Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Penyelesaian Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Terhadap Karyawan PT. Trans Dana Profitri Brandan

BAB II
TINJAUAN YURIDIS ASURANSI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL (BPJS) KESEHATAN
A.

Pengertian Asuransi dan Perjanjian Asuransi
Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang

tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan atau menyenangkan atau
merupakan keuntungan yang mungkin diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa
peristiwa negatif yang merugikan baik bagi dirinya, keluarganya maupun harta
bendanya. 15 Oleh sebab itu manusia memerlukan proteksi atau perlindungan.
Asuransi dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau
asuransi dalam bahasa inggris disebut insurance. 16 Asuransi berasal dari bahasa
inggris “assure” yang berarti menanggung dan “assurance” yang berarti
tanggungan. 17
Dalam hukum asuransi dikenal bermacam macam istilah. Ada istilah hukum
pertanggungan, hukum asuransi. Dalam bahasa belanda disebut verzekering recht dan
dalam istilah bahasa inggris disebut insurance law, sedangkan dalam praktik sejak

15


M. Suparman sastrawidjaya, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni,
Bandung, 1997, hal.1
16
J.C.T.Simorangkir, Rudy erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, Sinar Grafika,Jakarta, 2009,
hal.182
17
I.P.M. Ranuhandoko, Terminal Hukum : Inggris-Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006,
hal.75

18
Universitas Sumatera Utara

19

dalam hindia belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah asuransi
(assurantie). 18
Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk melimpahkan,
mengalihkan, atau mentransfer risiko yang ditanggung kepada pihak lain dengan
syarat melakukan pembayaran premi dalam rentang waktu tertentu secara teratur

sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan terhadap risiko yang dimungkinkan
terjadi di masa depan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. 19
Adapun pengertian asuransi sendiri memiliki beberapa defenisi. Pertama,
definisi asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian. Dalam undang-undang ini, disebutkan bahwa asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih. Dalam konteks,
pihak penanggung mengingkatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima
premi asuransi guna memberikan penggantian pada tertanggung yang disebabkan
oleh kerugian yang dialaminya, semisal berupa kerusakan, kehilangan keuntungan
yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang
dimungkinkan akan dialami oleh pihak tertanggung yang disebabkan oleh berbagai
macam peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran didasarkan
pada meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

18

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Medan, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, 2005, hal.1
19
Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi, Laksana, Yogyakarta, 2014, hal.1


Universitas Sumatera Utara

20

Pengaturan ini diperbaharui dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian Pasal 1 yang mengemukakan bahwa asuransi adalah
perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :
Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena
kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis
karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau memberikan pembayaran
yang didasarkan pada meningganya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan
pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau
didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 20
Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan
kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substansi) kerugiankerugian yang besar yang belum pasti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang
bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar bisa
menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang. 21
Dasar hukum perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang

berbunyi sebagai berikut: “Suatu perjanjian untung untungan adalah suatu perbuatan
yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi
sementara, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tetntu.Demikian adalah:
20

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 jo Undang-Undang 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian
21
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Universitas Sumatera Utara

21

perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan.
Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab undang undang hukum dagang”.
Menurut Pasal di atas, perjanjian asuransi digolongkan ke dalam perjanjian
untung untungan. Penggolongan perjanjian asuransi sebagai perjanjian untung
untungan tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi yang sesungguhnya.
Dorhout mess mengatakan bahwa pembuat undang undang memasukkan

asuransi sebagai perjanjian untung untungan, seperti perjudian dan pertaruhan yang
diatur dalam Pasal 1774 tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa besarnya
kewajiban penanggung digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Kewajiban
tersebut baru dapat dipenuhi jika peristiwa yang ditanggung benar benar terjadi.
Penggolongan perjanjian asuransi secara umum oleh KUH Perdata sebagai salah satu
bentuk perjanjian untung untungan sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama
sekali tidak tepat di samping bertentangan dengan prinsip prinsip yang harus dipenuhi
dalam perjanjian asuransi itu sendiri. Karakteristik perjanjian untung untungan adalah
berdasarkan kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif dengan tujuan utama hanya
kepentingan keuangan sementara perjanjian asuransi pada dasarnya mempunyai
tujuan yang lebih pasti, yaitu memperalihkan risiko yang sudah ada yang berkaitan
pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada dalam posisi yang sama.
Pasal 1774 KUH Perdata yang menyatakan perjanjian asuransi diatur
selanjutnya dalam KUH Dagang menjadikan asuransi sebagai perbuatan ekonomi

