Pembuatan Gasohol dari Bioetanol Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Untuk Menurunkan Emisi Gas CO dan HC Pada Kendaraan Bermotor Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2017. Pada penelitian ini bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan bioetanol adalah nira aren (Arenga pinnata). Dalam Penelitian ini,
terdapat tiga kondisi yang diamati, yaitu kondisi optimum bagi saccharomyces cereviceae untuk
tumbuh sehingga menghasilkan bioetanol tertinggi, kemudian melihat kemampuan dari kalsium oksida
(CaO) dan zeolite alam untuk memurnikan bioetanol, serta melihat nilai penurunan masing masing
emisi gas CO (karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon) pada kendaraan bermotor Yamaha Mio
Eagle eye tahun 2015 yang dihasilkan dari gasohol tersebut.
Indikator capaian yang terukur dalam penelitian ini adalah diperolehnya waktu optimum bagi
saccharomyces cereviceae untuk menghasilkan konsentrasi bioetanol tertinggi serta diperolehnya
suatu nilai penurunan emisi gas CO (karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon) yang dihasilkan dari
berbagai variasi campuran gasohol sehingga nilai emisi yang dihasilkan tersebut sesuai dengan baku
mutu emisi gas buang kendaraan bermotor yang telah ditetapkan yaitu untuk baku mutu emisi gas CO
sebesar 2000 ppm dan emisi gas HC sebesar 4.5 ppm.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA, Laboratorium Proses Industri
Kimia, Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium BTKL Kota
Medan.
3.3 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel berubah dan variabel tidak berubah,
jenis variabel tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
3.3.1 Variabel tetap :
1. Nira aren

: 5 liter

2. Suhu fermentasi

: Suhu ruangan

3. Nutrisi

(Manurung.2016)

: NPK 64.15 g/L

III - 1
Universitas Sumatera Utara


3.3.2 Variabel Berubah :
1. Waktu Fermentasi :
a. 1 hari ( 24 jam)
b. 2 hari (48 jam)
c. 3 hari ( 72 jam)
d. 4 hari ( 96 jam)
2. Perbandingan Campuran antara premium dan Bioetanol :
a. 90% Premium ; 10% Bioetanol
b. 85% Premium ; 15% Bioetanol
c. 80% Premium ; 20% Bioetanol
3.4 Bahan dan Peralatan
3.4.1 Bahan
Dalam penelitian ini, beberapa bahan yang digunakan antara lain sebagai berikut ini :
1. Nira aren
2. S.cerevisiae
3. NPK
4. Premium
5.

Kalsium oksida (CaO)


6. Zeolit alam
7. H2SO4 1M
8. Aquades
9. Batu didih
10. Larutan buffer asam basa
3.4.2 Peralatan
Dalam penelitian ini, peralatan yang digunakan adalah sebaga berikut :
1.

Fermentor bervolume 5 liter.

2.

Seperangkat alat destilasi

3.

Oven


4.

Kromatografi gas

5.

Labu leher tiga

III - 2
Universitas Sumatera Utara

6.

Kertas saring

7.

Alkohol meter

8.


pH meter

9.

Termometer

10. Refraktometer
11. Aluminium foil
12. Magnetic Stirer
13. alat alat gelas laboratorium
14. Kendaraan bermotor jenis Yamaha Mio GT Eagle Eye tahun 2015
15. Gas Analyzer Merek STARGAS 898 untuk emisi gas CO dan HC

3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Proses Fermentasi
1.

Saccharomycess cerevisiae dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan penambahan nutrisi NPK
sebanyak 64.15 g/l.


2.

Didiamkan selama 24 jam dengan suhu 30oC.

3.

Nira aren yang diperoleh diuji terlebih dahulu kadar gula dengan menggunakan refraktometer.

4.

Dimasukkan nira aren sebanyak 5 liter tersebut kedalam reaktor bervolume 5 liter.

5.

Dimasukkan saccharomyces cereviceae yang telah didiamkan selama 24 jam tersebut kedalam
reaktor 5 liter yang berisi nira aren.

6.


Didiamkan selama 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam pada suhu 30oC.

7.

Dilakukan analisis bietanol yang terbentuk menggunakan alkoholmeter.

Prosedur proses fermentasi tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1.

3.5.2 Proses Pemurnian Bioetanol
3.5.2.1 Proses Pemurnian Bioetanol dengan Destilasi Menggunakan Kalsium Oksia (CaO)
1.

Peralatan distilasi berkapasitas 5 liter disiapkan.

2.

Dimasukkan hasil fermentasi ke dalam peralatan distilasi,. kondisi operasi diatur pada suhu 78 oC

3.


Destilat di tampung dalam Erlenmeyer dan diukur volumenya.

4.

Ulangi perlakuan diatas, untuk meningkatkan kadar kemurnian bioetanol.

5.

Dimasukkan adsorben kalsium oksida (CaO) kedalam larutan bioetanol hasil destilasi yang
terdapat di dalam destilator tersebut.

6. Bioetanol yang dihasilkan kemudian diuji kadar kemurniannya menggunakan gas
kromatografi.

III - 3
Universitas Sumatera Utara

Prosedur proses pemurnian bioetanol dengan menggunakan destilasi azeotrop tersebut dapat dilihat
pada gambar 3.2.


3.5.2.2 Proses Pemurnian Bioetanol dengan Menggunakan Adsorbsen Zeolit Alam
1. Zeolit alam diaktivasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan H2SO4 1M dengan merendam
zeolit alam tersebut ke dalam larutan H2SO4 1M selama 3 jam.
2. Kemudian zeolit direndam dan di cuci dengan aquades selama 2 jam
3. Setelah itu zeolit tersebut di oven pada suhu 200oC selama 2.5 jam
4. Setelah kering, zeolit dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi bioetanol dan di diamkan
selama 5 jam.
5. Dianalisa kemurnian bioetanol yang dihasilkan menggunakan gas kromatografi.
Prosedur proses pemurnian bioetanol dengan menggunakan adsorben zeolite alam tersebut dapat
dilihat pada gambar 3.3.

3.5.3 Proses Pembuatan Gasohol dan Uji Emisi
1. Pembuatan bahan bakar gasohol dengan 3 (tiga) variasi perbandingan pencampuran bahan bakar
premium dengan bioetanol, yaitu:
a. 90% Premium ; 10% Bioetanol
b. 85% Premium ; 15% Bioetanol
c. 80% Premium ; 20% Bioetanol
2. Pengujian emisi gas CO (karbon monokisda) dan HC (hidrokarbon) dilakukan dengan langkah
langkah sebagai berikut :
a. Persiapkan kendaraan yang akan diuji.

b. Persiapkan alat uji yang akan digunakan.
c. Naikkan (akselerasi) putaran mesin hingga mencapai 1.900 rpm sampai dengan

kemudian

ditahan selama 60 detik dan selanjutnya dikembalikan pada kondisi idle.
d. Selanjutnya dilakukan pengukuran pada kondisi idle dengan putaran mesin 3000 rpm.
e. Masukkan probe alat uji ke pipa gas buang sedalam 30 cm.
f.

Tunggu 20 detik dan dilakukan pengambilan data konsentrasi gas CO dalam satuan persen
(%), dan HC dalam satuan ppm yang terukur pada alat uji.

g. Pengujian dilakukan sekali setiap campuran gasohol yang akan diuji.
Prosedur proses pembuatan gasohol dan uji emisi dapat dilihat pada gambar 3.4.

