005:165).
Penokohan dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu: dimensi sosiologis,
psikologis, dan fisiologis (Lajos Egri dalam Sukada, 1987:62). Dimensi sosiologis,
meliputi: golongan masyarakat, pekerjaan, pendidikan, agama, suku, bangsa,
penduduk di masyarakat, tempat tinggal, dan hobi. Dimensi psikologis, meliputi:
moral, ambisi, pribadi, tempramen, sikap hidup, pikiran dan perasaan, kecerdasan,
23
dan tanggung jawab. Dimensi fisiologis, meliputi: jenis kelamin, umur, tinggi dan
berat badan, warna kulit, rambut, potongan tubuh, penampilan dan cacat tubuh.
Untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis penokohan dalam novel
ABT, terlebih dulu dibedakan tokoh-tokohnya berdasarkan dari segi peran atau tingkat
pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh yang tergolong penting dan
ditampilkan secara terus-menerus dalam sebuah cerita sehingga mendominasi
sebagian besar cerita disebut tokoh utama. Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh
yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian (Nurgiyantoro, 2005:176-177).
Berdasarkan pandangan di atas, maka dapat ditentukan tokoh utama (tokoh
sentral) novel ABT adalah Aruna. Aruna merupakan tokoh yang mendominasi seluruh
kisah yang ada dalam novel tersebut. Tokoh tambahan yang mendukung jalannya
cerita adalah Kai, Samudra, Dayu, Eliyana, Avara. Berturut-turut tokoh utama dan
tokoh tambahan novel ABT diuraikan sebagai berikut.
2.1.3.1 Tokoh Utama
Telah disebutkan di atas tokoh utama novel ABT adalah Aruna. Ditinjau dari
segi sosiologis Aruna merupakan anak tunggal, dan merupakan cucu ketiga dari Kai
dan Nini. Selain itu, ia juga merupakan keturunan berdarah asli suku Bakumpai yang
menganut agama Islam. Perhatikan kutipan berikut.
24
“…..Tapi, karena aku terlahir sebagai anak satu-satunya dengan garis darah
keturunan langsung dari nenek moyang suku kami, Bakumpai, Patih
Bahandang Balau, seorang Kai pun luluh dan bisa menahan sabar melihatku”.
(hlm. 29)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa kedudukan Aruna sebagai cucu yang
berdarah asli suku Bakumpai harus hadir pada sebuah upacara adat yang dilaksanakan.
Hal ini dikarenakan Kai menaruh harapan pada Aruna untuk menggantikan dirinya
kelak. Aruna harus menghadiri upacara adat dikarenakan ia satu-satunya keturunan
asli suku Bakumpai yang mewarisi nilai-nilai leluhur dari kakeknya.
Seiring berjalannya waktu, Aruna dan Samudra mulai masuk sekolah. Tempat
ia bersekolah tidak dijelaskan dalam novel tersebut, hanya disebutkan bahwa Aruna
memakai seragam putih merah yang biasanya dikenakan oleh siswa Sekolah Dasar.
Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Aku tak pernah menceritakan bagaimana aku sekolah. Umurku 11 tahun dan
sebenarnya aku tak terlalu menyukai sekolah. Aku harus bangun pagi-pagi
sekali. Aku harus memakai seragam jahitan Uma yang sudah lusuh berwarna
putih merah. Aku harus berangkat sedini mungkin, menyusuri Sungai Barito
menggunakan rakit. Belum lagi harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya ke
tempat yang orang-orang namakan sekolah itu”. (hlm. 91)
Dilihat dari segi psikologis, Aruna digambarkan sebagai orang yang memiliki
rasa tanggung jawab yang besar untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya. Selain
itu, ia juga memiliki kepribadian yang ulet dan tekun dalam melakukan sesuatu. Hal
itu dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
“Aku ikut dalam ekspedisi itu sebagai satu-satunya dari suku kami yang
pernah menginjak Pegunungan Muller. Dulu, bersama Kai. Pegunungan itu
tak jauh berbeda seperti yang kutinggalkan terakhir kali. Meski kenangan
25
pahit pernah terukir di sana, ekspedisi kali ini adalah untuk memberi kesan
pada aktivis seperti mereka bahwa pegunungan ini layak dijadikan sebuah
tempat yang harus dilindungi. Daerah ini termasuk dari sedikit alam yang
masih asri. Untuk itu, sebagai aktivis lingkungan, aku merekomendasikan
Muller sebagai warisan alam yang berharga”. (hlm. 154-155)
Kutipan di atas membuktikan bahwa Aruna ikut dalam ekspedisi ke
Pegunungan Muller untuk melakuan penelitian. Keikut sertaan Aruna pada ekspedisi
tersebut karena ia satu-satunya penduduk asli suku Bakumpai yang pernah menjelajah
Gunung Muller. Selain itu, ia juga diharapkan mampu membantu tim peneliti ketika
melakukan penelitian di gunung tersebut karena ia penduduk asli suku Bakumpai
yang mengetahui keadaan pegunungan tersebut.
Ditinjau dari segi fisiologis, Aruna bukanlah anak yang istimewa, baik dari
fisik maupun penampilannya. Aruna merupakan seorang gadis bertubuh kecil dan
lincah, dengan postur tubuh seperti itu Aruna lebih mudah melakukan kegiatannya
sehari-hari. Digambarkan sebagai berikut.
“Kaki mungilku yang lincah, gesit menapaki tanah yang ditumbuhi alangalang. Sudahlah, Nini, ikuti saja upacaranya. Aku merajuk. Memperlambat
langkahku dan memutar tubuhku ke belakang. Aku tak mau ikut”. (hlm. 15)
Kutipan di atas menggambarkan keadaan fisik Aruna yang bertubuh kecil
dengan pakaian adat yang digunakannya. Tubuh kecil yang dimiliki membuat ia lebih
mudah berlari dan melakukan hal-hal lain yang merepotkan orang bertubuh besar.
26
2.1.3.2 Tokoh Tambahan
Analsisis selanjutnya adalah analisis penokohan pada tokoh tambahan.
Analisis pertama dimulai dari Kai, kemudian disusul dengan Samudera, Dayu,
Eliyana, dan Avara.
1) Kai
Tokoh tambahan yang dianalisis terlebih dahulu adalah Kai yakni kakek
Aruna. Ditinjau dari segi sosiologis Kai merupakan tetua suku yang menjadi
pemimpin suatu ritual adat di suku Bakumpai. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Kai membaca mantra diiringi suara gamelan. Ayahku mulai bertingkah aneh.
Diam, cekikikan. Diam lagi, lalu tertawa terkekeh-kekeh. Suaranya persis
seperti tetua yang aku temui di puhun sadatu tadi