PERKEMBANGAN PENCAK SILAT PANCER DI JAMPANGKULON SUKABUMI TAHUN 1960-1990.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh : Gita Warieni NIM : 0703993
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
Pancer Di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990 ini sepenuhnya karya saya
sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, April 2013 Yang membuat pernyataan,
(3)
i ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990. Penelitian dilakukan di Pedepokan Balungwesi, kajian penelitian ini lebih difokuskan pada tahun 1960-1990 dimana pada periode tersebut terjadi perkembangan Pencak Silat Pancer dan masuknya seni bela diri yang lebih populer ke Daerah Jampangkulon sehingga menyebabkan seni tradisional Pencak Silat Pancer mengalami kemunduran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Historis yang meliputi empat langkah yaitu heuristik, kritik,interpretasi, dan historiografi. Untuk lebih memahami permasalahan yang dikaji maka penulis menggunakan pendekatan Interdisipliner dari ilmu Seni, Sosiologi, dan Antropologi. Penulis sangat bergantung pada penggunaan sejarah lisan (oral history) dan tradisi lisan (oral tradition) melalui tekhnik wawancara. Hal ini dilakukan karena terbatasnya sumber tertulis untuk mengkaji permasalahan yang diteliti. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu keberadaan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Tahun 1960-1990 ditinjau dari segi historis, sosial, dan budaya. Dimulai dari latar belakang munculnya Pencak Silat Pancer, struktur pertunjukan, faktor-faktor penyebab perubahan minat masyarakat dan upaya pelestarian seni Pencak Silat Pancer. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh temuan sebagai berikut: Pencak Silat Pancer di Jampangkulon merupakan kesenian tradisional yang sebelumnya telah berkembang di daerah Sukabumi Selatan Jawa Barat. Dengan berkurangnya minat masyarakat terhadap kesenian tradisional Pencak Silat Pancer itu karena masyarakat menganggap bahwa seni tradisi sangat membosankan dan terkesan kuno sudah tidak sesuai dengan kondisi zaman pada saat itu. Kondisi ini yang kemudian membuat para seniman yang dipelopori oleh Odjan Syafrudin untuk melakukan perubahan dalam seni tradisional Sunda yaitu Pencak Silat Pancer agar kembali digemari oleh masyarakat tidak terbatas pada golongan tertentu. Perubahan yang dilakukan oleh Odjan Syafrudin yaitu dengan cara menggelar pertandingan Pencak Silat Pancer yang diadakan di daerah Jampangkulon, serta sering mementaskan Pencak Silat Pancer di acara-acara atau hari besar yang diperingati di Desa Jampangkulon. Pencak Silat Pancer menjadi sarana hiburan disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat pada saat itu. Peran seniman dalam melestarikan Pencak Silat Pancer terlihat dari banyaknya Pedepokan yang berkembang di Jampangkulon. Pandangan masyarakat terutama para pengamat seni yang ada di Jampangkulon khususnya Pencak Silat Pancer merupakan kesenian yang seharusnya dilestarikan karena menyangkut identitas budaya yang ada di Jampangkulon. Pandangan dari berbagai masyarakat tersebut sangat menunjang terhadap kelangsungan dan ketertarikan untuk melakukan pelestarian kesenian tradisional Pencak Silat Pancer. Seiring berkembangnya zaman semakin maraknya seni budaya modern dan seni beladiri lain yang lebih diminati oleh anak-anak remaja Pencak Silat Pancer masih dapat eksis dan bertahan sebagai salah satu warisan
(4)
budaya yang mengandung nilai-nilai budaya lokal yang harus terus dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat Jampangkulon.
(5)
UCAPAN TERIMAKASIH... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 5
1.3.Tujuan Penelitian... 6
1.4.Manfaat Penelitian... 6
1.5.Metode Penelitian ... 7
1.6.Struktur Organisasi Skripsi ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Seni Sebagai Salah Satu Unsur Budaya Universal... 12
2.2.Sejarah Lokal dan Dinamika Sosial ... 15
2.3.Kesenian Tradisional, Seni Beladiri dan Pencak Silat ... 18
2.4. Penelitian Terdahulu ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Metode Penelitian ... 31
3.1.1. Persiapan Penelitian ... 36
3.2.Pelaksanaan Penelitian ... 39
3.2.1. Heuristik Pengumpulan Sumber ... 39
3.2.2. Kritik Sumber ... 46
3.2.3. Kritik Eksternal ... 46
3.2.4. Kritiki Internal ... 48
3.2.5 Interpretasi (Penafsiran Fakta)... 49
(6)
4.1.3. Penduduk Desa Jampangkulon Tahun 1960-1990... 60
4.2.Kondisi Kesenian Pencak Silat Pancer Di Jampangkulon Tahun 1960-1990 ... 61
4.2.1. Sejarah Munculnya dan Berkembangnya Pencak Silat Pancer .... 61
4.2.2. Fungsi Pencak Silat Pancer Bagi Masyarakat Jampangkulon ... 66
4.2.3. Nilai-Nilai Budaya Dalam Pencak Silat Pancer ... 68
4.2.4. Pertunjukan Pencak Silat Pancer ... 71
4.3. Masuknya Unsur Bela Diri Lain Berdampak Terhadap Seni Bela Diri Pencak Silat Pancer di Jampangkulon ... 77
4.4.Peran Seniman Terhadap Upaya Pelestarian Pencak Silat Pancer ... 83
BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan ... 84
5.2 Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 90
LAMPIRAN ... 94
(7)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting dalam perkembangan pariwisata daerah. Berbagai macam kesenian berkembang di Jawa Barat di antaranya yaitu Pencak silat, Jaipongan, Genjringan, Sisingaan, dan masih banyak lagi kesenian-kesenian tradisional lainnya. Salah satu bentuk dari kesenian tradisional saat ini yang menjadi ciri khas jati diri daerah yang ada di Jawa Barat yaitu kesenian Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi. Kesenian daerah merupakan suatu perwujudan kebudayaan yang memiliki nilai-nilai luhur yang patut dijunjung tinggi keberadaannya kesenian Daerah berproses terus menuju puncaknya yaitu :
“Kesenian nasional yang mengandung serta memancarkan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia, yang dalam hal ini merupakan nilai yang kita banggakan yang sekaligus dikagumi dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain” (Koentjaraningrat, 1993: 113)
Kesenian dapat diartikan sebagai hasil karya manusia yang mengandung keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Kesenian memiliki banyak jenis bila dilihat dari perkembangannya. Ada yang dikenal sebagai seni tradisional yang berkembang secara alami di masyarakat tertentu kadang kala masih tunduk pada atur-aturan yang baku namun ada juga yang sudah tidak terikat aturan, kesenian ini kadangkala merupakan kesenian rakyat yang bisa dinikmati secara masal.
(8)
Kesenian daerah yang tumbuh dan berkembang di Jampangkulon yaitu Kesenian Pencak Silat Pancer, yang dijadikan jati diri kota Sukabumi Selatan khususnya Jampangkulon. Kesenian tersebut mempunyai daya tarik yang tinggi dan bisa juga berfungsi sebagai media pendidikan tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan M Purna dan Sigit:
“ Dalam silat sebenarnya memahami tentang berbagai nilai-nilai sosial budaya
setempat seperti nilai-nilai tentang kesetiakawanan, kesabaran,pandangan hidup yang semua dapat membentuk manusia yang tangguh dan mampu melindungi yang lemah serta dapat menuntun masyarakat sekitar kedalam kedamaian” (Purna dan Sigit,1996 : 59).
Pencak Silat Pancer merupakan kesenian tradisional warisan leluhur Jampangkulon yang pada umumnya mempunyai peranan penting bagi masyarakat Jampangkulon. Pencak Silat Pancer juga merupakan modal untuk mempertahankan kekuasaan dan perlawanan terhadap musuh yang berasal dari luar maupun dari dalam daerah Jampangkulon Sukabumi. Pencak Silat Pancer ini selain silat Cimande yang paling menonjol di antara silat yang lainnya di Jampangkulon.
Pencak Silat Aliran Pancer termasuk kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di Jampangkulon, yang memiliki kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus. Pencak silat sebagai seni mengikuti ketentuan-ketentuan keselarasan, keseimbangan, dan keserasian. Kesenian Pencak Silat Pancer merupakan kesenian tradisional salah satu warisan leluhur Jampangkulon yang pada zaman dahulu berperan penting bagi masyarakat Jampangkulon dalam mempertahankan wilayahnya. Semakin berkembangnya kebudayaan termasuk kesenian tradisional Pencak Silat Pancer mengalami pergeseran dan berkurangnya minat masyarakat terhadap kesenian tradisional Pencak Silat Pancer.
(9)
Salah satu faktor yang membuat Pencak Silat Pancer ini berkurang peminatnya yaitu dikenalnya seni beladiri lain yang lebih popular seperti Taekwondo dan Karate. Zaman semakin berkembang seiring berkembangnya wawasan masyarakat tentang kesenian beladiri itu sendiri. Seni beladiri karate dan Taekwondo ini mulai populer di masyarakat Jampangkulon pada tahun 1987. Pada awalnya di Jampangkulon mulai didirikan tempat latihan Karate dan Taekwondo itu ada dua tempat, tetapi setelah berkembangnya pengetahuan mengenai beladiri Taekwondo dan Karate itu berkembanglah beladiri tersebut mengalahkan beladiri Pencak Silat Pancer, kesimpulannya disini terjadi perubahan minat masyarakat terhadap seni beladiri Pencak Silat Pancer sehingga perguruan Pencak Silat di Jampangkulon mulai berkurang.(Ade, wawancara tanggal 08 Agustus 2012).
