Transformasi Digital Sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

(1)

TRANSFORMASI DIGITAL SEBAGAI PROSES PELESTARIAN NASKAH KUNO MINANGKABAU DI BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN

PROVINSI SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam bidang Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

EVI NOVITA SARI 130723017

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Transformasi Digital Sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

Oleh : Evi Novita Sari

NIM : 130723017

Pembimbing I : Dra. Zaslina Zainuddin, M.Pd.

Tanda Tangan :

Tanggal :

Pembimbing II : Hotlan Siahaan, S.Sos.,M.I.Kom.

Tanda Tangan :


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Transformasi Digital Sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

Oleh : Evi Novita Sari

NIM : 130723017

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ketua : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd.

Tanda Tangan :

Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

Dekan : Dr. Syahron Lubis, M.A.

Tanda Tangan :


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinalitas dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu klasifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.


(5)

i ABSTRAK

Sari, Evi Novita. 2015. Transformasi Digital sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Medan: Departemen Studi Ilmu perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses transformasi digital naskah kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan metode penelitiannya menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling serta dengan melakukan kajian pustaka terhadap literatur yang terkait dengan proses transformasi digital naskah kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat melakukan pelestarian naskah kuno dengan cara mengalihmediakan naskah kuno melalui beberapa tahapan yaitu: (1) Pemotretan dilakukan dengan menggunakan kamera DSLR Canon dengan standar yang dianjurkan adalah minimum foto naskah memiliki resolusi minimal 300 dpi dan kepadatan warna 24 bit. Kualitas foto yang disimpan harus dalam format TIFF atau dari format RAW ke format TIFF dan tidak diperkenankan dalam format JPEG atau format JPEG ke format TIFF; (2) Penyuntingan (editing) dilakukan setelah pemotretan naskah dengan mengatur fokus gambar naskah agar kualitas gambar jelas; (3) Pengemasan (packaging) dilakukan dengan pembuatan file naming yang berisi nama file dan penomorannya agar naskah tersusun dari halaman pertama sampai halaman akhir. Pembuatan file naming harus sesuai dengan halaman naskah. Setelah selesai naskah disimpan dalam bentuk digital dalam format CD yang dibuat dalam

dua copy yang pertama untuk disimpan pada Bidang Deposit, Pengamatan dan

Pelestarian Bahan Pustaka dan yang kedua sebagai back up persiapan apabila terjadi kerusakan pada CD dan; (4) Pemberian label pada CD naskah yang disusun berdasarkan tahun dan lokasi naskah kuno.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Transformasi Digital sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelengkapan studi untuk menyelesaikan Program Sarjana Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini pertama sekali penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian, doa, materil, motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis yang juga telah ikut serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini dapat selesai berkat adanya bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak, sebagai rasa hormat perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dengan ketulusan hati kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(7)

iii

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd selaku Ketua Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi dan juga selaku Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

3. Ibu Dra. Zaslina Zainuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan akademis kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Hotlan Siahaan, S.Sos.,M.I.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan akademis kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Laila Hadri Nasution, S.Sos.,M.P selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah tulus memberikan pengajaran kepada penulis selama penulis menyelesaikan pendidikan.

7. Ibu Ir. Sunyati, M.Si selaku Sekretaris Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat, Bapak Ismon Azif, S.Sos selaku Kabid Deposit, Pengamatan dan Pelestarian Bahan Pustaka, Ibu Linda Evia, A.Md selaku staf Pelestarian Bahan Pustaka dan Bapak Pramono selaku salah satu tim dari FIB Unand.

8. Semua teman-teman angkatan 2013 di Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.


(8)

iv

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan imbalan dan pahala yang berlipat ganda kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Medan, April 2015 Penulis

Evi Novita Sari 130723017


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-teori yang Relevan... 8

2.1.1 Pengertian Naskah Kuno ... 8

2.1.2 Pengertian Pelestarian ... 10

2.1.3 Tujuan Pelestarian ... 11

2.1.4 Fungsi Pelestarian ... 12

2.1.5 Pelestarian Naskah ... 13

2.2 Transformasi Digital ... 16

2.2.1 Prioritas Utama Digitalisasi ... 18

2.2.2 Siklus Digitalisasi ... 19

2.2.3 Proses Digitalisasi ... 23

2.2.4 Pelestarian Naskah dengan Proses Digital ... 26

2.3 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3 Pendekatan dan Metode yang Digunakan ... 32

3.4 Data dan Sumber Data ... 33

3.5 Prosedur Pengumpulan Data ... 33

3.6 Analisis Data ... 36

3.7 Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data ... 39


(10)

vi

4.1.2 Temuan Penelitian ... 45

4.1.2.1 Kebijakan Pelestarian Naskah Kuno dalam Bentuk Digital ... 45

4.1.2.2 Tujuan Pelestarian Naskah Kuno dengan Proses Digital ... 48

4.1.2.3 Prioritas Utama Transformasi Digital Naskah Kuno ... 50

4.1.2.4 Alur Kerja Transformasi Naskah Kuno ... 55

4.1.2.5 Penyusunan Naskah Kuno ... 62

4.1.2.6 Akses Naskah Kuno ... 63

4.1.2.7 Sumber Daya Manusia ... 64

4.1.2.8 Dana dan Anggaran ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 74


(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Lemari Penyimpanan Naskah... 51

Gambar 4.2 Naskah yang Tersimpan Pada Lemari ... 51

Gambar 4.3 Kondisi Naskah yang Rusak ... 52

Gambar 4.4 Kertas Lapuk karena Usia, Korosi Tinta, Iklim dan Cuaca ... 54

Gambar 4.5 Kertas Naskah Basah karena Tempat Penyimpanan yang Lembab ... 54

Gambar 4.6 Kertas Naskah Rusak karena Jamur ... 54

Gambar 4.7 Alur Kerja Transformasi Digital Naskah Kuno ... 58

Gambar 4.8 Penyusunan Naskah Kuno ... 63

Gambar 4.9 Penyimpanan CD Alih Media Naskah Kuno ... 63


(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Informan I ... 74

Lampiran 2 Pedoman Wawancara Informan II ... 75

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Informan III ... 77

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Informan IV ... 79

Lampiran 5 Transkrip Wawancara dengan Informan I ... 80

Lampiran 6 Transkrip Wawancara dengan Informan II ... 84

Lampiran 7 Transkrip Wawancara dengan Informan III ... 88

Lampiran 8 Transkrip Wawancara dengan Informan IV ... 93


(13)

i ABSTRAK

Sari, Evi Novita. 2015. Transformasi Digital sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Medan: Departemen Studi Ilmu perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses transformasi digital naskah kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan metode penelitiannya menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling serta dengan melakukan kajian pustaka terhadap literatur yang terkait dengan proses transformasi digital naskah kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat melakukan pelestarian naskah kuno dengan cara mengalihmediakan naskah kuno melalui beberapa tahapan yaitu: (1) Pemotretan dilakukan dengan menggunakan kamera DSLR Canon dengan standar yang dianjurkan adalah minimum foto naskah memiliki resolusi minimal 300 dpi dan kepadatan warna 24 bit. Kualitas foto yang disimpan harus dalam format TIFF atau dari format RAW ke format TIFF dan tidak diperkenankan dalam format JPEG atau format JPEG ke format TIFF; (2) Penyuntingan (editing) dilakukan setelah pemotretan naskah dengan mengatur fokus gambar naskah agar kualitas gambar jelas; (3) Pengemasan (packaging) dilakukan dengan pembuatan file naming yang berisi nama file dan penomorannya agar naskah tersusun dari halaman pertama sampai halaman akhir. Pembuatan file naming harus sesuai dengan halaman naskah. Setelah selesai naskah disimpan dalam bentuk digital dalam format CD yang dibuat dalam

dua copy yang pertama untuk disimpan pada Bidang Deposit, Pengamatan dan

Pelestarian Bahan Pustaka dan yang kedua sebagai back up persiapan apabila terjadi kerusakan pada CD dan; (4) Pemberian label pada CD naskah yang disusun berdasarkan tahun dan lokasi naskah kuno.


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat merupakan perpustakaan umum. Perpustakaan umum merupakan tempat atau lokasi yang menghimpun koleksi buku, bahan cetakan serta rekaman lain untuk kepentingan masyarakat umum. Perpustakaan umum dapat diartikan juga sebagai lembaga ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi untuk meningkatkan dan memperoleh pengetahuan bagi masyarakat luas. Perpustakaan mempunyai tugas pokok dan sekaligus berfungsi sebagai wadah perawatan dan pelestarian warisan budaya bangsa kepada masyarakat.

Melestarikan bahan pustaka pada prinsipnya berarti melestarikan kekayaan informasi suatu bangsa untuk kepentingan jangka panjang. Sesuai dengan fungsi perpustakaan sebagai tempat penyimpanan informasi dan terkumpulnya berbagai karya budaya manusia suatu bangsa yang direkam baik dalam bentuk tercetak maupun terekam yang setiap waktu dapat diikuti perkembangannya melalui koleksi perpustakaan. Salah satu koleksi yang disimpan di perpustakaan umum adalah naskah kuno.

Naskah kuno merupakan warisan budaya dan salah satu koleksi langka yang dimiliki oleh perpustakaan. Naskah kuno adalah hasil tulisan yang berisi


(15)

2 informasi mengenai budaya bangsa yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah dan ilmu pengetahuan. Naskah kuno biasanya berisi informasi mengenai tingkah laku, kebiasaan dan budaya masyarakat suatu daerah. Salah satu daerah yang menyimpan koleksi naskah kuno adalah daerah Sumatera Barat atau dapat disebut sebagai wilayah Minangkabau. Minangkabau selain dikenal dengan tradisi lisannya, juga memiliki tradisi penulisan naskah sehingga wilayah Minangkabau telah banyak meninggalkan artefak budaya berupa naskah kuno (manuscript).

Naskah-naskah kuno biasanya berasal dari sumbangan dan pembelian dari pewaris atau pemilik naskah. Pada umumnya naskah kuno banyak tersimpan dikalangan masyarakat sebagai milik pribadi. Naskah kuno tersebut tidak dirawat dengan baik. Pemiliknya sendiri hanya mengandalkan pengetahuan tradisional untuk merawatnya. Akibat kurangnya pengetahuan pemilik naskah dan kesadaran akan pentingnya informasi yang ada pada naskah tersebut, sehingga naskah yang ada pada pemiliknya sering diabaikan. Hal ini terlihat dari kebanyakan naskah yang ada saling bertumpuk dengan benda lain dan disimpan di dalam karung, sehingga kertasnya menjadi lapuk, robek dan akhirnya informasi yang terkandung didalamnya juga hilang.

