Pembuatan Gasohol dari Bioetanol Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Untuk Menurunkan Emisi Gas CO dan HC Pada Kendaraan Bermotor

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Bakar
Ditinjau dari sudut teknis dan ekonomis, bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses
pembakaran disertai dengan pengeluaran kalor disebut sebagai bahan bakar. Tujuan dari pembakaran
bahan bakar yang dilakukan adalah untuk memperoleh kalor untuk digunakan secara langsung ataupun
tidak langsung. Adapun beberapa contoh penggunaan kalor secara langsung dalam proses pembakaran
adalah bahan bakar. Beberapa macam bahan bakar tersebut yaitu :
a. Bahan bakar fosil, seperti: batubara, minyak bumi, dan gas bumi.
b. Bahan bakar nuklir, seperti: uranium dan plutonium. Pada bahan bakar nuklir, kalor diperoleh
dari hasil reaksi rantai penguraian atom-atom melalui peristiwa radioaktif.
c. Bahan bakar lain, seperti: sisa tumbuh-tumbuhan, minyak nabati, dan minyak hewani
(Setyawan.2015).
Bahan bakar (fuel) adalah segala sesuatu yang dapat dibakar misalnya kertas, kain, batu bara, minyak
tanah, bensin. Untuk melakukan pembakaran diperlukan 3 (tiga) unsur, yaitu: bahan bakar, udara dan
suhu. Untuk memulai pembakaran Kriteria utama yang harus dipenuhi bahan bakar yang akan
digunakan dalam motor bakar adalah sebagai berikut:
1. Proses pembakaran bahan bakar dalam silinder harus secepat mungkin dan panas yang dihasilkan
harus tinggi.
2. Bahan bakar yang digunakan harus tidak meninggalkan endapan atau deposit setelah pembakaran
karena akan menyebabkan kerusakan pada dinding silinder.

3. Gas sisa pembakaran harus tidak berbahaya pada saat dilepas ke atmosfer. Jenis bahan bakar
(Surbhakty.1978).
Di dalam mesin, campuran udara dan bensin (dalam bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan
volume yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Besarnya
tekanan ini menyebabkan campuran udara bensin juga dapat terbakar secara spontan sebelum percikan
api dari busi keluar. Besarnya tekanan yang biasa diberikan sebelum bensin tersebut terjadi
pembakaran secara spontan ditunjukkan oleh bilangan oktan. Terjadi knocking atau ketukan didalam
mesin disebabkan karena campuran gas ini terbakar karena tekanan yang tinggi (dan bukan karena
percikan api dari busi). Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat rusak, sehingga hal ini harus kita
hindari (Setyawan.2015).

II-1

Universitas Sumatera Utara

2.2 Bensin
Motor bensin umumnya menggunakan bahan bakar cair berupa bensin. Pada suhu 60 derajat celcius
bensin sudah menguap sekitar 35-60% dan pada suhu 100 derajat celcius bensin sudah menuap 100%
sehingga bensin dapat dikatakan bahan bakar cair yang memiliki sifat mudah menguap
(G.Haryono.1997). Bahan bakar yang digunakan pada motor bakar dapat dikelompokkan menjadi 3

jenis yakni berwujud padat, cair dan gas (Surbhakty.1978).
2.2.1. Bahan Bakar Premium
Premium merupakan senyawa organik (iso oktana dan normal heptana) yang dibutuhkan dalam proses
pembakaran. Premium adalah bahan bakar minyak dari Pertamina dengan RON 88. Premium
diproduksi dari hasil proses destilasi minyak bumi menjadi fraksi yang diinginkan. Kandungan bahan
yang berbahaya seperti timbal, sulfur, dan senyawa-senyawa nitrogen yang dapat menimbulkan
kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan terdapat dalam premium. Menurut Setyawan (2015),
karakteristik umum yang perlu diketahui untuk menilai kinerja dari bahan bakar bensin antara lain:
1. Premium (C8H18)
2. Mudah menguap pada temperatur normal
3. Tidak berwarna, tembus pandang, dan berbau
4. Mempunyai titik nyala rendah (-10°C sampai -15°C)
5. Mempunyai berat jenis yang rendah (0,6 – 0,78 gr/mm3 )
6. Mempunyai nilai oktan 88
7. Dapat melarutkan oli dan karet
8. Menghasilkan jumlah panas yang besar (9.500 – 10.500 kcal/kg) Sedikit meninggalkan karbon
setelah dibakar.
Energi, gas CO2 dan air H2O adalah merupakan produk yang dihasilkan oleh oktana yang terbakar
secara sempurna. Reaksi pembakaran tersebut dapat ditunjukkan pada reaksi berikut ini.
C8H18 + 12,5 O2


8 CO2 + 9 H2O

Dengan batas kompresi hingga 9,0 : 1, bensin premium yang memiliki sifat anti ketukan yang baik
masih dapat dipakai pada mesin dengan semua jenis kondisi, namun tidak baik jika digunakan pada
motor bensin dengan kompresi tinggi karena dapat menyebabkan knocking. Kandungan bensin
premium produk pertamina memiliki kandungan maksimum sulfur (S) 0,05%, timbal (Pb) 0,013%
(jenis tanpa timbal) dan Pb 0,3% (jenis dengan timbal), oksigen (O) 2,72%, pewarna 0,13 gr/100 l,
tekanan uap 62 kPa, titik didih 215 ºC (Surbhakty.1978).

II-2

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Bahan bakar Pertamax
Pertamax merupakan jenis bahan bakar dengan angka oktan 92. Pertamax dianjurkan digunakan untuk
kendaraan bahan bakar bensin yang mempunyai perbandingan kompresi tinggi (9,1 : 1 sampai 10,0 :
1). Bensin dengan bilangan oktana tinggi mempunyai periode penundaan yang panjang
(arismunandar.2002). Pada bahan bakar pertamax ditambahkan aditif sehingga mampu membersihkan
mesin dari timbunan deposit pada fuel injector dan ruang pembakaran. Bahan bakar pertamax sudah

tidak menggunakan campuran timbal sehingga dapat mengurangi racun gas buang kendaraan bermotor
seperti nitrogen oksida karbon monoksida. Bensin pertamax berwarna kebiruan dan memiliki
kandungan maksimum sulfur (S) 0,1%, oksigen (O) 2,72%, pewarna 0,13 gr/100, titik didih 205 ºC
(Arismunandar.2002).
2.2.3 Bahan Bakar Pertalite
Pertalite dihasilkan dengan penambahan zat aditif dalam proses pengolahannya di kilang minyak,
diluncurkan tanggal 24 Juli 2015 sebagai varian baru bagi konsumen yang ingin BBM dengan kualitas
diatas Premium tetapi lebih murah dari pada Pertamax. Pertalite adalah bahan bakar minyak dari
Pertamina dengan RON 90. Pertalite diuji coba di 101 SPBU yang tersebar pada sekitar kota Jakarta,
Bandung, dan Surabaya. Selain itu, Pertalite memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
Premium. Selain itu, RON 90 membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi terkini
lebih baik dibandingkan dengan Premium yang memiliki RON 88. Sehingga sesuai digunakan untuk
kendaraan roda dua, hingga kendaraan multi purpose vehicle ukuran menengah. Komposisi bahan
untuk membuat Pertalite adalah heptana 10% dan oktana 90% selain itu juga ditambahkan zat aditif
ecosave. Zat aditif ecosave ini bukan untuk meningkatkan RON tetapi pembakaran lebih bersih, ramah
lingkungan, dan lebih hemat.
C7H16 + 90 C8H18 + 1235 (O2 + 3,7 N2)