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa permasalahan ini muncul terlihat dengan adanya pengaruh minat yang ditandai dengan pesatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu mengubah kehidupan masyarakat yang awalnya berminat penuh terhadap pencak silat pancer sebagai seni tradisional menjadi masyarakat yang berminat terhadap seni beladiri yang lebih populer atau seni modern, Perkembangan teknologi tersebut menyebabkan suatu perubahan sikap dan minat seni masyarakat. Berdasarkan berbagai permasalahan yang terjadi hendaknya Pencak Silat yang beraliran Pancer sebagai kesenian tradisional yang terdapat di Jampangkulon Sukabumi dikembangkan kembali menjadi sebuah potensi budaya lokal yang dapat memberikan pertunjukan yang aktif dan komunikatif dengan cara memodifikasi serta mengkolaborasikan gerak silat dengan jenis musik kesenian tradisional lainnya tanpa mengubah ciri khas serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam mempertahankan kesenian tradisional yang hampir punah ialah dengan penyesuaian terhadap pengaruh kebudayaan lain karena kebudayaan lain masih dipandang sebagai salah satu faktor terjadinya penurunan minat masyarakat terhadap kesenian tradisional. Upaya yang dilakukan dalam melestarikan kesenian tradisional tersebut tentunya memerlukan
(10)
bantuan dari berbagai pihak baik Pesilat yang beraliran Pancer, Pemerintah Daerah sebagai pemegang kebijakan, maupun kalangan akademisi yang peduli terhadap budaya.
Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan tersebut maka penulis merasa tertarik untuk melakukan dan mengkaji lebih jauh tentang keberadaan atau perkembangan dari kesenian Pencak Silat Pancer yang terdapat di wilayah Jampangkulon Sukabumi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pihak terkait atau masyarakat setempat dalam pendirian dan perkembangan pencak silat yang beraliran Pancer. Penulis membatasi permasalahan ini dimulai pada tahun 1960 sampai dengan 1990. Pada awal tahun 1960 Pencak Silat Pancer mulai dikenal di masyarakat dan sering dipertunjukan apabila ada acara besar di alun-alun Jampangkulon Sukabumi, serta pada tahun 1960 juga kesenian tradisional Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi mencapai puncak kejayaannya. Hal ini ditandai dengan seringnya kesenian tersebut dipertunjukan dalam berbagai acara pernikahan, khitanan, hari ulang tahun Jampangkulon Sukabumi Selatan atau acara peringatan proklamasi kemerdekaan.
Di awal tahun 1989 kesenian Pencak Silat Pancer mulai mengalami penurunan yang diakibatkan karena di samping yang melatih pencak silat Pancer mengalami sakit-sakitan dan pada akhir tahun 1989 pelatih utama Pencak Silat Pancer meninggal dunia sehingga Paguron Pencak Silat Pancer diturunkan kepada anaknya yang bernama Bapak Ade, selain itu juga salah satu faktor yang menjadikan Pencak Silat Pancer mengalami kemunduran yaitu dengan adanya perubahan ketertarikan masyarakat jampangkulon terhadap kesenian tradisional itu menurun karena pada tahun 1990 sudah mulai adanya kesenian luar yang lebih modern.
Berdasarkan permasalahan di atas, terdapat beberapa alasan penulis dalam mengambil tema Perkembangan Kesenian Pencak Silat Pancer pada masyarakat Jampangkulon Sukabumi tersebut. Pertama, Penulis melihat kesenian Pencak Silat Pancer telah mengalami pasang surut terutama tidak adanya generasi penerus sehingga ketertarikan penulis pada masalah tersebut karena kesenian Pencak Silat
(11)
Pancer yang sekarang hampir punah di kalangan masyarakat masa kini ingin kembali dihidupkan dan diperkenalkan kembali kepada masyarakat masa kini sehingga nilai-nilai seni tradisional tidak hilang begitu saja di kalangan masyarakat Jampangkulon Sukabumi Selatan. Kedua, Penulis ingin melihat bagaimana upaya masyarakat setempat atau pihak terkait terutama para pesilat aliran Pancer dalam mengembangkan seni tradisional yang dimilikinya pada masa itu dan masa sekarang. Ketiga, penulisan sejarah lokal mengenai seni Pencak Silat Pancer sebagai usaha pelestarian terhadap potensi budaya lokal agar nama Jampangkulon bisa dikenal di mata dunia tidak dengan hal-hal yang negatif melainkan mempunyai nilai historisnya. Berdasarkan alasan di atas tersebut, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian lebih dalam mengenai perkembangan kesenian tradisional dengan sudut kajian sosial budaya yang mengambil objek kajian penelitian di Jampangkulon Sukabumi Selatan dengan judul “Perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, terdapat permasalahan
utama yang akan dikaji yaitu “Bagaimanakah Perkembangan Pencak Silat Pancer
yang Terjadi di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990?” Agar permasalahan yang dikaji menjadi lebih jelas, peneliti akan memberikan batasan masalah tersebut ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah singkat munculnya kesenian bela diri Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi?
2. Bagaimana dampak pergeseran dari seni beladiri Pencak Silat Pancer yang menjadi identitas budaya dengan adanya unsur bela diri lain terhadap kebudayaan yang berada di daerah Jampangkulon itu sendiri?
3. Bagaimana upaya pelestarian kesenian Pencak Silat Pancer yang dilakukan oleh para tokoh pesilat Pancer ?
(12)
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian yang dilaksanakan oleh penulis ada dua aspek tujuan yakni tujuan umum dan tujuan khusus, tujuan umum disini bermaksud untuk memperoleh informasi dan pelajaran yang berharga dari peritiwa atau kejadian sejarah di masa lalu agar menjadi sebuah pijakan dalam melangkah di masa yang akan dating. Tujuan khususnya di sini adalah untuk mengetahui alasan mengapa Pencak Silat Pancer yang merupakan salah satu budaya kesenian yang dikembangkan khas di daerah Jampangkulon Sukabumi dapat bertahan di tengah arus globalisasi dan modernisasi. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulis dalam penelitian ini :
1. Menjelaskan sejarah singkat munculnya kesenian Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi.
2. Menjelaskan dampak pergeseran dari seni beladiri Pencak Silat Pancer yang menjadi identitas budaya dengan adanya unsur bela diri lain terhadap kebudayaan yang berada di daerah Jampangkulon itu sendiri.
3. Menjelaskan upaya pelestarian kesenian Pencak Silat Pancer yang dilakukan oleh para tokoh pesilat Pancer .
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum diharapkan dengan adanya penelitian ini Pencak Silat Pancer yang berada di Jampangkulon Sukabumi dapat dikenal oleh masyarakat pada umumnya sebagai salah satu potensi budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di Jampangkulon. Sebagai upaya untuk mengangkat dan melestarikan budaya leluhur Jampangkulon Sukabumi Selatan yang perkembangannya mengalami penurunan akibat selain tidak ada penerus selain itu juga ada indikasi pengaruh globalisasi sehingga pemerintah daerah menganjurkan dan menunjuk sekolah SMA dan SMP untuk diadakannya muatan lokal mengenai kesenian Pencak Silat Pancer khususnya Sekolah yang ada di daerah JampangKulon Sukabumi, selain itu juga
(13)
dilihat dari matapelajaran kesenian tradisional yang ada di sekolah SMA ada kaitannya dengan SK-KD yang ada di dalam buku Sejarah kelas X semester 1.
Adapun manfaat lain dari penelitian ini adalah :
1. Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memperkaya khazanah dalam penulisan sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber referensi penulisan sejarah lokal lainnya.
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak lain yang akan mengkaji lebih lanjut mengenai Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi Selatan.
3. Penelitian mengenai Pencak Silat Pancer di Sukabumi Selatan diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi baik dari masyarakat maupun pemerintah untuk berusaha menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal.
4. Penelitian mengenai Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi ini diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat terutama generasi muda terhadap Pencak Silat Pancer sebagai kebudayaan lokal.
1.5 Metode Penelitian
Pada bagian ini metode yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode historis, yakni suatu proses pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau (Sjamsuddin, 2007: 17-19).
1) Heuristik
Tahapan ini ditandai dengan dilakukannya proses penelusuran, pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah yang dibutuhkan dalam penelitian. Dalam hal ini proses heuristik yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan mencari sumber-sumber lisan yang relevan untuk dijadikan sebagai sumber primer dalam penelitian ini maupun sumber-sumber kepustakaan.
(14)
Adapun penelusuran sumber penelitian yang digunakan oleh penulis dalam kepentingannya untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan yang dikaji adalah dengan:
Studi kepustakaan yaitu mempelajari data-data atau catatan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan mempelajari buku-buku atau literatur untuk memperoleh informasi teoritis yang berkenaan dengan masalah penelitian. Dengan teknik ini diharapkan dapat membantu dan mendapatkan sumber yang bersifat teoritis.
Wawancara adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, dan lain-lain dari individu atau responden caranya melalui pertanyaan yang sengaja kepada responden oleh peneliti. Langkah-langkah dalam menggunakan teknik wawancara ditempuh sebagai berikut:
Mengisi kisi-kisi pedoman wawancara Menyusun pedoman wawancara Mencari dan menentukan informan
Mensetting waktu, tempat, dan fasilitas untuk melakukan wawancara Melakukan wawancara sesuai dengan keperluan pengumpulan data Melakukan validasi data
Mendeskripsikan data
Studi Dokumentasi adalah penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan, atau lain-lain. Bentuk rekaman biasanya dikenal dengan penelitian analisis dokumen.
(15)
2) Kritik
Setelah melakukan heuristik, peneliti melakukan kritik atas sumber, yaitu suatu kegiatan dengan melakukan penilaian dan mengkritisi sumber-sumber yang telah diperoleh dengan melakukan kritik ekstern dan intern. Kegiatan ini ditujukan untuk mengetahui apakah sumber-sumber yang telah dikumpulkan relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
3) Interpretasi
Tahap berikutnya ialah proses penafsiran yang diperoleh dari hasil pemikiran dan pemahaman terhadap keterangan-keterangan yang diperoleh dari sumber-sumber dengan cara menghubungkan satu fakta dengan lainnya. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner merupakan suatu pendekatan yang menggunakan konsep disiplin ilmu-ilmu sosial lain. Peneliti menggunakan ilmu sosiologi dan ilmu Antropologi.