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu bentuk badan yang bertugas melestarikan naskah kuno. Badan ini memiliki bidang pelestarian bahan pustaka. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh bidang ini adalah digitalisasi naskah. Kegiatan digitalisasi naskah merupakan bentuk kegiatan


(16)

3 upaya penyelamatan informasi dan bukti fisik suatu naskah. Sebelum dilakukan kegiatan digitalisasi, dilakukan observasi terlebih dahulu untuk memperoleh keberadaan naskah kuno. Disamping itu, pada tahap ini juga akan dilakukan diskusi dengan pemilik naskah yang saat ini menjadi pemilik dan pewaris naskah. Dalam diskusi yang diadakan ditanyakan tentang kemungkinan naskah-naskah tersebut dirawat di gedung Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Pada saat tim Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat dari melakukan pengumpulan naskah kuno dari pemiliknya langsung, jika tim tidak diperbolehkan mengambil naskah kuno yang asli, mereka minta hanya mengambil salinan informasi dari naskah yang dimiliki pemilik asli dengan cara difoto dengan menggunakan kamera digital. Hal ini disebabkan karena pemilik naskah kuno takut jika naskah kuno yang asli diberikan atau diambil, selain warisan dari leluhurnya tidak dapat diwarisi lagi oleh keturunan mereka, pemilik naskah juga takut naskah tersebut disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Kegiatan digitalisasi ini juga bertujuan untuk mengurangi intensitas penggunaan naskah asli secara langsung. Kegiatan digitalisasi naskah mulai dilakukan pada tahun 2008 dan dilakukan dengan bekerja sama dengan tim FIB Universitas Andalas (Unand). Sumber daya manusia (SDM) yang melalukan digitalisasi naskah berjumlah 6 orang staf dari Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera barat dan 2 orang staf dari tim FIB Unand. Kegiatan digitalisasi naskah mulai dilakukan pada tahun 2008. Saat ini bidang pelestarian bahan pustaka menyimpan 143 naskah yang terdiri dari 363 eksemplar yang telah didigitalisasi. Dari


(17)

4 143 naskah yang telah didigitalisasi ini, 28 naskah yang asli ada pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat, naskah yang selebihnya hanya terdapat dalam bentuk digital tanpa ada bentuk naskah aslinya. Pada observasi awal juga terlihat bahwa 28 naskah asli tercetak yang ada pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat masih belum disimpan dengan baik. Naskah tersebut hanya disusun dan diletakkan pada sebuah lemari penyimpanan naskah, tanpa adanya perlakuan khusus. Tempat penyimpanan naskah tidak dilengkapi dengan pengaturan suhu dan kelembaban udara. Perlu dilakukan perlakuan khusus pada naskah karena kondisi kertas dari naskah asli yang sudah cukup tua dan mudah rusak jika hanya disimpan pada tempat penyimpanan biasa.

Adapun jenis naskah yang tersimpan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat secara garis besar yaitu al-qur’an, tafsir, fikih, sastra, tasauf, kumpulan doa, pegadaian, pengobatan tradisional, tarekat naqsabandiyah, tambo, israk mikraj Nabi Muhammad, catatan khutbah, azimat, syair dan bahkan ada yang tidak mempunyai judul . Koleksi naskah-naskah kuno di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat berisi informasi tentang kehidupan masyarakat Minangkabau. Naskah kuno yang disimpan menggunakan bahasa Melayu, bahasa Minangkabau maupun bahasa Arab serta menggunakan aksara Arab Melayu (Jawi), Arab maupun Latin.

Pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat bagian pelestarian bahan pustaka dibagi ke dalam dua bidang kerja yaitu preservasi dan konservasi bahan pustaka. Preservasi adalah kegiatan yang mencakup pemeliharaan


(18)

5 fisik dokumen dan informasi yang terkandung didalamnya. Konservasi dalam hal ini adalah suatu pekerjaan yang dilakukan pustakawan dalam mengusahakan agar bahan pustaka tidak cepat rusak. Dalam hal ini preservasi dan konservasi dilakukan kepada naskah-naskah kuno yang telah dikumpulkan terlebih dahulu ketika dilakukan observasi langsung ke lapangan oleh tim Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Bentuk kegiatan preservasi dan konservasi naskah kuno dilakukan dengan cara alih media ke dalam bentuk digital. Alih media dalam bentuk digital lebih dikenal dengan nama transformasi digital, yang merupakan kegiatan pelestarian untuk menyelamatkan kandungan informasi naskah dengan cara mengalihmediakan naskah asli ke bentuk media baru. Hal ini dilakukan agar informasi dari naskah asli yang ada pada pemiliknya maupun yang telah diperoleh oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat dapat dimanfaatkan atau didayagunakan oleh masyarakat luas sebagai sumber pengetahuan tentang kebudayaan Minangkabau. Selain itu, transformasi digital juga memberikan dampak yang baik dalam upaya penyelamatan bentuk fisik asli dari suatu naskah kuno serta penyebaran kandungan informasi kebudayaan Minangkabau. Berdasarkan penjelasan akan pentingnya penyelamatan terhadap naskah-naskah kuno Minangkabau, maka perlunya dilakukan penelitian tentang “Transformasi Digital sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat”.


(19)

6 1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana proses alur kerja pelestarian naskah kuno dengan melakukan transfomasi digital di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses alur kerja pelestarian naskah kuno dengan melakukan transformasi digital di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi lembaga perpustakaan, dapat mendeskripsikan transformasi digital yang dilaksanakan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat sebagai suatu kegiatan yang perlu diperhatikan untuk pengambilan kebijakan guna mendukung proses kegiatan pelestarian naskah kuno.

2. Bagi peneliti lanjutan, sebagai referensi dalam mengembangkan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan transformasi digital naskah kuno sebagai upaya pelestarian naskah di perpustakaan.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang proses alur kerja pelestarian naskah kuno dengan melakukan transformasi digital.


(20)

7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pelestarian naskah dan proses alur kerja transformasi digital naskah kuno yang terdiri dari pemotretan, penyuntingan (editing), pengemasan (packaging), pembuatan file naming serta penamaan berkas yang selanjutnya akan disimpan dan menjadi back up pada bidang Deposit, Pengamatan dan Pelestarian Bahan Pustaka.


(21)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori-teori yang Relevan

Teori-teori yang relevan merupakan teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Teori ini mencakup mengenai naskah kuno, pelestarian, tujuan pelestarian, fungsi pelestarian, pelestarian naskah, transformasi digital, prioritas utama transformasi digital, siklus digitalisasi, proses digitalisasi dan pelestarian naskah kuno dengan cara digital.

2.1.1 Pengertian Naskah Kuno

Dalam dunia perpustakaan naskah kuno sering disebut dengan istilah manuskrip (manuscripts). Menurut Sudarsono (2009, 13) “manuskrip adalah unik dan biasanya memerlukan kehati-hatian dalam penanganan fisiknya karena perjalanan usia”. Kesusateraan, ilmu pengetahuan, sejarah sosial politik manusia hanya dapat ditulis secara objektif jika berdasarkan sumber asli yang dalam hal ini diantaranya termuat dalam naskah kuno. Naskah tulisan tangan ini dapat dianggap sebagai salah satu representasi dari berbagai sumber lokal yang paling otentik dalam memberikan berbagai informasi sejarah pada masa tertentu. Naskah Kuno atau Manuskrip adalah dokumen dalam bentuk apapun yang ditulis dengan tangan atau diketik yang belum dicetak atau dijadikan buku tercetak yang berumur 50 tahun lebih (UU Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992, Bab I Pasal 2). Naskah kuno adalah salah satu koleksi langka yang dimiliki oleh perpustakaan. Naskah kuno atau manuskrip merupakan rekaman informasi tertulis atau karya tulis yang dihasilkan sebagai produk kegiatan manusia,


(22)

9 yang merekam informasi antara lain berupa buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku di kalangan masyarakat tertentu.

Feather yang dikutip dari artikel Erika (Erika 2011) menyatakan:

Manuskrip adalah dokumen dari berbagai macam jenis yang ditulis dengan tangan, tetapi lebih mengkhususkan kepada bentuk yang asli sebelum dicetak. Kata tersebut juga berarti karangan, surat, dan sebagainya yang masih ditulis dengan tangan. Manuskrip mengenai informasi, karena manuskrip memiliki nilai informasi yang tentu sangat berharga baik ditinjau dari sejarah naskah itu sendiri maupun informasi yang tertulis di manuskrip.

Naskah kuno tidak hanya ditulis pada kertas tetapi juga ditulis pada kain, lontar, lempeng tembaga, tulang, tanduk, kayu, bambu ataupun media lain juga dapat berupa lempeng batu atau tanah liat (Sudarsono 2009, 18). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan salah satunya mengatur tentang naskah kuno.

Batasan dalam UU 43 Tahun 2007, yang dimaksud manuskrip adalah:

Semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh tahun), dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah dan ilmu pengetahuan.

Pada naskah kuno terdapat informasi mengenai masa lampau yang tercipta dari latar belakang sosial budaya yang tidak sama dengan latar belakang sosial budaya masyarakat sekarang. Selain itu, naskah kuno mengandung informasi yang berlimpah, tidak hanya sebatas pada kesusasteraan, tapi mencakup berbagai bidang seperti: agama, sejarah, hukum, adat-istiadat, dan sebagainya.Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa naskah kuno adalah dokumen yang ditulis dengan tangan mengenai informasi masa lampau yang merupakan khazanah budaya yang


(23)

10 penting, baik secara akademis maupun sosial budaya yang lebih mengkhususkan ke bentuk asli dan tidak dicetak serta berumur di atas 50 tahun.

2.1.2 Pengertian Pelestarian

Pelestarian merupakan hal yang penting dalam perpustakaan dan sudah menjadi kebutuhan perpustakaan. Menurut IFLA (International Federation of Library Association) dikutip Handayono (2012, 1) mendefinisikan “preservasi sebagai aspek-aspek yang mencakup usaha melestarikan bahan pustaka, keuangan, ketenagaan, metode, teknik serta penyimpanannya”. Preservasi dalam hal-hal tertentu seperti melakukan fumigasi, memperbaiki jilid yang rusak dan lain sebagainya memerlukan keterampilan dan ilmu yang khusus yang tidak semua orang dapat melakukannya, maka diperlukan sumber daya yang ahli dalam bidang preservasi. Sedangkan menurut Dureau dan Clements dikutip Handoyo (2012, 1) “preservasi mempunyai arti yang lebih luas yaitu mencakup unsur-unsur pengelolaan, keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik bahan pustaka”. Pada dasarnya Preservasi itu upaya untuk memastikan agar semua bahan koleksi cetak maupun non cetak pada suatu perpustakaan bisa tahan lama dan tidak cepat rusak.

