Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Hukum terhadap Rekam Medis sebagai Alat Bukti T1 312007007 BAB I

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada dasarnya eksistensi keberadaan hukum kesehatan atau hukum rumah sakit di Indonesia masih relatif baru. Hukum kesehatan ini dikenalkan oleh Fred Ameln dan Almarhum Oetama dalam bentuk ilmu hukum kedokteran.1Hukum Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam sistem perundang undangan di Indonesia. Dilihat dari banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam praktik kedokteran, perlu adanya perlindungan hukum yang pasti baik untuk dokter sendiri maupun pasien.

Dalam perjalanannya, hukum kesehatan banyak sekali menemukan perkembangan. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan yang mengatur secara mendalam tentang hukum kesehatan ini. Perkembangan ini meliputi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat sekarang ini. Pergeseran strata yang dimana dahulu seorang tenaga medis adalah orang yang benar-benar ahli dalam bidang penyembuhan penyakit sehingga seorang tenaga medis dikatakan “dewa” oleh pasien yang datang kepadanya, pemikiran ini bergeser kearah yang lebih sederajat antara pasien dan tenaga medis, Pasien juga dapat menentukan haknya sendiri begitu pula dengan tenaga medis yang sama mempunyai hak dan kewajiban sehingga ada suatu kerjasama yang erat diantara tenaga medis dan pasien.

1


(2)

Dalam Sistem Kesehatan Nasional, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dapat berupa Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) primer yaitu mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggara UKP primer adalah pemerintah, masyarakat dan swasta yang diwujudkan melalui berbagai bentuk pelayanan profesional dan dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja maupun fasilitas kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat maupun swasta.2

Secara umum pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas pelayanan kedokteran (medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Kedua jenis pelayanan ini mempunyai karakteristik yang berbeda tentunya. Pelayanan kedokteran lebih ditujukan pada upaya-upaya pengobatan (kuratif) penyakit dan pemulihan (rehabilitatif) kesehatan dengan sasaran utamanya adalah perorangan/individu yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Pelayanan kesehatan masyarakat umumnya diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi bahkan harus mengikutsertakan potensi masyarakat dengan sasaran utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan. Upaya kesehatan yang ditujukan lebih pada penekanan upaya-upaya promosi (promotif) dan pencegahan (preventif). Upaya-upaya kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, berjenjang, profesional dan bermutu serta tidak bertentangan dengan kaidah ilmiah, norma sosial budaya, moral dan etika profesi.3

2

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistin Kesehatan Nasional.

3


(3)

Dalam hal ini, penyedia jasa kesehatan maupun dokter perlu menyediakan pencatatan yang berisi tentang penyakit pasien atau diagnosa penyakit pasien yang disebut rekam medi. Pada kegiatan pelayanan kesehatan pencatatan rekam medis sangatlah penting, karena adanya rekam medis dokter dapat mengerti riwayat penyakit dari si pasien tersebut serta penanggulangannya.

Rekam medis sendiri adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi indentitas, pemeriksaaan, pengobatan dan tindakan medis lain pada sarana kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap, baik yang dikelola pemerintah ataupun swasta.4 Setiap sarana kesehatan mewajibkan dokter atau tenaga medis yang lain yang mempunyai kuasa atau diberikan kuasa untuk membuat rekam medis sesudah pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dari sarana pelayan tersebut.

Pada rekam medis data yang dimasukan dapat dibedakan menjadi beberapa yaitu untuk pasien rawat jalan, pasien rawat inap, dan pasien dalam keadaan gawat darurat. Pada setiap pelayanan kesehatan baik itu rawat jalan, rawat inap maupun gawat darurat dapat dibuat data rekam medis sebagai berikut :

1. Rekam medis pada pasien rawat jalan5 a. Identitas pasien

b. Tanggal dan waktu

c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit) d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis

e. Diagnosis

4

Alexandra ide, 2012,Etika dan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan,Yogyakarta:Grasia

Book Publisher.