III - 4
Universitas Sumatera Utara

3.6. Flowchart Percobaan

3.6.1. Flowchart Proses Fermentasi
Mulai

Saccharomycess cerevisiae dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan penambahan
nutrisi NPK sebanyak 64.15 g/l.

Didiamkan selama 24 jam dengan suhu 30oC.

Nira aren yang diperoleh diuji terlebih dahulu kadar gula dengan menggunakan refraktometer

Dimasukkan nira aren sebanyak 5 liter tersebut kedalam reaktor bervolume 5 liter.

Dimasukkan s. cereviceae yang telah didiamkan selama
24 jam kedalam reaktor 5L yang berisi nira aren.

Didiamkan selama 24 jam, 48 jam, 72 jam
dan 96 jam pada suhu 30oC.

Dilakukan analisis bietanol yang terbentuk menggunakan alkoholmeter.

Selesai

Sumber : Meilani.2016
Gambar 3.1 Flowchart Proses Fermentasi

III - 5
Universitas Sumatera Utara

3.6.2. Flowchart Proses Pemurnian Bioetanol
3.6.2.1 Proses Pemurnian Bioetanol dengan Menggunakan Destilasi Azeotrop
Mulai

Alat Destilasi Volume 5L disiapkan

Dimasukkan hasil fermentasi ke dalam peralatan distilasi,
dan kondisi operasi diatur pada suhu 78oC selama 2 jam

Ditampung hasil distilat ke dalam Erlenmeyer
Ya
Apakah masih ada
Destilat yang keluar?

Ditambahkan Kalsium Oksida (CaO) ke dalam
destilat yang telah diperoleh

Dianalisa destilat yang diperoleh

Selesai

Sumber : Meilani.2016
Gambar 3.2 Flowchart Proses Pemurnian Bioetanol dengan Destilasi Azeotrop

III - 6
Universitas Sumatera Utara

3.6.2.2 Proses Pemurnian Bioetanol dengan Menggunakan Adsorben Zeolit Alam
Mulai

Aktivasi zeolit alam dengan Perendaman dengan
H2SO4 1M selama 3 jam

Direndam dan di cuci dengan aquades
Selama 2 jam

Dioven pada suhu 200OC selama 2.5 jam

Zeolit di rendam dalam larutan bioetanol
Dan di diamkan selama 5 jam

Dianalisa Kemurnian bioethanol dengan gas kromatografi

Selesai

Sumber : Novitasari dan Kusumaningrum.2012
Gambar 3.3 Flowchart Proses Pemurnian Bioetanol dengan Adsorben Zeolit

III - 7
Universitas Sumatera Utara

3.6.3 Flowchart Proses Pembuatan Gasohol dan Uji Emisi
Mulai

Campurkan Premium dan Bioetanol dengan perbandingan
90% ; 10% , 85% ; 15%, 80% ; 20% ,

Siapkan kendaraan dan alat uji

Putaran mesin dinaikkan hingga 1.900 rpm dan ditahan selama 60 detik
kemudian dikembalikan pada kondisi idle.

Dilakukan pengukuran pada kondisi idle dengan putaran mesin 3000 rpm.

Masukkan probe alat uji ke pipa gas buang sedalam 30 cm

Setelah 20 detik, catat nilai emisi gas CO dan HC yang terinput di layar Gas Analyzer

Selesai

Sumber : SNI 19-7118.3-2005
Gambar 3.4 Flowchart Proses Pembuatan Gasohol dan Uji Emisi

III - 8
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis Nira Aren (Arenga Pinnata Merr)
Pada penelitian ini, nira aren (Arenga Pinnata Merr) diperoleh dari petani nira yang terdapat di daerah
Sibolangit, Sumatera Utara, Indonesia. Nira aren yang diperoleh langsung diambil dari petani nira
sehingga kualitas nira aren dapat terjaga dengan baik karena nira aren langsung diperoleh dari pohon
pada saat nira aren panen yaitu sekitar pukul 9 pagi. Mereka memperoleh nira aren dengan cara
tangkai bunga yang terdapat pada tumbuhan aren dipotong, kemudian tetesan nira yang keluar dari
tangkai bunga tersebut ditampung dalam wadah berupa jerigen, nira aren yang diperoleh sebesar ± 10
liter setiap 12 jam. Kadar gula dari nira aren di ukur dengan menggunakan refraktometer.
refraktometer adalah alat yang digunakan untuk melihat seberapa banyak kandungan gula yang
terkandung di dalam bahan makanan.
Kandungan gula nira aren yang diperoleh dengan menggunakan refraktometer dinyatakan dalam
satuan % Brix, Brix adalah suatu zat pada kering terlarut yang terdapat di dalam larutan yang
kemudian dihitung sebagai sukrosa, atau dengan kata lain menunjukkan persentase massa sukrosa
yang terdapat di dalam massa dari larutan sukrosa (Gusti,2016). Brix juga dikatakan sebagai satuan
yang menunjukkan berat gram dari gula yang terkandung di dalam 100 gram larutan gula
(Meilani,2016) . Hasil dari pengukuran kandungan gula menggunakan refraktometer pada penelitian
ini sebesar 13% Brix yang artinya adanya kandungan 13 gram gula yang terdapat dalam setiap 100
gram nira aren yang diperoleh.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak, dkk (2015), kandungan gula yang terdapat
di dalam nira aren (Arenga Pinnata Merr) adalah sekitar ± 12.04% , menunjukkan angka yang lebih
besar dari kandungan gula yang terdapat pada nira kelapa dan nira siwalan yaitu masing masing
kandungan gula sebesar 10.27% dan 10.96%. Ini berarti bahwa nira aren sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi salah satu bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan
bioetanol yang berpotensi sebagai bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Kemudian, selain menganalisa kadar gula yang terdapat dalam nira aren tersebut, dilakukan juga uji
karakteristik dari nira aren yang diperoleh, hasil dari uji karakeristik tersebut dapat dilihat pada tabel
4.1 berikut.

IV-1

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1 Karakteristik Nira Aren (pada 100 ml)
Komposisi

Nira Aren (%)

Literatur*

Kadar Air

84.5

84.2

Kadar Abu

0.66

0.66

Kadar Protein

0.2

0.2

14.77

14.77

6.0

-

Kadar Karbohidrat (by difference)
pH
*Sumber : Susanto dan Saneta (1994)