Sutarno (2005, 109) menyatakan “pelestarian berasal dari kata “lestari” yang dapat diartikan selamat panjang umur, tetap permanen, abadi dan terus berguna bagi kehidupan manusia”. Pelestarian merupakan suatu tindakan yang dilakukan pada bahan pustaka atau arsip yang mempunyai nilai historis yang harus dilestarikan untuk


(24)

11 kepentingan sejarah, budaya atau peristiwa serta untuk benda itu sendiri agar dapat dimanfaatkan dimasa mendatang.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pelestarian adalah kegiatan yang mencakup semua aspek dalam melestarikan baik itu bahan pustaka maupun arsip dan informasi yang dikandungnya.

2.1.3 Tujuan Pelestarian

Tujuan pelestarian bahan pustaka adalah untuk mengusahakan agar bahan pustaka tidak cepat rusak. Selain itu dapat melestarikan bentuk fisik dan kandungan informasinya serta mengusahakan agar bahan pustaka selalu sedia dan siap pakai.

Tujuan pelestarian bahan pustaka menurut Martoatmodjo yang dikutip Handoyo (2012, 2) adalah sebagai berikut:

1. Menyelamatkan nilai informasi dokumen 2. Menyelamatkan fisik dokumen

3. Mengatasi kendala kekurangan ruang

4. Mempercepat perolehan informasi, dokumen yang tersimpan dalam CD (Compact Disk) sangat mudah untuk diakses, baik dari jarak dekat maupun jarak jauh. Sehingga pemakaian dokumen atau bahan pustaka menjadi lebih optimal.

Selain itu Yulia (2009, 9.3) menyatakan bahwa tujuan pelestarian bahan pustaka adalah “melestarikan kandungan informasi bahan pustaka dengan alih bentuk menggunakan media lain atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin untuk dapat digunakan secara optimal dalam jangka waktu yang cukup lama”.


(25)

12 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pelestarian adalah melestarikan fisik dan kandungan informasi dokumen, mengatasi kekurangan ruang serta mempercepat perolehan informasi.

2.1.4 Fungsi Pelestarian

Fungsi pelestarian adalah untuk menjaga agar bahan pustaka tidak diganggu oleh tangan-tangan jahil, serangga, jamur dan sebagainya sehingga bahan pustaka dapat digunakan dalam waktu yang lama.

Martoatmodjo dikutip Handoyo (2012, 2-3) menyatakan bahwa pelestarian memiliki beberapa fungsi antara lain yaitu:

1. Fungsi Melindungi

Bahan pustaka dilindungi dari serangga, manusia, jamur, panas matahari, air dan sebagainya. Dengan pelestarian yang baik serangga dan binatang kecil tidak akan dapat menyentuh dokumen. Manusia tidak akan salah dalam menangani dan memakai bahan pustaka. Jamur tidak sempat tumbuh dan sinar matahari serta kelembaban udara di perpustakaan mudah dikontrol.

2. Fungsi Pengawetan

Dengan perawatan yang baik, bahan pustaka menjadi lebih awet, bisa lebih lama dipakai dan diharapkan lebih banyak pemustaka dapat memanfaatkan koleksi tersebut.

3. Fungsi Kesehatan

Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka menjadi bersih, bebas dari debu, jamur, binatang perusak, sumber dan sarang berbagai penyakit, sehingga pemakai maupun pustakawan akan tetap sehat. Pembaca lebih bersemangat membaca dan mengunjungi perpustakaan.

4. Fungsi Pendidikan

Pemakai perpustakaan dan pustakawan sendiri harus belajar bagaimana cara memakai dan merawat dokumen, misalnya dengan tidak membawa makanan dan minuman ke dalam perpustakaan, tidak mengotori bahan pustaka maupun ruangan perpustakaan, tidak melipat bahan pustakauntuk menandai batas bacaan, memberi tanda dengan warna (spidol, stabilo) pada kalimat yang ada dalam bahan pustaka dan sebagainya.


(26)

13 5. Fungsi Kesabaran

Merawat bahan pustaka ibarat merawat bayi atau orang tua sehingga harus sabar. Bagaimana kita dapat menambal buku berlubang, membersihkan kotoran binatang kecil seperti kotoran kutu buku yang berupa noktah, dan menghilangkan noda-noda lainnya diperlukan kesabaran.

6. Fungsi Sosial

Pelestarian tidak dapat dikerjakan oleh seorang diri. Pustakawan harus mengikutsertakan pemustaka untuk ikut merawat bahan pustaka dan perpustakaan. Rasa pengorbanan yang tinggi harus diberikan oleh setiap orang, demi kepentingan dan keawetan bahan pustaka.

7. Fungsi Ekonomi

Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka menjadi lebih awet sehingga keuangan dapat dihemat.

8. Fungsi Keindahan

Dengan pelestarian yang baik, penataan bahan pustaka yang rapi, perpustakaan tampak menjadi lebih indah, sehingga menambah daya tarik pemustaka dan mereka betah berada di perpustakaan.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa fungsi pelestarian antara lain adalah melindungi, mengawetkan, sebagai pendidikan, sosial, ekonomi, dan keindahan.

2.1.5 Pelestarian Naskah

Preservasi pada dasarnya adalah upaya mempertahankan sumber daya kultural dan intelektual agar dapat digunakan sampai batas waktu yang selama mungkin. Secara filosofis, semua sumber daya yang mengandung nilai budaya dan intelektual dari masa lampau harus selalu tersimpan dengan baik, sehingga di masa kini dan mendatang orang selalu dapat melacak kembali apa saja yang sudah dikerjakan, dipikirkan, didiskusikan oleh sebuah masyarakat khususnya, atau sesama manusia pada umumnya. Pada UU 43 tahun 2007 pasal 6 ayat (1) huruf


(27)

14 b menyebutkan kewajiban masyarakat untuk “menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional”. Selain itu pada pasal 7 ayat (1) huruf i disebutkan kewajiban pemerintah terhadap masyarakat yang menyimpan, merawat dan melestarikan naskah kuno.

Berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Naskah Nusantara (2012, 19), preservasi naskah kuno adalah upaya mempertahankan naskah sebagai sumber daya kultural dan intelektual agar dapat digunakan sampai batas waktu yang selama mungkin. Preservasi naskah tidak hanya merupakan upaya pelestarian fisik dan bahan kimia media tulisnya, tetapi juga mencakup pelestarian teks atau kandungan informasinya.

Menurut Erika (Erika, 2011) Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam preservasi fisik dan teks naskah kuno yaitu dengan melakukan konservasi, restorasi, digitalisasi dan katalogisasi.

1. Konservasi

Konservasi adalah suatu bentuk upaya pemeliharaan terhadap keadaan naskah-naskah lama yang mulai tidak dapat bertahan lama hingga beratus-ratus tahun dengn tujuan agar naskah-naskah lama terawat dan masih dapat dipergunakan dengan dibaca dan dipahami oleh generasi penerus dan naskah disimpan agar tidak cepat rusak.

Manuskrip atau naskah kuno mengandung kadar asam karena tinta yang digunakan. Tinta yang digunakan pada manuskrip terbuat dari karbon, biasanya jelaga dicampur dengan gum Arabic. Tinta ini menghasilkan gambar yang sangat stabil. Agar kondisinya tetap baik, keasaman yang terkandung dalam naskah tersebut harus dihilangkan. Setelah keasamannya hilang, manuskrip dibungkus dengan kertas khusus, lalu disimpan dalam kotak karton bebas asam. Ini merupakan salah satu cara melakukan konservasi terhadap manuskrip.

2. Setelah dilakukan konservasi, naskah kuno akan mengalami restorasi. Restorasi adalah mengembalikan bentuk naskah menjadi lebih kokoh. Ada teknik-teknik tertentu agar fisik naskah terjaga.


(28)

15 Untuk melakukan restorasi harus melihat keadaan manuskrip tersebut, karena tiap kerusakan fisik perlu ditangani dengan cara yang berbeda. Hal ini dikarenakan cara manuskrip rusak ada bermacam-macam, tergantung sebab dan jenis kerusakan. Langkah-langkah melakukan restorasi naskah kuno, antar lain:

a. Membersihkan dan melakukan fumigasi minimal satu tahun sekali. b. Melapisi dengan kertas khusus (doorslagh) pada lembaran naskah

yang rentan.

c. Memperbaiki lembaran naskah yang rusak dengan bahan arsip. d. Menempatkan di dalam tempat aman (almari).

e. Menempatkan pada ruangan ber-AC dengan suhu udara teratur. 3. Digitalisasi

Digitalisasi ialah bagian dari pelestarian yang berupaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno dengan memanfaatkan teknologi digitalseperti soft file, foto digital, mikrofilm, serta mengupayakan baik naskah asli atau naskah duplikatnya agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. Digitalisasi manuskrip merupakan proses pengalihan manuskrip dari bentuk aslinya ke dalam bentuk digital atau menyalinnya dengan melakukan scanning (scanner) atau memfotonya dengan kamera digital. Digitalisasi naskah dilakukan agar isi kandungan dari naskah tetap terjaga jika sewaktu-waktu fisik naskah tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Digitalisasi memiliki manfaat antara lain: a. Mengamankan isi naskah dari kepunahan agar generasi seterusnya

tetap mendapatkan informasi dari ilmu-ilmu yang terkandung dari naskah tersebut.

b. Mudah digandakan berkali-kali untuk dijadikan cadangan (back up data).

c. Mudah untuk digali informasinya oleh para peneliti jika di-upload ke sebuah alamat web.

d. Dapat dijadikan sebagi obyek promosi terhadap kekayaan bangsa. 4. Katalogisasi

Pada katalogisasi ini pendeskripsian isi naskah dibuat dalam bentuk abstrak atau penjelasan singkat mengenai isi naskah. Tujuannya adalah agar para peneliti, mahasiswa, atau siapapun yang ingin mengkaji suatu naskah yang dibutuhkan dapat dengan mudah melakukan penilaian sebelum membaca naskah asli. Manfaat lain dari pembuatan katalog naskah kuno ini untuk mengetahui keberadaan suatu naskah yang sudah didigitalkan. Biasanya berbentuk katalog online.

