PENGOLAHAN PERAK DARI LIMBAH CAIR RONTGE

PENGOLAHAN PERAK DARI LIMBAH CAIR RONTGEN DENGAN FERRIKLORIDA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah salah satu bentuk aktivitas dari manusia yang merupakan sarana pelayanan kesehatan
dengan fungsi sebagai tempat untuk perawatan penderita, pendidikan dan penelitian yang aktivitas sehari-harinya selalu
menghasilkan dan menimbulkan limbah.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pengertian rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan
kesehatan terhadap individu pasien, keluarganya, dan masyarakat dengan inti pelayanan medis, baik dari segi preventif,
kuratif, rehabilitatif maupun promotif yang di proses secara terpadu agar mempunyai pelayanan kesehatan paripurna.
Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa pembangunan kesehatan pada
dasarnya adalah salah satu upaya pembangunan nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Salah
satu upaya pembangunan dibidang kesehatan adalah pelayanan rumah sakit yang merupakan bagian dari sistem.
Sanitasi rumah sakit adalah upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan baik fisik, kimia maupun biologi di
rumah sakit yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung, dan
masyarakat di sekitar rumah sakit.
Kegiatan sanitasi rumah sakit terdiri dari berbagai aspek, diantaranya adalah pengawasan terhadap limbah
cair rumah sakit sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair rumah sakit meliputi limbah cair laboratorium, ruang
perawatan, dapur, kamar operasi, laundry dan lain-lain, sehingga limbah cair rumah sakit kaya akan bahan-bahan

organik, mengandung bahan mikroorganisme baik patogen maupun yang bukan patogen dan bahan-bahan beracun
serta kadang-kadang juga terkandung bahan radioaktif.
Foto rontgen adalah suatu teknik yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan
sel (tissue) pada tubuh, tanpa membuat sayatan atau luka (non-invasive). Foto rontgen merupakan salah satu fasilitas
kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit (medical imaging).
Teknologi MI (medical imaging) atau foto rontgen dimulai dari penemuan sinar-x. Dasar yang digunakan untuk
membuat citra dengan sinar-x adalah adanya atenuansi intensitas sinar-x saat melewati jaringan sel ( tissue), organ atau
tulang, kemudian atenuansi intensitas tersebut dideteksi oleh suatu negatif film yang kemudian diproses dalam suatu
larutan dengan penambahan zat kimia lainnya.
Larutan bekas pencuci film foto rontgen banyak mengandung bahan-bahan kimia, salah satu diantaranya
adalah perak (Ag). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.85 tahun 1999 tentang baku mutu TCLP
(Toxicity Characteristic Leaching Prosedure) pencemar dalam limbah untuk penentuan karakteristik sifat racun,
kandungan perak (Ag) yang diperbolehkan sebesar 5,0 mg/l. Sedangkan dari hasil uji Laboratorium Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL PPM) Yogyakarta pada bulan Maret – April 2008

ternyata kandungan perak limbah cair film foto rontgen RSUP DR. Sardjito sebesar 2532,1 mg/l sehingga melebihi
ambang batas yang disyaratkan. Limbah cair ini dikategorikan dalam B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) yaitu
kandungan logam berat perak dan karakteristik limbah yang beracun, sehingga perlu dilakukan pengolahan yang dapat
menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya, tidak membahayakan kesehatan manusia dan mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan yang disebabkan oleh perak (Ag) maka perlu
dilakukan suatu pengolahan yang dapat mengurangi kadar logam berat yang membahayakan dari limbah cair tersebut.
Berbagai macam pengolahan dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan logam berat pada limbah cair roentgen.
Salah satunya yaitu dengan pengendapan. Untuk proses pengendapannya yaitu dengan menggunakan ferriklorida
sebagai koagulan. Proses pengendapan menggunakan ferriklorida mempunyai mempunyai kelebihan yaitu prosesnya
mudah dikerjakan, tidak menggunakan alat dan teknologi yang canggih, waktu proses tidak lama, harganya murah dan
mudah di dapat.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah proses pengolahan
limbah cair rontgen dengan menggunakan ferriklorida dapat menurunkan kandungan perak (ag) hingga ambang batas
yang disyaratkan, yaitu sebesar 5,0 mg/l, sehingga aman dibuang ke badan air.
1.3. Batasan Masalah
Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut :
1.

Pengolahan limbah dilakukan dengan skala laboratorium dengan menggunakan uji alat pengolahan air limbah

2.


Parameter yang diteliti adalah kadar ferriklorida yang dibutuhkan untuk menurunkan Ag hingga ambang batas.

1.4. Tujuan Penelitian
1.

Mengetahui kemampuan ferriklorida dengan berbagai dosis untuk menurunkan kadar perak (Ag) yang

terkandung dalam limbah cair pencucian film fotorontgen.
2.

Mengetahui effisiensi pengolahan perak (Ag) dengan ferriklorida.

3.

Mengetahui besarnya hubungan antara variasi dosis ferriklorida terhadap penurunan kadar perak Ag dalam

limbah cair pencucian film fotorontgen.

1.5. Manfaat Penelitian
1.


Bagi ilmu pengetahuan : skripsi ini diharapkan bisa dijadikan suatu referensi bagi peneliti lain.

2.

Sebagai salah satu alternatif metode pengolahan limbah untuk menurunkan kandungan logam berat perak

(Ag).
3.