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa hasil karakeristik nira yang diperoleh mirip dengan hasil
karakteristik nira yang dilakukan oleh Susanto dan Suneto (1994). Tujuan dari dilakukannya analisis
kadar air adalah untuk mengetahui kandungan air yang terikat dalam nira aren (Solihat, Iis.2016) .
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kandungan air yang terdapat dalam nira sangat tinggi
yaitu sebesar 84.5%.
Kadar abu merupakan merupakan zat organik yang terkandung dalam bahan atau media (Solihat,
Iis.2016). Berdasarkan hasil yang diperoleh, kadar abu yang diperoleh sebesar 0.66%. Penentuan nilai
total karbon ditentukan oleh nilai kadar abu yang diperoleh.
Kadar protein merupakan banyaknya protein yang terkandung dalam nira dan merupakan basis
penentu kadar nitrogen yang dibutuhkan dalam media fermentasi (Solihat, Iis.2016). Berdasarkan hasil
penelitian, kadar protein yang diperoleh adalah sebesar 0.2%.
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang banyak ditemui di alam, salah satunya yaitu gula
(Solihat, Iis.2016). Berdasarkan hasil penelitian, nilai karbohidrat yang diperoleh adalah sebesar
14.77%.
Kondisi fisik nira aren yang diperoleh dari Sibolangit tersebut adalah berwarna transparan dan
memiliki bau khas nira. Dengan kondisi fisik tersebut, maka sesuai dengan pernyataan Lasekan et al.
(2007) yang mengatakan bahwa nira yang dihasilkan berwarna transparan dan berbau khas nira.
Dalam penelitian ini, nilai pH awal yang diperoleh adalah sebesar 6.0. Dengan nilai yang ditunjukkan
tersebut, maka nilai tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Dachlan (1984) yang
menyebutkan bahwa derajat keasaman pH yang dimiliki oleh nira aren adalah 5.5 sampai 6.0. Selama
proses fermentasi, pH nira akan mengalami perubahan.Perubahan tersebut yaitu terjadinya penurunan
pH yang disebabkan karena akumulasi senyawa asam organik dari mikroba yang terdapat dalam nira
(Judoamidjojo et al. 1989).

IV-2

Universitas Sumatera Utara

Uji karakteristik digunakan untuk menghitung rasio C/N. Tujuan dari perhitungan rasio CN adalah
untuk mengetahui kekurangan nitrogen yang terdapat pada media. Menurut Syamsu et al (2002)
bahwa rasio C/N yang dibutuhkan dalam media fermentasi etanol adalah sebesar 10. Perolehan nutrisi
yaitu nitrogen yang dibutuhkan pada proses fermentasi diperoleh dari penambahan NPK. Contoh
perhitungan rasio C/N dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan perhitungan yang diperoleh, NPK
yang dibutuhkan oleh media pada proses fermentasi adalah sebesar 64.15 gramUntuk 5 liter nira aren
yang difermentasikan.
4.2 Pengaruh Waktu Fermentasi Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Terhadap Konsentrasi
Bioetanol yang Dihasilkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh

lamanya waktu fermentasi terhadap

konsentrasi bioetanol yang dihasilkan. Konsentrasi bioetanol yang dihasilkan dilihat setelah
dilakukannya proses fermentasi selama 96 jam. Dari hasil fermentasi yang dilakukan, diperoleh data
konsentrasi bioetanol yang dihasilkan terhadap waktu fermentasi, data penelitian tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Konsentrasi bioetanol terhadap waktu fermentasi
Waktu fermentasi (Hari)

Konsentrasi bioetanol (g/l)

1

5

2

10

3

7

4

6

Sumber : Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.2, Dapat ditentukan grafik hubungan antar waktu
fermentsi terhadap konsentrasi bioetanol yang dihasilkan. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar
4.1.

IV-3

Universitas Sumatera Utara

10

Kadar Bioetanol (mg/l)

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1

2
3
Waktu Fermentasi (hari)

4

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Konsentrasi Bioetanol

Gambar 4.1. menunjukkan konsentrasi bioetanol yang dihasilkan meningkat dari hari pertama sampai
hari kedua proses fermentasi, namun pada hari ketiga dan keempat proses fermentasi terjadi penurunan
konsentrasi bioetanol. Pada waktu awal fermentasi selama 1 hari atau 24 jam, konsentrasi bioetanol
yang dihasilkan sebesar 5%, kemudian pada fermentasi yang dilakukan selama 2 hari atau 48 jam,
konsentrasi bioetanol meningkat menjadi 10%, sedangkan pada waktu fermentasi 3 hari atau 72 jam,
konsentrasi bioetanol mengalami penurunan yaitu sebesar 7%, dan terus mengalami penurunan pada
hari ke 4 atau 92 jam proses fermentasi yang menunjukkan angka 6%. Hal ini berarti waktu optimum
saccharomyces cereviceae untuk berkembang biak dan menghasilkan bioetanol adalah pada saat
waktu fermentasi 48 jam atau selama 2 hari. Kemudian setelah mencapai kondisi optimum aktivitas
dari saccharomyces cereviceae mengalami penurunan sehingga konsentrasi bioetanol yang dihasilkan
juga semakin berkurang.
Jumlah mikroba akan semakin menurun dan menuju fase kematian apabila waktu fermentasi yang
dilakukan semakin lama, sehingga alkohol yang dihasilkan semakin banyak sedangkan nutrien yang
berperan sebagai sumber makanan bagi mikroba semakin menurun (Kunaepah.2008).
Azizah, dkk (2012) meneliti bahwa, semakin bertambahnya waktu fermentasi akan mengakibatkan
terjadinya reaksi lanjut bioetanol, hal ini disebabkan karena bioetanol tersebut teroksidasi menjadi
asam asetat. Laju oksidasi bioetanol menjadi asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan laju
degradasi glukosa menjadi bioetanol, sehingga menyebabkan penurunan bioetanol yang dihasilkan

IV-4

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, waktu fermentasi yang tepat sangat dibutuhkan agar menghasilkan konsentrasi
bioetanol dengan jumlah yang tinggi.
Menurut Wang (2008), Laju pertumbuhan spesifik dapat berubah disebabkan adanya asam asetat.
Karena asam asetat tersebut meningkatkan fase lag dan menurunkan laju pertumbuhan spesifik.
Pada penelitian ini, konsentrasi bioetanol yang dihasilkan sebesar 10%. Dengan hasil tersebut,
menyebabkan kematian pada saccharomyces cereviceae karena apabila konsentrasi bioetanol yang
dihasilkan sebesar 10% atau lebih, maka bioetanol tersebut tidak baik bagi pertumbuhan sel yeast,
karena bioetanol tersebut menjadi racun bagi sel yeast itu sendiri, sehingga konsentrasi maksimal
bioetanol yang diperbolehkan pada pertumbuhan yeast adalah 10%. Hal ini disebabkan karena enzim
yang terdapat dalam alkohol yaitu enzim dehidrogenase dan heksokinase lebih sensitif pada kondisi
etanol yang tinggi, sehingga enzim tersebut dapat menggangu dan menjadi racun terhadap aktivitas
pertumbuhan yeast (Neto, et.al,2013).
4.3 Pengaruh Waktu Fermentasi Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Terhadap Konsentrasi Gula
yang Dikonversikan Menjadi Bioetanol.
Dalam proses fermentasi, efesiensi fermentasi adalah faktor yang penting, karena menunjukkan
adanya aktivitas mikroba dalam mengkonversikan mol gula dalam jumlah yang besar menjadi alkohol,
sehingga apabila semakin efektif kinerja mikroba dalam mengubah substrat menjadi produk
fermentasi, maka efesiensi fermentasi juga semakin tinggi (Aldhani,dkk.2014).
Dari hasil fermentasi yang dilakukan, diperoleh data banyaknya gula yang dikonversikan terhadap
terhadap waktu fermentasi, data penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Konsentrasi Bioetanol Terhadap Gula
Waktu fermentasi (Hari)

Konsentrasi gula (%brix)

0

13

1

7

2

5

3

5

4

5

Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.3, Dapat ditentukan grafik hubungan antar banyaknya
gula yang dikonversikan terhadap terhadap waktu fermentasi. Grafik tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.2.