5


(4)

f. Rencana penatalaksanaan g. Pengobatan atau tindakan

h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

i. Untuk pasien kasus gigi perlu dilengkapi dengan odontogram klinik j. Persetujuan tindakan

2. Rekam medis pada pasien rawat inap a. Identitas pasien

b. Tanggal dan waktu c. Anamnesis

d. Hasil pemeriksaan fisik e. Diagnosis

f. Rencana penatalaksanaan g. Pengobatan atau tindakan h. Persetujuan tindakan bila perlu i. Catatan observasi klinis

j. Ringkasan pulang

k. Nama dan tanda tangan dokter

l. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain

m. Untuk pasien kasus gigi perlu dilengkapi dengan odontogram klinik 3. Rekam medis pada pasien gawat darurat

a. Identitas pasien

b. Kondisi pada saat pasien tiba di rumah sakit c. Identitas pengantar pasien


(5)

e. Hasil anamnesis

f. Hasil pemeriksaan fisik g. Diagnosis

h. Pengobatan atau tindakan

i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut

j. Nama dan tanda tangan dokter sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain k. Pelayanan lain yang telah dibertikan kepada pasien

Penelitian yang berkaitan dengan isu hukum dari hubungan dokter dengan pasien, dapat ditemukan pada penelitian skripsi yang ditulis oleh Michael Adi Susanto, Nim: 312006014. Skripsi Michael Adi Susanto berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pasien Rumah Sakit Atas Informasi Hasil Rekam Medis studi Kasus Prita Mulyasari. Adapun perbandingan skripsi penulis dengan penulis skripsi diatas akan diterangkan dalam table berikut ini :

No

Faktor Pembeda

Michael Adi Susanto Penulis

1 Judul Perlindungan Hukum

Terhadap Hak Pasien Rumah Sakit Atas Informasi Hasil Rekam Medis (Study Kasus Pripta Mulyasari)

Tinjauan Hukum Terhadap Rekam Medis Sebagai Alat Bukti

2 Poin Latar Belakang

Posisi Hak pasien dalam kasus Prita

Fungsi rekam medis dan pembuktian

3 Rumusan Masalah

Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak pasien rumah sakit atas informasi hasil rekam medis berdasarkan undang-undang

1) Bagaimana kedudukan rekam medis dalam

sistem hukum

Indonesia?


(6)

no 29 tahun 2004 tentang praktik kedoktersan dan uu no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam peradilan Indonesia?

4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui

bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh undang-undang terhadap hak-hak pasien terutama hak atas informasi hasil rekam medis jika hak tersebut dilanggar.

1) Untuk mengetahui kedudukan rekam medis dalam sistem hukum di Indonesia 2) Untuk mengetahui

apakah rekam medis dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam peradilan di Indonesia

5 Metode Penelitian

1) Yuridis normative

dengan mode

pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual

2) bahan-hukum primer: peraturan

perundangan,buku buku teks,kamus hukum dan jurnal.

1) Nomatif dengan metode pendekatan 2) Data internet sebagai

penunjang 3) Peraturan

perundangan,buku-buku hukum

6 Unit Analisa Perlindungan hukum yang diberikan terhadap Prita Mulyasari selaku pasien atas pelanggaran yang dilakukan oleh RS Omni Internasional. 7 Unit Amatan UU praktik kedokteran dan

UU perlindungan

konsumen.

1. UU praktik kedokteran 2. UU perlindungan

konsumen 3. UU rumah sakit 4. UU kesehatan Tabel 1. Perbandingan Skripsi

Dari tabel perbandingan di atas ditemukan perbedaan antara skripsi Michael Adi Susanto yang lebih cenderung membahas masalah hak dari pasien dengan studi kasus dari kasus Prita Mulyasari yang tidak memberikan kejelasan tentang isi dari rekam medisnya. Perbedaan yang lain terdapat pada rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan dan unit amatan. Berdasarkan beberapa uraian serta perbedaan di atas, maka penulis menulis skripsi


(7)

dengan judul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP REKAM MEDIS SEBAGAI ALAT BUKTI”.