Memperoleh hasil pengolahan sesuai dengan baku mutu sehingga tidak mencemari lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Buangan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, yang
dimaksud air limbah adalah air sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Menurut Tjokrokusumo (1998) air buangan atau air
limbah adalah sebagai kejadian masuk atau dimasukkannya benda padat, cair dan gas ke dalam air dengan sifatnya
berupa endapan atau padat, padat tersuspensi, terlarut, sebagai koloid, emulsi yang menyebabkan air dimaksud harus
dipisahkan atau dibuang dengan sebutan air buangan.

Air limbah kemudian disebut sebagai air tercemar secara fisik, imia, biologis bahkan radioaktif, jika didalam air
buangan tersebut terkandung komponen pencemar seperti di atas sehingga perlu dilakukan pengelolaan dan
pengolahan lebih lanjut sebelum dibuang agar tidak membahayakan lingkungan. Air limbah merupakan kotoran dari
masyarakat dan rumah tangga, juga berasal dari kegiatan industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Air
buangan tersebut berasal dari buangan berbagai kegiatan industri, pertambangan, pertanian serta kegiatan lain yang
membuang limbah domestik seperti: rumah tangga, sekolah, hotel, pertokoan, perkantoran, pasar dan lainnya. Air
buangan domestik biasanya bersifat organis, yang memungkinkan tumbuhnya bakteri patogenik. Sedangkan air
buangan dari proses kegiatan industri dan pertambangan membuang limbahnya dengan berbagai macam pencemar
kimia yang bersifat gas, buangan padat, buangan cair dengan kriteria sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3)
dengan cirinya yaitu toksik (Sugiharto, 1987).
Logam berat merupakan unsur-unsur logam seperti besi, nikel, seng, kobalt, merkuri, kadmium, arsen dan
timbal yang mempunyai berat atom yang besar. Logam berat termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang
sama dengan logam-logam lainnya. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam ini berkaitan
dengan dan atau masuk ke dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun
yang terakumulasi.
Berdasarkan sifat racun pada logam berat dikelompokkan menjadi:
a.

Tidak beracun, yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan, contohnya: aluminium, natrium dan kalsium.


b.

Kurang beracun, yaitu dalam jumlah konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, contohnya:

magnesium, seng, kobalt.
c.

Moderat, yaitu dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang dapat pulih maupun tidak pulih dalam waktu

yang lama, contoh: barium dam mangan.
d.

Sangat beracun, yaitu dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang tidak pulih pada waktu yang singkat

bahkan dapat menyebabkan kematian, contohnya: merkuri, perak dan timbal
(Fujii, 1973).

2.2. Pencemaran Logam Berat
Secara alamiah unsur atau senyawa logam berat terdapat dalam air, sedimen, dan organisme laut, namun
kadarnya relatif rendah. Pada kondisi tersebut unsur atau senyawa logam berat tidak bersifat racun. Sifat racun logam

berat akan timbul apabila kadarnya meningkat. Peningkatan Kadar logam berat berkaitan erat dengan masuknya limbah
yang mengandung logam berat. Pada umumnya limbah tersebut berasal dari aktivitas berbagai industri di darat.
Logam berat yang bersifat racun terdapat di air dalam bentuk ion. Logam tertimbun dalam jaringan hewan air
terutama hati dan ginjal, serta logam berkaitan dengan protein, sehingga disebut Metallotionein. Metallotionein bersifat
permanen dan memiliki waktu paruh yang cukup lama. Logam diserap hewan air melalui insang dan saluran
pencernaan, kulit, dan lapisan mukosa.
Logam berat dalam jumlah berlebihan dapat bersifat racun. Hal ini disebabkan terbentuknya senyawa antara
logam berat dengan gugus – SH yang terdapat dalam enzim, sehingga aktivitas enzim tidak berlangsung. Toksisitas
logam berat terhadap organisme perairan tergantung pada jenis, kadar, efek sinergis-antagonis dan bentuk fisika kimia.
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan
penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pencemaran yang dihasilkan dari logam berat sampai tingkat tertentu dapat
mengganggu kesehatan manusia. Masalah yang dihasilkan dari logam berat ini cukup rumit, karena logam berat
mempunyai sifat-sifat antara lain sebagai berikut:
a.

Beracun

b.

Tidak dapat dirombak atau dihancurkan oleh organisme hidup


c.

Dapat terakumulasi dalam tubuh organisme termasuk manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(Palar, 1994).
2.3. Karakteristik Limbah Cair
2.3.1.

Karakteristik Fisika

Padatan
Padatan terdiri dari bahan padat organik dan anorganik yang larut, mengendap maupun suspensi. Bahan ini akan
mengendap pada dasar air yang lama kelamaan menimbulkan pendangkalan pada dasar badan penerima. Banyaknya
padatan menunjukkan banyaknya lumpur yang terkandung dalam air.
Bau
Bau pada limbah umumnya timbul karena adanya kegiatan mikroorganisme yang menguraikan zat organik
menghasilkan gas tertentu. Disamping itu bau timbul karena terjadinya reaksi kimia yang menimbulkan gas. Kuat
tidaknya bau yang dihasilkan limbah tergantung pada jenis dan banyaknya gas yang ditimbulkan.
Temperatur

Temperatur pada air limbah mempengaruhi badan penerima bila terdapat perbedaan suhu yang cukup besar.
Temperatur air limbah juga akan mempengarui kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan dalam air. Perubahan suhu
memperlihatkan aktivitas kimiawi biologis pada benda padat dan gas dalam air. Pembusukan dapat terjadi pada suhu
yang tinggi dan tingkatan oksidasi zat organik jauh lebih besar pada suhu yang tinggi.
Warna
Warna timbul akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang
kemungkinan mengandung logam berat.
2.3.2.