IV-5

Universitas Sumatera Utara

Kadar Gula (% Brix)

15
12
9
6
3
0
0

1

2

3

4

Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Konsentrasi Gula yang
Dikonversikan

Gambar 4.2 menunjukkan adanya penurunan konsentrasi gula yang terdapat dalam nira aren. Gula
awal sebesar 13% Brix berkurang menjadi 7% Brix pada hari pertama proses fermentasi, kemudian
pada hari kedua sebesar 5% Brix, pada hari ketiga sebesar 5% Brix dan hari keempat juga
menunjukkan angka konsentrasi gula yang sama yaitu sebesar 5%. Data menunjukkan bahwa,
terjadinya penurunan konsentrasi gula dari awal waktu fermentasi sebesar 13% hingga akhir waktu
fermentasi menjadi 5%.
Menurut Hawusiwa, dkk (2015), Adanya penurunan total gula diakibatkan karena gula tersebut
digunakan oleh saccharomyces cereviceae untuk metabolisme. Pada proses metabolisme, glukosa
akan dipecah menjadi bioetanol sehingga mengakibatkan konsentrasi gula mengalami penurunan.
Glukosa tersebut juga digunakan sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan saccharomyces cereviceae
dan pembentukan alkohol sebagai produk yang dihasilkan pada proses fermentasi karena apabila
semakin besar jumlah penurunan konsentrasi gula, maka semakin tinggi konsentrasi bioetanol yang
dihasilkan. Pada saat fermentasi, sukrosa akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa yang selanjutnya
akan dikonversikan menjadi alkohol dan gas CO2.
Pratiwi, dkk (2012), menyebutkan bahwa gula dibutuhkan oleh mikroba sebagai sumber karbon dan
nutrisi sehingga dihasilkannya produk berupa alkohol dan karbon dioksida (CO2). Kemudian, gas CO2
yang telah terbentuk akan bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam karbonat. Pada proses
fermentasi, penguraian gula menjadi CO2 dan asam asam organik serta komponen yang lainnya
disebabkan karena adanya peran aktif dari saccharomyces cereviceae tersebut.
IV-6

Universitas Sumatera Utara

Konsentrasi gula yang terlalu tinggi mengakibatkan tingginya viskositas dalam medium fermentasi
sehingga terganggunya metabolisme sel saccharomyces cereviceae dan mengakibatkan tingginya efek
inhibitor terhadap pertumbuhan yeast dan membuat kemampuannya dalam mengkonversi bioetanol
menjadi menurun. Konsentrasi gula yang terlalu tinggi juga mengakibatkan berkurang pemakaian gula
oleh mikroba, sehingga menyebabkan penurunan kadar etanol yang dihasilkan. Penurunan ini
kemungkinan diakibatkan karena sebagian gula tersebut tidak dikonversi mejadi bioetanol, melainkan
dikonversi menjadi gliserol atau asam asetat, sehingga konsentrasi gula yang optimal pada proses
fermentasi yang dilakukan oleh saccharomyces cereviceae yaitu 12%, kemudian apabila lebih dari
12%, maka gula tersebut semakin pekat yang akan mengakibatkan terganggunya aktivitas mikroba
dalam mengkonversi gula menjadi alkohol sehingga konsentrasi alkohol yang dihasilkan juga semakin
menurun (Hashem,et.al.2013),
4.4 Pengaruh Waktu Fermentasi Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Terhadap pH
Pengaruh pH sangat penting dalam proses fermentasi, karena nilai pH mempengaruhi aktivitas
pertumbuhan saccharomyces cereviceae, apabila kondisi pH pada saat proses fermentasi tidak sesuai
dengan pH optimum bagi pertumbuhan mikroba, maka akan mengganggu aktivitas mikroba dalam
mengkonversikan gula menjadi bioetanol. Dari hasil fermentasi yang dilakukan, diperoleh data
pengaruh waktu fermentasi terhadap pH. data penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Penurunan pH terhadap Waktu Fermentasi
Waktu fermentasi (Hari)

pH

0

7.0

1

5.5

2

4.6

3

4.4

4

4.0

Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.4, Dapat ditentukan grafik hubungan antar penurunan
pH terhadap terhadap waktu fermentasi. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3.

IV-7

Universitas Sumatera Utara

10
9
8
7
pH

6
5
4
3
2
1
0
0

1

2
Waktu Fermentasi (hari)

3

4

Gambar 4.3 Hubungan Antara Waktu Fermentasi terhadap pH

Grafik pada Gambar 4.3 menunjukkan adanya penurunan pH yang terjadi seiring dengan
bertambahnya waktu fermentasi. Pada saat nira aren diambil langsung dari pohon, yaitu pada waktu
hari ke 0 proses fermentasi, nilai pH menunjukkan angka 7, yang berarti pH dari nira aren tersebut
netral dan belum terjadi proses fermentasi. Kemudian nilai PH menurun menjadi 5.5 pada waktu
fermentasi hari pertama yaitu selama 24 jam, nilai pH terus mengalami penurunan dihari kedua
fermentasi yaitu selama 48 jam menjadi 4.6, kemudian pada hari ketiga proses fermentasi selama 72
jam, nilai pH menunjukkan angka 4.4, begitu juga pada hari keempat proses fermentasi yaitu selama
96 jam, nilai pH menunjukkan angka 4.0.
Menurut Nasrun, dkk (2015), salah satu faktor penting dalam pertumbuhan mikroorganisme dan
pembentukan hasil dari proses fermentasi adalah keasaman atau biasa yang dikenal dengan pH. Setiap
mikroorganisme memiliki kisaran nilai pH optimum di dalam setiap proses pertumbuhan terhadap
kondisi lingkungan hidupnya. Dalam proses fermentasi yang optimal, akan ditandai dengan terjadinya
penurunan pH, hal ini disebabkan karena dalam setiap aktivitasnya, khamir tidak hanya menghasilkan
etanol sebagai metabolit primer, namun juga menghasilkan berbagai macam asam asam organik,
diantaranya adalah asam malat, asam tartarat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam butirat dan
asam propionat sehingga keberadaan asam asam tersebut sebagai hasil sampingan dari metabolisme
khamir, menyebabkan terjadinya penurunan pH yang terdapat di dalam medium seiring dengan
bertambahnya waktu fermentasi yang dilakukan.

IV-8

Universitas Sumatera Utara

Penurunan pH yang terjadi diakibatkan karena adanya aktifitas kapang selama berlangsungnya proses
fermentasi, hal lain juga disebabkan karena pertumbuhan bakteri pediococcus halophilus, bakteri
tersebut merupakan jenis bakteri yang dapat mengubah gula sederhana yang berasal dari pemecahan
enzim pada proses fermentasi yang menurunkan pH awal fermentasi dan akan menghasilkan asam
laktat dan asam asetat.Karbohidrat seperti glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, laktosa bahkan pati
dapat difermentasikan oleh rhyzopus oryzae menjadi asam laktat (Andarti dan Wardani.2015),
4.5 Pengaruh Penambahan Zeolit dan Kalsium Oksida (CaO) dalam Proses Pemurnian
Bioetanol
Pada penelitian ini, bioetanol yang diperoleh dari hasil redestilasi dengan kemurnian 94% harus
dimurnikan melalui proses pemurnian agar dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar kendaraan
dengan syarat kemurniannya harus lebih dari 96% agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dalam pemurnian bioetanol, prinsip yang digunakan adalah prinsip destilasi menggunakan kalsium
oksida (CaO) sebagai salah satu senyawa yang dapat mengikat air yang terkandung dalam bioetanol,
serta menggunakan prinsip adsorbsi menggunakan adsorbent zeolit alam teraktivasi.
4.5.1 Pengaruh Penambahan Kalsium Oksida (CaO) Pada Proses Destilasi
Pada penelitian ini, destilat yang telah diperoleh dianalisa dengan menggunakan GC (Gas
Chromatography) untuk melihat persen kemurnian dari etanol yang dihasilkan pada proses pemurnian
menggunakan destilasi azeotrop dengan penambahan kalsium oksida (CaO). Data hasil pengamatan
dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Data Pengamatan Menggunakan Metode GC (Gas Chromatography)
No.