Adapun penjelasan mengenai pengertian dari judul yang penulis angkat adalah sebagai berikut :

1. Tinjauan Hukum

KBBI adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisa, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

2. Rekam Medis menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.

3. Alat Bukti dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Latar belakang dari permasalahan yang di angkat oleh penulis dengan mendasarkan pada pemahaman bahwa sudah sejak jaman dahulu hubungan hukum antara dokter dan pasien terjadi. Hubungan hukum yang terjadi ini berdasarkan atas sistim kepercayaan yang timbul dari pihak pasien, karena dokter dianggap orang yang paling mengerti dan mengetahui segala apa yang terjadi


(8)

didalam tubuh pasien. Atas dasar kepercayaan ini pasien menyerahkan penyakitnya untuk diobati kepada orang yang lebih mengerti dalam hal ini dokter. Dalam hubungan ini baik pihak pasien maupun dokter sama-sama mempunyai hubungan hokum yang menimbulkan hak dan kewajiban. Hubungan antara dokter dan pasien ini berawal dari pola hubungan vertical paternalistic seperti hubungan antara bapak dengan anaknya yang bertolak dari prinsip “father know best” yang akhirnya melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik.6 Dalam hal ini seorang dokter dituntut untuk menjadi seorang mengupayakan untuk bisa menyembuhkan penyakit si pasien, dengan bekal keterampilan yang sudah ditempuh selama masa studi dan pengalaman yang lama untuk mengusahakan kesembuhan dari si pasien tersebut.

Dengan berkembangnya jaman, yang dahulu pola hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien adalah vertical paternalistic kini telah bergeser menjadi pola hubungan yang sifatnya horizon kontraktual yang dimana pada pola vertical paternalistic dokter diangkap sebagai sosok seorang ayah dan pasien seorang anak sehingga pasien harus mengikuti kemauan dari seorang dokter kini telah bergeser menjadi hubungan yang sederajat antara 2 (dua) subjek hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.

Kesehatan merupakan hal yang penting bagi masyarakat, karena kesehatan masyarakat tidak dapat beraktivitas secara optimal, oleh karna itu setiap orang pasti mengiginkan kondisi badan yang sehat. Dengan kondisi badan yang sehat

6

Lihat lebih lanjut dalam Hermien Hadiati Koeswandji, 1998,Hukum Kedokteran Study

Tentang Hubungan Hukum Dalam Mnan Dokter Sebagai Salah Satu Pihak. PT Citra Aditya, Bandung . Hal. 36


(9)

sudah pasti kita bisa melakukan aktifitas serta dapat pula menghasilkan karya-karya yang diinginkan. Pada saat tubuh ini terganggu pasntinya kita akan melakukan berbagai cara agar tubuh ini kembali menjadi optimal, salah satunya dengan cara berobat ke tempat pelayanan kesehatan. Oleh karna itu pelayanan kesehatan merupakan hal penting sebagai sarana penunjang kesehatan tubuh kita.

Pengertian pelayanan kesehatan menurut Lavey dan Loomba adalah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap perseorangan, kelompok dan masyarakat. 7 Pelayanan kesehatan dapat juga dikatakan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang melembaga berdasarkan fungsi sosial di bidang pelayanan kesehatan bagi individu dan keluarga. Fungsi sosial di sini berarti lebih mengutamakan pada unsur kemanusiaan dan tidak mengambil keuntungan secara komersial.8

Dalam hal pelayanan kesehatan, hubungan hukum yang terjadi antara dokter dengan pasiennya dimulai ketika seorang pasien datang kepada dokter dan mengutarakan keluhannya dan dokter nyenyatakan kesanggupannya untuk mengobati pasien tersebut dengan menyatakan secara lisan maupun tertulis seperti sikap atau tindakan yang mencatat atau menyediakan rekam medis bagi si pasien tersebut. Fungsi dari rekam medis sendiri sangat penting bagi pasien dan dokter.

7

Veronica Komalawati, 1999, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik,

Bandung : PT Citra Aditya Bakti , hal.77

8

CST. Kansil, 1991,Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, hal.