Karakteristik Kimia

Keasaman air di ukur dengan pH meter, keasaman ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen
dalam air. Air buangan yang mempunyai pH tinggi atau rendah menjadikan air steril dan sebagai akibatnya membunuh
mikroorganisme air yang diperlukan. Demikian juga makhluk lain, misalnya ikan tidak dapat hidup. Air yang mempunyai
pH rendah membuat air menjadi korosif terhadap bahan konstruksi seperti besi.
Buangan yang bersifat alkalis (basa) bersumber dari buangan mengandung bahan anorganik seperti senyawa karbonat,
bikarbonat dan hidroksida. Buangan asam berasal dari bahan kimia yang bersifat asam, misalnya buangan mengandung
asam khlorida, asam sulfat dan lain-lain.

an Beracun

Logam berat pada umumnya seperti cuprum (tembaga), perak, seng, cadmium, air raksa, timah, chromium, besi dan
nikel. Metal lain yang termasuk metal berat adalah arsen, selenium, cobalt, mangan dan aluminium. Logam ini dalam
konsentrasi tertentu membahayakan bagi manusia.

Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan senyawa karbonat, bikarbonat, garam hidroksida, kalium, magnesium dan
natrium dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air semakin sulit air membuih. Penggunaan air untuk ketel selalu
diupayakan air yang mempunyai kesadahan rendah karena air tersebut dalam konsentrasi tinggi menimbulkan terjadinya
kerak pada dinding dalam ketel maupun pipa pendingin.
Oleh sebab itu untuk menurunkan kesadahan air dilakukan pelunakan air. Pengukuran alkalinitas air adalah pengukuran
kandungan ion CaCO3, ion Ca, ion Mg, bikarbonat, karbonat dan lain-lain.
2.3.3.

Karakteristik Biologi
Karakteristik biologis air buangan dapat ditunjukkan dengan adanya kandungan bakteri, jamur serta ganggang. Bakteri
yang ada dalam air buangan kadang-kadang dapat menjadi sesuatu yang penting karena bakteri tersebut dapat
membantu proses pembusukan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air buangan tersebut ( Sasongko, 1993).

2.4. Dampak Limbah Cair
Sesuai dengan batasan dari air limbah yang merupakan benda sisa, maka sudah barang tentu air limbah
merupakan barang yang sudah tidak digunakan lagi. Akan tetapi tidak berarti air limbah tersebut tidak perlu dilakukan

pengelolaan, karena apabila limbah ini tidak dikelola secara baik akan menimbulkan gangguan, baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kehidupan yang ada seperti :
a.

Gangguan terhadap kesehatan
Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air
limbah. Selain sebagai pembawa penyakit di dalam air limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri patogen penyebab
penyakit seperi virus, vibrio colera, salmonella spp.

b.

Gangguan terhadap kehidupan biotik

Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam air. Hal ini
dapat menyebabkan kematian pada kehidupan organisme dalam air, dan akan mengganggu keseimbangan pada
ekosistem perairan.
c.

Gangguan terhadap keindahan
Semakin banyaknya limbah cair yang dihasilkan dalam setiap kegiatan maka waktu pengolahannya juga akan semakin
lama. Selama waktu tersebut air limbah akan mengalami pembusukan dari zat organik yang ada di dalamnya, sehingga
akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain bau warna air limbah akan menimbulkan gangguan pemandangan
yang tidak kalah besarnya.

d.

Gangguan terhadap kerusakan benda
Air limbah yang mempunyai pH rendah atau bersifat asam akan mengakibatkan karat pada benda yang terbuat dari
logam.

2.5. Foto Rontgen
Rontgen atau Roentgen (disimbolkan dengan R) ditemukan oleh seorang fisikawan Jerman bernama Wilhelm
Rontgen, adalah sebuah satuan pengukuran radiasi ion diudara (berupa sinar x atau sinar gamma). Rontgen adalah
jumlah radiasi yang dibutuhkan untuk menghantarkan muatan positif dan negatif dari satu satuan elektrostatik muatan
listrik dalam 1 cm3 udara pada suhu dan tekanan standar. Ini setara dengan upaya untuk menghasilkan sekitar 2,08 x
109 pasang ion.
Foto rontgen adalah suatu teknik yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan
sel (tissue) pada tubuh, tanpa membuat sayatan atau luka (non-invasive). Foto rontgen merupakan salah satu fasilitas
kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit (medical imaging).
Teknologi MI (medical imaging) atau foto rontgen dimulai dari penemuan sinar-x. Dasar yang digunakan untuk
membuat citra dengan sinar-x adalah adanya atenuansi intensitas sinar-x saat melewati jaringan sel ( tissue), organ atau
tulang, kemudian atenuansi intensitas tersebut dideteksi oleh suatu negatf film yang kemudian diproses dalam suatu
larutan dengan penambahan zat kimia lainnya.

2.6. Argentum atau Perak
2.6.1. Karakteristik Argentum
Perak atau Argentum (Ag) adalah metal berwarna putih. Perak ditentukan bebas di alam, tetapi cadangan yang
mudah ditambang hampir habis seluruhnya. Ekstraksi perak biasanya dilakukan dengan melarutkan bijih perak dalam
CN-(aq), diikuti dengan pemindahan perak Ag2S(p) + 4CN(aq)
2 [Ag(CN)2]-(aq) + S2-(aq).
Perak mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1.