790 CO2 + 890 H2O + 4569,5 N2 (Setyawan.2015)


2.2.4 Bioetanol
Energi alternatif yang dapat menggantikan ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak
(pengganti premium, pertamax dan pertalite) adalah bioetanol. Penggunaan bioetanol tersebut dapat
menghemat devisa sekaligus sebagai pemasok energi nasional. Pelarut kimia di laboratorium maupun
industri, di rumah sakit sebagai bahan disinfektan dan spiritus bakar untuk keperluan rumah tangga
mennggunakan alkohol atau bioetanol (C2H5OH) sebagai bahan bakunya. Selain kegunaan tersebut,
Bioetanol juga dapat dikonsumsi manusia sebagai bahan minuman beralkohol, dan sebagai bahan baku
farmasi dan kosmetika (Ely Asmara.2012; Erliza.2008). Beberapa tahun ini, perhatian mengarah pada
produksi bioetanol sebagai bahan bakar dan pelarut kimia (Ely Asmara.2012; Erliza.2008;
Crueger.1990). Etanol (Ethyl Alkohol-C2H5-OH) sudah dikategorikan sebagai energi komersial. Saat
II-3

Universitas Sumatera Utara

ini perusahaan-perusahaan otomotif sudah memproduksi mobil dengan bahan bakar etanol seperti
Volswagen AG. Bahkan di Brasil telah mengembangkankan pesawat terbang kecil EMB 202, yang
merupakan pesawat terbang pertama di dunia menggunakan bahan bakar etanol (alkohol) dan saat ini
lebih dari 300 pesawat terbang kecil di Brasil telah memakai etanol sebagai bahan bakar. Bioetanol
merupakan cairan tak berwarna, mudah menguap dan memiliki bau yang khas. Berat jenisnya adalah
0.7939 g/mL, titik didih pada suhu 78,3ºC, mudah larut dalam air, serta mempunyai kalor pembakaran

7093,72 Kkal (Zenius.2016). Selain itu gas buang dari mesin yang menggunakan bioetanol
mempunyai emisi yang lebih rendah dibanding dengan minyak premium maupun pertamax. Pada
umumnya mesin yang bisa memproses bahan bakar bioetanol disebut FlexFuel dan mesin yang
menggunakan bahan bakar minimal nilai oktan 90 dapat juga dikonversi pemakaian bahan bakarnya
dengan komposisi Premium 80%-90% (perkiraan nilai oktan 88) ditambah bioetanol 10%-20%
(dengan nilai oktan 129) sehingga dapat menghasilkan nilai oktan 91-93. Berdasarkan alkoholnya,
etanol terbagi menjadi 3 grade sebagai berikut :
a. Grade Industri dengan kadar alkohol 90 - 94 %
b. Netral dengan kadar alkohol 96 - 99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan
baku farmasi.
c. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5 % ( Zenius,2016)
Tabel 2.1 Karakteristik kadar etanol, kadar gula, dan kadar pH etanol
No

Uraian

Etanol kasar dari nira

Etanol hasil destilasi-


Etanol komersial dari

aren

dehidrasi

molasses

1

Etanol (%)

30.8a

94.8b

95.0a

2


Gula (%)

10.1a

18.3b

18.3b

3

pH

4.37a

7.14b

7.07b

4


Cuprum (ppm)

0.11a

0.08a

0.31b

5

Chlor (ppm)

433.9a

65.9b

70.6b

6


Timbal (ppm)

Negatif

Negatif

Negatif

7

Metanol (ppm)

Negatif

Negatif

Negatif

Sumber : Zenius.2016


II-4

Universitas Sumatera Utara

Hasil fermentasi (proses pemecahan gula) baik gula yang berupa glukosa, sukrosa, maupun fruktosa
oleh ragi saccharomyces sp dan zymonas mobilis berupa bioetanol. Pada proses fermentasi tersebut,
gula akan dikonversikan menjadi bioetanol dengan reaksi sebagai berikut.
C6H12O6

2C2H5OH + 2CO2

Secara umum, produksi bioetanol mencangkup 3 (tiga) rangkain proses, yaitu persiapan bahan baku,
fermentasi, dan destilasi (pemurnian).
Bahan baku bioetanol dapat terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Bahan berpati, berupa singkong atau ubi
kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia.
Bahan bergula, berupa molase (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira batang sorgum manis, nira aren
(enau), gewang, nira lontar dan bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah Gula Etanol Karbon
Dioksida (Gas) pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah
tapioka), batang pisang, serbuk gergaji (zenius.2016).
Saccharomyces cereviceae yang merupakan jenis mikroba fakultatif anaerob akan membentuk alkohol
dalam kondisi anaerob. Untuk mendapatkan energi, mikroba tersebut mempunyai dua mekanisme.
Respirasi aerob akan menghasilkan energi atau tenaga jika terdapat udara pada prosesnya, sehingga
hal tersebut tidak membentuk alkohol melainkan untuk pertumbuhan dan perkembangan selnya.
Sedangkan proses respirasi anaerob menghasilkan energi atau tenaga dan sebagian hasilnya digunakan
dalam pembentukan alkohol (Judoamidjojo et.al.1990). Cepat lambatnya pertumbuhan sel ragi yang
digunakan sebagai media pada bahan yang akan difermentasikan mempengaruhi tinggi rendahnya
kadar bioetanol yang dihasilkan. Cepat lambatnya pertumbuhan khamir dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya komposisi media yang digunakan sebagai media pengembangbiakan
mikroba mulai persiapan sampai fermentasi dapat berjalan optimum ketika pertumbuhan enzim
maksimum dan ketersediaan substrat cukup. Suhu yang digunakan selama proses fermentasi akan
mempengaruhi mikroba yang berperan dalam proses fermentasi. Suhu yang baik untuk fermentasi
maksimum adalah 30 °C. Makin rendah suhu fermentasi makin banyak alkohol yang dihasilkan,
karena pada suhu rendah fermentasi akan lebih kompleks dan kehilangan alkohol yang dibawa gas
CO2 akan lebih sikit, pada suhu yang tinggi akan mematikan mikroba dan menghentikan proses
fermentasi (Jaworski.2008).
Untuk memproduksi bioetanol, terdapat langkah langkah yang harus dilakukan agar bahan baku yang
digunakan dapat menghasilkan bioetanol, langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Persiapan Bahan Baku. Bahan baku yang dipersiapkan tergantung jenis bahan bakunya, apabila
bahan bakunya berupa gula, maka tidak perlu proses lainnya, bahan baku tersebut dapat langsung
difermentasi. Namun, apabila bahan bakunya berupa tanaman yang mengandung pati dan
II-5