4) Historiografi
Tahap akhir dari penelitian ini ialah historiografi yakni proses penulisan dan penyusunan hasil penelitian yang utuh dan masuk akal atas interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya serta peneliti berusaha melakukan historiografi dengan merangkai berbagai fakta yang ada sehingga dapat menjadi suatu cerita sejarah yang baik dan dapat dipercaya kebenarannya. Penulisan sejarah ini juga dilakukan dengan menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar serta dituliskan dengan sederhana sehingga diharapkan dapat menarik minat untuk membacanya serta dapat dengan mudah dimengerti. Peneliti menggunakan ilmu sosiologi dan ilmu Antropologi.
1.6 Struktur Organisasi Skripsi
Hasil dari penelitian skripsi ini akan disusun ke dalam lima bab yang terdiri dari Pendahuluan, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Pembahasan, Kesimpulan dan Saran. Adapun fungsi dari pembagian ini bertujuan memudahkan penulisan agar sistematis.
(16)
Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian yang menjadi alasan peneliti sehingga tertarik untuk melakukan penelitian yang ditujukan sebagai bahan penelitian, rumusan masalah yang diuraikan dalam beberapa pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam penelitian, pembatasan masalah untuk memfokuskan kajian penelitiansesuai dengan permasalahan utama, tujuan dan manfaat penelitian dari penelitian serta sistematika penulisan dalam menyusun skripsi.
Bab II Kajian Pustaka. Dalam bab ini menguraikan secara lebih terperinci mengenai materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Uraian materi-materi tersebut adalah informasi-informasi yang diperoleh dari hasil kajian pustaka. Dari hasil kajian pustaka ini juga dipaparkan beberapa konsep yang dikembangkan dalam bab ini, adalah konsep-konsep yang relevan dengan bahan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dijabarkan mengenai sumber-sumber kepustakaan yang digunakan dan mendukung terhadap permasalahan yang sedang dikaji oleh penulis yaitu mengenai perkembangan budaya seni tradisional di JampangKulon Sukabumi.kajian pustaka ini merupakan kerangka dasar berpikir bagi penulis untuk dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh di lapangan, sehingga di uapayakan bias mempermudah melakukan analisis terhadap masalah yang dikaji oleh penulis.
Bab III Metodologi Penelitian. Dalam bab ini membahas langkah-langkah, metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Lebih lanjut, dalam bab ini peneliti menguraikan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian yang berisi langkah-langkah penelitian dimulai dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Semua prosedur penelitian akan dibahas dalam bab ini. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam memberikan arahan dalam pemecahan masalah yang dikaji oleh penulis.
Bab IV Pencak Silat Pancer di JampangKulon Sukabumi Tahun 1960-1990. Dalam bab ini merupakan isi utama dari tulisan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah bab ini juga berisi mengenai
(17)
pembahasan yang berisi keterangan dari data-data temuan dilapangan data yang sudah diperoleh oleh penulis dipaparkan secara deskriptif untuk memperjelas maksud yang terkandung dalam data temuan tersebut, penulis juga mencoba untuk kritis terhadap data-data temuan dilapangan dan membandingkan dengan sumber yang mendukung pada permasalahan yang penulis teliti.
Bab V Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini mengemukakan kesimpulan dari pembahasan yang berisi mengenai beberapa kesimpulan yang dikemukakan oleh penulis merupakan hasil dari analisis terhadap permasalahan yang telah diajukan sebelumnya secara menyeluruh, setelah penulis menganalisis fakta yang diperoleh dan didukung oleh berbagai sumber literatur yang telah penulis baca serta dikaji melalui pengkajian yaitu pada bab sebelumnya.
(18)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai langkah, prosedur atau metodologi penelitian yang dipakai oleh peneliti untuk mengumpulkan fakta yang berkaitan dengan judul skripsi “Perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990”. Penulis mencoba untuk memaparkan berbagai langkah yang digunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, analisis dan cara penelitiannya.
Pada bagian pertama penulis akan menjelasakan metode secara teoritis sebagai landasan dalam pelaksanaan penelitian yang penulis lakukan. Pada bagian kedua akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan persiapan dalam pembuatan skripsi, yaitu penentuan dan pengajuan tema, penyusunan rancangan penelitian, mengurus perizinan, menyiapkan perlengkapan penelitian, dan proses bimbingan. Bagian ketiga berisi tentang pelaksanaan penelitian yang dimulai dari pengumpulan data (heuristik) baik sumber tertulis maupun sumber lisan, kritik sumber, dan interpretasi.
Pada bagian terakhir akan dipaparkan mengenai proses penulisan skripsi atau historiografi sebagai bentuk laporan tertulis dari penelitian sejarah yang telah dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut, penulisan dan penyusunan skripsi ini dijabarkan menjadi tiga langkah kerja penelitian sejarah. Ketiga langkah tersebut dibagi dalam tiga bagian, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan hasil penelitian.
3.1. Metode Penelitian
Penelitian merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk mendapatkan jawaban-jawaban atas masalah yang dihadapi. Dalam melakukan sebuah penelitian diperlukan sebuah metode agar penelitian menjadi lebih mudah dan terarah. Metode
(19)
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode historis atau metode sejarah dengan pendekatan interdispliner.
Metode sejarah adalah :
“Metode sejarah adalah seperangkat sarana/system yang berisi asas-asas atau norma-norma, aturan-aturan, prosedur, metode dan teknik yang harus diikuti untuk mengumpulkan segala kemungkinan saksi mata (witness) tentang suatu masa atau peristiwa, untuk mengevalusai kesaksian (testimony) tentang saksi-saksi tersebut, untuk menyusun fakta-fakta yang telah diuji dalam hubungan – hubungan kausalnya dan akhirnya menyajikan pengetahuan yang tersusun mengenai peristiwa-peristiwa tersebut” (Ismaun, 2005:28).
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode sejarah sangat sesuai dengan penelitian ini karena data dan fakta-fakta yang diperlukan berhubungan dengan peristiwa masa lampau. Dengan menggunakan metode sejarah penulis dapat mengkaji keaslian sumber data sejarah, kebenaran informasi sejarah, serta bagaimana melakukan interpretasi terhadap sumber data sejarah tersebut untuk disusun sebagai cerita sejarah.
Tugas penulis dalam penelitian historis adalah :
”Mengadakan rekonstruksi mengenai masa lampau, tidak semua peristiwa masa lalu dapat diulang kembali, sehingga penelitian ini haruslah berdasarkan fakta sejarah dan membangun pemecahan persoalan berdasarkan fakta tersebut, menurut, dalam kaitannya dengan ilmu sejarah, dengan sendirinya
metode sejarah adalah “ bagaimana mengetahui sejarah” sedangkan
metodologi adalah “ mengetahui bagaimana mengetahui sejarah” (Sjamsuddin,2007: 14).
Sedangkan menurut Ismaun
“ Metode ilmiah didalam sejarah bertujuan untuk memastikan dan memaparkan kembali fakta masa lampau berdasarkan bukti dan data yang diperoleh sebagai peninggalan msa lampau” dengan kata lain metode sejarah adalah “ proses penguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau” (Ismaun, 2005 : 35).
(20)
Dalam mengkaji permasalahan dalam penelitian ini , penelitian menggunakan pendekatan interdisipliner.
“Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Disiplin ilmu yang digunakan yaitu ilmu sosiologi dan antropologi. Ilmu sosiologi seperti peranan sosial dan perubahan sosial. Apabila ilmu antropologi dipergunakan dalam mengkaji mengenai budaya pada masyarakat Jampangkulon dan mengkaji Pencak Silat Pancer. Menggunakan pendekatan interdisipliner atau multidimensional maksudnya ialah dalam menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena di masa lalu, sejarah menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan pokok kajiannya “(Ismaun, 2005 :198).
Helius Sjamsuddin ( 2007 : 67-187 ) menjelaskan bahwa penelitian sejarah yang pada dasarnya adalah penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, merupakan implementasi dari tahapan kegiatan yang tercakup dalam metode sejarah yakni :
1. Heuristik adalah kegiatan mencari dan menentukan sumber yang diperlukan berhasil tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber, baik berupa sumber tulisan maupun sumber lisan. Pada tahap ini akan dilakukan pencarian sumber lisan melalui teknik wawancara kepada guru pencak silat dan tokoh Pencak Silat Pancer disamping itu juga pemerintah setempat. Pada tahap ini pula, penulis menggunakan studi kepustakaan yaitu untuk memperoleh data yang dianggap relevan degan bahasan mengenai Pencak silat Pancer, kesenian tradisional, pelestarian pencak silat pancer sebagai kesenian tradisional, teori-teori antropologi. 2. Kritik merupakan tahapan lanjutan dari heuristik, yaitu melakukan proses
penyelidikan terhadap sumber dan data yang telah diperoleh sebelumnya, baik dalam segi bentuk (kritik eksternal) maupun isinya ( kritik internal). Hal ini bertujuan agar fakta yang akan digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan permasalhan yang menjadi fokus kajian serta untuk menyeleksi data, sehingga diperoleh fakta .
(21)
3. Interpretasi yaitu penapsiran akan makna fakta dan hubungan antara stu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap objektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap sujektif , harus subjektif rasional, jangan subjektif emosional, rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran. Pada tahap ini, penulis menginterpretasikan data-data mengenai Pencak Silat Pancer yang sudah dianalisis dan dikritik. Dalam tahap ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.
4. Historiografi adalah rangkaian dari fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena keduanya hal itu merupakan bagian dari ciri karya ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu. Fakta-fakta yang telah didapatkan penulis tentang Pencak Silat Pancer dengan melalui berbagai macam proses kemudian disusun oleh penulis menjadi sebuah karya tulis.