(10)

Dalam undang-undang praktik kedokteran dokter mempunyai kewajiban untuk membuat rekam medis.

Rekam medis mempunyai peran penting dalam sarana pelayanan kesehatan. Rekam medis ini berisi tentang identitas, pemeriksaan, pengobatan serta berbagai tindakan pelayanan kesehatan lain yang diberikan seorang dokter atau tenaga medis yang berpengalaman kepada pasien yang menjalani perawatan di suatu sarana pelayanan kesehatan.

Peranan dari rekam medis sendiri sangatlah penting serta melekat pada kegiatan pelayanan kesehatan. Serikali diibaratkan bahwa rekam medis adalah orang ketiga yang hadir pada saat dokter menerima pasiennya, bisa kita katakana rekam medis adalah saksi.9 Dalam pelayanan kesehatan rekam medis sangat butuhkan untuk melengkapi kebutuhan informasi (informed concent). Hal ini sangat dibutuhkan bagi dokter pengganti yang akan menangani perawatan si pasien serta untuk referensi masa akan datang yang dibutuhkan bagi pasien sendiri maupun dokter atau tenaga medis.

Pada Undang-Undang Praktik Kedokteran dalam Pasal 46 Ayat (1) sampai Ayat (3) dan Pasal 47 Ayat (1) sampai Ayat (3) mengatakan bahwa pembuatan rekam medis adalah tanggung jawab dari seorang dokter. Apabila kewajiban ini dilanggar, dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi pidana berdasarkan pada Pasal 79b Undang-Undang Praktik Kedokteran.

9

HJ.Anny Isfandryarie,.2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter,Buku


(11)

Catatan dalam rekam medis sangat berguna bagi pasien maupun dokter. Catatan rekam medis tidak hanya digunakan sebagai pengingat bagi dokter, maksudnya adalah mengingatkan dokter bagaimana keadaan pasiennya sebelum dirawat dan saat akan dirawat oleh dokter yang bersangkutan. Namun karena semakin banyak tuntutan malpraktik, rekam medis juga dapat digunakan sebagai pembelaan bagi dokter yang terkena tuntutan malparaktik. Karena rekam medis juga dapat dijadikan sebagai alat bukti bersalah atau tidaknya seorang dokter dalam melakukan tindakan medisnya.

Dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa kesehatan salah satunya adalah dalam bentuk rekam medis sendiri. Pada hakikatnya rekam medis merupakan hak dari pasien yang artinya pasien juga berhak mengetahui isi dari diagnosa yang dicatat oleh dokter dalam beenruk rekam medis tersebut. Salah satu contoh kasus dalam pelayanan kesehatan adalah kasus Prita Mulyasari.

Dalam kronologi singkatnya, kasus ini berawal dari seorang pasien yang bernama Prita Mulyasari yang memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan buang air besar sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh karena itu dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza Yarlen Nela, mendiagnosis prita menderita Demam berdarah, atau Tifus. Menurut dokter yang menangani hasil cek darah menunjukan jumlah trombosit yang terlalu rendah, yaitu bekisar 27.000 dari yang seharusnya berjumlah 200.000. Berdasarkan hasil cek darah terhadap Prita tersebut, dokter yang menangani menyarankan agar Prita menjalani rawat inap. Pada hari berikutnya dokter yang menangani Prita memberikan revisi terhadap


(12)

hasil diagnose cek darah, akan tetapi suntikan serta infuse tetap dilakukan tanpa adanya konfrimasi yang jelas mengenai penyakit yang diderita Prita.

Akibat dari suntikan yang berulang-ulang serta infuse yang tidak jelas, malam harinya Prita mengalami sesak nafas selama 15 menit serta pembekakan pada leher kiri dan matanya juga pada tangan kananya. Akhirnya Prita meminta agar suntikan dan infuse tidak di lakukan lagi. Prita meminta alasan revisi hasil diagnosa yang berubah, akan tetapi dengan alasan lain dokter yang menangani cenderung menyalahkan hasil laboraturium, sehingga Prita memutuskan untuk pindah ke rumah sakit lain.