Universitas Sumatera Utara

selulosa, cara mempersiapkannya adalah dibersihkan terlebih dahulu, kemudian dihancurkan.
Setelah itu, dilakukan proses pengawetan dengan cara pengeringan sampai kadar air tertentu.
2. Proses pemasakan (Tahap Liquefaction dan Sakarifikasi). Dengan penambahan air, enzim serta
panas (enzim hidrolisis) pada suhu 80-90OC, Tepung dikonversi menjadi gula dengan melalui
proses pemecahan gula kompleks (saccharifikasi) dan liquefaction.
3. Proses fermentasi. Fermentasi adalah aktivitas mikroba yang terdapat pada bahan baku sehingga
menghasilkan produk yang diinginkan. Mikroba yang dapat merubah glukosa menjadi etanol
salah satunya adalah saccharomyces cereviceae. Reaksi kimia yang terjadi selama proses
fermentasi dapat dilihat pada reaksi berikut ini :
C6H12O6 (gula) → 2C2H5OH (etanol) + 2CO2 (gas karbondioksida)
4. Proses pemisahan. Pada proses akhir pembuatan bioetanol, dilakukan proses pemisahan, yang
bertujuan untuk memisahkan etanol yang telah diperoleh dari proses fermentasi untuk kemudian
dipekatkan. Proses pemisahan dilakukan dengan metode destilasi atau penyulingan dengan
memisahkan dua atau lebih cairan dalam larutan yang didasarkan pada relatif volatilnya serta
berdasarkan perbedaan titik didihnya (Syauqiah, Isna.2015).
Beberapa keunggulan Bioetanol adalah :
a. Meningkatkan bilangan oktan dapat menggantikan TEL (Tetra Ethyl Lead) sebagai aditif,
sehingga mengurangi emisi logam berat timbal yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
b. Menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna (mengurangi emisi karbonmonoksida) .
c. Mengurangi emisi gas buang karbon dioksida (penelitian menunjukkan pegurangan hingga 40–
80 %), dan senyawa sulfur (mengurangi hujan asam).
d. Mengurangi pengikisan lapisan ozon melalui penurunan emisi oksida karbon di udara.
e. Bahannya dapat diperbaharui
f.

Peningkatan Laju CO2 bisa ditekan melalui fotosintesis dari tumbuhan.

II-6

Universitas Sumatera Utara

Sifat fisika bioetanol dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini (Frita,dkk.2015)
Tabel 2.2 Sifat Fisika Bioetanol
No

Sifat Fisika Bioetanol

Keterangan

1

Berat Molekul

46.06%

2

Titik Didih

78.4oC

3

Densitas

4

Indeks Bias

5

Viskosivitas 20oC

1.17 cP

6

Panas Penguapan

200.6 kal/gr

7

Warna Cairan

8

Kelarutan

9

Aroma

0.7893 gr/mol
1.36143 cP

Tidak berwarna
Larut dalam air dan eter
Memiliki aroma yang khas

Sumber : Frita,dkk.2015
2.3 Nira Aren
Aren (Arenga Pinnata Merr) merupakan salah satu spesies palem yang sangat ekonomis, karena
hampir semua bagian tanaman ini dapat digunakan dan bernilai ekonomis. Ciri ciri dari tanaman aren
adalah berbentuk pohon soliter dan memiliki ketinggian sebesar 12-20 meter dengan diameter setinggi
dada 60-65 meter. Permukaan batang pohon aren ditutupi serat ijuk berwarna hitam yang berasal dari
tangkai daun. Air sadapannya berupa nira merupakan produk bernilai ekonomis yang dihasilkan oleh
pohon aren. Nira dihasilkan dari tongkol bunga jantan dan dapat menghasilkan 4-6 liter per hari
dengan 2 kali penyadapan (Meilani.2016). Ciri dari nira segar adalah memiliki rasa yang manis,
berbau harum, tidak berwarna dan memiliki PH sekitar 6-7 Aren juga merupakan salah satu tumbuhan
yang sangat berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol. Adanya kandungan sukrosa
sebesar 1.091%, glukosa sebesar 0.490%, fruktosa sebesar 0.590% serta gula lainnya menciptakan
rasa manis yang terdapat pada nira. Ketiga gula tersebut dapat difermentasikan menjadi bioetanol.
Kelebihan dari nira aren dibandingkan dengan nira kelapa dan nira siwalan aitu terdapatnya
kandungan gula yang tinggi sebesar 12.04% di dalam nira aren yang melebihi kandungan gula yang
II-7

Universitas Sumatera Utara

terdapat pada nira kelapa dan nira siwalan (Simanjuntak,dkk.2015). Untuk melihat perbandingan
kandungan komposisi kimia dari nira aren, nira kelapa dan nira siwalan dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Komposisi Nira dari Berbagai Tanaman Palma
Komponen (%)

Nira Aren

Nira Kelapa

Nira Siwalan

Kadar air

87,66

88,40

87,66

Kadar gula

12,04

10,27

10,96

Protein

0,36

0,41

0,28

Lemak

0,02

0,17

0,02

Abu

0,21

0,38

0,10

Sumber : Simanjuntak,dkk.2015
Khamir yang terdapat dalam jumlah besar pada nira adalah saccharomyces cereviceae, sedangkan
bakteri bakteri dari genus acetobacter, sarcina, leuconostoc, brevibacterium, serratia, dan pediococus
merupakan jenis bakteri yang terdapat di dalam nira aren tersebut (Muchtadi,dkk.2010). Pada nira aren
segar yang manis, fermentasi secara alami akan terjadi karena dalam nira aren tersebut terdapat sel sel
khamir seperti saccharomyces sp dan bakteri acetobacter aceti (Timotius.1982). Mikroorganisme
yang dapat memfermentasikan glukosa dan mengubahnya menjadi bioetanol dikenal sebagai
mikroorganisme dari genus saccharomyces cereviceae, sedangkan proses oksidasi etanol menjadi
asam asetat dilakukan oleh bakteri dari genus acetobacter (Dwidjoseputro.1985). Bakteri acetobacter
aceti ini mampu bertahan dalam alkohol yang dihasilkan oleh saccharomyces cereviceae yaitu pada
konsentrasi 10-13% (Pelczar dan chan.2008).
Produktivitas pertanaman aren yang rendah disebabkan karena penanaman tanaman aren sebagian
besar masih dilakukan oleh petani dan belum diusahakan dalam skala besar sehingga pengelolaan
tanaman belum menerapkan teknik budidaya yang baik . Nira hasil penyadapan dari bunga jantan yang
dijadikan gula aren maupun minuman ringan, cuka dan alkohol adalah produk utama tanaman aren
(Mody Lempang,2012; Akuba, 2004; Rindengan dan Manaroinsong.2009). Selain itu tanaman aren
dapat menghasilkan produk makanan seperti : kolang kaling dari buah betina yang sudah masak dan
tepung aren untuk bahan makanan dalam bentuk kue, roti dan biskuit yang berasal dari pengolahan
bagian empelur batang tanaman (Mody Lempang.2012;Alam dan Baco, 2004. Maliangkayet al.2004).