Wood Gray (Sjamsuddin, 2007: 89) mengemukakan ada enam langkah dalam metode historis, yaitu :
1. Memilih suatu topik yang sesuai. Dalam penelitian ini topik tentang Pencak Silat Pancer dipilih peneliti karena peneliti tertarik untumk mengangkat kesenian atau budaya lokal masyarakat Jampangkulon yang harus dilestarikan. 2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.mencari dan
mengumpulkan data-data terkait dengan Pencak Silat Pancer mencari para ahli pencak silat pancer serta pemain pencak silat pancer di daerah Jampangkulon khususnya kemudian mencari buku-buku yang bersinggungan dengan Pencak Silat Pancer ataupun mengenai pencak silat, seni tradisional pertunjukan, dan pelestarian pencak silat. Buku-buku tersebut penulis dapatkan di beberapa perpustakaan diantaranya: perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Perpustakaan STSI, Perpustakaan Daerah Sukabumi dan di beberapa toko buku. Dan selanjutnya penulis mencari data-data mengenai kehidupan sosial
(22)
masyarakat Jampangkulon untuk menunjang data-data lainnya terhadap penulisan skripsi ini.
3. Membuat catatan tentang apa saja yang di anggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung. Dalam langkah ini penulis membuat catatan-catatan penting terutama dari hasil wawancara peneliti dengan narasumber, hasil wawancara dengan narasumber yang kompeten dan ahli mengenai Pencak Silat Pancer kemudian dituangkan penulis dalam bentuk tulisan.
4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber). Kritik dilakukan terhadap semua sumber yang dihimpun peneliti tentang Pencak Silat Pancer untuk memperoleh data yang relevan. Setelah sumber yang berkenaan dengan Pencak Silat Pancer diperoleh dan dikumpulkan kemudian ditelaah serta diklasifikasikan terhadap sumber-sumber informasi selain itu juga penulis membandingkan hasil wawancara terhadap narasumber dengan buku-buku yang berkaitan dengan Pencak Silat Pancer.
5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya. Catatan fakta-fakta hasil penelitian disusun oleh penulis dalam sebuah sistematika yang baku dengan berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah. Kemudian penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi pada tahun 1960-1990.
6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.
Agar metode sejarah memiliki makna yang utuh dan konperhensif, maka dalam melaksanakan penelitian sejarah sebisanya memperhatikan hal-hal berikut:
Dalam historiografi diperlukan pendekatan fenomenologis yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman pelaku sendiri.
(23)
1) Pengungkapan yang bersifat reflektif, sehingga dimungkinkan tetap adanya kesadaran dan subjektifitas diri sendiri, seperti kepentingan, perhatian, logika, metode, serta latar belakang historisnya.
2) Bersifat komperhensif, sehingga memiliki relevansi terhadap realitas sosial berbagai tingkat dan ruang lingkup.
3) Memiliki relevansi terhadap kehidupan praktis (Kartodirdjo, 1987:236).
3.1.1 Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian ada beberapa prosedur penelitian yang penulis lakukan. Kegiatan penulis tersebut dilakukan secara bertahap, tahapan yang diambil penulis dalam proses persiapan adalah sebagai berikut :
1) Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian
Sebelum melakukan penelitian yang berkenaan dengan permasalahan yang dikaji peneliti terlebih dahulu menentukan tema dan judul penelitian, setelah peneliti mendapatkan tema dan menentukan judul mka peneliti mengajukannya kepada tim pertimbangan penulis skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah. Pada saat itu judul yang diajukan oleh peneliti yaitu “Perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi pada tahun 1960-1990”setelah mendapatkan persetujuan dari Tim Pertimbangan Penulis Skripsi (TPPS), maka peneliti mulai melakukan penuyusunan rancangan peneliti dalam bentuk proposal.
2) Penyusunan Rancangan Penelitian
Dalam tahap ini peneliti melakukan pencarian sumber-sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji. Peneliti membaca berbagai sumber literatur yang relevan mengenai permasalahan yang dibahas setelah mendapatkan data rancangan penelitian ini dijabarkan dalam bentuk proposal oleh peneliti, setelah proposal selesai peneliti mengajukannya kembali ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi dan di setujui dengan surat ketetapan dari ketua jurusan pendidikan sejarah, setelah proposal disetujui maka ditetapkan calon pembimbing 1 dan calon pembimbing II dan peneliti mempersentasikan proposal tersebut dalam seminar
(24)
proposal pada tanggal 2 Mei 2012. Di dalam seminar tersebut peneliti mendapatkan beberapa masukan dari dosen-dosen yang menghadiri seminar, dari seminar tersebut mendapatkan masukan untuk mengubah rumusan masalah, latar belakang dan tinjauan pustaka serta ada pertanyaan yang menyangkut ada tidaknya muatan lokal di sekolah mengenai muatan lokal pencak silat jawaban peneliti jelas ada yaitu selama menjelang dua tahun lebih di sekolah SMP maupun SMA di Jampangkulon ada muatan lokal mengenai pencak silat. Sistematika penulisan proposal yang digunakan oleh peneliti adalah yang terdapat pada buku panduan penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2012.
a) Judul penelitian
b) Latar belakang masalah c) Perumusan masalah d) Tujuan penelitian e) Manfaat penelitian f) Kajian pustaka g) Metode penelitian
h) Struktur organisasi skripsi
3) Menyiapkan Perlengkapan dan Izin Penelitian
Pembuatan surat perijinan ini dilakukan agar peneliti lebih mudah dalam mendapatkan informasi ketika melakukan penelitian. Dalam tahapan ini, peneliti membuat surat perijinan dari jurusan yaitu surat permohonan izin mengadakan penelitian dalam rangka memenuhi tugas akhir perkuliahan, yang kemudian diajukan kembali ke sub bagian mahasiswa FPIPS yang kemudian ditandatangani oleh pembantu dekan bidang pendidikan dan kemahasiswaan. Sebelum membuat surat permohonan izin mengadakan penelitian yang diajukan ke bagian sub bagian mahasiswa FPIPS peneliti menyiapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk permohonan izin penelitian yaitu proposal yang sudah di terima oleh pembimbing , foto copy KTM, membuat surat perijinan dari Jurusan, salinan foto copy bukti pembayaran SPP semester akhir. Surat ini diajukan kepada :
(25)
a) Perpustakaan Daerah Sukabumi
b) Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata kota Sukabumi c) Badan Pusat Statistik Daerah Sukabumi
d) Kantor Desa Kecamatan Jampangkulon Sukabumi
e) Ketua persatuan perguruan Pencak Silat Pancer Desa Jampangkulon Sukabumi
Dalam memperoleh data dan sumber yang diperlukan, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan rancangan penelitian dan perlengkapan penelitian ketika melakukan proses penelitian, adapun perlengkapan penelitian yang disiapkan adalah sebagai berikut:
a) Surat izin dari Dekan FPIPS b) Instrumen wawancara c) Alat perekam
d) Kamera Foto
e) Alat tulis dan catatan lapangan
Surat keputusan izin penelitian dari pihak dekan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia digunakan penulis sebagai surat pengantar yang bertujuan dan berfungsi mengantarjan atau menjelaskan kepada suatu intansi/perorangan bahwa penulis sedang melaksanakan suatu penelitian dengan harapan agar intansi/perorangan tersebut dapat memberikan informasi data dan fakta yang penulis butuhkan selama proses penelitian.
4) Proses Bimbingan/Konsultasi
Proses bimbingan merupakan salah satu tahapan yang penting dalam penyusunan laporan penelitian ini. Dengan melakukan bimbingan. Peneliti akan mendapatkan masukan-masukan dari pembimbing 1 dan pembimbing II yang akan membantu dalam proses penyusunan laporan penelitian. Dalam penyusunan laporan penelitian ini peneliti di bimbing oleh Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si selaku pembimbing I dan Drs. Syarif Moeis selaku pembimbing II. Setiap hasil penelitian yang peneliti dapatkan dilaporkan kepada pembimbing untuk dikonsultasikan agar
(26)
peneliti lebih memahami, dan mendapat petunjuk untuk menghadapi segala kendala yang ditemukan dalam penyusunan penelitian ini.
3.2. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan beberapa langkah sesuai dengan metode sejarah yang digunakan oleh peneliti.
3.2.1. Heuristik atau Pengumpulan Sumber
Pada tahap ini penulis berusaha untuk melakukan pencarian, pengumpulan dan mengklasifikasikan berbagai sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang di kaji. Sumber sejarah menurut Helius Sjamsuddin (2007:73), adalah segala sesuatu yang berlangsung menceritakan kepada kita, tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu. Sumber sejarah berupa bahan-bahan sejarah yang memuat bukti-bukti aktifitas manusia dimasa lampau yang berbentuk tulisan atau cerita. Sumber tertulis berupa buku dan artikel yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dan juga ditambah dengan sumber lisan dengan permaslaahan yang dikaji dan juga ditambah sumber lisan dengan menggunakan teknik wawancara kepada narasumber yang menjadi pelaku dan mengetahui tentang “ perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi tahun 1960-1990”.
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah studi kepustakaan, wawancara dan studi dokumentasi. Studi kepustakaan dilakukan dengan dengan mencari buku-buku yang relevan dan sesuai dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu mengenai Pencak Silat Pancer. Berkaitan dengan ini, dilakukan kegiatan kunjungan ke perpustakaan-perpustakaan yang berada di Daerah Sukabumi khususnya di Jampngkulon yang mendukung dalam penulisan ini.setelah berbagai literatur terkumpul dan cukup relevan sebagai acuan dalm penulisan ini, maka penulis mulai mempelajari, mengkaji dan mengidentifikasi serta memilih sumber yang relevan dan dapat dipergunakan dalam penulisan.
(27)
Tahap selanjutnya yaitu melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan narasumber untuk memberikan informasi sesuai dengan permasalahan penelitian. Wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara gabungan yaitu perpaduan antara wawancara terstruktur dan tidak tersetruktur. Wawancara tersetruktur adalah wawancara yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diwawancarai diberi pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan tata urutan yang seragam, sedangkan wawancara yang tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak mempunyai persiapan sebelumnya dari daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi penulis.