Akhirnya Prita pindah ke rumah sakit lain. Hasil diagnosa yang baru mengatakan bahwa Prita tekena virus dan dimaksukan ke dalam ruang isolasi untuk penyembuhan. Selang beberapa hari Prita Mulyasari mengirim tulisan yang isinya berupa keluhan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit Omni. Tulisan itu dikirim ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.

Merasa telah dirugikan akibat keluhan Prita yang menyebar di media online, pihak rumah sakit Omni pun menuntut Prita Mulyasari dengan gugatan pidana atas dasar pencemaran nama baik. Prita pun menggugat pihak Rumah Sakit Omni dengan gugatan perdata, namun Prita diputus kalah dan di wajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 161.000.000,- serta kerugian inmateril sebesar Rp 100.000.000,- , tidak hanya itu Prita juga dijadikan sebagai tahanan wanita di LP wanita Tangerang sebagai tahanan Kejaksaan.


(13)

Banyaknya dukungan dari masyarakat juga Megawati dan Jusuf Kala mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota. Kabar terbaru saat ini Prita Mulyasari diputus bebas oleh pihak pengadilan.

Berkaitan dengan kasus Prita Mulyasari ini, penulis dapat mengidentifikasi adanya beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh penyedia jasa kesehatan serta adanya hak-hak sebagai konsumen yang dilanggar. Oleh karenanya,pasien harus mengetahui lebih jauh mengenai hak-hak serta kewajiban dari para pihak khususnya hak dari pasien itu sendiri.

Dalam perbuatannya seorang dokter mempunyai tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya. Tanggung jawab hukum yang timbul berkaitan dengan pelaksanaan profesi dokter dibedakan menjadi :10

1. Tanggung jawab kepada ketentuan profesionalnya yang termuat dalam Keputusan mentri Kesehatan RI No. 434/Men.Kes/SK/X/1983 tentang Kodeki;

2. Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang, yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) beserta hukum acaranya (KUHAP), Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen beserta hukum acaranya (HIR),Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

10

HJ.Anny Isfandryarie,Sp.An.,SH.2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi


(14)

Kesehatan dan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, menyebutkan hak dan kewajiban dari pasien dan dokter adalah sebagai berikut :11

Hak Dokter

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya

4. Menerima imbalan jasa

Kewajiban Dokter

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

2. Merujuk pasien kedokter yang mempunyai keahlian atau kemampuan lebih baik apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan 3. Merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah

pasien meninggal dunia

11


(15)

4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melaksanakannya

5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan itu diantaranya meliputi:12

1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).

2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs, kepentingan ybs, kepentingan masyarakat).

3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan nyawa atau cegah cacat).

Hak Pasien dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam Pasal 32 menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:

1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.

2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.

4. Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

12

http://www.edikusmiadi.com/2011/12/hak-kewajiban-pasien-dan-tenaga.html, diunduh 25juni 2013


(16)

5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.

7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain

(second opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit.

9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.

10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.

15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya.


(17)

16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.

17. Menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit itu diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.

2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.

3. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.

4. Menolak tindakan medis.

5. Mendapatkan isi rekam medis.

Terkait rekam medis, Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2009 Pasal 12 menyebutkan:

1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.

2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.

3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis.


(18)

4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Sementara itu kewajiban pasien diatur diataranya dalam UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, terutama pasal 53 UU, meliputi:

1. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.

2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.

3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di saryankes.

4. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Berdasarkan hak-hak dan kewajiban dokter dan pasien di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara dokter sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan dan pasien sebagai konsumen. Hubungan yang demikian sering dikenal sebgai perjanjian terapiutik.

Apabila dilihat dari hubungan hukum yang timbul dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :

1. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan di mana tenaga perawatan melakukan tindakan perawatan.

2. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada


(19)

rumah sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis Inspannings Verbintenis.13

Hubungan yang demikian menimbulkan kesepakatan antara dokter dengan pasiennya ini terdapat pada BAB VII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN bagian kedua tentang pelaksanaan praktik Pasal 39 dan bagian ketiga tentang pemberian pelayanan Pasal 44,45 dari UU No 29 Tahun 2004, tentang Praktek Kedokteran. Dalam ketentuannya menyatakan bahwa, praktek kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengibatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Segala tindakan medis yang akan dilakukan seorang dokter harus mendapat persetujuan dari pasien atau keluarganya. Persetujuan pasien atau keluarganya ini merupakan pelaksanaan dari hak dasar pasien atas pelayanan kesehatan dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri yang harus diakui dan dihormati. Setelah pasien menyetujui atas tindakan medis yang dilakukan dokter berdasarkan informasi yang jelas dan terang, serta tindakan medis yang sesuai dengan standar pelayanan medis, maka dokter tidak dapat disalahkan apabila terjadi kegagalan dalam upaya tersebut.14

Dengan demikian untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik itu dokter sebagai tenaga medis dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan serta alternatif pemecahan masalah jika salah satu pihak

13

Fred Ameln, 1991: hal 75-76

14


(20)

melanggar hukum maka perlu adanya tindakan nyata dalam mengatur hubungan hukum yang terjadi antara penyedia jasa kesehatan dan penerima jasa kesehatan serta perlindungan secara hukum bagi para pihak yang terkait.

B

.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah telah disampaikan maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah rekam medis bisa menjadi alat bukti ?

2. Apakah rekam medis merupakan perwujudan dari perlindungan hukum bagi pasien ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana yang telah dirumuskan , maka dapat dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui posisi rekam medis sebgai alat bukti.

2. Untuk mengetahui konteks dalam rekam medis sebgai perlindungan bagi pasien.

D.

METODE PENELITIAN

Guna mendapatkan data yang akurat dan memiliki validitas yang baik, suatu penelitian harus dilakukan menurut metode tertentu.


(21)

Jenis penilitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan sebagai beriukut :15 a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), yaitu penelitian

tentang berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

b. Pendekatan konsep (Conceptual approach), yaitu pendekatan menggabungkan kata-kata, teori-teori serta objek-objek secara tepat dan menggunakannya dalam proses pikiran.

c. Pendekatan analitis (Analytical Approach), yaitu unntuk mengetahui makna-makna yang terkandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional.

2. Sumber Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Adalah bahan yang terdiri atas peraturan perundang –undangan diurut secara hirarki dan relevan dengan penelitian. Undang-Undang tersebut antara lain:

1. UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004 2. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009

3. Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2008 tentang rekam medis

4. Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

15


(22)

5. KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

6. KUHA Perdara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata. b. Bahan Sekunder

Adalah bahan-bahan hukum yang terdiri dari buku-buku teks, kamus-kamus hukum,jurnal serta komentar dari putusan pengadilan antara lain :

1. Etika dan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan 2. Hukum Acara Perdata Indonesia

3. Hukum Kedokteran

4. Hukum Kedokteran Study Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak

5. Ilmu Hukum Kedokteran

6. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia 7. Perlindungan Hukum Bagi Pasien

8. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter c. Bahan Hukum Tersier

Adalah bahan hokum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bhan hokum primer dan sekunnder seperti kamus dan ensiklopedia.16

E. UNIT AMATAN DAN UNIT ANALISA

Yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah:

1. KUHAP 2. KUHPerdata

16


(23)

3. Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2008 tentang rekam medis 4. Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

5. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009

6. UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004

Yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah:

1. Kedudukan hukum rekam medis sebagai alat bukti

2. Menganalisis mengenai apakah rekam medis merupakan wujud dari perlindungan hukum bagi pasien .


(1)

4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Sementara itu kewajiban pasien diatur diataranya dalam UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, terutama pasal 53 UU, meliputi:

1. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya. 2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.

3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di saryankes. 4. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Berdasarkan hak-hak dan kewajiban dokter dan pasien di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara dokter sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan dan pasien sebagai konsumen. Hubungan yang demikian sering dikenal sebgai perjanjian terapiutik.