II-8

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Perkiraan Luas Tanaman Aren di Indonesia
No

Propinsi

Perkiraan Total Aren (ha)

1

NAD

4.081

2

Sumatera Utara

4.357

3

Sumatera Barat

1.830

4

Bengkulu

1.748

5

Jawa Barat

13.135

6

Banten

1.448

7

Jawa Tengah

3.078

8

Kalimantan Selatan

1.442

9

Sulawesi Utara

6.000

10

Sulawesi Selatan

7.293

11

Sulawesi Tenggara

3.070

12

Maluku

1.000

13

Maluku Utara

2.000

14

Papua

10.000

Total

60.482

Sumber : Mody Lempang.2012
2.4 Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses biologis dimana gula dirubah oleh mikroorganisme untuk
menghasilkan etanol dan CO2. Mikroorganisme yang paling sering digunakan dalam proses fermentasi
adalah ragi Saccharomyces cereviceae adalah pilihan yang paling banyak digunakan untuk fermentasi
etanol. Ragi ini dapat tumbuh baik pada gula sederhana, seperti glukosa, dan sukrosa disakarida.
Selain itu, ketersediaan sistem transformasi genetika yang sangat baik dari S. cereviceae dalam proses
II-9

Universitas Sumatera Utara

fermentasi pada industri membuatnya paling banyak digunakan untuk memproduksi etanol.
Saccharomyces cereviceae memiliki resistensi yang tinggi terhadap etanol, mengkonsumsi sejumlah
besar substrat dalam kondisi buruk, dan menunjukkan resistensi yang tinggi untuk inhibitor yang
terdapat dalam medium (Canilha,et.al.2012). Proses Fermentasi adalah proses produksi energi dalam
sel dalam keadaan anerobik (tanpa oksigen), atau aerob dengan batuan bakteri pengurai. Fermentasi
merupakan proses terjadinya pemecahan zat-zat organik dari kompleks menjadi sederhana atau
sebaliknya dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi. Dalam proses fermentasi,
mikroorganisme pertama kali menyerang karbohidrat, kemudian protein, dan selanjutnya lemak.
Bahkan terjadi tingkatan penyerangan terhadap karbohidrat yaitu terhadap gula, kemudian alkohol,
setelah itu terhadap asam (Zenius.2016).
Reaksi kimia yang terjadi selama proses fermentasi adalah :
C6H12O6

2C2H5OH + 2CO2

yang umum dalam proses fermentasi adalah gula. Etanol, asam laktat dan hidrogen merupakan hasil
dari proses fermentasi. Namun, asam butirat dan aseton juga dapat dihasilkan pada proses fermentasi
(Fardiaz.1988). Fermentasi adalah suatu proses dimana komponen komponen kimiawi dihasilkan
sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba. Fermentasi dapat meningkatkan
nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu
cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan
(Wasito.2005). Konsentrasi inokulum, lama fermentasi, nutrien dan pH merupakan beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap fermentasi alkohol. Sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa dan
maltose merupakan sumber karbon bagi saccharomyces cereviceae. Derajat keasaman (pH)
merupakan salah satu dari beberapa faktor penting yang mempengaruhi fermentasi alkohol. Derajat
keasaman optimum untuk proses fermentasi adalah antara 4 - 5. Pada pH di bawah 3, proses
fermentasi alkohol akan berkurang kecepatannya (Buckle et.al.2007).
2.4.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
Keberhasilan fermentasi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Nutrisi. Konversi sukrosa menjadi etanol lebih rendah apabila tidak adanya penambahan nutrisi
yang dilakukan. Penambahan NPK sebesar 0.4% sebagai nutrisi dapat meningkatkan reduksi gula
dari 25% menjadi 37.5% dengan waktu selama 2 jam ( Kismurtono, Muhammad 2012).
2. Biokatalis. Biokatalis yang paling umum digunakan adalah S.cereviceae, karena S. cereviceae
memiliki ketahanan yang tinggi terhadap kadar alkohol yang tinggi (Generoso.et.al.2015) serta
kemampuannya menghasilkan etanol yang tinggi dalam kondisi anaerob (Shahirah.et.al.2014)

II-10

Universitas Sumatera Utara

3. Pengadukan. Adanya pengaruh pengadukan terhdap produksi etanol sebenarnya tidak terlalu
besar, namun proses pengadukan akan mempercepat waktu fermentasi

dan dapat

mendistribusikan nutrisi bagi sel biokatalis secara merata (Meilani.2016).
4. Lama fermentasi. Pada proses fermentasi, waktu yang dibutuhkan adalah 2-3 hari. Etanol yang
optimum akan dihasilkan apabila waktu fermentasi yang dilakukan sesuai. Kadar alkohol akan
optimum seiring dengan lamanya waktu fermentasi, namun setelah mencapai waktu yang optimal,
etanol yang dihasilkan akan menurun. Hal ini karena kadar etanol dipengaruhi oleh waktu
fermentasi. Pada tahap awal sel khamir mulai memasuki fase eksponensial dimana etanol sebagai
metabolit primer dihasilkan, sedangkan tahap selanjutnya sel khamir mulai memasuki fase
stasioner dan kematian sehingga alkohol yang dihasilkan menurun (Apriwinda.2013)
5. Konsentrasi inokulum. Dalam fermentasi, konsentrasi inokulum yang terlibat sangat
mempengaruhi efektifitas penghasil produk. Proses fermentasi berjalan dengan lambat jika
konsentrasi inokulum yang digunakan terlalu sedikit, sedangkan konsentrasi inokulum yang
terlalu banyak akan mempengaruhi persaingan pengambilan nutrisi oleh khamir, sehingga sangat
berpengaruh pada pertumbuhan khamir dan kadar alkohol yang dihasilkan. Semakin tinggi
penambahan konsentrasi inokulum belum tentu menghasilkan kadar alkohol yang tinggi
(Apriwinda.2013)
6. Substrat. Sumber energi yang diperlukan bagi mikroba dalam proses fermentasi dalah substrat.
Substrat yang berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral dan zat gizi lainnya merupakan
energi yang dibutuhkan selama proses fermentasi. Glukosa merupakan bahan energi yang banyak
digunakan oleh mikroorganisme. Mikroba fermentasi harus mampu tumbuh pada substrat dan
mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Apriwinda.2013).
7. Suhu. Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yang
akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30°C untuk pertumbuhan mikroorganisme.S. cerevisiae
dapat melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 32°C. S. Cerevisiae dapat tumbuh optimum pada
suhu 28 – 30oC (Apriwinda.2013).
8. Oksigen. Selama proses fermentasi Ketersediaan oksigen harus diatur karena hal ini berhubungan
dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti
biasanya membutuhkan oksigen selama fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri
penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.
Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme fakultatif anaerob yang dapat hidup dalam
kondisi aerob maupun anaerob untuk memperoleh energi (Apriwinda.2013).
9. pH. Pada kisaran pH 3,0 – 4,0 substrat Kebanyakan mikroba dapat tumbuh. PH optimum dari
kebanyakan bakteri berkisar 6,5 – 7,5. Bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik apabila pH Di
bawah 5,0 dan di atas 8,5. Khamir menyukai pH 4,0 – 5,0 dan tumbuh pada kisaran pH 2,5 – 8,5
(Apriwinda.2013). Untuk mencegah kontaminasi bakteri dalam menumbuhkan khamir, maka
II-11