Wawancara dilakukan oleh penulis kepada orang-orang yang langsung bersangkutan dengan peristiwa atau objek penelitian, pelaku atau saksi dalam suatu peristiwa kesejarahan yang akan diteliti dalam hal ini yaitu tentang Pencak Silat Pancer yang menjadi salah satu seni dan budaya tradisional yang ada di Jampangkulon. Penggunaan teknik wawancara sebagai teknik untuk memperoleh data berdasarkan pertimbangan bahwa periode yang menjadi bahan kajian dalam penulisan ini masih memungkinkan untuk mendapatkan sumber lisan mengenai Pencak Silat Pancer. Selain itu juga narasumber, pelaku atau saksi mengalami dan melihat dan merasakan sendiri peristiwa masa lampau yang menjadikan objek kajian sehingga sumber yang diperoleh akan menjadi objektif. Karena dalam hal ini teknik wawancara erat kaitannya dengan sejarah lisan (oral history) yaitu ingatan yang pertama ditulis oleh tangan yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang di wawancara sejarawan (Sjamsuddin, 2007: 78).
Tahap selanjutnya studi dokumentasi yang merupakan penelitian yang dilakukakn terhadao informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara tulisan, atau lainya bentuk rekaman biasanya dikenal dengan penelitiana analisis dokumen atau analisis isi. Lokasi penelitian terletak di desa Jampangkulon Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi, jarak lokasi penelitian adalah kurang lebih 10km dari kantor kecamatan Jampangkulon dan dapat ditempuh dalam
(28)
waktu kurang lebih 15 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor, penulis tidak lupa selalu membawa surat ijin yang di dapat dari Universitas Pendidikan Indonesia bertujuan untuk bahwasanya penulis datang ke suatu tempat untuk wawancara dan pencarian data itu ada bukti sah ijin penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia. Penulis mengambil lokasi di desa Jampangkulon dengan pertimbangan bahwa Desa tersebut salah satu Desa yang masih melestarikan seni dan budaya tradisional Pencak Silat Pancer, subjek penelitian di dalam penelitian ini adalah masyarakat serta tokoh tokoh Pencak Silat Pancer adapun perangkat desa dan pemerintah setempat serta pengamata kesenian tradisional Pencak Silat Pancer di Jampangkulon. Penulis pertama kali datang ke tempat yang dituju yaitu pada bulan April 2012. Penulis melakukan wawancara dengan beberapa orang yang mengetahui kesejarahan mengenai perkembangan kesenian Pencak Silat Pancer yaitu yang pertama kali penulis datangi yaitu kepala Padepokan Balungwesi yang mana beliau adalah sumber kunci utama yang dapat memberikan banyak infomasi mengenai Pencak Silat Pancer di Jampangkulon yaitu bapak Ade, selain itu diantaranya ada beberapa orang lagi diantaranya Dudin, Asep, Unang, Yuyu, Endar, Fahrizal, Hikmat, Risman, Fauzi.
1) Sumber tertulis
Pada tahap ini penulis mencari sumber tertulis yang relevan dengan permasalahan penelitian baik berupa buku, artikel, maupun karya ilmiah lainnya. Studi literatur yang dilakukan yaitu dengan cara membaca dan mengkaji sumber-sumber tertulis yang menunjang dalam penulisan skripsi ini. Sumber tertulis tersebut diperoleh dari berbagai tempat :
1. Perpustakaan UPI
Data yang diperoleh di Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia yaitu buku-buku yang berkaitan dengan Pencak silat dan buku-buku umum yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji oleh peneliti dalam mengerjakan skripsi. Terutama yang berkaitan dengan ruang lingkup seni tradisional dan budaya , tradisi, serta
(29)
metode penelitian dalam masyarakat, pencarian sumber tertulis di Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia ini dilakukan secara rutin seminggu sekali yaitu mulai pada tanggal 13 Juli 2012 . Buku yang diperoleh di Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia adalah Buku Khazanah Pencak Silat, buku karya Soedarsono yang berjudul Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi dan bukunya Edi Sedyawati yang berjudul Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.
2. Perpustakaan STSI Bandung
Data yang didapatkan oleh penulis di perpustakaan STSI Bandung yaitu berupa buku-buku umum yang lebih spesifik tentang buku seni tradisional dan seni beladiri pencak silat yang lebih lengkapnya penulis dapatkan di perpustakaan ini dilakukan sebanyak seminggu sekali. Yaitu pada tanggal 18 Juli 2012 buku yang diperoleh di STSI Bandung yaitu buku karya Rohidi yang berjudul Kesenian dalam
Pendekatan Kebudayaan, Buku Karya Salah yang berjudul Aspek Manusia Dalam Seni Pertunjukan, buku karya Umar Khayam yang berjudul Seni, Tradisi, Masyarakat, dan buku Edi Sedyawati yang berjudul Pertumbuhan Seni Pertunjukan.
3. Perpustakaan Daerah Sukabumi
Penulis datang ke Perpustakaan Daerah Sukabumi dengan membawa surat ijin penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia pada tanggal 13 September 2012. Data yang didapatkan oleh penulis diperpustakaan daerah Sukabumi yaitu berupa buku-buku umum mengenai kebudayaan kota Sukabumi dan seni beladiri buku yang diperoleh di Perpustakaan daerah Sukabumi yaitu buku Pencak Silat Merentang
Waktu karya O’ong Maryono.
4. Badan Pusat Statistik Sukabumi
Penulis datang ke Kantor Badan Pusat Statistik Sukabumi dengan membawa surat ijin penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia pada tanggal 6 September 2012, datang ke Kantor ini penulis mengalami kesulitan dikarenakan kantor Badan Pusat Statistik Sukabumi pindah tempat ke Gelanggang Sukabumi. Data yang diperoleh yaitu mengenai jumlah penduduk Jampangkulon pada tahun 1960-1990
(30)
serta kondisi perekonomian masyarakat, kebiasaan masyarakat Jampangkulon dan luas wilayah Jampangkulon Sukabumi serta Peta Jampangkulon Sukabumi.
5. Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sukabumi
Penulis datang ke Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sukabumi dengan membawa surat ijin dari Universitas Pendidikan Indonesia, pada tanggal 26 Juli 2012, Sumber tertulis yang penulis dapatkan di dinas pemuda, olahraga, kebudayaan dan pariwisata kota Sukabumi yaitu arsip mengenai sejarah dan budaya Kota Sukabumi dan data mengenai perguruan seni tradisional Pencak silat yang berada di daerah Jampangkulon, datang ke Dinas Pemuda, Olahrag, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sukabumi dilakukan sebanyak dua kali.
6. Persatuan Perguruan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon
Penulis datang ke Paguron Pencak Silat Pancer Balung Wesi dengan membawa surat ijin dari Universitas Pendidikan Indonesia pada tanggal 28 April 2012, kemudian penulis bertemu langsung dengan ketua atau pelatih Pencak Silat Pancer dan ada beberapa sumber tertulis maupun lisan yang didapatkan dari perguruan ini adapun buku yang penulis dapat dari Paguron balung Wesi yaitu buku Karuhun Pencak Pancer Jampangkulon dan Data yang didapatkan penulis yaitu mengenai kondisi perkembangan kesenian yang ada di daerah Sukabumi serta penulis mendapatkan informasi mengenai kondisi fisik daerah Jampangkulon yang pada saat tahun kajian penulis yaitu tahun 1960-1990 . Penulis datang berkali-kali ke Paguron Pencak Silat Pancer ini dikarenakan penulis memerlukan informasi yang sangat banyak dan lengkap dari pesilat Pancer ataupun guru Pencak Silat Pancer dan juga yang ahlin di dalam Pencak Silat Pancer.
2) Sumber lisan
Dalam pengumpulan sumber lisan penulis mencari narasumber yang relevan agar dapat memberikan informasi yang sesuai dengan maslah yang dikaji melalui teknik wawancara yaitu mengajukan beberapa pernyataan mengenai permasalahan
(31)
yang dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi. Sumber lisan ini memiliki peranan yang penting sebgai sumber sejarah yang lainnya.
Narasumber dapat dibagi dan dikatagorikan menjadi dua yaitu pelaku dan saksi. Pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian yang menjadi bahan kajian seperti guru yang mengajarkan Pencak Silat Pancer atau budayawan yang merupakan pelaku sejarah yang mengikuti perkembangan Pencak Silat Pancer dari waktu ke waktu, sedangkan saksi adalah mereka yang melihat dan mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, misalnya masyarakat sebagai pendukung dan penikmat serta pemerintah sebagai lembaga terkait.
Narasumber yang penulis wawancara antara lain Bapak Ade merupakan Anak dari yang memiliki sejarah Pencak Silat Pancer di Pedepokan Balungwesi, Bapak Endar merupakan yang ahli dalam kesenian tradisional, Bapak Unang merupakan pengamat kesenian yang ada di daerah Jampangkulon khususnya, Ibu Yuyu Sebagai guru Kesenian Di SMPN 1 Jampangkulon dan juga Ibu Yuyu ini sebagai guru Pencak Silat Pancer putri di Pedepokan Balungwesi, Bapak Fahrizal merupakan Guru Kesenian Di SMAN 1 Jampangkulon, Bapak Asep yang mana pelatih Pencak Silat Pancer khususnya di Jampangkulon, Hikmat merupakan seniman yang mengikuti Pencak Silat Pancer, Fauzi adalah pegawai desa yang mengetahui sedikitnya mengenai keberadaan kesenian Pencak Silat Pancer di Jampangkulon, Dudin yang memiliki buku sejarah Pencak Silat Pancer, Risman adalah pegawai Desa yang ikut terlibat didalam kegiatan Pencak Silat Pancer, kesimpulannya mereka tersebut adalah pemegang teguh kesenian khas Daerah Jampangkulon, adapun perlombaan Pencak Silat Pancer ini pernah diadakan di Pelabuhan Ratu.
“Teknik wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap dan narasumber tertulis”(Kuntowijoyo, 1995 : 23). Menurut teknik wawancara dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Wawancara terstruktur atau berencana yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diselidiki untuk di wawancara diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan urutan yang seragam.