Dalam buku Pedoman Pengelolaan Naskah Nusantara juga dijelaskan tujuan preservasi naskah antara lain adalah: (1) menyelamatkan nilai informasi dokumen; (2)


(29)

16 menyelamatkan fisik dokumen; (3) mengatasi kendala kekurangan ruang; (4) mempercepat perolehan informasi. Preservasi naskah memiliki fungsi antara lain yaitu: melindungi, pengawetan, kesehatan, pendidikan, kesabaran, sosial, ekonomi dan estetika. Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam preservasi bahan pustaka adalah manajemen, SDM (Sumber Daya Manusia) dan anggaran. Kebijakan preservasi mencakup alih format/alih media dan konservasi.

2.2 Transformasi Digital

Perpustakaan dengan koleksinya yang lengkap merupakan sumber utama dalam pelayanan informasi. Sebagai sumber informasi, koleksi perpustakaan tidak hanya dalam bentuk tercetak atau tertulis saja, tetapi ada juga dalam bentuk mikro dan digital. Alih media bahan pustaka merupakan salah satu dari strategi perpustakaan dalam melestarikan koleksinya, terutama koleksi khusus seperti naskah, surat kabar, peta dan buku langka. Koleksi bahan perpustakaan dalam bentuk teks atau gambar dapat dialih mediakan menjadi 4 bentuk, yaitu: 1). Alih media ke dalam bentuk mikro; 2). Transformasi digital; 3). Fotografi dan 4). Fotokopi. Alih media dalam bentuk digital (digitalisasi) lebih dikenal dengan nama transformasi digital, yang merupakan kegiatan pelestarian untuk menyelamatkan kandungan informasi bahan pustaka dengan cara mengalihmediakan bahan pustaka asli melalui alih media digital ke bentuk media baru seperti CD-ROM, DVD dan sebagainya.

Menurut Chowdury dikutip Husna (Husna 2013) “digitization is the process of taking a physical item, such as a book, manuscript or photograph, and making a


(30)

17 digital copy of it. Digitization entails creating a digital copy of an analogue object”. Maksudnya digitalisasi adalah suatu proses mengalih bentuk dari fisik suatu buku, manuskrip/naskah kuno dan foto ke dalam bentuk digital. Digitalisasi mencakup pembuatan kopi file digital dari suatu objek yang berbentuk analog (koleksi asli sebelum bentuk digital). Definisi lebih lengkap diungkapkan Smith dikutip Sari (Sari 2008) yang mengatakan digitalisasi adalah “the converting of a printed page to digital electronic form through scanning to create an electronic page image suitable for computer storage, retrieval and transmission”. Secara garis besar berarti bahwa digitalisasi adalah proses konversi bentuk tercetaak ke dalam bentuk elektronik melalui pemindaian (scan) untuk menciptakan halaman elektronik yang sesuai dengan penyimpanan, temu kembali dan transmisi komputer.

Gardjito (2002, 13) mengatakan bahwa kelebihan bentuk digital dibandingkan dengan bentuk media lain adalah bahwa informasi digital ikut membentuk sebagian besar peningkatan budaya dan warisan intelektual bangsa serta memberikan manfaat yang penting bagi penggunanya. Kemampuan untuk menghasillkan, menghapus dan mengkopi informasi dalam bentuk digital, menelusuri teks dan pangkalan data, serta mengirim informasi secara cepat melalui sistem jaringan telah menciptakan suatu pengembangan yang luar biasa dalam teknologi digital.

Salah satu contoh dari kelebihan produk digital ialah yang dikemas dalam bentuk CD-ROM dimana cara penelusuran informasinya berbeda dari cara pengaksesan informasi melalui jaringan internet. Pada umumnya pada CD-ROM


(31)

18 telah dilengkapi dengan perangkat lunak untuk pengoperasian penelusuran dan penganalisaannya.

2.2.1 Prioritas Utama Digitalisasi

Langkah pertama dalam menentukan metode pelestarian yang tepat adalah dengan membuat suatu prioritas. Prioritas ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa perpustakaan tidak dapat menyimpan seluruh materi/koleksi. Atkinson dikutip Rachman (Rachman 2013) membagi tiga kelas utama materi perpustakaan yang dapat dilestarikan, yaitu:

1. Materi yang memiliki nilai ekonomi tinggi 2. Materi yang sering digunakan

3. Materi yang jarang digunakan namun berguna untuk penelitian

Strategi lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan koleksi yaitu mengidentifikasi materi-materi perpustakaan dalam subjek tertentu. Oleh sebab itu, prioritas untuk materi yang bisa atau harus dilestarikan hendaknya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan:

1. Materi perpustakaan seperti apa yang harus dilestarikan?

2. Materi perpustakaan seperti apa yang harus ditransfer durable medium seperti microfilm, compact disk dan sebagainya?

3. Apakah materi yang terus diproduksi dapat dilestarikan dengan alih media dari bentuk asli ke bentuk lain?

4. Metode khusus apa yang harus ditentukan dalam menangani perbaikan materi?

Sedangkan menurut Seadle (2004, 119), selection materials for digital preservation depends on there criteria:


(32)

19

2. Whether appropriate digitization procedures and standards for these

materials exits; and

3. Whether copyright allows reasonable access for educational and research purposes.

Maksud dari uraian tersebut adalah pemilihan bahan untuk dialihmediakan ke dalam bentuk digital bahan pustaka tergantung pada tiga kriteria, yaitu:

1. Apakah bahan pustaka merupakan bahan pustaka yang rusak dan berharga;

2. Apakah prosedur digitalisasi bahan pustaka ini sesuai dengan standar yang ada; dan

3. Apakah hak cipta memberikan akses untuk tujuan pendidikan dan penelitian.

Selain faktor tersebut, faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pelestarian digitalisasi adalah gedung dan tempat penyimpanan. Hal ini tergantung pada dana yang tersedia untuk pelestarian serta fasilitas penyimpanan yang cocok.

2.2.2 Siklus Digitalisasi

Ada beberapa tahap dalam melakukan proses konversi digital. Menurut Beagrie and Greenstein dikutip Latief (Latief 2014) istilah ini dikenal dengan siklus digitalisasi. Berawal dari identifikasi kategori, menghimpun/mengumpulkan koleksi, digitalisasi, pengatalogan, pengelolaan dan terakhir pendistribusian.

1. Identifikasi Kategori

Penetapan kategori dari pemilihan informasi harus dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan yang dapat mewakili kepentingan berbagai sektor. Setelah penetapan kategori tersebut dipilih maka harus melihat pada hak cipta. Jika dilindungi


(33)

20 oleh hak cipta maka kita harus mendapatkan izin dari pemilik hak cipta tersebut. Menurut Gardjito (2002, 15) berdasarkan beberapa kategori ini ditetapkan kategori pokok yang dibedakan dari sumber informasi tingkat pertama, kedua dan ketiga. Sebagai contoh terdapat beberapa area pokok yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan kategori dari informasi yang dipilih antara lain:

a. Pendidikan dan penelitian b. Bahasa dan informasi umum

c. Kesehatan publik dan fasilitas kesehatan d. Sumber-sumber pemasukan pemerintah e. Sumber-sumber pemasukan non-pemerintah f. Sejarah dan sumber budaya

g. Kependudukan dan sensus penduduk h. Perkotaan dan pengembangannya i. Perdagangan dan perniagaan

j. Perundang-undangan dan masalah politik 2. Menghimpun/Mengumpulkan Koleksi

Kemudian menghimpun/mengumpulkan koleksi yaitu dengan menyiapkan akses untuk dijadikan koleksi digital. Gardjito (2002, 15) mengatakan bahwa terdapat banyak organisasi maupun kelompok tertentu yang menghimpun kandungan informasi lokal dan mengolahnya dalam bentuk informasi digital, mereka memiliki pandangan yang berbeda dalam memanfaatkannya, ada yang secara murni untuk kepentingan pelestarian dan ada pula yang lebih mementingkannya untuk keperluan akses. Agar penghimpunan dapat dilakukan dapat dilakukan secara optimal, seharusnya setiap pusat dokumentasi dan informasi (Pusdokinfo) mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mengumpulkan kandungan informasi. Hal ini


(34)

21 berarti bahwa mereka juga mempunyai tanggung jawab pula dalam menyiapkan akses koleksi digital yang mereka miliki melalui situs web.

3. Digitalisasi

Melakukan digitalisasi/proses digital. Pengalihmediaan informasi dari berbagai jenis media dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam alat perekam, poses yang paling sederhana adalah dengan memakai bantuan alat perekam (scanner) atau kamera digital untuk menghasilkan gambar elektronik (bitmap images). Kualitas gambar sangat tergantung dari jumlah titik yang terekam oleh scanner. Faktor lain dalam menentukan kualitas gambar dalam bentuk digital adalah jenis alat perekam yang digunakan yang mampu merekam secara optimal seluruh detail gambar dari fisik aslinya (Gardjito 2002, 17).

Adapun prosedur yang diperlukan pada saat pengalihmediaan meliputi:

a. Pengecekan kelengkapan sumber informasi apakah telah memenuhi syarat sebagai dokumen.

b. Pemilihan perangkat rekam dan perangkat lunak yang sesuai untuk proses pengalihmediaan. Beberapa pertimbangan dalam memilih perangkat perekam ditentukan oleh:

1) Kategori dokumen yang akan direkam 2) Kelengkapan dokumen

3) Resolusi yang diperlukan

4) Jumlah dokumen yang akan direkam 5) Kualitas, keadaan fisik dokumen

6) Kemampuan perangkat lunak yang digunakan

c. Pembuatan kopi untuk pengganti apabila terjadi kerusakan pada media. 4. Pengatalogan

Agar informasi tersebut berupa data yang telah direkam dan dapat ditelusuri kembali maka diperlukanlah metadata. Metadata dapat diartikan sebagai data tentang


(35)

22 data yang mempunyai kemampuan dalam menemukan suatu sumber, menunjukkan lokasi data/dokumen serta memberikan ringkasan tentang apa yang perlu dimanfaatkan. Terdapat 3 hal yang diperlukan dalam pembuatan metadata untuk sebuah informasi, yaitu penyandian (encoding), pembuatan deskripsi untuk informasi dan preservasi serta penyediaan akses untuk deskripsi tersebut.