Universitas Sumatera Utara

dilakukan pada pH rendah. Dalam fermentasi, kontrol pH penting sekali dilakukan karena pH
yang optimum harus dipertahankan selama fermentasi. PH optimum untuk pertumbuhan
saccharomyces cereviceae adalah sebesar 4-5 (Akhir.2015)
2.5 Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan Salah satu jenis khamir yang biasa dipakai pada produk alkohol
secara fermentasi. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang paling penting pada fermentasi
utama dan akhir, karena mampu memproduksi alkohol dengan konsentrasi tinggi dan fermentasi
spontan. Proses fermentasi umumnya dipilih Saccharomyces cerevisiae, karena dapat tumbuh dengan
baik dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol serta mampu menghasilkan alkohol dalam
jumlah yang banyak (Buckle et.al.2007). Sel yang dimiliki oleh Saccharomyces cerevisiae adalah sel
berbentuk ellipsoid atau silindris. Sedangkan ukuran sel antara 5 - 20 mikron, biasanya 5 - 10 kali
lebih besar dari ukuran bakteri dan merupakan mikroorganisme bersel tunggal, Saccharomyces
cerevisiae termasuk khamir uniseluler. Karena khamir ini bersifat nonpatogenik dan nontoksik, maka
sejak dahulu banyak digunakan dalam berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan roti dan
alkohol. Saccharomyces cerevisiae tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan
aktivitasnya pada suhu 4 – 32 °C. Nutrisi sebagai sumber energi terutama gula, pH optimum 4 - 5,
temperatur optimum 28 – 30 ºC serta kebutuhan akan oksigen terutama pada awal pertumbuhan
merupakan kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae (Hidayat
et.al.2006). Hal yang menarik adalah proses fermentasi etanol pada ragi tersebut berlangsung pada
kondisi anaerob. Menurut Pasteur, keberadaan oksigen akan menghambat jalur fermentasi didalam sel
ragi, sehingga sumber karbon yang ada akan digunakan menjadi jalur respirasi. Fenomena ini sering
disebut sebagai Pasteur effect (Walker.1998). Manusia memanfaatkan mikroba Saccharomyces
cereviseae untuk melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang
mengandung alkohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi
alkohol dan gas CO2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K.1989). Proses metabolisme pada
Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada
proses ini terjadi serangkaian reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan
energi serta serangkaian reaksi lain yang bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan
membutuhkan energi. Saccharomyces cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan
fermentasi terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki enzim
yang disekresikan mampu memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat difermentasi menjadi alkohol
atau asam. Pada proses fermentasi penguraian bahan-bahan karbohidrat tidak menimbulkan bau busuk
dan menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi yang busuk merupakan fermentasi yang
mengalami kontaminasi (Zenius.2016)

II-12

Universitas Sumatera Utara

2.6 Ragi
Dalam fermentasi, Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan untuk menghasilkan etanol
dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Ragi mempunyai arti yang penting dalam
makanan yang diolah secara fermentasi seperti dalam pembuatan brem, tape dan lain sebagainya.
Yeast atau ragi yang digunakan dalam pangan adalah S.cereviceae yang pada umumnya dinamakan
ragi roti. Fermentasi gula oleh yeast terjadi pada proses anaerob dan keseluruhan reaksinya
(Kavanagh.2005). Ragi adalah makhluk hidup dan berada di udara sekitar kita. Ragi adalah anggota
dari keluarga jamur bersel satu. Ragi roti serta ragi bir termasuk species Saccharomyces cerevisiae.
Ragi segar berwarna gading kekuning - kuningan, lunak dan basah, harus mudah hancur, berbau segar
dan tidak ada warna gelap atau bagian yang kering (Jaworski.2008). Peningkatan kualitas maupun
kuantitas bioetanol dapat dipengaruhi oleh jumlah atau konsentrasi ragi yang digunakan harus tepat,
sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal, karena ragi digunakan untuk mengkonversi glukosa
menjadi alkohol, jika jumlah ragi sedikit maka kemampuan ragi untuk fermentasi menjadi berkurang.
Jika ragi yang digunakan berlebihan akan menghambat proses fermentasi akan terjadi fase
pertumbuhan lagi (lambat). Perbedaan kadar bioetanol sangat berkaitan dengan kinetika sel ragi yang
diinginkan untuk memfermentasi bahan, sedangkan pertumbuhan dari sel ragi (khamir) itu sendiri juga
dipengaruhi oleh media dan kondisi media, pemilihan khamir, nutrien, kandungan gula, keasaman
(pH), oksigen dan suhu (Budiyanto.2003).
2.7 Urea
Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen
dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama
digunakan di kawasan Eropa. Nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea,
carbonyldiamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa organik sintesis pertama yang
berhasil dibuat dari senyawa anorganik, yang akhirnya meruntuhkan konsep vitalisme (Fanindi
et.al.2005).
2.8 Pemurnian Bioetanol
2.8.1 Destilasi
Pemurnian bioetanol dilakukan dengan cara destilasi. Destilasi adalah pemisahan zat cair dari
campurannya berdasarkan perbedaan titik didih atau berdasarkan kemampuan zat untuk menguap.
Tujuan destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol).
Etanol murni mempunyai titik didih sebesar 78oC, sedangkan titik didih air adalah 100oC (kondisi
standar). Pemanasan larutan pada suhu 78-100oC menimbulkan sebagian besar etanol menguap,
sehingga melalui unit kondensasi menghasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume. Distilasi
II-13