Sifat Kimia
Bila larutan ditambah HCl akakn terbentuk endapan putih.

2.

Sifat Fisika

Secara lengkap, sifat fisika logam perak dapat disajikan sebagai berikut :
a.

Nomor Atom

: 47

b.

Berat jenis

: 10,5

c.

Bobot atom

: 107,880

d.

Kekerasan

: 2,5 – 2,7
o

e.

Titik lebur

: 960 C

f.

Titik didih

: 1950o C

g.

Susunan Isotop

: 107 (52%), 190 (48,1%)

h.

Panas jenis

: 0,0544

i.

Warna

: Putih mengkilap
Dengan demikian perak mempunyai sifat lunak, liat, dapat ditempa, sebagai pengantar listrik dan panas yang

baik, sifat kimianya tidak aktif. Pada suhu biasa bereaksi dengan belerang membentuk sulfida. Dalam perdagangan
dikenal jenis-jenis perak yang dapat diklasifikasikan seperti tabel berikut :

Tabel 2.1. Klasifikasi Jenis Perak
No

Kadar Perak

Nama Dagang

Stempel

1

1000 (999)

Perak murni

1000

2

925-995

Perak sterling

925

3

800-920

Perak tinggi

800

4

600-795

Perak kadar biasa (Std)

600

5

300-595

Perak kadar Rendah

300

6

600

Bukan barang perak

-

Sumber : Dept. Perindustrian, 1980

2.6.2. Fungsi perak
Pada masa yang lalu kebanyakan fungsi penting Ag adalah pada pembuatan alat-alat makan dan barang-barang
perhiasan. Fungsi ini sekarang berkurang dibanding dengan penggunaan Ag (konduktor listrik terbaik) dalam bidang
kelistrikan dan baterai. Perak juga digunakan pada penyepuhan, kimia obat-obatan, katalis dan bibit awan ( Cloud
seeding Agl), dalam bidang fotografi, dalam bidang kesehatan.

2.6.3. Jenis-Jenis Perak
Menurut Sugiharto (1992), logam perak mempunyai jenis-jenis sebagai berikut :
a. Perak Bromida

Berbentuk kristal atau serbuk, berat jenis 6,473. Perak Bromida mempunyai titik didih 300 oC. Perak Bromida sangat
peka terhadap cahaya, oleh karena itu harus disimpan dalam botol cokelat, dan apabila terkena cahaya maka akan
berubah menjadi hitam. Perak Bromida berwarna kuning dan berfungsi dalam pemotretan
b. Perak Jerman/Perak Nikel/Perak Baru
Perak berwarna putih (putih perak), merupakan aliase dari tembaga, seng dan nikel yang diciptakan oleh
E>A>Getner. Perak jenis ini banyak digunakan untuk membuat perlengkapan makanan, misalnya garpu, pisau dan
periuk. Perak tersebut juga mempunyai tekanan arus listrik oleh karena itu sering dipakai juga dalam alat-alat listrik.
c. Perak Nitrat
Perak nitrat merupakan garam penting karena mempunyai sifat tembus cahaya, berbentuk brumbies, mudah larut dalam
air, alkohol dan lain sebagainya. Perak nitrat mudah terurai pada suhu 450 oC dan dibuat dengan melarutkan perak ke
dalam asam nitrat encer dan panas, kemudian diuapkan dan dikristalkan sehingga berbentuk kristal berwarna dan sering
dipakai dalam pemotretan serta pembuatan tinta tahan cuci.
d. Perak Sianida
Perak sianida merupakan serbuk putih, tidak berbau dan tanpa rasa, mempunyai berat jenis 3,95 serta terurai karena
pemanasan. Bila terkena cahaya menjadi hitam dan mengandung racun yang keras. Perak sianida harus disimpan
dalam botol yang berwarna cokelat karena perak tersebut peka terhadap cahaya dan sering digunakan dalam
pengobatan.

2.6.4. Efek Perak Dalam Tubuh
Bila masuk dalam tubuh, Ag akan diakumulasi di berbagai organ dan menimbulkan pigmentasi kelabu,
disebut Argyria. Pigmentasi ini bersifat permanen, karena tubuh tidak dapat mengekskresikannya. Argyria sistematik
juga dapat terjadi karena perak diakumulasi di dalam selaput lendir dan kulit. Sebagai debu, senyawa Ag dapat
menimbulkan iritasi kulit dan menghitamkan kulit. Bila terkait pada nitrat, Ag akan menjadi sangat korosif (Soemirat,
1994).

2.7. Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah cair secara kimia merupakan bagian dari rangkaian pengolahan limbah, yang
keberadaannya ditentukan oleh jenis zat pencemar (polutan) yang ada di dalam limbah cair tersebut. Pengolahan limbah
cair secara kimia didefinisikan sebagai proses pengolahan limbah yang melibatkan perubahan (peruraian,
penggabungan) bahan pencemar dalam limbah, yang terjadi melalui reaksi kimia (Tyoso, 1995).
Ciri pengolahan limbah cara tersebut adalah adanya penambahan bahan kimia ke dalam proses, sebagai
bahan reaktan yang akan bereaksi dengan bahan pencemar dan membentuk bahan yang lebih aman atau mudah
dipisahkan. Kelemahan utama pengolahan limbah secara kimia adalah kemungkinan tingginya biaya operasi yang

berkaitan dengan bahan kimia dan makin banyaknya bahan yang dihasilkan, dan biasanya harus dibuang, bersamasama atau terpisahkan dengan limbah terolah (Tyoso, 1995).