5. Pengelolaan

Gardjito (2002, 17) mengatakan keterlibatan dan dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam pengelolaan informasi digital. Hal ini penting untuk dilaksanakan agar pengelolaan informasi tetap terus berjalan dan dipertahankan kelangsungannya. Tahap pengelolaan informasi digital dapat dilakukan oleh pemrakarsa, pembuat peraturan, pembuat/pencipta, pemilik hak cipta, penyandang dana, pendukung, pembaca dan konsevator.

a. Pemrakarsa yaitu pengembangan koleksi; mengumpulkan materi/informasi mutakhir baik tercetak/terekam yang perlu dialihmediakan dalam bentuk digital.

b. Pembuat peraturan yaitu undang-undang deposit; kewajiban menyerahkan karya cetak dan karya rekam ke lembaga yang berwenang, untuk disimpan, dilestarikan dan didayagunakan.

c. Pembuat/pencipta yaitu pembuat digital record. Kurangnya pengawasan terhadap format yang digunakan mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan informasi digital untuk kepentingan lain yang berbeda.

d. Pemilik hak cipta yaitu menegakkan keberadaan hak cipta. Pemilik berhak untuk menuntut atas hak cipta dari karyanya yang dialihmediakan.

e. Penyandang dana, mengupayakan ketersediaan dana untuk penyeleksian, penghimpunan, pengalihmediaan, dan pengemasannya dan pendistribusiannya.

f. Pendukung, mengupayakan bentuk dan media baru dari berbagai sumber informasi yang diproduksi dari berbagai macam media.

g. Pembaca, yang mendapatkan akses informasi. Pembaca akan menuntut materi dalam format yang mutakhir untuk ditayangkan termasuk juga bentuk digital dalam kemasan lain.


(36)

23 h. Konservator, menjaga kelestarian bentuk fisik asli dokumen yang

dialihmediakan informasinya untuk kepentingan penelitian. 6. Pendistribusian

Tahap akhir dari proses digitalisasi ini adalah tahap pendistribusian. Sistem pendistribusian informasi digital dapat dilakukan melalui situs web dari masing-masing perwakilan atau dari badan/asosiasi yang menjadi pusat pengelolaan kandungan informasi lokal. Informasi yang dilayankan dapat berupa teks dan gambar. Untuk karya yang berupa teks yang sudah dikategorikan wewenang publik (public domain) maka secara penuh/keseluruhan (fulltext) dapat dilayanankan kepada masyarakat, demikian pula halnya untuk karya lukisan maupun gambar. Lain halnya dengan apabila karya tersebut masih dilindungi hak cipta untuk mendistribusikannya secara luas dalam bentuk digital (Gardjito 2002, 19).

2.2.3 Proses Digitalisasi

Menurut Pendit (2007, 103) proses digitalisasi adalah proses mengubah dokumen tercetak menjadi dokumen digital. Proses digitalisasi dapat dilakukan terhadap berbagai bentuk bahan pustaka seperti peta, naskah kuno, foto, karya seni patung, lukisan dan sebagainya. Proses digitalisasi untuk naskah kuno atau buku yang sudah sangat tua dapat dilakukan dengan kamera khusus beresolusi tinggi yang mampu memotret setiap detail dari naskah tersebut. Untuk naskah yang sudah sangat rapuh dibutuhkan proses laminating dengan plastik khusus sebelum dokumen tersebut di scan atau difoto.


(37)

24 Saleh (2010, 13) berpendapat bahwa proses pembuatan dokumen digital secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Seleksi dan pengumpulan bahan yang akan dibuat koleksi digital, bahan-bahan yang akan dikonversi dari tercetak menjadi digital perlu diseleksi untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan digitalisasi koleksi perpustakaan.

2. Pembongkaran jilid koleksi agar bisa dibaca alat pemindaian (scanner), proses ini perlu dilakukan untuk memudahkan operator pemindai melakukan proses pemindaian lembar demi lembar dari bahan tersebut.

3. Pembacaan halaman demi halaman dokumen menggunakan alat pemindai yang kemudian disimpan dalam format file PDF. Hasil proses ini adalah dokumen dalam bentuk elektronik atau file komputer.

4. Pengeditan, hasil pemindaian tadi masih perlu diedit, terutama jika ukuran kertas yang ditentukan pada saat scanning tidak tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan editing seperti pemotongan pinggiran halaman, pembalikan halaman dan lain-lain. Selain itu juga perlu dilakukan penggabungan halaman jika pemindaian dilakukan secara sepotong-sepotong.

5. Pembuatan serta pengelolaan metadata (basis data) agar dokumen tersebut dapat diakses dengan cepat. Pembuatan basis data ini dapat menggunakan perangkat lunak apa saja yang dapat dikenal dan biasa digunakan oleh manajer sistem.

6. Melengkapi basis data dokumen dengan abstrak jika diperlukan. Terutama untuk dokumen-dokumen yang berisi informasi ilmiah serta monograf lainnya. Sedangkan untuk dokumen yang berisi informasi singkat dan semacamnya, cukup ditambahkan keterangan atau anotasi.

7. Proses selanjutnya adalah pemindaian dokumen PDF serta basis data ke CD-ROM atau DVD. Setelah dokumen digital selesai, maka tahap berikutnya adalah mengumpulkan dokumen tersebut, menata serta mengkopinya ke dalam CD-ROM atau DVD.

8. Penjilidan kembali dokumen yang sudah dibongkar dan dokumen tersebut dapat dikembalikan ke tempat penyimpanannya.

Hartinah (2009, 15) berpendapat bahwa kegiatan alih media koleksi perpustakaan antara lain adalah:

1. Pembuatan daftar pengelompokan koleksi yang akan dilakukan alih media. 2. Pengambilan koleksi dari ruang koleksi.

3. Melakukan scan menggunakan scanner terhadap koleksi sesuai urutan dalam daftar dan kelompok koleksi.


(38)

25 4. Pengecekkan dan pencocokan kelengkapan hasil scan dan koleksi yang di

scan.

5. Pengembalian koleksi ke ruang koleksi.

6. Hasil scan koleksi disimpan ke dalam database dan server termasuk membuat back up data, pemberian nama-nama khusus terhadap file-file untuk memudahkan proses temu kembali.

7. Hasil scan koleksi disiapkan dalam CD atau DVD untuk disimpan dalam ruang koleksi atau untuk kebutuhan diseminasi informasi.

8. File-file hasil scan koleksi dihubungkan ke dalam website perpustakaan agar bisa diakses oleh pengguna.

9. Membuat buku petunjuk bagi pengguna tentang cara melakukan temu kembali atau akses informasi dan peraturan-peraturan terhadap hak kekayaan intelektual (HaKI) terhadap koleksi bentuk digital.

Selain itu Pendit (2007, 106) mengatakan bahwa proses digitalisasi dibedakan menjadi 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu: (1) scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital; (2) editing, adalah proses mengolah berkas PDF di dalam komputer dengan cara memberi password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink dan sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal apa saja yang perlu diedit dan dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perpustakaan; (3) uploading, adalah proses pengisian (input) metadata dan meng-upload berkas dokumen tersebut ke digital library.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa proses digitalisasi antara lain adalah seleksi koleksi yang akan didigitalisasikan, mengumpulkan koleksi yang akan didigitalisasikan, melakukan scan, membuat back up, memberi nama-nama khusus agar mudah ditemu kembalikan dan dihubungkan ke dalam website apabila diperlukan.


(39)

26 2.2.4 Pelestarian Naskah dengan Proses Digital

Menurut Darmono (2007, 102) preservasi secara digital atau digital preservation adalah pelestarian isi dokumen (koleksi perpustakaan) dengan cara dialihkan ke dalam bentuk digital. Kegiatan ini banyak dilakukan oleh perpustakaan untuk melestarikan kandungan isi dokumen. Melalui preservasi digital maka diharapkan kebertahanan koleksi digital dapat terjamin. Pada UU 43 tahun 2007 pasal 9 huruf c menyebutkan “Pemerintah berwenang mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan”.

Hartinah (2009, 16) juga berpendapat bahwa tujuan alih media dokumen langka dan dokumen kuno dimaksudkan untuk melestarikan nilai atau kandungan informasi, meningkatkan akses pada informasi dan pengetahuan yang tersembunyi, mempromosikan sumber daya yang pernah ada (sejarah, budaya, pengetahuan dan lain-lain) serta mempromosikan instansi atau lembaga sumber dokumen.

Dalam buku Pedoman Pengelolaan Naskah Nusantara dijelaskan bahwa digitalisasi merupakan proses konversi naskah bermedia kertas, bambu, lontar atau media lain ke dalam bentuk elektronik atau digital melalui proses transformasi atau alih media berbasis komputer. Setiap kegiatan digitalisasi merupakan upaya melestarikan kandungan teks dalam naskah. Selain itu, digitalisasi mengacu pada perkembangan akses melalui internet atau mengurangi intensitas sentuhan langsung pengguna terhadap koleksi yang berdampak pada kerusakan.

Adapun perlakuan dokumen langka dan kuno menuju koleksi digital menurut Hartinah (2009, 16) antara lain adalah seleksi dokumen berdasarkan prioritas


(40)

27 kepentingan dan kualitas informasi, identifikasi setiap halaman untuk melihat kualitas fisik, lakukan konservasi bila diperlukan, lakukan alih media atau digitalisasi, organisasikan sesuai aturan pengolahan dokumen digital serta kontrol kualitas informasi dan kelengkapannya.

Transformasi atau alih media berbasis komputer memerlukan perangkat keras, seperti komputer, pemindaian, pengonversi dan operator. Perangkat lunak seperti perangkat lunak pemindai dan pengonversi, perangkat lunak pembaca, perangkat lunak pengolah dan penyunting dan perangkat lunak penyimpan. Di samping itu diperlukan pula sumber daya manusia sebagai pembuat, pengelola dan perawat objek digital.

Sangat penting untuk menyusun kriteria dalam memilih materi yang akan didigitalisasi. Dalam buku Pedoman Pengelolaan Naskah Nusantara dijelaskan bahwa secara umum semua naskah perlu didigitalisasi, namun skala prioritas dapat ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: (1) tingginya frekuensi penggunaan naskah oleh pemustaka; (2) kerentanan naskah terhadap kemusnahan sehingga mengancam pengaksesan naskah (misalnya karena kondisi rusak); (3) keunikan teks naskah (tidak mempunyai versi lain); (4) koleksi khusus yang tidak terdapat di tempat lain; (5) memudahkan dan meluaskan akses masyarakat terhadap naskah yang telah populer.