(32)
2. Wawancara tudak terstruktur atau tidak berencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti. Dalam melakukan wawancara di lapangan, penulis menggunakan kadua teknik wawancara tersebut. Hal tersebut digunakan agar informasi yang didapatkan oleh penulis lebih lengkap. Selain itu juga, dengan penggabungan dua teknis wawancara tersebut penulis menjadi tidak kaku ketika melakukan wawancara kepada narasumber dan narasumber pun lebih bebas dalam mengungkapkan berbagai informasi yang disampaikan (Koentjaraningrat 1994: 138-139). Sebelum melakukan wawancara penulis menyiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Daftar pertanyaan tersebut dijabarkan secara garis besar dan pada pelaksanaanya, pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan sehinga pembicaraan berjalan sesuai dengan permasalahan pokok, apabila informasi yang diberikan oleh narasumber kurang jelas, maka peneliti mengajukan kembali pertanyaan yang masih terdapat dalam kerangka pertanyaan besar.
Hasil wawancara dengan narasumber disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaah serta pengklasifikasian terhadap sumber-sumber informasi, sehingga benar-benar dapat diperoleh sumber yang relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.
3) Sumber Dokumentasi dan Benda
Dalam pengumpulan sumber dokumentasi penulis mencari hasil dokumentasi yang masih bisa ada dan masih dapat dilihat dengan jelas keberadaannya seperti foto-foto pementasan atau foto-foto pertunjukan pada saat Pencak Silat Pancer itu di pertunjukan dan dipentaskan dari tahun 1960-1990, serta piagam-piagam penghargaan pertandingan Pencak Silat Pancer pada Tahun 1960-1990, begitupun dengan sumber kebendaan penulis mencari benda apa sajakah yang menjadi penunjang sebagai alat pementasan Pencak Silat Pancer pada tahun 1960-1990.
(33)
3.2.2. Kritik Sumber
Langkah selanjutnya adalah penulis harus melakukan penyaringan secara kritis terhadap sumber yang telah diperoleh, terutama terhadap sumber-sumber premier agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber. Dalam tahap ini data-data yang telah diperoleh berupa sumber tertulis maupun sumber lisan disaring dan dipilih untuk di nilai dan diselidiki kesesuaian sumber keterkaitan dan keobjektifan.
Dalam bukunya Sjamsuddin terdapat lima pertanyaan yang harus digunakan untuk mendapatkan kejelasan keamanan sumber-sumber tersebut yaitu :
1. Siapa yang mengatakan itu ?
2. Apakah dengan satu atau cara lain kesenian itu telah diubah?
3. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya? 4. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang
kompeten, apakah ia mengetahui fakta?
5. Papakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu? (Sjamsuddin,2007 : 133)
“Fungsi kritik sumber serta kaitannya dengan tujuan sejawan itu dalam rangka mencari kebenaran, sejawan dihadapkan dengan kebutuhan untuk mengadakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil” (Sjamsuddin, 2007 : 131).
3.2.3. Kritik Eksternal
“Kritik ekstern adalah cara pengujian sumber terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah secara terinci. Kritik ekternal merupakan suatu penelitian atas usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin dan untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber ini telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak” (Sjamsuddin,2007:104-105).
Kritik eksternal merupakan suatu penelitian asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan-catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya
(34)
sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Sumber kritik eksternal harus menerangkan fakta dan kesaksian bahwa:
a. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu authenticity atau otentisitas.
b. Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan, atau penambahan dan penghilangan fakta-fakta yang substansial, karena memori manusia dalam menjelaskan peristiwa terkadang berbeda setiap individu, malah ada yang ditambah ceritanya atau dikurangi tergantug pada sejauh mana narasumber mengingat peristiwa sejarah yang sedang di kaji.
Kritik ekstern ingin menguji otentitas (keaslian) suatu sumber, agar diperoleh sumber yang sungguh-sungguh asli dan bukannya tiruan atau palsu. Dalam penelitian ini penulis melakukan kritik eksternal baik terhadap sumber tertulis dilakukan dengan cara memilih buku-buku yang berkaitan dengan pertimbangan bahwa buku – buku yang penulis pakai merupakan buku hasil cetakan yang didalamnya memuat nama penulsi, penerbit, tahun terbit dan tempat dimana buku tersebut diterbitkan. Kriteria tersebut dapat dianggap sebagai suatu jenis pertanggungjawaban atau buku yang telah diterbitkan.
dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis, penulis memperhatikan aspek akademis dari penulis buku yaitu dengan melihat latar belakang penulis buku tersebut untuk melihat kebenarannya, memperhatikan aspek tahun terbitannya, serta tempat buku diterbitkan.disini penulis melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan yang dilakukan oleh penulis dengan cara mengidentifikasi narasumber. Kritik eksternal terhadap sumber lisan, penulis lakukan dengan cara melihat usia narasumber, kedudukan, kondisi fisik dan prilaku, pekerjaan, pendidikan, agama dan keberadaannya pada kurun waktu 1960-199. Narasumber yang penulis temui rata-rata memiliki usia yang tidak terlalu muda maupun terlalu tua, sehingga daya ingatnya masih baik.
(35)
3.2.4.Kritik Internal
Kritik internal merupakan suatu cara pengkajian yang dilakukan terhadap aspek dalam yang berupa isi dari sumber. Dalam tahapan ini penulis melakukan kritik internal baik terhadap sumber-sumber tertulis maupun terhadap sumber lisan.
“ Kritik internal terhadap sumber-sumber tertulis yang telah diperoleh berupa buku-buku referensi dilakukan dengan membandingkan dengan sumber lain namun terhadap sumber yang berupa arsip tidak dilakukan kritik dengan anggapan bahwa telah ada lembaga yang berwenang untuk melakukannya. Dengan kata lain bahwa kritik ekstern terhadap sumber terltulis bertujuan untuk menguji keaslian dokumen, sedang kritik intern lebih menguji makna isi dokumen atau sumber tertulia tersebut “( Shafer, 1974 : 117-119).
Kritik internal bertujuan untuk mengetahui kelayakan sumber yang telah diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan narasumber sebagai sumber sejarah yang berhubungan dengan peristiwa yang dikaji oleh penulis. Sebagai langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan kritik internal dalam sumber lisan adalah dengan melihat kualitas informasi yang dipaparkan oleh narasumber, konsistensi pemaparan dalam menyampaikan informasi tersebut, serta kejelasan dan keutuhan informasi yang diberikan oleh narasumber. Karena semakin konsisten informasi yang diberikan oleh narasumber akan semakin menentukan kualitas sumber tersebut, serta tingkat reabilitas dan kreadibilitas juga dapat dipertanggungjawabkan.
Kritik internal terhadap sumber lisan ini pada dasarnya dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara antara narasumber yang satu dengan narasumber lainnya sehingga penulis mendapatkan fakta dan informasi mengenai perkembangan pencak silat Pancer. Contohnya hasil wawancara antara Ade dengan Unang yang merupakan pelatih Pencak Silat Pancer penulis melakukan kaji banding apakah terdapat perbedaan-perbedaan dari jawaban yang dikemukakan oleh narasumber. Jika kebanyakan isinya seragam, maka penulis dapat menyimpulkan apa yang dikatakan oleh narasumber adalah benar. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kesubjektivitasan narasumber tersebut.
(36)
3.2.5. Interpretasi
Tahap ketiga dalam penulisan karya ilmiah ini adalah interpretasi.
“Interpretasi berarti menafsirkan atau memberi makna kepada fakta-fakta (facts) atau bukti-bukti sejarah (evidences). Interpretasi diperlukan karena pada dasarnya bukti-bukti sejarah (evidences) dan fakta-fakta sebagai saksi-saksi sejarah tidak dapat berbicara sendiri mengenai apa yang disaksikannya dari realitas masa lampau. Interpretasi merupakan proses pemberian penafsiran terhadap fakta yang telah dikumpulkan.Pada tahap ini, fakta-fakta yang telah dikumpulkan dipilih dan diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang dikaji sehingga dapat menjawab permasalahan yang diajukan dalam Bab I.Pada tahapan interprestasi berbagai data dan fakta yang lepas satu sama lain dirangkai dan dihubungkan sehingga diperoleh satu kesatuan yang selaras, dimana peristiwa yang satu dimasukan ke dalam keseluruhan konteks peristiwa atau kejadian yang lain yang melingkupinya” (Ismaun, 2005: 131).
Pada tahapan ini, peneliti mulai menyusun dan merangkai fakta-fakta sejarah yang didasarkan pada sumber sejarah yang telah dikritik sebelumnya. Dalam upaya rekonstruksi sejarah masa lampau pertama-tama interpretasi memiliki makna memberikan kembali relasi antar fakta-fakta. Tahapan tersebut ialah mencari dan membuktikan adanya relasi antara fakta yang satu dengan lainnya, sehingga terbentuk satu rangkaian makna yang faktual dan logis tentang bagaimana perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi tahun 1960-1990.
Cara yang dilakukan peneliti dengan cara membandingkan berbagai sumber. Hal ini berguna untuk mengantisipasi penyimpangan informasi yang berasal dari para pelaku sejarah. Dari hubungan antara berbagai sumber dan fakta inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk membuat penafsiran (Interpretasi). Makna yang kedua dari interpretasi ialah memberikan eksplanasi terhadap fenomena sejarah. Interpretasi menjelaskan argumentasi-argumentasi jawaban peneliti terhadap pertanyaan-pertanyaan kausal, mengapa dan bagaimana peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala di masa lampau terjadi.
“Proses interpretasi merupakan proses kerja yang melibatkan berbagai aktivitas mental seperti seleksi, analisis, komparasi, serta kombinasi, dan bermuara pada sintesis. Oleh sebab itu interpretasi merupakan proses analisis-sintesis. Keduanya merupakan kegiatan yang tak terpisahkan yang satu dari yang lain
(37)
dan keduanya saling menunjang. Karena analisis dan sintesis dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi “(Kuntowijoyo, 2003: 103-104). Fakta tersebut kemudian disusun dan ditafsirkan, sehingga fakta-fakta tersebut satu sama lain saling berhubungan dan menjadi suatu rangkai peristiwa sejarah yang logis dan kronologis yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta memberikan penjelasan terhadap permasalahan penelitian.