Dua sumber utama limbah perak yang dapat larut adalah industri electroplating dan fotografi. Silver cyanide
plating bath berisi 13.000 sampai 45.000 mg/l perak. Cyanide plating bath adalah yang paling banyak digunakan dalam
industri silver plating. Campuran perak sudah banyak digunakan dalam industri fotografi. Kurang lebih 70% perak yang
digunakan dalam industri ini adalah untuk larutan fixing. Metode dasar untuk menghilangkan atau mengurangi perak dari
limbah cair dibagi dalam empat kategori yaitu presipitasi, ion exchange, reduksi, dan electrolytic recovery (James W.
Patterson, 1991).

2.8. Pengendapan kimia (Presipitasi Kimia)
2.8.1. Pengertian
Pengendapan secara kimia atau biasa disebut presipitasi kimiawi merupakan suatu proses yang mengubah
senyawa terlarut menjadi bentuk tak terlarut, dengan reaksi kimia atau perubahan komposisi pelarut untuk memperkecil
kelarutan senyawa di dalamnya (Tyoso, 1995).

2.8.2. Penggunaan Presipitasi Kimia
Presipitasi kimiawi dapat dipakai untuk mengolah limbah encer yang mengandung bahan beracun, yang dapat
diubah menjadi bentuk tak larut, misalnya limbah yang mengandung arsen, cadmium, kromium, copper, lead, merkuri,
nikel, selenium, perak, thalium, dan zeng. Industri utama merupakan sumber limbah yang mengandung logam adalah
industri pelapisan logam dan industri elektronik (Tyoso, 1995).
2.8.3. Proses Presipitasi Kimia
Proses presipitasi kimia untuk menghilangkan logam berat dapat digambarkan pada gambar 2.1. di bawah ini :

Chemical
presipitant

Chemical
Presipitant
aids

Pe
ngaduk

Paddle

Inlet

Outlet

Bak

Presipitator

Sludge
Bak Pengendap
Flokulator
(Sumber : Anonim, 1995)
Gambar 2.1. Skema Proses Presipitasi Kimia
Limbah cair encer yang mengandung logam dimasukkan ke dalam suatu tangki reaksi berpengaduk
bersamaan dengan penambahan bahan presipitan hingga terjadi pencampuran. Logam terlarut diubah menjadi suatu
bentuk tak larut dengan reaksi kimia antara senyawa logam terlarut dan presipitan. Hasil padatan tersuspensi dipisahkan
dengan pengendapan di dalam tangki pengendap (clarifier). Flokulasi, dengan atau tanpa presipitan kimia atau bahan
pembantu pengendapan, mungkin digunakan untuk menaikkan pemisahan padatan tersuspensi (Anonim, 1995).
Beberapa jenis presipitan kimia telah diketahui keefektifannya dalam penghilangan logam berat dari limbah
cair. Ferriklorida sebagai reduktor dapat mereduksi dan mempresipitasi logam sebagai unsur logam (Anonim, 1995).

2.9. Flokulasi
Flokulasi adalah proses untuk memperbesar ukuran partikel tak terlarut sehingga menjadi lebih berat dan
mudah mengendap ke dasar. Dengan demikian pemisahan padatan yang tidak terlarut menjadi lebih mudah melalui
proses pengendapan.
Pembentukan partikel-partikel yang lebih besar disebut jonjot-jonjot (flock) dilakukan dengan penambahan
bahan-bahan kimia seperti Alum, ferrosulfat, dan sebagainya dalam suatu tangki berpengaduk. Dengan pengadukan
tersebut, terjadi kontak yang lebih luas diantara partikel-partikel, sedangkan pengadukannya sendiri dilakukan secara
perlahan-lahan. Sebaliknya apabila pengadukannya terlalu cepat, penggumpalan yang terbentuk akan terpecah kembali
menjadi lebih kecil. Untuk mendapatkan gumpalan yang baik, maka kecepatan pengaduk diatur antara 0,6 – 0,9 m/dt.

2.10. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat dari air dengan membiarkan
cairan tidak bergerak, sehingga kotoran-kotoran mengendap dengan gaya beratnya sendiri (gaya gravitasi).
Tujuan dari sedimentasi selain untuk menghasilkan effluent yang jernih, juga untuk menghasilkan lumpur
dengan konsentrasi yang pekat supaya mudah diangkut dan diolah kembali.
Bak-bak pengendapan dapat berbentuk persegi panjang, silinder, bulat seperti tabung, dan sebagainya.
Merencanakan bak-bak pengendapan terlebih dahulu harus dilihat jenis massa yang akan diendapkan, waktu
pengendapan, dan konsentrasi bahan yang diendapkan.

2.11. Landasan Teori
Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa pembangunan kesehatan pada
dasarnya adalah salah satu upaya pembangunan nasional yang diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Salah
satu upaya pembangunan dibidang kesehatan adalah pelayanan rumah sakit yang merupakan bagian dari sistem
(Anonim, 1992).
Kegiatan sanitasi rumah sakit terdiri dari berbagai aspek, diantaranya adalah pengawasan terhadap limbah
cair rumah sakit sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair rumah sakit meliputi limbah cair laboratorium, ruang
perawatan, dapur, kamar operasi, laundry dan lain-lain, sehingga limbah cair rumah sakit kaya akan bahan-bahan
organik, mengandung bahan mikroorganisme baik patogen maupun yang bukan patogen dan bahan-bahan beracun
serta kadang-kadang juga terkandung bahan radioaktif (Anonim, 1994).
Bahan-bahan tersebut sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan tersebut, maka limbah cair yang berasal dari rumah sakit perlu dikelola dengan baik, sesuai
dengan persyaratan kesehatan sebelum dibuang ke lingkungan. Untuk itulah maka pemerintah mengeluarkan
Permenkes R.I. No.986/MenKes/Per/XI/1992 tentang persyaratan kesehatan lingkungan yang mengharuskan setiap
rumah sakit memiliki pengolahan limbah cair sendiri ataupun kolektif (Hartono, 1992).

