Kronik Budaya Adu Beduk dan Petasan Masy

Kronik Budaya Adu Beduk dan Petasan Masyarakat Tangerang Selatan

Wawancara dengan Bang Jaka lahir di Kp. Lengkong, 10 Maret 1977 yang beralamat di RT.
002/05 Kel. Lengkong Karya, Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan kesehariannya
bekerja sebagai penjaja rokok di Golden Road serta salah satu koordinator "pesta rakyat"
adu beduk dan adu petasan di Kampung Perigi sejak 1991.
Ketika ditemui dikediamannya di Kp. Lengkong RT. 002/05 Kel. Lengkong Karya,
Serpong, Tangerang Selatan, Banten pada hari Jum'at tanggal 24 bulan Juli tahun 2015 Pkl. 14.00
WIB, Bang Jaka salah satu koordinator "pesta rakyat" adu beduk dan adu petasan masyarakat
Kp. Lengkong sejak tahun 1991 ini mengatakan bahwa kegiatan tersebut diselenggarakan dan
berkembang di Kp. Lengkong berawal dari keisengan anak-anak dalam mengisi waktu
lebarannya dengan menabuh beduk yang terbuat dari kaleng.
"Melihat hal tersebut salah seorang tokoh masyarakat Lengkong alm Bp. Mijing
mengembangkan keisengan anak-anak tersebut dengan bunyi-bunyian petasan yang dibuat
sendiri oleh masyarakat, sehingga menambah kemeriahan. Sejak saat itu dikenallah "pesta
rakyat" adu beduk dan bunyi-bunyian petasan Kp. Lengkong dengan Kp. Perigi," katanya.

Setelah itu masyarakat semakin tertarik, bukan hanya anak-anak saja yang memeriahkan
lebaran dengan kegiatan memukul beduk yang ditambah bunyi-bunyian petasan buatan sendiri.
Bahkan para pemuda hingga orang tua pun turut serta memeriahkannya sampai masyarakat
kampung sebelah (Kp. Perigi) melakukan kegiatan serupa. Sehingga masyarakat Kp. Lengkong

dengan Kp. Perigi bersepakat bahwa "pesta rakyat" yang dimeriahkan dengan adu menabuh
beduk dan adu bunyi-bunyian petasan ini akan diselenggarakan di Kampung masing-masing
dalam rangka memeriahkan waktu lebaran setiap tahunnya, bertempat di pinggiran kali pematang
sawah sebagai batas teritorial kedua kampung tersebut.
Adapun tata cara "pesta rakyat" tersebut diawali dengan menabuh beduk sebanyak 6
(enam) buah yang tersusun rapi di "batas teritorial" kedua kampung.
"Kemudian disusul dengan bunyi-bunyian petasan yang dibuat oleh masyarakat sendiri,
pendanaannya dari masyarakat sendiri, dengan bahan-bahannya seperti kertas koran, brown
(bahan peledak), dan sumbu yang nanti langsung dibunyikan selama dua minggu," jelasnya.
Lebih lanjut Bang Jaka menuturkan bahwa seiring berjalannya waktu, "pesta rakyat"
tersebut semakin banyak melibatkan masyarakat Kp. Lengkong dan Kp. Perigi serta masyarakat
kampung lainnya, seperti Kp. Rawa Buntu, Kp. Pabuaran, Kp. Jelupang, Kp. Kunciran, dengan
luas teritorial batas wilayah kegiatan kurang lebih seluas 1000 m. Namun karena semakin
gencarnya pembangunan di wilayah Tangerang Selatan akhir-akhir ini, berdampak terhadap
kurangnya "batas teritorial" wilayah terselenggaranya "pesta rakyat" tersebut.
"Sebagaimana yang terjadi di Kp. Bojong dan Kp. Kunciran, hingga kini vakum," paparnya.

Wawancara dengan Bp. Sahlan lahir di Kp. Perigi, 3 Juni 1952 yang beralamat di RT. 002/06
Kel. Perigi Baru, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten. Beliau mantan Mandor di Kp.
Perigi dan biasa dipanggil Mandor Japlun dan juga sebagai koordinator "pesta rakyat" adu

beduk dan adu petasan di Kp. Perigi sejak tahun 1975.

Dikesempatan yang sama, Bp. Sahlan biasa dipanggil Mandor Japlun saat ditemui
dikediamannya RT. 002/06 Kel. Perigi Baru, Kec. Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan,
Provinsi Banten pada hari Jum'at tanggal 24 bulan Juli tahun 2015 Pkl. 17.00 WIB, menjelaskan
bahwa modal awal dari penyelenggaraan "pesta rakyat" di Kp. Perigi didanai oleh uang
pribadinya sebesar 10 Juta sejak beliau menjadi koordinator pada tahun 1975.
Penyelenggarannya pun selama 1 bulan penuh setelah lebaran, dengan diisi oleh berbagai macam
hiburan lainnya seperti kemidi putar, atraksi pencak silat, hingga motor cross.
"Dan malamnya ditambah dengan pemutaran layar tancap, orkes dangdut, dan pertunjukan
Wayang Kulit Betawi," jelasnya.

Menurutnya "pesta rakyat" adu beduk dan pembakaran petasan di Kp. Perigi ini
bukannya lomba atau festival, dimana nanti akhirnya ada yang keluar sebagai juara. Tetapi hal
tersebut adalah sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Kp. Perigi khususnya dan masyarakat
Tangerang Selatan pada umumnya setelah masa panen padi atau tanaman lainnya yang menjadi
penghasilan pokok dari masyarakat itu sendiri.

"Lain halnya dengan lomba beduk di Kp. Pinang Tangerang, memang murni sebuah perhelatan
lomba yang diisi oleh kelihaian dan keindahan dalam menabuh serta disandingkan dengan

biduan-biduan cantik bersuara merdu dan akan dinilai siapa yang akan berhasil menjadi juara,"
ungkapnya.