3.2.6. Historiografi
Tahap selanjutnya dari proses penelitian ini adalah penulisan laporan penelitian. Tahap ini merupakan tahap akhir dalam penulisan karya ilmiah ini atau disebut juga historiografi.
“Historiografi merupakan langkah akhir dari keseluruhan prosedur penulisan karya ilmiah sejarah, yang merupakan kegiatan intelektual dan cara utama dalam memahami sejarah” (Sjamsuddin, 1996: 153).
Tahap ini merupakan hasil dari upaya penulis dalam mengerahkan kemampuan menganalisis dan mengkritisi sumber yang diperoleh dan kemudian dihasilkan sintesis dari penelitiannya yang terwujud dalam penulisan skripsi dengan judul “perkembangan pencak silat pancer di Jampangkulon Sukabumi pada tahun
1960-1990” ada beberapa syarat umum yang harus diperhatikan oleh seorang peneliti dalam melakukan pemaparan sejarah, yaitu:
1. Peneliti harus memiliki kemampuan mengungkapkan bahasa secara baik, agar data dapat dipaparkan seperti seperti apa adanya atau seperti yang dipahami oleh peneliti dan dengan gaya bahasa yang khas.
2. Terpenuhinya kesatuan sejarah, yakni suatu penulisan sejarah itu disadari sebagai bagian dari sejarah yang lebih umum, karena ia didahului oleh masa dan diikuti oleh masa pula. Dengan perkataan lain, penulisan itu
ditempatkannya sesuai dengan perjalanan sejarah.
3. Menjelaskan apa yang ditemukan oleh peneliti dengan menyajikan bukti-buktinya dan membuat garis-garis umum yang akan diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca.
4. Keseluruhan pemaparan sejarah haruslah argumentatif, artinya usaha peneliti dalam mengerahkan ide-idenya dalam merekonstruksi masa lampau itu
(38)
didasarkan pada bukti-bukti terseleksi, bukti yang cukup lengkap dan detail fakta yang akurat (Usman dan Abdurrahman, 1999 : 67-68).
Pada tahap ini seluruh hasil penelitian yang berupa data-data dan fakta-fakta yang telah mengalami proses heuristik, kritik dan interpretasi dituangkan oleh penulis ke dalam bentuk tulisan. Dalam historiografi ini penulis mencoba untuk mensintesakan dan menghubungkan keterkaitan antara fakta-fakta yang ada sehingga menjadi suatu penulisan sejarah.
Tahap historiografi ini akan peneliti laporkan dalam sebuah tulisan berbentuk skripsi dan disusun berdasarkan pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun tujuan dari laporan hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan studi akademis tingkat sarjana pada Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.
Berdasarkan ketentuan penulisan karya ilmiah di lingkungan UPI tersebut, maka struktur organisasi skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang memaparkan mengapa masalah yang muncul itu penting untuk diteliti. Pada bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, metode penelitian serta struktur organisasi skripsi. Adapun yang menjadi uraian dari bab 1 ini yakni: Latar Belakang Penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Struktur Organisasi Skripsi.
Bab II Kajian Pustaka, memaparkan berbagai sumber literatur yang peneliti anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji dan didukung dengan sumber tertulis seperti buku dan dokumen yang relevan. Dalam kajian pustaka ini, peneliti membandingkan, mengkontraskan dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji kemudian dihubungkan dengan masalah yang sedang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar adanya keterkaitan antara permasalahan di lapangan dengan buku-buku atau secara teoritis, agar keduanya bisa saling
(39)
mendukung, dimana dari teori yang sedang dikaji dengan permasalahan yang diteliti bisa berkaitan sedangkan fungsi dari kajian pustaka adalah sebagai landasan teori dalam analisis temuan.
Bab III Metode Penelitian, bab ini berisi mengenai tahap-tahap, langkah-langkah, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Semua prosedur dalam penelitian akan dibahas pada bab ini. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah peneliti dalam melakukan penelitian ini seperti tahap perencanaan, pengajuan judul penelitian, persiapan penelitian, proses bimbingan dan tahap pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini juga peneliti mengungkapkan dan melaporkan pengalaman selama melaksanakan penelitian.
Bab IV Perkembangan Pencak Silat Pancer, merupakan isi utama dari tulisan karya ilmiah ini mengenai permasalahan-permasalahan yang terdapat pada rumusan dan batasan masalah. Selain itu pada dasarnya bab IV ini merupakan hasil pengolahan dan analisis terhadap fakta-fakta yang telah ditemukan dan diperoleh selama penelitian berlangsung. Pada bab IV ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian dengan gaya berceritanya sendiri.
Bab V Kesimpulan dan Saran, sebagai bab terakhir yakni menjelaskan kesimpulan yang merupakan jawaban dan analisis peneliti terhadap masalah-masalah secara keseluruhan yang merupakan hasil dari penelitian. Hasil akhir ini merupakan pandangan serta interpretasi peneliti mengenai inti dari bab IV yakni mengenai pembahasan. Selain itu dalam Bab V disajikan penafsiran peneliti terhadap hasil analisis dan temuan, hasilnya disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian.
Pada bab ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan yang didapatkan setelah mengkaji permasalahan yang telah diajukan sebelumnya. Pada Bab V ini laporan yang dibuat dan dilampirkan bisa berbentuk uraian padat atau dengan cara butir demi butir, akan tetapi akan lebih baik jika bentuk yang disajikan adalah dengan uraian padat daripada dalam butir demi butir. Dalam bab ini pula biasanya peneliti
(40)
mengharapkan saran dan kritik pembaca atas penelitian yang telah dilakukannya sebagai bahan masukan agar penelitian yang akan datang bisa lebih baik lagi.
(41)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai Perkembang Pencak Silat Pancer di Jampangkulon tahun 1960-1990, terdapat beberapa hal yang dapat penulis simpulkan, pertama penulis menjelaskan Pencak Silat Pancer merupakan seni tradisional yang telah lama hidup, tumbuh, dan berkembang pada masyarakat Jampangkulon yang keberadaannya telah menjadi bagian dari aspek kebudayaan masyarakat setempat, lahirnya Pencak Silat Pancer tidak lepas dari tumbuh dan berkembangnya menyesuaikan dengan perubahan pola pikir secara umum yang terjadi di masyarakat yang mewarnai kehidupan masyarakatnya. Pola pikir masyarakat yang tadinya sangat menghargai nilai-nilai tradisi berubah menjadi masyarakat sekuler yang hanya mementingkan hiburan semata.
Kedua, Dalam perkembangannya, Pencak Silat Pancer yang menjadi
identitas budaya dengan adanya unsur seni bela diri terhadap kebudayaan yang berada di daerah Jampangkulon, Pencak Silat Pancer mengalami perkembangan yang cukup pesat yaitu pada tahun 1970-an dengan sering ditampilkannya Pencak Silat Pancer dalam berbagai acara. Pada tahun 1970-1985 Pencak Silat Pancer mengalami puncak kejayaan dan banyak seniman Pencak Silat Pancer tercipta di berbagai Daerah Jampangkulon.
Ketiga, proses pertunjukan Pencak Silat Pancer terdiri dari tahap persiapan,
pelaksanaan dan tahap pasca pelaksanaan. Pada zaman dulu pemain Pencak Silat di Jampangkulon hanya laki-laki saja karena gerakan-gerakan yang ditampilkan identik dengan kekuatan otot-otot kaki dan tangan, tetapi seiring berkembangnya zaman perempuan yang ada di wilayah Jampangkulon merasa tertarik untuk memainkan Pencak Silat pancer kemudian dari segi pelaksanaannya dahulu pada waktu persiapan pertunjukan Pencak Silat Pancer selalu melakukan ritual sesajen tetapi dengan berkembangnya zaman ritual tersebut sudah tidak perbah dilakukan
(42)
lagi. Kemudian pada sebelum dan pasca pelaksanaan pertunjukan berlangsung dilakukan pembacaan do’a terlebih dahulu.
Kemudian berjalannya waktu dan dengan adanya perubahan zaman seni tradisional Pencak Silat Pancer sudah mulai menurun peminatnya setelah masuknya seni beladiri lain yang lebih popular ke Daerah Jampangkulon diantaranya dengan masuknya seni beladiri Karate dan Taekwondo serta perkembangan budaya modern dan globalisasi yang dikemas dalam berbagai bentuk media komunikasi dan informasi turut mempengaruhi apresiasi masyarakat terhadap keberadaan kesenian yang bersifat tradisional seperti Pencak Silat Pancer.
5.2.Saran
Berbagai permasalahan yang penulis simpulkan pada bagian sebelumnya tentu saja dibutuhkan jalan keluar dan solusi yang tepat. Penulis akan memberikan beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan dasar pertimbangan dalam rangka turut melestarikan kesenian Pencak Silat Pancer dan memupuk nilai-nilai budaya lokal yang terkandung didalamnya. Dengan cara memasukkan pengetahuan seni tradisional baik secara teori maupun praktek ke dalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut dalam upaya meningkatkan pengkaderan kepada generasi muda dalam rangka menjaga kesenian Pencak Silat Pancer agar tidak mengalami kepunahan.
Bagi tiap pelaku seni Pencak Silat Pancer hendaknya melakukan system pewarisan dini yang utuh dan berkesinambungan yaitu dengan cara mengajarkan kesenian Pencak Silat Pancer pada anak-anaknya atau generasi muda di lingkungannya selain itu juga kemaslah kesenian Pencak Silat Pancer dengan cara mengikuti atau menyesuaikan terhadap perkembangan zaman, budaya setempat, dan lingkungan masyarakat dengan cara tidak mengesampingkan nilai buadaya yang mendasar dari kesenian Pencak Silat Pancer..