Kemajuan teknologi yang cukup pesat memicu penggunaan bahan-bahan kimia sehingga menimbulkan efek
negatif yaitu dapat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas lingkungan disamping efek positif yaitu menunjang
terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan
penggunaan logam tersebut. Pencemaran logam berat berasal dari berbagai macam industri serta berbagai macam
bahan produksi yang digunakan. Intensitas pencemaran badan air oleh limbah industri ditandai dengan adanya
cemaran-cemaran toksik dan logam-logam berat yang bersifat bioakumulatif (Darmono, 1995).
Foto rontgen adalah suatu teknik yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan
sel (tissue) pada tubuh, tanpa membuat sayatan atau luka (non-invasive). Foto rontgen merupakan salah satu fasilitas
kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit (medical imaging).
Larutan bekas pencuci film foto rontgen banyak mengandung bahan-bahan kimia, salah satu diantaranya
adalah perak (Ag). Dari hasil uji Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
Menular (BBTKL PPM) Yogyakarta pada bulan Maret – April 2008 ternyata kandungan perak limbah cair film foto rontgen
RSUP DR. Sardjito sebesar 2532,1 mg/l, sehingga kadar perak ini melebihi ambang batas baku mutu yang
disyaratkan. Limbah cair ini dikategorikan dalam B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) yaitu kandungan logam berat
perak dan karakteristik limbah yang beracun, sehingga perlu dilakukan pengolahan yang dapat menghilangkan atau
mengurangi sifat bahaya, tidak membahayakan kesehatan manusia dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Salah satu teknologi untuk pemisahan perak pada limbah cair foto rontgen dengan menggunakan ferriklorida
dan kapur proses pengendapan kimia. Pengendapan kimia dengan menggunakan ferriklorida tidak dapat beroperasi
pada pH rendah (asam), karena dengan adanya zat terlarut yang bersifat asam tidak akan terjadi reaksi dengan
presipitan yang bersifat asam. Oleh karena itu, pada proses pengendapan kimia pH air harus dinaikkan terlebih dahulu.
Kapur merupakan bahan yang dapat menaikkan pH air. Untuk presipitasi perak dengan menggunakan ferriklorida dapat
beroperasi pada pH antara 7,5 dan 10,2 (Eckenfelder, 1980). Selain pH air, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
proses pengendapan kimia adalah konsentrasi logam-logam berat dalam larutan, tingkat kekeruhan dalam air, suhu,
kecepatan pencampuran, bahan presipitan, dan banyaknya bahan presipitan yang digunakan (Tyoso, 1995).
Logam perak (Ag) tidak dapat bereaksi dengan logam-logam alkali, HCl, dan H 2SO4 yang encer. Logam-logam
alkali tersebut adalah Li, Na, K, Rb dan Cs. Reaksi yang terjadi adalah :
3Ag+ + FeCl3 + 3H2O
3AgCl + Fe(OH)3 + 6H+
AgCl dan Fe(OH)3 merupakan endapan.

2.12. Hipotesis
Dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori diatas, dapat diambil hipotesis
bahwa :
1.

Pengolahan limbah cair rontgen dengan ferriklorida yang meliputi variasi dosis yaitu 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml,

25 ml dan 30 ml mampu menurunkan kadar perak dalam limbah cair foto rontgen.

2. Effisiensi pengolahan perak dengan ferriklorida dengan dosis yang ditentukan mampu menurunkan kandungan perak (Ag)
dalam limbah cair roentgen hingga 97 %.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi
1.

Pengambilan sampel di RSUP DR. Sardjito

2.

Analisa sampel setelah pengolahan di Laboratorium BBTKL PPM Departemen Kesehatan Yogyakarta.

3.2. Obyek Penelitian
Limbah cair yang menjadi obyek penelitian adalah air limbah yang berasal dari pencucian film fotorontgen.

3.3. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 sampai dengan selesai, yang meliputi pengambilan sampel,
analisa laboratorium dan olah data serta laporan akhir.

3.4. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari :
1.

Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu variabel yang berpengaruh atau menyebabkan berubahnya variabel terikat, yaitu dosis FeCl 3 yaitu
0 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, 25 ml, dan 30 ml.
2.

Variabel Terikat

Kandungan Perak (Ag) pada limbah cair pencucian film fotorontgen.

3.5. Alat dan Bahan Penelitian
1.
v

Alat yang digunakan :
Alat jar test

v

Beaker glass

v

Stop watch

v

Karet hisap

v

Pipet

v

Gelas ukur

v

Jerigen

v

pH stick

v

Alat tulis untuk mencatat penelitian

2.

Bahan yang digunakan :

v

Limbah cair foto rontgen RSUP DR. Sardjito

v

Koagulan ferriklorida (FeCl3)

3.6. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengumpulan data diperoleh dengan pengukuran dan pemeriksaan limbah cair sebelum dan sesudah dilaksanakan
perlakuan pada pengolahan.

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka seperti rumus reaksi kimia dan karakteristik air buangan
sebagai penunjang yang berkaitan dengan penelitian.