Apabila dilihat dari hubungan hukum yang timbul dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :

1. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan di mana tenaga perawatan melakukan tindakan perawatan.

2. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada


(2)

rumah sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis Inspannings Verbintenis.13

Hubungan yang demikian menimbulkan kesepakatan antara dokter dengan pasiennya ini terdapat pada BAB VII PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN bagian kedua tentang pelaksanaan praktik Pasal 39 dan bagian ketiga tentang pemberian pelayanan Pasal 44,45 dari UU No 29 Tahun 2004, tentang Praktek Kedokteran. Dalam ketentuannya menyatakan bahwa, praktek kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengibatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Segala tindakan medis yang akan dilakukan seorang dokter harus mendapat persetujuan dari pasien atau keluarganya. Persetujuan pasien atau keluarganya ini merupakan pelaksanaan dari hak dasar pasien atas pelayanan kesehatan dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri yang harus diakui dan dihormati. Setelah pasien menyetujui atas tindakan medis yang dilakukan dokter berdasarkan informasi yang jelas dan terang, serta tindakan medis yang sesuai dengan standar pelayanan medis, maka dokter tidak dapat disalahkan apabila terjadi kegagalan dalam upaya tersebut.14

Dengan demikian untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik itu dokter sebagai tenaga medis dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan serta alternatif pemecahan masalah jika salah satu pihak

13

Fred Ameln, 1991: hal 75-76

14


(3)

melanggar hukum maka perlu adanya tindakan nyata dalam mengatur hubungan hukum yang terjadi antara penyedia jasa kesehatan dan penerima jasa kesehatan serta perlindungan secara hukum bagi para pihak yang terkait.

B

.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah telah disampaikan maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah rekam medis bisa menjadi alat bukti ?

2. Apakah rekam medis merupakan perwujudan dari perlindungan hukum bagi pasien ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana yang telah dirumuskan , maka dapat dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui posisi rekam medis sebgai alat bukti.

2. Untuk mengetahui konteks dalam rekam medis sebgai perlindungan bagi pasien.

D.

METODE PENELITIAN

Guna mendapatkan data yang akurat dan memiliki validitas yang baik, suatu penelitian harus dilakukan menurut metode tertentu.


(4)

Jenis penilitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan sebagai beriukut :15 a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), yaitu penelitian

tentang berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

b. Pendekatan konsep (Conceptual approach), yaitu pendekatan menggabungkan kata-kata, teori-teori serta objek-objek secara tepat dan menggunakannya dalam proses pikiran.

c. Pendekatan analitis (Analytical Approach), yaitu unntuk mengetahui makna-makna yang terkandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional.

2. Sumber Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Adalah bahan yang terdiri atas peraturan perundang –undangan diurut secara hirarki dan relevan dengan penelitian. Undang-Undang tersebut antara lain:

1. UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004 2. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009

3. Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2008 tentang rekam medis

4. Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

15


(5)

5. KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

6. KUHA Perdara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata. b. Bahan Sekunder

Adalah bahan-bahan hukum yang terdiri dari buku-buku teks, kamus-kamus hukum,jurnal serta komentar dari putusan pengadilan antara lain :

1. Etika dan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan 2. Hukum Acara Perdata Indonesia

3. Hukum Kedokteran

4. Hukum Kedokteran Study Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak

5. Ilmu Hukum Kedokteran

6. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia 7. Perlindungan Hukum Bagi Pasien

8. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter c. Bahan Hukum Tersier

Adalah bahan hokum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bhan hokum primer dan sekunnder seperti kamus dan ensiklopedia.16

E. UNIT AMATAN DAN UNIT ANALISA

Yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah:

1. KUHAP 2. KUHPerdata

16


(6)

3. Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2008 tentang rekam medis 4. Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

5. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009

6. UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004

Yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah:

1. Kedudukan hukum rekam medis sebagai alat bukti

2. Menganalisis mengenai apakah rekam medis merupakan wujud dari perlindungan hukum bagi pasien .