Pastikan bahwa perlengkapan yang dibutuhkan untuk program digitalisasi telah tersedia seperti perangkat keras untuk proses digitalisasi (contoh: scanner, kamera digital, lampu kamera dan lain-lain), infrastruktur komputer yang terhubung


(41)

28 dengan perangkat keras, perangkat lunak pengambil gambar dan perangkat lunak pemproses gambar, perangkat lunak untuk metadata dan kontrol kualitas.

Lingkungan harus sesuai dengan kondisi preservasi. Pastikan bahwa setiap proses digitalisasi, seperti penanganan, penekanan terhadap cahaya dalam proses pemindaian (scanning), pemotretan, penyimpanan sementara dan sebagainya tidak mempunyai dampak negatif terhadap naskah.

Produk digitalisasi disimpan dalam mesin server, bagaimanapun mesin ini membutuhkan back up yaitu konten digital yang disimpan dalam media yang dapat dipindahkan (CD, DVD, cakram padat, dan sebagainya). Dalam menentukan media, harus difikirkan bahwa media tersebut akan usang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Perlu dilakukan perpindahan data ke media penyimpanan baru setiap lima tahun sekali. Perpindahan master naskah digital dilakukan agar tidak mengalami kehilangan informasi. Selanjutnya mempublikasikannya dengan menampilkannya melalui internet.

Menurut Mafar (2012, 9) hal terpenting dalam rangka preservasi digital adalah proses back up. Beberapa kejadian seperti hilangnya data yang menyebabkan terhentinya proses pelayanan terjadi akibat kelalaian pengelola perpustakaan dalam membuat cadangan data. Oleh karena itu, proses back up perlu dilakukan secara berkala. Dengan demikian, terhambatnya pelayanan akibat kehilangan data dapat segera diatasi.

Dari penjabaran tersebut dapat dikatakan bahwa proses digitalisasi naskah antara lain adalah: (1) penelusuran dari tempat penyimpanan atau lokasi asal; (2)


(42)

29 pembersihan dan persiapan; (3) pemindaian atau fotografi; (4) pengembalian terhadap lokasi asal; (5) penamaan berkas; (6) pembuatan berkas versi online dari berkas master: (7) back up server atau media penyimpanan.

2.3 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Rujukan penelitian pertama yaitu skripsi Andri Priyatna mahasiswa Universitas Indonesia pada tahun 2008 dengan judul Transformasi Digital sebagai Proses Pelestarian Kandungan Informasi Intelektual (Studi Kasus di Perpustakaan Nasional RI). Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling serta dengan melakukan kajian pustaka terhadap literatur yang terkait.

Hasil wawancara dengan informan Perpustakaan nasional RI melakukan pelestarian bahan pustaka dengan cara mengalihmediakan kandungan informasi bahan pustaka dengan melalui 3 tahapan utama, yaitu pertama proses pemindaian (scanning), kedua proses penyuntingaan (editing) dan ketiga proses pengemasan (packaging).

Rujukan penelitian kedua yaitu skripsi Yusika Putriani mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2012 dengan judul Kebijakan Digitalisasi Naskah Kuno di Perpustakaan Museum Negeri SonobudoyoYogyakarta. Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk


(43)

30 menganalisis data didasarkan pada teori Miles dan Huberman dengan tiga langkah (1) reduksi data: memfokuskan pada tema penelitian, (2) penyajian data: menjelaskan berdasarkan observasi, wawancara dan dokumentasi, serta (3) penarikan kesimpulan: menyimpulkan hasil analisis setelah tahapan analisis selesai.

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kebijakan digitalisasi di Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta ada bentuk tertulis dan lisan yang tertuang dalam SOP (Standard Operating Procedure), prosedur tetap, surat perjanjian, Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, peraturan Gubernur DIY No. 54 Tahun 2008 dan Undang-undang No. 75 tahun 2008 tentang tata cara pengolahan dan pembinaan kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya. Proses alur kerja dalam kegiatan digitalisasi naskah kuno di Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta yang pada saat ini masih mengambil dari berbagai sumber baik dari lembaga dan museum proses digitalisasi dengan cara pengumpulan, pendataan, scan, edit dan penyimpanan. Kendala yang dihadapi antara lain adalah masih kurang sumber daya manusia, peralatan yang digunakan dan waktu yang sangat terbatas.

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu untuk mengetahui bagaimana proses transformasi digital yang dikhususkan untuk koleksi naskah kuno yang dilakukan oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling, observasi dan dokumentasi.


(44)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat adalah sebuah instansi Pembina Perpustakaan dan Kearsipan di Provinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2008 pada tanggal 21 Juli 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat.

Keberadaan dari Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat tidak lepas dari Lembaga Perpustakaan dan Lembaga Kearsipan yang ada di Sumatera Barat. Pada awalnya Lembaga ini merupakan dua lembaga yang disatukan menjadi satu karena dikeluarkannya Peraturan Daerah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dengan nama Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat yang dikepalai oleh Bapak Drs. Alwis.

Pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat terdapat 47.005 jumlah buku terdiri dari 191.391 eksemplar. Selain itu juga pada bidang ini tersimpan 143 naskah yang telah didigitalisasi. Dari naskah yang telah didigitalisasi


(45)

32 termasuk juga naskah dalam bentuk tercetak yang terdiri dari 28 naskah, selebihnya hanya terdapat naskah dalam bentuk digital.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat Jl. Diponegoro No. 4 untuk perpustakaan dan Jl. Pramuka V No. 2 untuk kantor arsip. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April 2015.

3.3 Pendekatan dan Metode yang Digunakan

Metode penelitian adalah prosedur atau langkah-langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Moleong (2006: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik atau analisis keseluruhan dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial melalui gambaran holistik dan memahami secara mendalam.


(46)

33 3.4 Data dan Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dari literatur dan dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi yaitu Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

3.5 Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2005, 100) metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga pokok pengumpulan data, antara lain yaitu:

1. Wawancara

Menurut Bungin (2008, 108) wawancara secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.


(47)

34 Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam (in-depht interview) terhadap beberapa informan. Tujuan wawancara dalam hal ini adalah mengumpulkan informasi yang kompleks, sebagian besar berisi pendapat, sikap dan pengalaman pribadi (Sulistyo-Basuki 2006, 173). Sasaran wawancara mendalam adalah memungkinkan para responden atau informan membahas secara mendalam mengenai sebuah subjek. Peneliti melakukan wawancara secara mendalam (Depht interview) terhadap orang yang terlibat dalam alih media naskah kuno. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman yang membatasi pertanyaan wawancara.

Pemilihan informan didasarkan pada Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik dan purpose (tujuan) yang ditetapkan. Adapun informan dalam penelitian ini adalah sekretaris Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat (kode: I1), kepala bidang deposit pengamatan dan pelestarian bahan pustaka (kode: I2), staf pelestarian bahan pustaka (kode: I3) dan perwakilan tim FIB Unand (kode: I4).

Adapun data yang akan diambil pada informan adalah data mengenai kondisi fisik koleksi naskah kuno, jumlah naskah kuno yang asli dan naskah kuno yang sudah dialih mediakan, proses pelaksanaan alih media naskah kuno serta kendala yang dihadapi dalam proses alih media naskah yang ditemui di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.


(48)

35 2. Observasi

Observasi adalah kegiatan meneliti langsung ke tempat penelitian. Menurut Bungin (2008, 115) observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Kegiatan observasi dilakukan pada lokasi penelitian yang sebenarnya dalam rangka untuk memperoleh data yang diinginkan. Observasi yang peneliti lakukan adalah mengenai alih media naskah kuno. Pada bidang ini tersimpan 143 naskah yang telah didigitalisasi. Dari 143 naskah yang telah didigitalisasi termasuk juga naskah dalam bentuk tercetak yang terdiri dari 28 naskah, selebihnya hanya terdapat naskah dalam bentuk digital. Hal ini disebabkan karena pewaris naskah kuno cenderung menutup informasi mengenai keberadaan naskah kuno, pewaris naskah takut naskah kuno tersebut diambil dan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain observasi terhadap alih media naskah , peneliti juga melakukan observasi terhadap kondisi fisik naskah.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis yang berupa informasi yang disimpan atau didokumentasikan. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan dan sebagainya. Peneliti akan mengambil data


(49)

36 dengan melihat dokumen-dokumen yang dimiliki perpustakaan yang berupa laporan alih media naskah kuno.

3.6 Analisis Data

Data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara berupa jawaban dari informan akan disortir terlebih dahulu untuk mempermudah dalam analisis data dan dihubungkan serta dibandingkan satu dengan yang lainnya.

Analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beberapa alur kegiatan antara lain adalah:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses memfokuskan dan mengabstraksikan data menjadi informasi yang bermakna. Menurut Bungin (2007: 70) “reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data secara kasar yang timbul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan”.

2. Penyajian Data

Penyajian data yang akan digunakan dalam penelitian dapat berbentuk teks naratif, tabel dan sebagainya. Untuk mempermudah pemahaman terhadap informasi yang besar jumlahnya, maka dalam penyajian data akan dilakukan penyederhanaan informasi. Penyajian data dalam penelitian ini adalah menggunakan teks naratif dan gambar.


(50)

37 3. Verifikasi Data

Tahapan selanjutnya adalah verifikasi dari kegiatan sebelumnya dan dilanjutkan ke penarikan kesimpulan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan proses menginterpretasi data-data yang telah dikumpulkan dengan metode wawancara serta observasi sambil melakukan pencocokan terhadap kesimpulan yang akan dibuat.

3.7 Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data

Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode triangulasi, yaitu teknik yang dilakukan dengan meminta penjelasan lebih lanjut. Adapun teknik triangulasi yang digunakan adalah:

1. Triangulasi Data

Menggunakan berbagai sumber data seperti hasil wawancara, hasil observasi dan dokumen.

2. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

3. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan


(51)

38 metode wawancara yang didukung dengan metode observasi pada saat wawancara dilakukan.


(52)

39 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang pelestarian naskah kuno Minangkabau yang telah dijalankan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat, pelestarian ini mencakup proses kegiatan pengalihmediaan naskah kuno dalam bentuk CD, baik yang berada di masyarakat maupun yang tersimpan di perpustakaan.