Nama

Area

1

Etanol Pa (1)

2199609

Keterangan
H = 586190
T = 1.896

2

Etanol Pa (2)

80089032

H = 31317514
T = 2.001

3

Sampel etanol + CaO (1)

3172001

H = 854698
T = 1.889

4

Sampel etanol + CaO (2)

84234345

H = 30665978
T = 2.002

Dari tabel pengamatan diatas, karena menggunakan pembacaan duplo, maka konsentrasi dapat
dihitung dengan mencari rata rata luas area terlebih dahulu, dengan perhitungannya sebagai berikut.

IV-9

Universitas Sumatera Utara

Area sampel

+

=

= 43703173
+

Area standard =

= 41144320.5
Setelah dirata ratakan, maka dapat dihitung dengan rumus berikut :
Csampel

=

a

a a

=
= 99.85 %

a

x
.

x
a

a

a

a i a

%

%

Dari hasil perhitungan tersebut, dapat dilihat bahwa kemurnian etanol yang dihasilkan menggunakan
kalsium oksida (CaO) adalah 99.85%. Berdasarkan penelitian ini, pengaruh penambahan kalsium
oksida (CaO) pada proses destilasi menunjukkan kemurnian 99.85% dari kemurnian awal etanol
sebesar 94%. Hal ini menunjukkan hasil yang sangat baik dalam proses pemurnian etanol Kalsium
oksida (CaO) dalam pemurnian ini dapat mengikat air dalam jumlah yang besar yang terkandung di
dalam etanol sehingga kemurniannya mencapai kemurnian yang sesuai dengan standar kemurnian
etanol untuk dijadikan gasohol yaitu >96%. Dengan proses tersebut, maka telah dicapai kemurnian
standar yang sesuai untuk gasohol yaitu kemurnian etanol >96%, ini berarti bahwa etanol tersebut
sudah dapat digunakan sebagai campuran bensin karena kandungan air dalam etanol hanya tinggal
sedikit sesuai dengan standar kemurnian etanol oleh SNI yaitu sebesar 99% sehingga aman digunakan
sebagai bahan bakar kendaraan bemotor.
4.5.2 Pengaruh Adsorbsi Dengan Menggunakan Adsorbent Zeolit Alam Pada Proses Pemurnian
Bioetanol.
Dalam penelitian ini, adsorbsi menggunakan zeolit alam dilakukan dengan merendam larutan
bioetanol tersebut dengan zeolit yang telah diaktivasi dengan menggunakan H2SO4 dengan waktu
perendaman selama 5 jam. Data hasil pengamatan nilai kemurnian yang dihasilkan dengan proses
adsorbsi menggunakan zeolit alam teraktivasi yang telah diperoleh dianalisa dengan menggunakan GC
(Gas Chromatography). Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6.

IV-10

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 Data Pengamatan Menggunakan Metode GC (Gas Chromatography)
No.

Nama

Area

1

Etanol Pa (1)

2199609

Keterangan
H = 586190
T = 1.896

2

Etanol Pa (2)

80089032

H = 31317514
T = 2.001

3

Sampel etanol +Zeolit (1)

1804169

H = 854698
T = 1.889

4

Sampel etanol + Zeolit (2)

80044205

H = 30665978
T = 2.002

Dari tabel pengamatan diatas, karena menggunakan pembacaan duplo, maka konsentrasi dapat
dihitung dengan mencari rata rata luas area terlebih dahulu, dengan perhitungannya sebagai berikut
+

Area sampel =

= 40924187
+

Area standard =

= 41144320.5
Setelah dirata ratakan, maka dapat dihitung dengan rumus berikut :
Csampel

=

a

a a

=
= 95%

a

x
.

x
a

a

a

a i a

%

%

Dari hasil perhitungan tersebut, dapat dilihat bahwa kemurnian etanol yang dihasilkan menggunakan
adsorbent zeolit alam teraktivasi adalah 95%. Pada penelitian ini, zeolit alam yang digunakan sebagai
adsorbent diaktivasi dengan proses perendaman menggunakan asam sulfat 1M yang bertujuan agar zat
zat pengotor yang masih terdapat dalam zeolit alam tersebut dapat dihilangkan sehingga meningkatkan
kemampuan zeolit untuk dapat menyerap air dalam etanol, selanjutnya zeolit dioven pada suhu 200oC
selama 2.5 jam untuk mengaktivasi pori pori zeolit tersebut agar dapat menyerap air yang terkandung
di dalam etanol. Setelah melalui aktivasi, etanol sebanyak 500 ml direndam dengan menggunakan
zeolit alam yang telah teraktivasi sebanyak 300 gram dan didiamkan selama 5 jam. Adsorbsi yang
ditunjukkan oleh proses perendaman zeolit didalam etanol ini menunjukkan hasil kemurnian sebesar
IV-11

