Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: E-Mail Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Perdata T1 312008006 BAB IV

BAB IV
PENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai kedudukan e-mail sebagai alat
bukti dalam perkara perdata, maka berikut dalam Bab ini, Penulis kemukakan kesimpulan
dan Saran sebagai berikut:
Alat bukti terdiri dari bermacam-macam bentuk dan jenis, yang mampu
memberikan keterangan tentang masalah yang diperkarakan di Pengadilan.
Hukum pembuktian (konvensional) yang berlaku di Indonesia baik acara perdata
maupun acara pidana, keduanya belum mengakui adanya alat bukti berupa alat bukti
elektronik. Pembuktian (konvensional) yang berlaku di Indonesia berpegang pada jenis
alat bukti tertentu saja yang diatur oleh undang-undang. Pada mulanya alat bukti di luar
yang diatur dalam undang-undang tidak sah sebagai alat bukti. Sehingga apabila terdapat
perkara yang menggunakan alat bukti elektronik maka perkara tersebut tidak dapat
diproses.
Atas dikte hukum, Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dibentuk agar alat bukti elektronik dapat menjadi alat bukti yang
sah di Pengadilan.
Materi penting dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ini adalah pengakuan terhadap perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Perluasan terhadap alat bukti ini adalah

dengan diakuinya informasi dan/atau dokumen elektronik beserta hasil cetakannya
sebagai alat bukti sah di pengadilan. Jadi, alat bukti di Pengadilan bertambah satu dari
152

alat bukti yang sebelumnya telah ada. Jadi apabila terdapat perkara pidana yang
menggunakan alat bukti elektronik maka perkara tersebut dapat diproses. Juga dalam
perkara perdata e-mail telah dipergunakan sebagai alat bukti.
Berdasarkan penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu dibenahi demi terwujudnya penegakan
hukum yang adil. Saran penulis adalah Hukum pembuktian di Indonesia seharusnya
mulai ke arah hukum pembuktian dengan sistem terbuka. Dengan kata lain bahwa,
pembuktian tidak lagi ditentukan dengan bentuk dan jenis dari alat bukti tertentu saja
yang telah ditetapkan oleh undang-undang, akan tidak lengkap apabila terjadi
perkembangan pengetahuan dan teknologi.
Sangat beralasan apabila meninggalkan sistem pembatasan terhadap alat bukti
menuju ke sistem terbuka, dimana dalam sistem ini akan diperoleh kebenaran yang lebih
jelas dan utuh. Semakin terbuka sistem alat bukti, maka semakin banyak pula dasar yang
dijadikan pertimbangan hakim dalam pengambilan putusan, sehingga dapat diperoleh
kepastian hukum melalui putusan hakim guna memberikan rasa adil bagi masyarakat
sebagaimana dikte hukum (the dictate of the Law).


153