4.1 Data

Kegiatan digitalisasi naskah mulai dilakukan pada tahun 2008 dan dilakukan dengan bekerja sama dengan tim FIB Unand. Sumber daya manusia (SDM) yang melalukan digitalisasi naskah berjumlah 6 orang staf dari Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera barat dan 2 orang staf dari tim FIB Unand. Saat ini bidang pelestarian bahan pustaka menyimpan 143 naskah yang terdiri dari 363 eksemplar yang telah didigitalisasi. Dari 143 naskah yang telah didigitalisasi ini, 28 naskah yang asli ada pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat, naskah yang selebihnya hanya terdapat dalam bentuk digital tanpa ada bentuk naskah aslinya.

4.1.1 Deskripsi Data

Berikut deskripsi data yang diperoleh dari hasil wawancara antara lain adalah sebagai berikut:


(53)

40 1. Dari kategori pertama mengenai kebijakan pelestarian naskah kuno Minangkabau

dalam bentuk digital dapat terlihat dari uraian jawaban informan sebagai berikut: I1: “Kalau kebijakan sudah ada, dengan adanya kebijakan bahwa naskah kuno

harus dilestarikan dan pemerintah daerah tentunya mendukung anggaran untuk pelestarian naskah kuno. Jadi setelah melakukan hunting untuk mendapatkan naskah kuno selanjutnya dialihmediakan dalam bentuk CD supaya disamping perawatannya ada, tempat penyimpanannya banyak, kalau ada yang hilang masih ada back up-nya”

2. Dari kategori kedua mengenai tujuan transformasi digital naskah kuno dapat terlihat dari uraian jawaban informan sebagai berikut:

I1: “Supaya terawat dan terlestarikan karena kalau hanya dalam bentuk naskah kuno tercetak masa penyimpanannya pasti terbatas, walaupun dirawat dan bagaimanapun cara merawatnya lama-kelamaan pasti akan rapuh. Mau tidak mau tentunya harus ada penyimpanan dalam bentuk alihmedia atau dalam bentuk lain, dalam bentuk CD atau dalam bentuk digitalisasi yang lain dan bisa di simpan di komputer untuk jangka waktu panjangnya. Meskipun sudah ada dalam bentuk digital, perawatan dan pelestariannya tetap ada, misalnya sekali berapa bulan difumigasi, diberi obat pengawet kemudian diberi anti rayap.”

I3: “Ya untuk melestarikan naskah kuno, tujuannya untuk generasi yang akan datang supaya bisa dipergunakan. Misalnya saja seperti Tambo Minangkabau, Ayat-ayat Tauhid dan segala macamnya. Pada umumnya di


(54)

41 Minangkabau mempunyai perguruan di mushala, perguruan tersebut dipimpin oleh seorang Kiayi. Kiayi yang memimpin pada umumnya ahli dalam pengobatan, bersilat, ahli agama seperti mengenai tauhid, sifat dua puluh dan hal itu diajarkan kepada generasi-generasi berikut yang menjadi murid-muridnya. Selain mengajar, kiayi tersebut juga menulis. Tulisan pada naskah adalah tulisan asli, yang biasanya menggunakan tulisan Arab Melayu.”

3. Dari kategori ketiga mengenai prioritas utama transformasi digital naskah kuno Minangkabau dapat terlihat dari uraian jawaban informan sebagai berikut:

I2: “Dari segi perpustakaan yang pertama pelestarian kandungan informasi naskah dan yang kedua fisik naskah, tetapi di prioritaskan informasinya terlebih dahulu. Informasi tersebut dapat digunakan untuk generasi selanjutnya sedangkan fisik hanya sekedar bentuk kemasan naskah.”

4. Dari kategori mengenai alur kerja transformasi digital naskah kuno Minangkabau dapat terlihat dari uraian jawaban informan sebagai berikut:

I4: “Badan perpustakaan melakukan metode searching and save jadi mencari dan menyelamatkan. Mereka menganggarkan untuk biaya perjalanan untuk hunting ke tempat beberapa koleksi naskah yang ada di lapangan maka kendalanya adalah tempatnya jauh, belum tentu masyarakat mau mengeluarkan koleksinya, yang dilakukan dengan bantuan Unand adalah dengan metode pendekatan secara kebudayaan. Biasanya kalau didekati dengan kebudayaan masyarakat mau mengeluarkan koleksinya, kemudian


(55)

42 membersihkan manuskrip, melakukan pendigitalan dan memberikan bantuan untuk lemari penyimpanan. Pendigitalan dilakukan dengan peralatan standar internasional karena bagaimanpun pekerjaan tersebut harus sekali jadi. Jadi saya menganjurkan untuk membuat pendigitalan dengan merujuk ke British Library. Bisa di cek bagaimana standar internasional di dunia perpustakaan pengarsipan secara digital. Pendigitalan dilakukan menggunakan alat potret dan laptop. Biasanya peralatan yang digunakan adalah kamera DSLR Canon berapapun tipenya, karena DSLR Canon bisa terhubung ke laptop, jadi eksekusi gambar melalui laptop. Setelah dari lapangan mendapatkan gambar yang dilakukan kemudian adalah proses pengeditan gambar, proses pengeditan gambar itu menempuh waktu yang cukup panjang mulai dari editing gambar sampai file naming (penamaan file). File naming ini misalnya programnya tahun berapa, lokasinya dimana, judul naskahnya apa, hal ini dilakukan untuk semua manuskrip.”

5. Dari kategori kelima mengenai penyusunan naskah kuno dapat terlihat dari uraian jawaban informan sebagai berikut:

I3: Badan perpustakaan belum mempunyai standar untuk penyusunan naskah kuno. Perpustakaan Nasional pun belum punya standar jadi dikategorikan sesuai judul misalnya tentang tauhid, ilmu tubuh, ilmu perbintangan atau silat seperti itu penyusunannya. Kalau untuk yang digital penyusunannya menurut tahun naskah didapatkan dan lokasi naskah.


(56)

43 6. Dari kategori keenam mengenai akses naskah kuno dapat terlihat dari uraian

jawaban informan sebagai berikut:

I2: Pengguna perpustakaan sebagian ada yang membawa laptop. Kalau membawa laptop silahkan menggunakan laptop sendiri, kalau tidak ada perpustakaaan yang menyediakan. Di samping konvesional sudah ada di online-kan di website perpustakaan dan website Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat.

I3: Akses harus di perpustakaan, perpustakaan tidak meminjamkan dan melayankan untuk dibawa keluar dan itu pun hanya untuk baca di tempat. Kalau di website belum ada, lagi-lagi baru dirancang tahun ini.

6. Dari kategori ketujuh mengenai sumber daya manusia (SDM) dapat dilihat dari uraian jawaban informan sebagai berikut:

I2: “Ada 5 orang staf termasuk kepala bidangnya, saya sendiri juga termasuk untuk menanganani, berarti ada 6 orang.”

I4: “Kalau di badan perpustakaan tidak secara khusus, sebenarnya yang

mendapat amanah Gubernur sebagai instansi pemerintah provinsi adalah bagian deposit dan pemeliharaan, stafnya sampai sekarang belum ada yang khusus untuk menangani masalah digital. Jadi untuk pengerjaan digital masih dibantu oleh tim dari FIB Unand. Naskah di foto dan digitalkan untuk menyelamatkan isinya. Fisiknya juga perlu diselamatkan badan perpustakaan punya staf yang menangani secara khusus, tapi untuk pendigitalan tidak punya. Proses pengambilan gambar dilakukan oleh 2 orang, untuk eksekusi


(57)

44 satu, untuk yang menyusun view-nya, miring atau tidak miringnya, pas atau tidaknya.”

7. Dari kategori kedelapan mengenai dana dan anggaran dapat dilihat dari uraian jawaban informan sebagai berikut:

I1: “Idealnya tidak bisa disebutkan, bisa saja staf ingin dananya tinggi. Badan perpustakaan menyesuaikan dengan kebutuhan, sebelum membuat anggaran tentu staf sudah tahu apa yang dibutuhkan, berapa anggaran untuk pembelian alat, berapa anggaran untuk orang yang mengelola kemudian berapa materi atau naskah yang akan dialihmediakan juga harus tahu. Dengan adanya penjabaran tersebut baru bisa menganggarkan berapa alat yang dibutuhkan, obatnya berapa, jadi sesuai dengan kebutuhan. Idealnya tentu kalau bisa seluruh apa yang perpustakaan punya bisa dialihmediakan tapi APBD anggarannya terbatas.”

I4: “Menurut saya untuk kasus Minangkabau idealnya untuk satu lokasi kurang lebih 200 juta, tapi selama ini tidak terpenuhi. Misalnya kenapa dana yang sekecil itu cukup yang diberikan oleh perpustakaan cukup, karena tim FIB tidak pernah meng-invoice kepada badan perpustakaan biaya survei, padahal biaya survei itu yang justru lebih besar, tim FIB ke lapangan satu hari belum tentu ketemu. Ya idealnya 200 juta dalam satu lokasi tapi selama ini kadang 10 juta tetap berjalan juga. Kadang-kadang tim FIB pun tidak pernah meng-invoice digitalisasi naskah selama tiga hari dilapangan. Karena rata-rata konservasi tidak siap satu hari.”


(58)

45 4.1.2 Temuan Penelitian

Temuan hasil penelitian dapat dilihat dari beberapa hasil wawancara yang telah diinterprestasikan dengan teori yang telah ada pada kajian pustaka dan dapat dijabarkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

4.1.2.1 Kebijakan Pelestarian Naskah Kuno dalam Bentuk Digital

Salah satu kegiatan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat adalah pengelolaan deposit daerah, koleksi Minangkabau dan pelestarian bahan pustaka. Kegiatan ini dilakukan pada Bidang Deposit, Pengamatan dan Pelestarian Bahan Pustaka. Dalam melakukan pelestarian naskah kuno kebijakan yang dimaksud adalah keputusan yang diambil ketika melakukan kegiatan pelestarian naskah kuno baik yang berada pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat maupun yang masih berada di tangan ahli waris naskah kuno. Naskah kuno yang dilestarikan sesuai dengan UU Nomor 43 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa naskah yang berumur minimal 50 tahun termasuk naskah kuno, apabila suatu naskah belum memiliki usia 50 tahun maka tidak termasuk dalam naskah kuno yang akan dilestarikan atau dialihmediakan. Untuk menentukan usia naskah tersebut sudah beumur 50 tahun atau lebih biasanya dilihat dari tahun jika ada, dilihat dari kertas yang digunakan dan keterangan dari ahli waris pemilik naskah. Selain itu isi naskah juga ikut jadi pertimbangan bagi tim pelestarian naskah kuno dalam bentuk digital.