Universitas Sumatera Utara

dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol
murni adalah 78°C sedangkan air adalah 100°C (kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada
suhu rentang 78-100°C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit
kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume (Zenius.2016). Jenis jenis
destilasi yang umum digunakan adalah :
1. Destilasi konvensional (sederhana) yaitu proses destilasi yang berlangsung dengan memanaskan
campuran sehingga sebagian komponen volatil menguap naik dan didinginkan sampai
membentuk embun di dinding kondensor. Pada destilasi sederhana tidak terjadi fraksionasi pada
saat kondensasi karena komponen campuran tidak banyak. Destilasi sederhana sering digunakan
untuk tujuan pemurnian sampel dan bukan pemisahan kimia dalam arti sebenarnya (Zenius.2016).
2. Destilasi fraksional atau destilasi bertingkat yaitu proses komponennya dilakukan secara
bertingkat dengan diuapkan dan diembunkan. Terjadi perbedaan penyulingan diandingkan dengan
destilasi biasa, perbedaan tersebut karena terdapatnya kolom fraksinasi dimana ada proses refluks.
Penggunaan Refluks pada proses penyulingan bertujuan untuk memisahkan campuran bioetanol
dan air agar dapat terjadi dengan baik. Fungsi kolom fraksinasi agar kontak antara cairan dengan
uap terjadi sedikit lebih lama. Sehingga komponen yang lebih ringan dengan titik didih yang lebih
rendah akan terus menguap ke kondensor. Distilasi jenis ini dapat digunakan untuk memisahkan
zat yang mempunyai rentang perbedaan titik didih hingga di bawah 300oC. Destilasi ini biasa
digunakan dalam pengolahan minyak bumi karena sangat berguna untuk memisahkan kandungan
minyak bumi (Zenius.2016).
3. Destilasi vakum, merupakan destilasi yang menguapkan cairan pada tekanan rendah yang
bertujuan untuk menurunkan titik didih cairan sehingga volatilitas relatif meningkat jika tekanan
diturunkan. Alat destilasi vakum termasuk alat yang tidak sederhana karena memerlukan sistem
tertutup (Zenius.2016).
4. Destilasi Uap, Tujuan dilakukannya destilasi uap adalah untuk memisahkan komponen campuran
pada temperatur lebih rendah dari titik didih normalnya. Pemisahan ini dapat berlangsung tanpa
merusak komponen komponen yang akan dipisahkan. Ada dua cara melakukan destilasi uap.
Yang pertama dengan menghembuskan uap secara kontinu diatas campuran yang sedang
diuapkan. Cara kedua dengan cara memdidihkan senyawa yang dipisahkan bersamaan dengan
pelarutnya. Dalam model destilasi uap temperatur dari komponen yang dipisahkan dapat
diturunkan dengan cara menguapkanya. Temperatur penguapan dalam hal ini lebih rendah dari
temperatur didih senyawa-senyawa yang dipisahkan. Hal ini juga untuk menjaga agar senyawasenyawa yang dipisahkan tidak rusak karena panas (Zenius.2016).
5. Destilasi azeotrop yaitu proses destilasi dengan cara penguapan zat cair namun tidak terjadi
perubahan komposisi. Syarat utama dalam pemisahan dengan menggunakan destilasi azeotrop ini
adalah adanya perbedaan komposisi antara fase cair dan fase uap. Kalau komposisi fase uap sama
II-14

Universitas Sumatera Utara

dengan komposisi fase cair, maka pemisahan dengan jalan distilasi tidak dapat dilakukan.
Destilasi ini sering digunakan dalam proses isolasi komponen, pemekatan larutan, dan juga
pemurnian komponen cair (Zenius.2016).
6. Destilasi ekstraktif, yaitu proses destilasi yang menggunakan penambahan senyawa lain dalam
proses pemisahannya yang sama seperti pada proses destilasi azeotrop. Pada prosesnya,pelarut
melakukan ekstraksi disebabkan karena senyawa yang ditargetkan dapat larut dengan baik dalam
pelarut yang dipilih (Delly,Jenny.dkk.2016)
7. Distilasi Atmosferik, yaitu destilasi dengan proses menggunakan minyak yang dipanaskan sampa
suhu tertentu sebelum terjadinya perengkahan dan dilakukan pada tekanan atmosfir
(Afriani.dkk.2015).
2.8.2 Adsorben
Adsorben atau kebanyakan zat pengadsorpsi adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi
berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu.
Karena pori-pori adsorben biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa
kali lebih besar dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat
digunakan kembali untuk proses adsorpsi. Suatu adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang
baik untuk adsorpsi dilihat dari sisi waktu. Lama operasi terbagi menjadi dua, yaitu waktu penyerapan
hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi/ pengeringan adsorben. Makin cepat dua varibel
tersebut, berarti makin baik unjuk kerja adsorben tersebut (Jauhar et al.2007 dalam Khairunisa.2008).
Menurut Khairunisa, (2008), Kriteria adsorben yang baik adalah:
1. Adsorben-adsorben yang digunakan biasanya dalam wujud butir berbentuk bola, belakang dan
depan, papan hias tembok, atau monolit-monolit dengan garis tengah yang hidrodinamik antara 5
dan 10 juta.
2. Harus mempunyai hambatan abrasi tinggi.
3. Kemantapan termal tinggi.
4. Diameter pori kecil, yang mengakibatkan luas permukaan yang ditunjukkan yang lebih tinggi dan
kapasitas permukaan tinggi karenanya untuk adsorbsi.
5. Adsorben-adsorben itu harus pula mempunyai suatu struktur pori yang terpisah jelas yang
memungkinkan dengan cepat pengangkutan dari uap air yang berupa gas.
2.8.2.1 Mekanisme adsorben
Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan
menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia dan fisika. Proses adsorpsi tergantung pada sifat
zat padat yang mengadsorpsi, sifat antar molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain
(Khairunisa.2008).

II-15

Universitas Sumatera Utara

2.8.2.2 Penggolongan Adsorben
Menurut Khairunisa (2008), Adsorben dapat dibedakan menjadi:
1.1 Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air
Adsorben merupakan bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari suatu campuran yang
ingin dipisahkan. Secara umum, hal yang mempengaruhi kinerja adsorben adalah struktur kristalnya
(zeolit dan silikat) dan sifat dari molecular sieve adsorben tersebut. Zeolit dalam jumlah yang banyak
telah ditemukan baik dalam bentuk sintetis ataupun alami.
1.2 Berdasarkan Bahannya.
Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Adsorben Organik Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang
mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan
berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya
adalah singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung
pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben. Oleh karena itu, adsorben ini tidak dipilih
dalam penelitian yang akan dilakukan.
b. Adsorben

Anorganik Adsorben

ini

mulai

dipakai

pada

awal

abad

ke-20.