3.7. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ada dua kegiatan yaitu :
a.

Kegiatan di lapangan
Pengambilan sampel dilakukan pada bak penampung air limbah

b.

Kegiatan di laboratorium
Perlakuan dan pemeriksaan sampel di laboratorium

3.8. Cara Kerja
1.

Disiapkan alat jar test dan beaker glass

2.

Diisi sampel air limbah masing-masing 500 ml

3.

Ditambahkan masing-masing sampel dengan bahan koagulan ferriklorida dengan dosis yang sudah ditentukan

4.

Diaduk cepat selama 1 menit dengan kecepatan 100 rpm

5.

Diaduk lambat selama 15 menit dengan kecepatan 20 rpm kemudian jar test dimatikan.

6.

Sampel didiamkan selama 30 menit agar terjadi pengendapan

7.

Analisa kandungan perak (Ag) pada limbah yang sudah diolah

8.

Percobaan diulang dengan 3 kali perlakuan
Diagram Alir Percobaan

Gambar 3.1. Diagram alir
percobaan

3.9. Analisa Data
Penelitian ini bersifat eksperimen dengan maksud untuk mengetahui efisiemsi koagulan terhadap penurunan
kandungan perak (Ag) dengan menggunakan pengolahan kimia dengan variasi dosis dan jenis koagulan.
Data yang diperoleh dari perlakuan disajikan dalam bentuk tabel, untuk analisa menggunakan regresi linier
untuk menguji kebenaran hipotesa dan efisiensi penurunan (%).
Kandungan perak (Ag) dapat diketahui dari hasil analisa laboratorium, sehingga dapat diketahui besarnya
penurunan Ag pada setiap perlakuan. Besarnya effisiensi penurunan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :
E = Effisiensi
C1 = Kadar Ag sebelum pengolahan
C2 = Kadar Ag setelah pengolahan

3.10. Kerangka Penelitian

Gambar 3.2. Kerangka Penelitian

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
Hasil pemeriksaan limbah cair pencucian film foto rontgen RSUP DR. Sardjito yang dilakukan di Laboratorium
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL PPM) Yogyakarta, memiliki
kandungan Ag sebesar 2532,1 mg/l. Ini menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan dari proses pencucian film
fotorontgen telah melampaui baku mutu TCLP zat pencemar dalam limbah untuk penentuan karakteristik sifat racun
sebesar 5,0 mg/l.
Mengingat dampak negatif dari limbah cairan tersebut, maka perlu adanya pengolahan lebih dulu sebelum
dibuang ke badan air. Bahan yang dipakai untuk pengolahan limbah cair perak adalah ferriklorida atau FeCl 3. Bahan
FeCl3ini dilarutkan ke dalam air. Agar FeCl 3 sesuai dengan yang diperlukan, maka percobaan dengan variasi dosis
FeCl3 dari 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30. hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada tabel 4.1. atau gambar 4.1.

Tabel 4.1. Effisiensi Penurunan Ag.
No

Kadar Ag

Dosis Koagulan ml
1

2

3

Rata-rata

Effisiensi %

1

0

2532,1

2532,1

2532,1

2532,1

0

2

5

1534,8

1531

1552

1539,3

39,2

3

10

835

829,2

873,2

845,8

66,6

4

15

448,8

456,4

454,6

453,3

82,1

5

20

368,8

389,6

376,2

378,2

85,1

6

25

123,8

129,6

135,2

129,5

95

7

30

72,2

79,8

76

76

97

Sumber: data primer, 2008

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pemakaian ferriklorida berpengaruh terhadap penurunan kandungan
perak (Ag) pada limbah cair pencucian film fotorontgen, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian sebelum pengolahan ratarata kandungan perak sebesar 2532,1 mg/l dan setelah perlakuan dengan ferriklorida dengan tiga kali perlakuan maka
penurunan kandungan perak sebesar 76 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis ferriklorida maka
kandungan perak semakin kecil.

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara variasi dosis ferriklorida dengan penurunan kandungan Ag

Pada gambar 4.1 tersebut diatas terlihat bahwa hasil penelitiannya berupa titik-titk. Dari titik satu ke titik yang
dihubungkan, sehingga membentuk grafik. Dari grafik ini dapat dilihat kecenderungannya. Dalam hal ini kecenderungan
tersebut bahwa bila larutan FeCl3 diperbesar debitnya, maka kadar Ag hasil olahan akan semakin mengecil. Bisa
dikatakan juga bahwa bila X membesar maka diikuti Y mengecil.