(43)
Bagi para seniman Pencak Silat Pancer diharapkan agar terus melakukan inovasi baik dalam keindahan gerak Pencak Silat Pancer, kemasan perunjukan, dan kolaborasi dengan seni tradisional lainnya atau dengan seni modern lainnya. Dengan hal tersebut, diharapkan minat masyarakat tidak akan berubah untuk terus menggemari kesenian tradisional ini. Pertunjukan kesenian Pencak Silat Pancer diharapkan untuk terus ditampilkan dalam setiap kegiatan agar kesenian tradisional tidak punah akibat perkembangan zaman modern saat ini.
(44)
Caturwati, E.(2004). Seni Dalam Dilema Industri : Sekilas Tentang Perkembangan
Pertunjukan Tari Sunda. Yogyakarta: Aksara Indonesia.
Ekadjati, S (1995). Kebudayaan Sunda : Satu Pendekatan Sejarah Jilid I. Jakarta: Pustaka Jaya
Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta : UI-Press.
Ismaun. (2005) Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Pres, Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Kartawiriaputra, S. (1994). Oral History (Sejarah Lisan Suatu Pengantar). Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.
Koentjaraningrat. (1993). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. (1994). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI-Press. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Khayam, U. (1981). Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.
Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah.Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. Lubis, M. (2000). Tradisi dan Transformasi Buda Sunda. Jakarta : Humaniora.
Maria, S. dan Herliswanny. (1996). Apresiasi Generasi Muda Terhadap Pencak Silat
di Daerah Jawa Barat. Jakarta: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Kebudayaan Masa Kini Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
(45)
Maryono, O. (1999). Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Yayasan Galang. Mulyana, A. (2007). Sejarah Lokal: Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah.
Bandung : Salamina Press.
Notosoejitno. (1997). Khazanah Pencak Silat. Jakarta: Infomedika.
Purna. M. dan Sigit. (1996). Apresiasi Generasi Muda Terhadap Pencak Silat di
Derah Sumatera Barat. Jakarta: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Kebudayaann masa kini Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Rohidi. R. (2000). Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung : STSI Press. Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soemarjo,J. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB
Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soedarsono. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Yogyakarta: Depdikbud. Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan seni pertunjukan. Jakarta :Sinar Harapan.
Syafrudin, O. (1954). Titipan Karuhun Penca Pancer. Jampangkulon Sukabumi: tidak diterbitkan.
Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.
Sutjianingsih, S. (1997). Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra : Kimpulan Makalah
Diskusi. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Soedarsono, R. M. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Saleh, M. (1986). Sejarah Perkembangan Pencak Silat. Bandung: Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia.
(1)
Gita Warieni, 2013
Perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990
lagi. Kemudian pada sebelum dan pasca pelaksanaan pertunjukan berlangsung
dilakukan pembacaan do’a terlebih dahulu.
Kemudian berjalannya waktu dan dengan adanya perubahan zaman seni tradisional Pencak Silat Pancer sudah mulai menurun peminatnya setelah masuknya seni beladiri lain yang lebih popular ke Daerah Jampangkulon diantaranya dengan masuknya seni beladiri Karate dan Taekwondo serta perkembangan budaya modern dan globalisasi yang dikemas dalam berbagai bentuk media komunikasi dan informasi turut mempengaruhi apresiasi masyarakat terhadap keberadaan kesenian yang bersifat tradisional seperti Pencak Silat Pancer.
5.2.Saran
Berbagai permasalahan yang penulis simpulkan pada bagian sebelumnya tentu saja dibutuhkan jalan keluar dan solusi yang tepat. Penulis akan memberikan beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan dasar pertimbangan dalam rangka turut melestarikan kesenian Pencak Silat Pancer dan memupuk nilai-nilai budaya lokal yang terkandung didalamnya. Dengan cara memasukkan pengetahuan seni tradisional baik secara teori maupun praktek ke dalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut dalam upaya meningkatkan pengkaderan kepada generasi muda dalam rangka menjaga kesenian Pencak Silat Pancer agar tidak mengalami kepunahan.
Bagi tiap pelaku seni Pencak Silat Pancer hendaknya melakukan system pewarisan dini yang utuh dan berkesinambungan yaitu dengan cara mengajarkan kesenian Pencak Silat Pancer pada anak-anaknya atau generasi muda di lingkungannya selain itu juga kemaslah kesenian Pencak Silat Pancer dengan cara mengikuti atau menyesuaikan terhadap perkembangan zaman, budaya setempat, dan lingkungan masyarakat dengan cara tidak mengesampingkan nilai buadaya yang mendasar dari kesenian Pencak Silat Pancer..
(2)
89
Bagi para seniman Pencak Silat Pancer diharapkan agar terus melakukan inovasi baik dalam keindahan gerak Pencak Silat Pancer, kemasan perunjukan, dan kolaborasi dengan seni tradisional lainnya atau dengan seni modern lainnya. Dengan hal tersebut, diharapkan minat masyarakat tidak akan berubah untuk terus menggemari kesenian tradisional ini. Pertunjukan kesenian Pencak Silat Pancer diharapkan untuk terus ditampilkan dalam setiap kegiatan agar kesenian tradisional tidak punah akibat perkembangan zaman modern saat ini.
(3)
90
Gita Warieni, 2013
Perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990
Caturwati, E.(2004). Seni Dalam Dilema Industri : Sekilas Tentang Perkembangan Pertunjukan Tari Sunda. Yogyakarta: Aksara Indonesia.
Ekadjati, S (1995). Kebudayaan Sunda : Satu Pendekatan Sejarah Jilid I. Jakarta: Pustaka Jaya
Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta : UI-Press.
Ismaun. (2005) Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Pres, Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Kartawiriaputra, S. (1994). Oral History (Sejarah Lisan Suatu Pengantar). Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.
Koentjaraningrat. (1993). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. (1994). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI-Press. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Khayam, U. (1981). Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.
Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah.Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. Lubis, M. (2000). Tradisi dan Transformasi Buda Sunda. Jakarta : Humaniora.
Maria, S. dan Herliswanny. (1996). Apresiasi Generasi Muda Terhadap Pencak Silat di Daerah Jawa Barat. Jakarta: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Kebudayaan Masa Kini Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
(4)
91
Maryono, O. (1999). Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Yayasan Galang. Mulyana, A. (2007). Sejarah Lokal: Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah.
Bandung : Salamina Press.
Notosoejitno. (1997). Khazanah Pencak Silat. Jakarta: Infomedika.
Purna. M. dan Sigit. (1996). Apresiasi Generasi Muda Terhadap Pencak Silat di Derah Sumatera Barat. Jakarta: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Kebudayaann masa kini Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Rohidi. R. (2000). Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung : STSI Press. Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soemarjo,J. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB
Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soedarsono. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Yogyakarta: Depdikbud. Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan seni pertunjukan. Jakarta :Sinar Harapan.
Syafrudin, O. (1954). Titipan Karuhun Penca Pancer. Jampangkulon Sukabumi: tidak diterbitkan.
Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar : Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.
Sutjianingsih, S. (1997). Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra : Kimpulan Makalah Diskusi. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soedarsono, R. M. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
(5)
Gita Warieni, 2013
Perkembangan Pencak Silat Pancer di Jampangkulon Sukabumi Tahun 1960-1990
Ubud, K. (1994). Mengenal Kesenian Jawa barat. Bandung: CV Sampurna. UPI. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.
Williyanto. (2011). Ensiklopedia Jawa Barat. Jakarta: Lentera Abadi.
Yoeti, O. A. (1985). Melestarikan Kebudayaan Yang Hampir Punah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
B. Sumber Dokumen
Badan Pusat Statistik. (1980). Kabupaten Sukabumi dalam Angka Tahun 1980. Sukabumi: BPS Kabupaten Sukabumi.
Kecamatan Jampangkulon. (1980). Pendataan Profil Kecamatan Jampangkulon. Sukabumi.
C. Sumber Skripsi
Fitria, S. (2007). Perkembangan Seni Tradisional Pencak Silat Bandrong di Cilegon Banten Tahun 1980-2002. Skripsi pada FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Yudistira, F.S. (2004). Perbandingan Metode Bagian dengan Metode Keseluruhan
Dengan Terhadap Penguasaan Gerak Paleredan Pada Pembelajaran Pencak Silat Di SDN Utama Mandiri 1 Cimahi. Skripsi pada FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
.Habibi. (2009). Sejarah Pencak Silat Indonesia ( Studi Historis Persaudaraan Setia Hati Terate Di Madiun Tahun 1922-2000).Skripsi Institut Perguruan Islam Negeri Sunan Kalijaga: tidak diterbitkan.
D. Sumber Jurnal
Saputra, I (2011). “ Hakekat Pencak Silat”. Jurnal Kesenian Beladiri Pencak Silat. Mojokerto : Word Press. 2-12.
(6)
93
Rusliana, I. (2000). ”Wayang Wong Latar Belakang Kelahirannya”. Jurnal Seni Budaya. Denpasar: STSI. (8), 45-55.
Kurnia, F. (2005).” Seni Beladiri Pencak Silat Dalam Kebudayaan”Jurnal
Penggunaan Pencak Silat Dalam kebudayaan Indonesia. Yogyakarta : UDS. 9-19.
Maryono, O. (2009). ”Silat Indonesia” Jurnal Akulturasi Pencak Silat. Malang: Panjedar.
E. Sumber Internet
Saputra, Iwan. Tn, 2011. Pencak Silat. [online] tersedia
:http://iwansaputra52.wordpress.com/2011/11/24/skripsi-pencak-silat/Skripsi
Pencak Silat. [Tanggal 5 Januari 2013].
Tn, 2011. Akulturasi di Core Pencak Silat. [online] tersedia
http://silatindonesia.com/2009/08/acculturation-at-the-core-of-pencak-silat/. [Tanggal 5 Januari 2013].
Tn, 2011. Karya Tulis Ilmiah. [online] tersedia
http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/385/1/Karya%20Tulis%20Ilmi ah.pdf. [Tanggal 5 Januari 2013].