Universitas Sumatera Utara

95% dari kemurnian awal etanol sebesar 94%. Ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan
kemurnian sebesar 1% pada proses pemurnian etanol menggunakan adsorbsi zeolit teraktivasi. namun
dengan hasil kemurnian yang masih mencapai 95%, etanol tesebut belum dapat digunakan sebagai
campuran bensin karena kemurnian yang dihasilkan tidak sesuai standar yakni lebih besar daripada
96%, karena dengan kemurnian sebesar 95% ini berarti masih terdapat kandungan air sebesar 5%
dalam etanol.
Penelitian yang dilakukan oleh Novitasari dan Kusumaningrum (2012), dengan melakukan variasi
waktu pendiaman adsorbsi oleh zeolit alam teraktivasi dan zeolit sintetis 4A yaitu 8 jam, 24 jam, 32
jam, 48 jam dan 56 jam menunjukkan hasil kemurnian oleh adsorbsi zeolit alam teraktivasi masing
masing sebesar 84.34%, 81.92%, 74.49%, 72% dan 74.92%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa apabila waktu pendiaman zeolit dalam etanol semakin lama, maka kadar etanol yang dihasilkan
dari proses adsorbsi tersebut mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena zeolit alam tidak efektif
dalam pemurnian etanol dikarenakan zeolit alam juga menyerap etanol dalam larutan, ini berarti
bahwa zeolit alam tidak hanya menyerap air namun juga menyerap etanol yang dihasilkan sehingga
apabila waktu pendiaman semakin lama maka jumlah etanol dan air yang diserap akan semakin
meningkat sehingga menyebabkan tejadi penurunan konsentrasi etanol dalam larutan. Zeolit alam
memiliki ukuran pori yang beragam sehingga kemungkinan jumlah etanol yang terserap lebih banyak
dan air yang diserap oleh zeolit alam perlahan lahan dilepas kembali sehingga semakin lama waktu
pendiaman, maka semakin banyak air yang dilepas oleh zeolit alam.
Hasil kemurnian 95% yang di peroleh dari penelitian ini, juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Frita dkk, (2015), yaitu melakukan pemurnian etanol 94% menggunakan adsorbent zeolit alam
dengan variasi ukuran butir zeolit sebesar 50 mesh, 80 mesh, 100 mesh dan 200 mesh menunjukkan
hasil masing masing sebesar 95%, 95%, 95.5% dan 95.5%. Peningkatan kemurnian etanol yang hanya
mencapai kadar tertinggi sebesar 95.5% dari kemurnian awalnya sebesar 94% yang diperoleh dari
hasil penelitian ini disebabkan karena semakin tinggi kadar kemurnian awal etanol yang akan
diadsorbsi oleh zeolit, maka konsentrasi peningkatan kadar etanol yang akan dimurnikan semakin
kecil, karena kandungan air yang terlalu sedikit dalam etanol menyebabkan kemampuan zeolit untuk
menyerap air semakin sulit.
Dengan hasil kemurnian hanya sebesar 95%, maka etanol tersebut tidak dapat digunakan sebagai
bahan bakar untuk kendaraan bermotor karena dengan kadar air yang masih tersisa sebesar 5% dapat
menyebabkan korosif pada mesin kendaraan, sehingga apabila bahan bakar tersebut digunakan maka
akan menurunkan performa mesin kendaraan tersebut dan akan menyebabkan kerusakan pada
komponen mesin akibat terjadinya korosivitas pada mesin kendaraan yang menggunakan bahan bakar

IV-12

Universitas Sumatera Utara

yang kemurniannya tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu harus memiliki kemurnian
lebih besar dari 96%.
4.6 Spesifikasi Yamaha Mio GT Eagle Eye tahun 2015
Motor Yamaha GT 125 memiliki kapasitas mesin mencapai 113,7 cc dengan tipe 2 valve (katub)
berteknologi SOHC. Motor skutik Yamaha ini mampu menghasilkan tenaga hingga 7,75 ps atau 5,7
kw pada 8.500 rpm dan torsi 8,5 Nm (0,80 kgf.m) pada 5.000 rpm. Motor GT Eagle Eye ini memiliki
mesin telah disematkan teknologi injeksi YMJET-FI yang akan memastikan konsumsi bahan bakar
motor menjadi irit. Diklaim, tingkat kehematannya mencapi hampir 30% dibandingkan sebelumnya.
Dari hasil pengujian, 1 liter bahan bakar mampu menempuh jarak sejauh 47,1 km. Spesifikasi Yamaha
GT Eagle eye dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7 Spesifikasi Yamaha Eagle eye Tahun 2015
Spesifikasi

Yamaha GT Eagle eye

Tipe Mesin

4 Langkah, 2 Valve SOHC, Berpendingin Cairan

Jumlah/ Posisi Silinder

Silinder Tunggal/Mendatar

Diameter X langkah

52.4 X 57.9 mm

Perbandingan Kompresi

10.9 : 1

Daya Maksimum

11.4 PS (8.4Kw) / 9000 rpm

Torsi Maksimum

6500 rpm

Sistem Pembakaran

(Fuel injection sistem) YMJET-FI

Tipe Kopling

Kering

Tipe Transmisi

V-Belt otomatis

Kapasitas Oli Mesin

0.9 Liter

Sistem Starter

Electric Starter

IV-13

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Yamaha Indonesia
Sistem bahan bakar injeksi YMJET-FI bekerja dengan cara menyuplai bahan bakar untuk proses
pembakaran pada mesin dengan menyesuaikan kondisi kerja mesin. Aliran bahan bakar dimulai dari
pompa bahan bakar yang mengalirkan sejumlah bahan bakar bertekanan kepada injector. Fuel pump
menyuplai bahan bakar ke injector melalui fuel filter. Pressure regulator berfungsi menjaga supaya
tekanan bahan bakar yang ke injector tetap konstan hanya 250 kPa (2.50 kg/cm2 , 35.6 psi). Ketika
ECU memberikan sinyal kepada injector, fuel passage terbuka, sehingga sejumlah bahan-bakar
terinjeksi kedalam intake manifold. Semakin lama injector diberikan sinyal (durasi injeksi), semakin
banyak bahan bakar yang diinjeksikan. Semakin pendek waktu injector diberikan sinyal, semakin
sedikit bahan bakar yang diinjeksikan. Durasi injeksi dan timing injeksi semuanya dikontrol oleh
ECU, berdasarkan masukan dari sinyal-sinyal yang diperoleh dari throttle position sensor, crankshaft
position sensor, intake air pressure sensor, intake air temperature sensor, O2 sensor dan engine
temperature sensor yang memungkinkan ECU menentukan durasi (lamanya) injeksi dan timing
injeksi. Timing (waktu) injeksi ditentukan berdasarkan sinyal dari crankshaft position sensor.
Sehingga volume bahan-bakar yang dibutuhkan mesin dapat disuplai setiap saat, sesuai dengan
kondisi jalan dan pengendaraan (Saifudin, Muhammad.2013).
Sensor O2 dipasangkan di exhaust manifold yang berfungsi untuk mendeteksi konsentrasi oksigen
pada gas buang kendaraan, menghitung perbandingan udara dan bensin, dan menginformasikan
hasilnya pada ECU. Sensor O2 membantu mesin mencapai kinerja yang tinggi dengan campuran udara
dan bahan bakar dengan rasio 14,7 : 1. Sensor O2 ini menggunakan solid state electrolyctic oxygen ion
conduction untuk mendeteksi kerapatan oksigen. Ketika kerapatan oksigen rendah (rasio udara-bahan
bakar jenuh), tegangan meningkat. Ketika kerapatan oksigen tinggi (rasio udara-bahan bakar rendah),
tegangan diturunkan. Tegangan yang dihasilkan dari kerapatan gas hasil pembakaran akan disimpan
oleh ECU, sehingga dapat memperbaiki waktu injeksi bahan bakar (Saifudin, Muhammad.2013).
Secara umum, penggantian sistem bahan bakar konvensional ke sistem EFI dimaksudkan agar dapat
meningkatkan unjuk kerja dan tenaga mesin (power) yang lebih baik, akselarasi yang lebih stabil pada
setiap putaran mesin, pemakaian bahan bakar yang ekonomis (irit), dan menghasilkan kandungan
racun (emisi) gas buang yang lebih sedikit sehingga lebih ramah terhadap lingkungan. Selain itu,
kelebihan dari mesin dengan bahan bakar tipe injeksi ini adalah lebih mudah dihidupkan pada saat
lama tidak digunakan, serta tidak terpengaruh pada temperatur di lingkungannya (Bakeri.dkk.2012)

