DINAMIKA HUBUNGAN ANTAR ETNIK MASYARAKAT MINANGKABAU PERDESAAN STUDI KASUS NAGARI KINALI, SUMATERA BARAT.

DINAMIKA HUBUNGAN ANTAR ETNIK
MASYARAKAT MINANGKABAU PERDESAAN
STUDI KASUS NAGARI KINALI, SUMATERA BARAT
Elftra, Jendrius
Nomor Kontrak : 018/SPPP/PP/DP3M/V/2005
Abstrak
Masyarakat Nagari Kinali, adalah contoh dari masyarakat perdesaan yang multi-etnik,
dimana ditemukan berbagai kelompok masyarakat dengan etnik dan latar belakang budaya
berbeda. Kehadiran suku Jawa datang melalui program transmigrasi, sementara orang Batak
melalui perpindahan penduduk (migrasi), sebagai dampak pembangunan fisik dan pertumbuhan
ekonomi wilayah Pasaman Barat. Setiap kelompok etnik pendatang memiliki kebudayaan, nilai,
norma dan pola kelakuan tersendiri, yang belum tentu sama dengan penduduk lokal. Karena
dalam setiap kebudayaan dikenal istilah etnosentrime, yang berarti suatu keyakinan kelompok
pendukung satu kebudayaan bahwa nilai dan norma kebudayaan yang mereka anut lebih unggul.
Disini lain secara teoritis, masyarakat perdesaan yang bersifat gemeinschaft, kehidupan sosial
diasumsikan berlangsung dalam interaksi dan hubungan sosial yang akrab, intim dan menyeluruh
(totalitas).
Peneliian studi kasus ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan metode
penelitian kualitatif, dan pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, indepth
interview dan studi dokumentasi. Pembahasan topik penelitian difokuskan kepada dinamika
interaksi antara tiga etnik dominan, yakni Minang sebagai penduduk lokal, dan jawa, Batak

sebagai etnik pendatang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk lokal memiliki persepsi yang berbeda
terhadap keberadaan etnik lain yang selanjutnya berpengaruh terhadap penerimaan mereka
terhadap kelompok etnik pendatang. Kelompok etnik jawa dan Batak menilai adat Minangkabau
sebagai budaya dominan (dominant culture) sebagai rujukan nilai dan norma bersama dalam
hubungan sosial sehari-hari. Suku Jawa relatif lebih cepat membaur, dan mengadopsi tradisi adat
penduduk asli sebagai nilai dan norma bersama, sementara orang Batak relatif lebih lambat
beradaptasi, tertutup, segregatif, disamping memegang teguh adat istiadat mereka. Perbedaan
tingkat adaptasi tersebut muncul karena beberapa faktor, seperti; agama, karakter budaya, tingkat
mobilitas, pola migrasi dan jarak ruang antara negera asal dengan daerah baru.
Heterogenitas etnik yang ada di Nagari Kinali membawa akibat akan pengayaan budaya
dan tradisi masyarakat setempat, karena kehadiran pengaruh unsur-unsur lain tidak
membahayakan keberadaan nilai-nilai pokok dari adat istiadat Minangkabau. Arah perubahan
yang dapat dihasilkan dari proses akulturasi bersifat reorientasi, yakni perubahan kearah
penerimaan struktur normative kebudayaan-kebudayaan lain, sekaligus untuk didjadikan sebagai
mekanisme untuk melakukan penguatan kembali (reafirmation), kebudayaan tradisional mereka.
Masuknya unsur-unsur baru kebudayaan lain yang bersifat positif tentu saja merupakan mata
rantai bagi dinamika perubahan dan modernisasi kehidupan sosial.