PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL AKIBAT PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PERJANJIAN KERJA LAUT DI PT. RIG TENDERS ,TBK., DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL AKIBAT
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PERJANJIAN KERJA LAUT DI PT.
RIG TENDERS INDONESIA ,TBK., DITINJAU DARI PERATURAN
PERUNDANG – UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA
Andita Padmanegara
110110090315
ABSTRAK
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 memberikan kedudukan yang jelas
mengenai alternatif penyelesaian sengketa hubungan industrial di luar pengadilan,
dengan mengatur kedudukan Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, serta perundingan
bipartit secara memadai. Namun, tidak demikian dengan sengketa yang terjadi pada
awak kapal pada perusahaan pelayaran. Karena sifat perjanjian kerja laut tersebut
adalah Lex Specialis terhadap undang-undang perburuhan yang berlaku, Salah satu
contoh kasus terjadi di PT. Rig Tenders Indonesia , yg pelautnya tidak mengetahui
mengenai kewenangan dan kompetensi lembaga Peradilan Hubungan Industrial
dalam menangani perselisihan pada Perjanjian Kerja Laut ini. Tujuan dilakukannya
penelitian hukum ini adalah menjelaskan kewenangan dalam menyelesaikan
persoalan pemutusan Hubungan Kerja antara perusahaan pelayaran dengan
pekerja serta menjelaskan pula dasar – dasar hukum dalam proses penyelesaian
perselisihan atau sengketa Pemutusan Hubungan Kerja antara perusahaan dengan
pekerja.
Penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative,
spesifikasi penelitian dalam penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitis, tahan
penelitian diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer yang
diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, teknik
pengumpulan data dengan studi dokumen dan wawancara, metode analisis data
dilakukan dengan metode yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan Karena sifat perjanjian kerja laut tersebut
adalah Lex Specialis terhadap undang-undang perburuhan yang berlaku, maka jika
terjadi sengketa atau perselisihan hubungan kerja antara nakhoda dan/ atau awal
kapal dengan pengusaha pelayaran, maka mula-mula adalah diadakan musyawarah
antara pengusaha dan nakhoda dan/ atau awak kapal, namun jika perundingan
bipartit tersebut tidak membawa hasil yang memuaskan bagi para pihak yang
bersengketa, maka para pihak atau pihak-pihak yang bersengketa dapat
menyampaikan gugatannya kepada Pengadilan Negeri setempat, dimana
perusahaan tersebut berdomisili.
iv
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PERJANJIAN KERJA LAUT DI PT.
RIG TENDERS INDONESIA ,TBK., DITINJAU DARI PERATURAN
PERUNDANG – UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA
Andita Padmanegara
110110090315
ABSTRAK
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 memberikan kedudukan yang jelas
mengenai alternatif penyelesaian sengketa hubungan industrial di luar pengadilan,
dengan mengatur kedudukan Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, serta perundingan
bipartit secara memadai. Namun, tidak demikian dengan sengketa yang terjadi pada
awak kapal pada perusahaan pelayaran. Karena sifat perjanjian kerja laut tersebut
adalah Lex Specialis terhadap undang-undang perburuhan yang berlaku, Salah satu
contoh kasus terjadi di PT. Rig Tenders Indonesia , yg pelautnya tidak mengetahui
mengenai kewenangan dan kompetensi lembaga Peradilan Hubungan Industrial
dalam menangani perselisihan pada Perjanjian Kerja Laut ini. Tujuan dilakukannya
penelitian hukum ini adalah menjelaskan kewenangan dalam menyelesaikan
persoalan pemutusan Hubungan Kerja antara perusahaan pelayaran dengan
pekerja serta menjelaskan pula dasar – dasar hukum dalam proses penyelesaian
perselisihan atau sengketa Pemutusan Hubungan Kerja antara perusahaan dengan
pekerja.
Penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative,
spesifikasi penelitian dalam penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitis, tahan
penelitian diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer yang
diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, teknik
pengumpulan data dengan studi dokumen dan wawancara, metode analisis data
dilakukan dengan metode yuridis kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan Karena sifat perjanjian kerja laut tersebut
adalah Lex Specialis terhadap undang-undang perburuhan yang berlaku, maka jika
terjadi sengketa atau perselisihan hubungan kerja antara nakhoda dan/ atau awal
kapal dengan pengusaha pelayaran, maka mula-mula adalah diadakan musyawarah
antara pengusaha dan nakhoda dan/ atau awak kapal, namun jika perundingan
bipartit tersebut tidak membawa hasil yang memuaskan bagi para pihak yang
bersengketa, maka para pihak atau pihak-pihak yang bersengketa dapat
menyampaikan gugatannya kepada Pengadilan Negeri setempat, dimana
perusahaan tersebut berdomisili.
iv