Dalam

perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai
orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga
tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama.
2.8.2.3 Tinjauan tentang Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik
molekul-molekul gas atau cair (adsorbat) (Greg dan Sing, (1967) dalam Basuki, 2007). Menurut
Reynold (1982) dalam Basuki, (2007), adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel
pada suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda, sehingga
akhirnya akan membentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Adapun
mekanisme penyerapan menurut Basuki (2007), adalah sebagai berikut:
1. Molekul adsorbat berpindah menuju lapisan terluar dari adsorben.
2. Karbon aktif dalam kesatuan kelompok mempunyai luas permukaan pori yang besar sehingga
dapat mengadakan penyerapan terhadap adsorbat.
3. Sebagian adsorbat ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar teradsorpsi di
dalam pori-pori adsorben dengan cara difusi.
4. Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, maka sebagian besar molekul adsorbat akan
teradsorpsi dan terikat di permukaan. Tetapi bila permukaan pori adsorben sudah jenuh dengan
adsorbat maka akan terjadi dua kemungkinan, yaitu:

II-16

Universitas Sumatera Utara

a. Terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya.
b. Tidak terbentuk lapisan adsorpsi kedua, ketiga dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum
teradsorpsi akan terus berdifusi keluar pori.
Distilasi alkohol hanya menghasilkan kemurnian sebesar 95-96%, pada kondisi tersebut, campuran
membentuk azeotrop, kondisi tersebut membuat campuran alkohol dan air sukar dipisahkan. Untuk
memperoleh kemurnian yang lebih tinggi, digunakan cara lain yaitu proses anhydrous alkohol, yaitu
suatu proses pemecahan kondisi azeotrop dengan bantuan senyawa lain seperti benzene, atau n-hexane
yang selanjutnya alkohol dipisahkan lebih lanjut dari campurannya. Selain itu, proses pemecahan
kondisi azeotrop dapat dilakukan secara fisika dan kimia (Afriani.dkk.2015). Pemurian bioetanol
secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan batu gamping. Pemakaian batu gamping memiliki
kelebihan dan juga kekurangan, kelebihannya adalah karena batu gamping memiliki biaya yang relatif
murah dan pengaplikasiannya yang sederhana membuat batu gamping tersebut cocok digunakan dalam
skala rumah tangga. Sedangkan kekurangannya adalah kehilangan etanol yang besar akibat dari
penggunaan batu gamping tersebut. Cara lain dengan menggunakan pemisahan kimiawi yang paling
konvensional adalah dengan menggunakan kalsium oksida (CaO) . Bahan kimia CaO akan bereaksi
kuat dengan air membentuk kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) memiliki
sifat tidak mudah larut dalam alkohol sehingga dapat dengan mudah memisahkan antara air dan
alkohol dengan proses destilasi langsung

diikuti dengan filtrasi (Wahyuni.2012). Sedangkan

pemurnian secara fisika dapat dilakukan dengan menggunakan zeolit sintetis. Zeolit sintetis memiliki
keunggulan dibandingkan dengan zeolit alam, karena zeolit sintetis akan mengikat air dengan kuat,
sementara zeolit alam akan melepaskan air yang telah diserapnya secara perlahan dan kemudian
dilepaskan kembali. Jenis zeolit sintetis yang baik untuk digunakan dalam pemurnian bioetanol adalah
zeolit sintetis 3A (ukuran 3 angstrom), hal ini disebabkan karena zeolit ini mampu mengikat air lebih
banyak, sehingga waktu yang dibutuhkan semakin pendek dan kehilangan etanol hanya sebesar 10%
(Wijaya,dkk.2012).
2.9 Gasohol
Gasohol adalah campuran antara etanol dan bensin yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk
menggantikan beberapa kegunaan dari bensin dalam penggunaanya pada mesin mesin. Penggunaan
dari gasohol yang memiliki etanol dengan konsentrasi rendah dapat meningkatkan kinerja mesin dan
emisi gas buang seperti meningkatkan nilai oktan yang sangat penting dalam menciptakan bahan bakar
tanpa timbal, dan mengurangi karbon monoksida (CO). Hal ini telah dibuktikan dengan penggunaan
gasohol menjadi bahan bakar komersial di lebih dari 35 negara di dunia termasuk Amerika Serikat,
Kanada dan Perancis. Pentingnya pemakaian gasohol pada tahun tahun terakhir sebagai bahan bakar
alternatif karena nilai oktan yang tinggi, terutama dengan etanol yang memiliki nilai karbon rendah.

II-17

Universitas Sumatera Utara

Alternatif bahan bakar terbarukan seperti bahan bakar gasohol menjadi penting karena meningkatnya
harga minyak, masalah lingkungan dan kegiatan pertanian. Gasohol yang memiliki nilai oktan tinggi
sudah dapat digunakan sebagai pengganti dari bahan bakar bensin (M.K and B.G.2012).
Etanol dan bensin mempunyai kelas kimia yang berbeda, namun hal yang terpenting dari percampuran
gasohol tersebut adalah jumlah energi yang dicapai ketika terjadi proses pembakaran.Etanol menjadi
bahan bakar yang popular karena menghasilkan pembakaran yang bersih. Etanol digunakan sebagai
bahan bakar maupun bahan aditif pada rasio kompresi yang tinggi untuk meningkatkan performa
mesin dan mengurangi emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar bensin. Reaksi kimia yang terdapat
pada pembakaran oleh etanol adalah sebagai berikut :
C2H5OH + 3O2

2CO2 + 3H2O

Campuran gasohol yang bernilai rendah yaitu campuran E5 dan E10 dapat meningkatkan nilai oktan
bahan bakar yang digunakan pada mesin bensin konvensional tanpa dilakukannya modifikasi terhadap
mesin tersebut. Campuran yang paling banyak digunakan di Negara Brazil adalah campuran gasohol
E85. Etanol memiliki nilai oktan yang tinggi namun memiliki kalori yang rendah, sedangkan bensin
memiliki nilai oktan yang rendah namun memiliki kalori yang tinggi. Sehingga tujuan dari
percampuran antara etanol dan bensin adalah untuk mencapai titik optimum dimana apabila kedua
campuran tersebut dicampurkan, akan meningkatkan nilai oktan dan nilai kalor sehingga memberikan
performa yang baik sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan (Khattak.et.al.2016). Perbandingan
fisika dan kimia antara etanol dan bensin ditunjukkan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Perbandingan Sifat Fisika dan Kimia antara Etanol dengan Bensin
Komponen

Metode

Etanol

Bensin

Rumus

C2H5OH

C4-C12

Berat Molekul

46.07

100-105

Panas Spesifik (Kj/Kg K)

2.4

2.0

Viskositas pada suhu 20OC

1.19

0.37-0.44

Nilai Pemanasan Terendah (MJ/m³)

21.1

30-33

Titik Nyala (OC)

13

-43

II-18

Universitas Sumatera Utara

Suhu Pengapian Otomatis (OC)

423

257

Research Octane Number (RON)

ASTM D 2699

120-135

95.5

Motor Octane Number (MON)