Sebelum dilakukan kegiatan digitalisasi, dilakukan observasi terlebih dahulu untuk memperoleh keberadaan naskah kuno. Disamping itu, pada tahap ini juga akan dilakukan diskusi dengan pemilik naskah yang saat ini menjadi pemilik dan pewaris


(1)

92 Lampiran 8

Transkrip Wawancara dengan Informan IV

Nama Informan : Pramono

Jabatan : Salah satu staf dari tim FIB Unand Tempat : Ruang dosen FIB

Tanggal Wawancara : Selasa, 31 Maret 2015 Pukul : 10.00 WIB

1. Pertanyaan:

Bagaimana alur kerja untuk melakukan alih media naskah kuno dalam bentuk digital pak?

Jawab:

Di badan perpustakaan itu dia melakukan metode searching and save jadi mencari dan menyelamatkan. Mereka menganggarkan untuk biaya perjalanan untuk hunting ke lokasi ke tempat beberapa koleksi naskah yang ada di lapangan maka kendalanya adalah tempatnya jauh, belum tentu masyarakat mau mengeluarkan koleksinya maka yang dilakukan dengan bantuan Unand dengan metode pendekatan secara kebudayaan. Biasanya kalau didekati dengan kebudayaan masyarakat itu mau mengeluarkan koleksinya, lantas yang dilakukan kemudian membersihkan manuskrip, melakukan pendigitalan dan selalu memberikan bantuan untuk lemari penyimpanan. Didigitalkan dengan peralatan standar internasional karena bagaimanpun pekerjaan itu harus sekali jadi. Kalau misalnya dilakukan berulang-ulang kan sayang udah ke lapangan jauh-jauh, nyarinya sudah tapi dikerjakan alakadarnya. Jadi saya anjurkan untuk membuat pendigitalan dengan merujuk British Library itu, jadi bagaimana sistem pendigitalan naskah. Bisa di cek bagaimana standar internasional di dunia perpustakaan pengarsipan secara digital. Kita menggunakan alat potret dan laptop untuk melakukan pendigitalan. Biasanya peralatan yang digunakan itu kamera DSLR Canon


(2)

93 berapapun tipenya, karena DSLR Canon itu yang bisa untuk menghubungkan ke laptop, jadi eksekusi gambar melalui laptop. Setelah dari lapangan mendapatkan gambar itu yang dilakukan kemudian adalah sampai di Padang proses pengeditan gambar, proses pengeditan gambar itu menempuh waktu yang cukup panjang mulai dari editing gambar sampai file naming (penamaan file). File naming ini misalnya programnya tahun berapa, lokasinya dimana, judul naskahnya apa, itu untuk semua manuskrip.

2. Pertanyaan:

Menggunakan software dan hardware apa saja dalam proses kegiatan transformasi digital pak?

Jawab:

Software-nya dalam DSLR Canon itu sudah ada bawaan langsung untuk

editingnya. Jadi kita waktu pengambilan gambar selalu dengan RAW atau TIFF itu standarnya. Nanti setelah itu lalu kita convert, kalau kita ambilnya RAW berarti kita convert ke TIFF, karena dengan TIFF koleksi digital itu bisa dimanfaatkan oleh orang banyak, foto tidak pecah, gambar jelas dan segala macam. Selain pemotretan tadi ada langkah yang penting sebetulnya, membuat katalognya, membuat deskripsi naskahnya. Jadi tidak hanya sekedar gambar nanti dihadirkan tapi gambar beserta deskripsi naskahnya.

Kalau hardware-nya tadi laptop, kamera DSLR yang dianjurkan itu Canon karena dia punya leaview namanya. Program leaview yang bisa dihubungkan ke laptop,

software lainnya ada editing dan file renamer namanya jadi untuk merubah nama

file secara cepat supaya tidak satu-satu membuat penamaan file.

3. Pertanyaan:


(3)

94 Jawab:

Kalau di badan perpustakaan tidak secara khusus sebetulnya yang mendapat amanah Gubernur sebagai instansi pemerintah provinsi kan bagian deposit dan pemeliharaan, itu stafnya sampai sekarang belum ada yang memang spesial untuk menangani masalah digital. Jadi untuk pengerjaan digital masih dibantu oleh tim kami dari FIB Unand bekerja sama tetapi untuk tim konservasi fisik mereka punya. Nah itulah salah seorang diantara mereka pernah dilatih di Jepang selama dua bulan. Itu untuk konservasi kertas bahannya. Jadi kalau kita foto kan untuk menyelamatkan isinya, digital itu kan untuk menyelamatkan isinya. Nah artefaknya, fisiknya itu kan juga perlu diselamatkan mereka punya, tapi untuk pendigitalan secara khusus mereka tidak punya. Tapi dengan inisiatif baik mereka dengan adanya keterbukaan seperti itu mengajak kerjasama dengan pihak FIB Unand. Saya mendampingi mereka itu mulai dari tahun 2008 sampai sekarang. Proses pengambilan gambar dilakukan oleh dua orang, untuk eksekusi satu, untuk yang menyusun view-nya, miring atau tidak miringnya, pas atau tidaknya.

Nah itu dilengkapi lampu juga di lapangan itu. Itu juga ada kendala, bagaimana kalau berada di suatu wilayah yang tidak ada lampunya? Maka kita pakai pencahayaan langsung dari sinar matahari, dengan mengisi baterai sepenuh-penuhnya, baterai laptop penuh, baterai kamera penuh, dan punya cadangan baterai, misalnya kalau baterainya habis, kita pasang lagi baterai yang baru karena kondisi lapangan berbeda-beda kan. Nah, adapun misalnya satu tempat ada listriknya kadang sering mati lampu juga di kampung-kampung itu kan. Jadi kita bawa cadangan baterai sebanyak-banyaknya untuk pengambilan gambar.

4. Pertanyaan:

Faktor apa yang mempercepat kerusakan media digital itu pak? Jawab:

Faktor kerusakan dia kan tidak unlimited, foto itu ada ukurannya kalau dia digunakan beberapa kali dia akan reset, dia pasti rusak. Faktor eksternal kan tidak


(4)

95 ada karena kita kan dilengkapi dengan petunjuk pemeliharaan misalnya disimpan dalam ruangan yang bercahaya supaya lensa tidak berjamur. Lensa itu yang sering rusak karena dia dipakai terus kan. Bayangkan kalau satu naskah itu terdiri dari seribu berarti berapa kali shoot gambar berarti dua ribu genap ganjil kan. Nah, naskah yang ketemu di lapangan itu jumlahnya ratusan, bisa jadi dalam sekali pergi itu satu lensa harus di reset sesudahnya.

5. Pertanyaan:

Usaha-usaha apa yang dilakukan dalam pelestarian digital yang di simpan pada CD-ROM pak?

Jawab:

Belum ada. Nah, standarnya adalah penyimpanan CD maupun DVD itu kan maksimal 6 bulan mesti harus diperbaharui lagi. Tapi yang dilakukan oleh pihak Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat adalah membuat back up data dengan hardisk fortable. Jadi semua naskah yang ada di CD itu ada sebetulnya di hardisk fortable dan dalam rencana mereka akan menyimpannya dalam website, di server ya, jadi kalau udah di server kan back up nya tidak hilang.

Back up itu banyak sebetulnya, ada satu di CD yang mereka display, satu di back

up melalui hardisk portable, yang kedua saya pihak tim FIB Unand yang menyimpannya. Jadi kalau misalnya hilang kita punya back up itu.

6. Pertanyaan:

Bagaimana dengan pengadaan alat-alat untuk digitalisasi pak? Jawab:

Jadi mereka baru dua kali mengadakan alat audiovisual tapi tahun ini katanya ada baru tiga kali. Logikanya begini pengadaan alat itu cukup sekali mestinya, tapi beli peralatan yang bagus nanti dalam perjalanan itu hanya nambah aksesorisnya misalnya lensanya rusak dibelikan lensanya, tapi mereka ya saya tidak tahu kebijakan pengadaan barangnya seperti apa, saya kan tidak mau mencampuri


(5)

96 urusan di situ. Tetapi selama ini saya tidak pernah memakai alat mereka. Saya memakai alat dari sini.

7. Pertanyaan:

Apa-apa saja kendala yang dihadapi dalam melakukan transformasi digital naskah kuno pak?

Jawab:

Kendalanya ya tidak ada naskahnya. Kalau tidak ada naskahnya kan kita tidak bisa digital, karena masyarakat yang mempunyai naskah itu tidak semuanya masyarakat mau memberikan naskahnya untuk didigitalkan. Itu halangan yang pertamanya. Halangan yang kedua tentang teknis tadi, tidak semua tempat itu ada listrik. Yang ketiga itu biayanya cukup besar. Biaya cukup besar itu bukan berarti peralatannya mahal, perjalanannya itu. Perjalanan ke tempat lokasi, mencarinya dan waktunya. Waktu berimplikasi juga ke dana yang dipakai kan.

8. Pertanyaan:

Menurut bapak dana yang ideal untuk melakukan transformasi digital naskah kuno itu berapa?

Jawab:

Pemerintah yang hampir ideal itu Aceh, mereka mengangarkan untuk digitalisasi satu koleksi, satu koleksi itu artinya kurang lebih koleksi seratus itu empat ratus juta biaya perjalanannya. Tapi mereka bukan hanya digital ya, itu ikut dengan biaya konservasi. Penyelamatan isinya iya, konservasi kertasnya iya. Itu yang mahal konservasi kertas.

Nah, menurut saya untuk kasus Minangkabau, untuk kasus Sumatera Barat itu idealnya untuk satu lokasi kurang lebih dua ratus juta, tapi selama ini kan tidak terpenuhi. Misalnya kenapa itu cukup, dana yang sekecil itu cukup yang diberikan oleh perpustakaan cukup, karena kami tidak pernah meng-invoice kepada mereka


(6)

97 biaya survei, padahal biaya survei itu yang justru lebih besar, kita ke lapangan satu hari belum tentu ketemu. Ya idealnya dua ratus dalam satu lokasi itu tapi kan selama ini kadang sepuluh juta ya tetap jalan, karena kami tidak pernah

meng-invoice biaya survei. Kadang-kadang saya pun tidak pernah meng-invoice

digitalisasi naskah selama tiga hari dilapangan. Karena rata-rata tidak siap satu hari, konservasi itu tidak siap satu hari.