IV-14

Universitas Sumatera Utara

4.7 Variasi Campuran Gasohol
Dalam penelitian ini, Variasi volume gasohol yang dicampurkan harus sesuai dengan kebutuhan
mesin untuk melakukan reaksi pembakaran yang sempurna. Ketepatan hasil campuran antara bioetanol
dan bensin dapat dilihat dari perbandingan air fuel ratio. Karena air fuel ratio ini menunjukkan
perbandingan massa udara dengan bahan bakar yang terdapat di dalam internal combustion engine.
Hal tersebut dapat diketahui dengan performa motor dibagian ruang bakar, apabila campuran gasohol
tersebut sudah tepat, maka performa yang dihasilkan juga semakin baik dan dapat dikatakan bahwa
pembakaran sempurna yang ditandai dengan iso-oktana yang bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan
H2O. Air fuel ratio yang baik adalah 14-15 :1 (Yamin,Iqbal.2013). Berdasarkan perhitungan
stokiometri yang dilakukan, variasi campuran gasohol pada penelitian ini memiliki air fuel ratio
sebesar :
a. Campuran E10 (Bioetanol 10% + Bensin 90%) memiliki air fuel ratio sebesar 14.69 : 1
b. Campuran E15 (Bioetanol 15% + Bensin 85%) memiliki air fuel ratio sebesar 14.61 : 1
c. Campuran E20 (Bioetanol 20% + Bensin 80%) memiliki air fuel ratio sebesar 14.49 : 1
Berdasarkan nilai air fuel ratio yang diperoleh pada penelitian ini, dapat dikatakan bahwa campuran
tersebut memiiliki rasio yang memungkinkan terjadinya pembakaran yang sempurna.
4.8 Penurunan Emisi Gas CO (Karbon Monoksida) dan HC (Hidrokarbon) oleh Variasi
Campuran Gasohol yang Dihasilkan
Dalam penelitian ini, tujuan digunakannya variasi campuran antara etanol dan bensin untuk melihat
seberapa besar pengaruh campuran tersebut dalam menurunkan emisi gas CO (karbon monoksida)
dan HC (hidrokarbon) pada kendaraan motor yang akan diuji. Dengan adanya data tersebut dapat
menunjukkan seberapa besar nilai penurunan emisi gas CO (karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon)
yang disebabkan karena adanya pengaruh etanol dalam campuran sehingga gas buang yang dihasilkan
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup.
Kecepatan rotasi kendaraan yang digunakan dalam penelitian ini diatur dengan kecepatan konstan
agar nilai emisi gas buang CO (karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon) yang dihasilkan juga
memiliki penurunan emisi yang konstan, karena apabila kecepatan rotasi kendaraan tidak konstan dan
berubah ubah, maka emisi gas buang yang dihasilkan juga mengalami penurunan yang fluktuatif,
sehingga nilai emisi gas buang yang diperoleh akan menunjukkan hasil yang berbeda beda, oleh
karena itu, kecepatan rotasi kendaraan konstan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar
3000 rpm (rotasi per menit).

IV-15

Universitas Sumatera Utara

Kemudian, variasi volume campuran antara etanol dan bensin yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 200 ml/campuran, dengan variasi perbandingan yaitu E10 (10% etanol + 90% bensin) dengan
volume etanol sebesar 20 ml dan volume bensin sebesar 180 ml, E15 (15% etanol + 85% bensin)
dengan volume etanol sebesar 30 ml dan volume bensin sebesar 170 ml, dan E20 (20% etanol + 80%
bensin) dengan volume etanol sebesar 40 ml dan volume bensin sebesar 160 ml.
Jenis kendaraan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yamaha mio dengan tipe GT 125 Eagle
Eyes yang memiliki kapasitas mesin sebesar 125 cc dan diproduksi pada tahun 2015. Penggunaan
sepeda motor dalam pengujian ini dimaksudkan karena sepeda motor adalah jenis kendaraan yang
paling banyak digunakan di Indonesia, termasuk di kota Medan dan menjadi salah satu penyumbang
emisi gas buang CO (karbon monoksida) dan HC (Hidrokarbon) terbesar dibandingkan dengan mobil.
4.8.1 Penurunan Emisi Gas CO (Karbon Monoksida) pada Variasi Campuran Gasohol
Emisi gas CO (karbon monoksida) yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan adanya
penurunan nilai emisi yang diperoleh seiring dengan semakin tingginya persentase etanol dalam
campuran. Dengan kata lain bahwa semakin meningkatnya konsentrasi etanol dalam campuran bensin,
maka kemampuan bahan bakar untuk mengurangi emisi gas CO (karbon monoksida) juga semakin
meningkat. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data penurunan emisi gas CO (karbon
monoksida) pada berbagai campuran gasohol. data penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7
berikut.
Tabel 4.8 Penurunan Emisi Gas CO (Karbon Monoksida) terhadap Variasi Gasohol
Campuran Gasohol (%)
E0 (100% bensin)

Emisi gas CO (%)
0.3 (Utomo,dkk.2014)

E10 (10% bioetanol + 90% bensin)

0.077

E15 (15% bioetanol + 85% bensin)

0.051

E20 (20% bioetanol + 80% bensin)

0.015

Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.7, Dapat ditentukan grafik hubungan antar penurunan
emisi gas CO (karbon monoksida) terhadap variasi campuran gasohol. terhadap terhadap waktu
fermentasi. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4.

IV-16

Universitas Sumatera Utara

0,35

Emisi Gas CO (%)

0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
E0

E10

E15

E20

% Gasohol

Gambar 4.4 Penurunan Emisi Gas CO terhadap Variasi Gasohol
Pada Gambar 4.4 grafik penurunan emisi gas CO (karbon monoksida) oleh gasohol pada kendaraan
bermotor jenis Yamaha Mio GT Eagle Eye tahun 2015 dengan kecepatan rotasi kendaraan sebesar
3000 rpm menunjukkan adanya penurunan emisi gas CO (karbon monoksida) pada kondisi awal E0
atau 100% bensin sebesar 0.3% menjadi sebesar 0.077% pada campuran etanol dalam bensin sebesar
10% (atau sekitar 20 ml) , sedangkan pada campuran etanol dalam bensin sebesar 15% (atau sekitar 30
ml) adalah sebesar 0.051% dan pada campuran etanol dalam bensin sebesar 20% (atau sekitar 40 ml)
adalah sebesar 0.015%. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai penurunan emisi gas CO (karbon
monoksida) yang terbesar yaitu 0.015 ppm terdapat pada campuran etanol dalam bensin sebesar 20%
(atau sekitar 40 ml). Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit campuran etanol pada bensin,
penurunan emisi gas CO (karbon monoksida) juga semakin sedikit,sedangkan apabila jumlah etanol
dalam campuran bensin meningkat,

maka emisi gas buang CO (karbon monoksida) juga akan

menurun.
Hasil Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Winangun, Kuntang (2012)
bahwa emisi gas CO (karbon monoksida) dengan kecepatan rotasi kendaraan sebesar 9000 rpm yang
terdapat pada gasohol sebesar 5%, 10%, 15% dan 20%, penurunan terbesar terjadi pada perbandingan
campuran etanol dalam bensin sebesar 20% dengan penambahan oktan booster dalam campuran
sebanyak 5 ml sebesar 0.12%, dan pada penambahan oktan booster dalam campuran sebanyak 8 ml
dalam campuran etanol bensin sebesar 20% juga menunjukkan angka penurunan emisi sebesar 0.13%.
Dari hasil yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa pengurangan emisi gas CO karbon