ASTM D 2700

100-106

85

Densitas (pada suhu 15OC) g/ml

ASTM D 4052

0.79

0.739

Nilai Pemanasan Terendah MJ/Kg

SS 155135

26.7

43.8

Sumber : Khattak.et.al.2016
Dengan menggunakan campuran gasohol, keuntungan yang dapat diperoleh adalah dapat
menggunakan bahan bakar yang berkualitas bagus dan memiliki nilai oktan yang tinggi namun dengan
harga yang relatif murah. Sedangkan kerugiannya adalah alkohol yang akan dicampurkan dengan
bensin harus benar benar kering. Alkohol tersebut harus memiliki kemurnian minimal 95% yang
artinya kandungan air harus dilepas dan hanya boleh tertinggal sebesar 5% di dalam campuran
(Bhetalu.et.al.2012). Komposisi dari beberapa campuran gasohol dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut
ini.
Tabel 2.6 Komposisi dari Beberapa Campuran Gasohol
Tes Standar

Bensin

E10

E20

E30

E50

Densitas kg/m³

ASTM D 4052

746

755

761

768

785

Nilai Pemanasan terendah

ASTM D 240

43.594

42.63

42.125

41.798

39.585

Engine Octane Number

ASTM D 2700

86.59

87.28

87.09

87.1

89.8

Research Octane Number

ASTM D 2699

96.47

97.85

97.89

98.3

98.7

Titik Beku (OC)

ASTM D 6749

-52

≤ 50

≤ 50

≤ 50

≤ 50

(k/kg)

Sumber : Awad, Omar I.et.al.2016

II-19

Universitas Sumatera Utara

2.8 Konsep Reaksi Pembakaran
Reaksi pembakaran adalah reaksi kimia bahan bakar dan oksigen yang diperoleh dari udara yang akan
menghasilkan panas dan gas sisa pembakaran yang berlangsung dalam waktu yang sangat cepat.
Reaksi pembakaran tersebut akan menghasilkan produk hasil pembakaran yang komposisinya
tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi. Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah
oksidasi dengan reaksi sebagai berikut :
C8H18 + 12,5 ( O2 + 3,7 N2 )

8 CO2 + 9 H2O + 47 N2 (sumber: Al Muhajir dkk.2012)

Pembakaran akan dikatakan sempurna apabila campuran bahan bakar dan oksigen (dari udara)
mempunyai perbandingan yang tepat, sehingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak,
dikatakan campuran kurus dan hasil pembakarannya menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila
bahan bakarnya terlalu banyak (tidak cukup oksigen), dikatakan campuran kaya (rich) sehingga
pembakaran ini menghasilkan api reduksi. Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar
tersebut dinyalakan dalam silinder oleh bunga api dari busi sebelum tititk mati atas (TMA).
2.10 Air Fuel Ratio
Perbandingan massa udara dengan bahan bakar pada internal combustion engine adalah defenisi dari
air fuel ratio. Dengan melihat kondisi motor dibagian ruang bakar dan performa saat dinyalakan maka
akan dapat diketahui apakah campuran bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar mempunyai
ratio yang tepat.Apabila campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya pada waktu dan
keadaan yang dikehendaki maka dapat dikatakan bahwa proses pembakaran tersebut terjadi secara
sempurna. Selain itu, bila seluruh iso-oktana (C8H18) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O
maka dapat dikatakan juga sebagai pembakaran yang sempurna. Berikut ini adalah reaksi pembakaran
yang terjadi secara sempurna :
C8H18 + 12.5 (O2 +3.76N2)
AFR =

Ai
el

=

. x

x

x
.

.

+

+ . x x
x .

.

=

.

8CO2 + 9H2O +47N2
.

= 15.02

Dengan memasukkan bilangan Avogadro maka didapat perhitungan AFR untuk reaksi pembakaran
bensin (C8H18) dengan udara secara sempurna adalah 15.02.
Proses pembakaran tidak sempurna (tidak stokiometri) terjadi bila terdapat sebagian bahan bakar yang
tidak ikut terbakar atau pembakaran yang terjadi bila isooktana (C8H18) tidak dapat bereaksi
seluruhnya menjadi CO2 dan H2O melainkan menjadi CO, HC dan H2O. Reaksi tidak sempurna dapat
dituliskan sebagai berikut.
II-20

Universitas Sumatera Utara

C8H18 + 7O2

6CO + 8H2O + 2HC

Untuk medapatkan ratio yang tepat, karburator disetting agar aliran udara yang masuk sesuai dengan
bahan bakar yang dikabutkan. Secara teoritis, untuk membakar bensin secara sempurna, ratio udara
banding bahan bakar yang tepat adalah 15:1. Namun mesin memerlukan kondisi campuran yang
berbeda bergantung pada kondisi kerja. Secara umum peruntukan ratio yang baik adalah sebagai
berikut.
a. 12-13 : 1 adalah rasio yang menghasilkan tenaga yang paling besaratau maksimal
b. 15 : 1 adalah rasio yang memungkinkan pembakaran bensin secara sempurna.
c. 16-17 :1 adalah rasio untuk pembakaran bensin yang paling irit.
Secara stokiometri AFR 15.02 : 1 adalah yang paling sempurna.
Campuran yang terlalu sedikit oksigen dapat ditandai dengan kondisi sebagai berikut.
a. Elektroda pada busi berwarna putih
b. Stasioner atau langsam tidak stabil
c. Mesin terasa cepat panas
d. Mesin sulit di start
e. Detonasi
Campuran yang terlalu banyak oksigen dapat ditandai dengan kondisi sebagai berikut.
a. Elektrode pada busi berwarna hitam dan basah (knalpot berasap hitam)
b. Bahan bakar sangat boros
c. Putaran mesin tidak stabil
d. Banyak deposit karbon di dalam ruang bakar
e. Mesin sulit di start
Campuran yang tepat akan menghasilkan pembakaran yang sempurna sehingga busi berwarna coklat
ke abu abuan dan kering, deposit karbon tidak banyak terbentuk, putaran mesin stabil dan mesin
mudah distart. Sedangkan untuk reaksi pembakaran gasohol (etanol + bensin) dengan udara secara
stokiometri dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut.
0.9C8H18 + 0.1 C2H5OH + 11.5 (O2 +3.76N2)
AFR =

=

Ai
li e+

a
.

.

a

+ .

l

=

. [ x

.

+

. x
x .

x

.
+ .
]+ . [ �

7.4CO2 + 8.4H2O + 43.428N2
x x .
.
+ � .

+

.

]

= 14.76

II-21

Universitas Sumatera Utara

Dari perhitungan diatas AFR untuk reaksi pembakaran E10 dengan udara secara sempurna sebesar
14.76 (Yamin,Iqbal.2013)
2.11 Emisi Gas Buang
Menurut Joko Winarno (2014),emisi gas buang kendaraan merupakan gas yang dihasilkan dari sisa
hasil pembakaran bahan bakar yang terjadi didalam mesin kendaraan yang selanjutnya dikeluarkan
melalui sistem pembuangan mesin. Pembakaran yang terjadi merupakan reaksi kimia antara oksigen di
dalam udara dengan senyawa hidrokarbon di dalam bahan bakar yang bertujuan untuk menghasilkan
tenaga untuk mesin kendaraan. Pembakaran ya