4.2. Pembahasan
Limbah cair yang dihasilkan dari bagian rontgen di RSUP DR. Sardjito bila langsung dibuang ke badan air sangat
berbahaya bagi lingkungan. Komponen pencemar limbah cair foto rontgen adalah perak (Ag). Dari hasil analisa
laboratorium, ternyata kadar perak dalam limbah sebesar 2532,1 mg/l, sedangkan ambang batasnya sebesar 5,0 mg/l.
Untuk itu diperlukan pengolahan terlebih dahulu.
Bahan yang dipakai untuk mengurangi kadar perak (Ag) adalah ferriklorida (FeCI 3). Pemakaian bahan FeCl3 ini
dengan alasan mengikuti reaksi yang terjadi adalah:
3Ag+ + FeCl3 + 3H2O → 3 AgCl + Fe(OH)3 + 6H+
Hasil reaksi di sebelah kanan berupa endapan AgCl dan Fe(OH) 3. Molekul Fe(OH)3 ini sebenarnya dapat
menyerap ion Ag+. Hal ini sangat mungkin terjadi karena sifat Fe(OH) 3 bisa sebagai flokulan. Dengan demikian proses
yang terjadi adalah proses secara kimia yaitu reaksi pembentukan endapan AgCl dan proses fisika yaitu terserapnya
Ag+ ke Fe(OH)3.Sifat molekul Fe(OH)3 adalah berwujud padat, berpori-pori atau poreus, sulit larut. Dengan demikian
proses yang terjadi adalah proses kimia-fisika. Reaksi akan selalu bergeser ke kanan bila endapan AgCl dan
Fe(OH)3 berlangsung dengan baik.
Dari hasil analisa regresi untuk perak setelah pengolahan diperoleh hubungan antara variasi dosis (x) dan
penurunan kadar Ag (y) yaitu semakin banyak dosis ferriklorida, maka semakin kecil kandungan perak di dalam limbah
cair pencucian film fotorontgen. Pada gambar 4.1 tersebut diatas terlihat bahwa hasil penelitiannya berupa titik-titk. Dari
titik satu ke titik yang dihubungkan, sehingga membentuk grafik. Dari grafik ini dapat dilihat kecenderungannya. Dalam
hal ini kecenderungan tersebut bahwa bila larutan FeCl 3 diperbesar debitnya, maka kadar Ag hasil olahan akan semakin
mengecil. Bisa dikatakan juga bahwa bila X membesar maka diikuti Y mengecil.
Hubungan antara X dan Y tersebut dapat dibuat persamaan regresi non linier yaitu bentuk exponensial:
Y = 1992,261e-76,11X
Pengolahan dengan proses koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu bagian dari rangkaian pengolahan
limbah cair dalam menurunkan kandungan logam berat. Karena kandungan limbah Ag sangat tinggi maka sebaiknya
dilakukan recovery (proses pungut ulang) dan perlu dilakukan beberapa rangkaian pengolahan.

4.3. Desain Alat Pengolahan Untuk Aplikasi Lapangan
Proses koagulasi dan flokulasi dapat diterapkan sebagai salah satu treatmen dalam pengolahan limbah cair
pencucian film fotorontgen. Proses ini dapat diletakkan sebagai primary treatment.
Berdasarkan percobaan skala laboratorium, maka desain alat koagulasi dan flokulasi dalam skala industri
dapat disajikan dalam perhitungan sebagai berikut:

A. Bak Koagulasi Flokulasi

Ø

Ø

Kriteria Desain
a.

G flok = 20 – 70 det -1

b.

G koagulasi = 30 – 80 det -1

c.

Diameter pengaduk = 30 % - 50 % lebar bak

d.

Buffle kecil yang terpasang setinggi 0,1 x lebar bak

e.

Diameter pengaduk pedal = 5 – 60 % lebar bak

f.

Lebar daun = 1/6 – 1/10 lebar bak

g.

Freeboard (fd) = 10 % - 30 % debit buangan

Menentukan Volme Bak Pengaduk
Debit limbah = 25 m3/hari
V

= Q x td
= 25 m3/hari × 1 hari
= 25 m3

Diambil faktor desain = 20%
Jadi volume total bak pencampur
= Volume basah + free board
= (25 m3) + (0,2) (25 m3)
= 25 m3 + 5 m3
= 30 m3
Ø

Menentukan Dimensi Bak Pengaduk
Misalkan perbandingan ukuran panjang : lebar = 1:1, dan tingginya = 5 m, maka:
V=P×L×H
30 m3 = P × L × 5 m
P × L = 6 m2
Karena P : L = 1:1, maka P = L
P2 = 6 m2
Panjang (P)

= 2,45 m

Lebar (L)

= 2,45 m

Tinggi (H)

=5m

5 cm

2,45 cm
2,45 cm
Skala 1 : 100
Gambar 5.1. Gambar Bak Koagulasi Flokulasi

B. Bak Pengendap
V1 = P x L x T
= 2,45 m x 2,45 m x 5 m
= 30 m3

Fd = 20 % . 30 m3
= 6 m3
Sudut kemiringan
H2 = sin 60 x H1/2
= 0,86 x 5/2
= 0,86 x 2,5
= 2,15 m
V limas = Luas alas x 1/3 tinggi
= 6 m2 x 1/3 . (2,15 m)
= 6 m2 x 0,72 m
= 4,3 m3

H1
5 cm

2,45 cm
2,45 cm

H2
2,15 cm

Skala 1 : 100

Gambar 5.2. Gambar Bak Pengendap

C. Skema Alat Pengolahan

Bak Koagulan

5 cm

Bak Koagulasi
Flokulasi

5 cm

2,15 cm

Bak Pengendap

Bak Drying Bed
Skala 1: 100
Gambar 5.3. Skema Alat Pengolahan

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1.

Variasi dosis ferriklorida didalam proses koagulasi dan flokulasi dapat menurunkan kadar perak, semakin besar

dosis koagulan maka tingkat penurunan perak semakin besar.
2.

Besarnya effisiensi penurunan secara keseluruhan yaitu 97 %.

3.

Hasil dari pengolahan belum maksimal karena baru mencapai 76 mg/l, sedangkan baku mutu yang

disyaratkan adalah sebesar 5,0 mg/l.

5.2. Saran
Perlu dilakukan percobaan kembali oleh siapapun, mengingat kadar Ag + hasil pengolahannya baru mencapai 76 mg/l,
sedangkan ambang batasnya 5,0 mg/l.