IV-17

Universitas Sumatera Utara

monoksida) yang dihasilkan sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan oleh menteri lingkungan
hidup No. 5 tahun 2006 dengan konsentrasi CO (karbon monoksida) yang ditetapkan sebesar 5.5%.
Menurut Karadia and Nayyar (2017), Gas karbon monoksida (CO) diproduksi karena pembakaran
yang tidak sempurna akibat jumlah udara yang tidak mencukupi dalam campuran bahan bakar ataupun
waktu yang tidak mencukupi dalam siklus untuk menyelesaikan pembakaran. Dapat diamati bahwa
penurunan gas CO dapat diperoleh dengan menambahkan etanol dalam bahan bakar bensin, karena di
dalam etanol, terdapat banyak kandungan oksigen dibandingkan dengan kandungan oksigen yang
terdapat di dalam bensin. Dengan campuran gasohol tersebut, pembakaran menjadi sempurna dan
emisi gas karbon monoksida dapat berkurang.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Khumbar et.al (2012), Menyebutkan bahwa etanol adalah bahan
bakar beroksigen. Karena kandungan etanol dalam campuran meningkat, maka konsentrasi atom
hidrogen dalam campuran akan semakin berkurang. Hal tersebut menyebabkan peningkatan
pembakaran yang terjadi pada mesin sehingga akan terjadi pembakaran yang sempurna. Dengan
meningkatnya konsentrasi etanol dalam campuran, maka densitasnya juga semakin meningkat yang
menyebabkan peningkatan daya namun menghemat penggunaan bahan bakar.
4.8.2 Penurunan emisi gas HC (hidrokarbon) pada variasi campuran gasohol
Pada penelitian ini, emisi gas HC (hidrokarbon) yang dihasilkan, menunjukkan angka penurunan yang
cukup signifikan dari berbagai campuran gasohol. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari etanol
tersebut variasi percampuran terhadap bensin sehingga menghasilkan bahan bakar yang dapat
mengurangi emisi gas HC (Hidrokarbon) yang diperoleh dari pembakaran tidak sempurna yang
dihasilkan dari bahan bakar bensin yang digunakan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh
data penurunan emisi gas HC (hidrokarbon) pada berbagai campuran gasohol. data penelitian tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.9 Penurunan Emisi Gas CO (Karbon Monoksida) terhadap Variasi Gasohol
Campuran Gasohol (%)
E0 (100% bensin)

Emisi gas HC (ppm)
84.5 (Utomo,dkk.2014)

E10 (10% bioetanol + 90% bensin)

21.54

E15 (15% bioetanol + 85% bensin)

16.25

E20 (20% bioetanol + 80% bensin)

4.88

Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.8, Dapat ditentukan grafik hubungan antar penurunan
emisi gas HC (hidrokarbon) terhadap variasi campuran gasohol. terhadap terhadap waktu fermentasi.
Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5.
IV-18

Universitas Sumatera Utara

90

Emisi Gas HC (ppm)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
E0

E10
E15
Variasi Gasohol (%)

E20

Gambar 4.5. Penurunan Emisi Gas HC terhadap Variasi Gasohol
Pada gambar 4.5 grafik penurunan emisi gas HC (hidrokarbon) kendaraan bermotor jenis Yamaha Mio
GT Eagle Eye tahun 2015 dengan kecepatan rotasi kendaraan sebesar 3000 rpm yang dihasilkan oleh
variasi percampuran antara etanol dan bensin menunjukkan nilai penurunan emisi gas HC
(hidrokarbon) pada kondisi awal E0 atau 100% bensin sebesar 84.5 ppm menjadi sebesar 20.04 ppm
pada campuran etanol dalam bensin sebesar 10% (atau sekitar 20 ml) , sedangkan nilai penurunan
emisi gas HC (hidrokarbon) yang dihasilkan dari campuran gasohol E15 sebesar 16.25 ppm, dan nilai
penurunan emisi gas HC (hidrokarbon) pada campuran gasohol E20 sebesar 4.88 ppm. Dari nilai
penurunan yang ditunjukkan pada grafik tersebut, dapat dilihat bahwa adanya penurunan emisi gas HC
(hidrokarbon) yang dihasilkan dengan semakin meningkatnya kadar etanol yang terdapat dalam
bensin. pada percampuran etanol dalam bensin sebesar 20% menunjukkan penurunan emisi yang
cukup besar yaitu sebesar 4.88 ppm, hal ini berarti terjadi penurunan emisi sebesar 24% dari emisi
yang dihasilkan pada percampuran gasohol sebesar 10% yaitu 20.04 ppm.
Menurut Panchal,et.al (2014), Penyebab berkurangnya emisi gas HC (hidrokarbon) dalam campuran
adalah adanya jumlah oksigen yang banyak yang terdapat dalam etanol membantu pada proses
pembakaran sehingga pembakaran yang terjadi menjadi lebih sempurna.
Kemudian, berkurangnya emisi gas HC (hidrokarbon) yang dihasilkan dari semakin besarnya jumlah
etanol dalam bensin yang diperoleh dari hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Cernat and Veleschu (2013), yaitu penurunan emisi gas HC (hidrokarbon) yang terjadi
pada campuran gasohol E20 dan E85 dengan variasi kecepatan rotasi kendaraan sebesar 3200 rpm dan
3500 rpm menunjukkan nilai penurunan untuk gasohol E20 sebesar 70 ppm dan nilai penurunan untuk
IV-19

Universitas Sumatera Utara

gasohol E85 sebesar 80 ppm pada kecepatan rotasi kendaraan 3200 rpm, sedangkan nilai penurunan
emisi pada kecepatan rotasi kendaraan sebesar 3500 rpm untuk gasohol E20 sebesar 140 ppm dan
untuk gasohol E85 sebesar 150 ppm. dapat disimpulkan bahwa campuran gasohol E85 untuk kedua
variasi kecepatan rotasi kendaraan memiliki nilai penurunan emisi gas HC (hidrokarbon) yang lebih
besar dibandingkan dengan nilai emisi gas HC (hidrokarbon) yang dihasilkan oleh canpuran gasohol
E20.
Dengan hasil penurunan emisi gas CO (karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon) pada penelitian ini
yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya campuran etanol pada bensin maka semakin
efektif dalam mengurangi jumlah emisi gas buang yang dihasilkan kendaraan sehingga apabila bahan
bakar tersebut digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, akan sangat baik dalam mengurangi polusi
udara serta mengurangi resiko penyakit pada manusia yang disebabkan oleh tingginya emisi gas CO
(karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon) yang dihasilkan.

IV-20

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1. Nira Aren yang diperoleh memiliki kadar gula sebesar 13% Brix.
2. Konsentrasi bioetanol tertinggi adalah pada waktu fermentasi selama 48 jam atau selama 2 hari
yaitu sebesar 10% konsentrasi bioetanol yang diperoleh.
3. Destilasi menggunakan kalsium oksida (CaO) menghasilkan kemurnian bioetanol sebesar
99.87%. Sedangkan kemurnian bioetanol yang dihasilkan dari adsorbsi menggunakan zeolit
alam adalah sebesar 95%.
4. Penurunan terbesar emisi gas CO (karbon monoksida) pada kendaraan bermotor jenis Yamaha
Mio GT Eagle Eye tahun 2015 yang dihasilkan dari berbagai variasi campuran gasohol adalah
pada variasi campuran gasohol E20 ( 20% etanol + 80% bensin) dengan angka penurunan
emisi sebesar 0