Universitas Sumatera Utara

22

yang sah oleh hukum dan pengakuan sah tersebut telah diatur pula dalam berbagai

undang undang dinluar KUH Dagang antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian. Dengan demikian ketentuan Pasal 1774 KUH
Perdata tidak dapat dijadikan dasar hukum perjanjian asuransi.
Dari sudut pandang dewasa ini, penggolongan asuransi ke dalam perjanjian
untung untungan dan pertaruhan tersebut tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi
sesungguhnya. Kejanggalan penggolongan tersebut dapat dibuktikan dari alasan
alasan berikut : 22
1. Dasar perjanjian asuransi adalah kesanggupan penanggung, dengan imbalan
pembayaran premi dari tertanggung, untuk mengganti kerugian atau
memberikan manfaat apabila peristiwa yang diasuransikan terjadi, bukan
faktor terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang diasuransikan. Pada
perjudian dan pertaruhan, dasar perjanjian adalah terjadi atau tidak
terjadinya peristiwa yang diperjanjikan.
2. Keberadaan kepentingan yang dimiliki insurable interest pada tertanggung
atas objek asuransi sebagai syarat mutlak untuk mengingatkan diri dengan
penanggung yaitu dapat diukur dari apakah tertanggung akan dirugikan
apabila peristiwa yang diasuransikan terjadi (Pasal 250 KUH Dagang).
Penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian atau membayar
manfaat kepada siapa pun yang tidak mempunyai kepentingan atas objek
22


A. Junaedy ganie, Op.Cit, hal.64

Universitas Sumatera Utara

23

asuransi. Perjudian dan pertaruhan tidak memberikan persyaratan tersebut
dan siapa pun dapat ikut serta, dan kepentingan itu ada setelah peristiwa
terjadi.
3. Penjudi berharap peristiwa yang diperjanjikan terjadi sehingga memperoleh
keuntungan

finansial.

Tertanggung

tidak

berharap


peristiwa

yang

diasuransikan karena tertanggung tidak akan mendapat keuntungan finansial
tetapi ganti kerugian.
4. Perjanjian asuransi merupakan mekanisme pengalihan risiko sedangkan
perjudian dan pertaruhan bukan merupakan pengalihan risiko, tetapi
perjanjian untung untungan chance game yang semata mata berdasarkan
kesempatan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang diperjanjikan.
5. Pengalihan risiko dalam perjanjian asuransi dilakukan dengan imbalan
pembayaran premi oleh tertanggung yang dianggap setimpal dengan risiko
yang harus diasuransikan walaupun pembayaran klaim sebagai pemenuhan
prestasi belum tentu seimbang dengan jumlah premi. Perjudian atau
pertaruhan dapat dilakukan tanpa menggantungkannya pada keseimbangan
antara prestasi dan biaya penyertaan.
6. Pada perjanjian perjudian dan pertaruhan, pihak yang wanprestasi tidak
dapat digugat secara hukum karena merupakan perikatan alamiah. Dalam
perjanjian asuransi, tertanggung atau penanggung yang tidak memenuhi


Universitas Sumatera Utara

24

kewajibannya dapat dituntut secara hukum karena merupakan perikatan
perdata.
Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanijan diatur di bawah KUH Dagang.
Berdasarkan Pasal 1 KUH Dagang, hukum dagang dapat dikatakan merupakan
lanjutan dari hukum perdata. Oleh sebab itu, ketentuan yang terdapat dalam KUH
Perdata sebagai ketentuan khusus, selama oleh ketentuan yang terakhir itu belum
diatur sebaliknya. Secara positif, asuransi

dan lembaga asuransi beserta

pengaturannya telah berlaku di indonesia sejak tahun 1848, yaitu sejak KUH Dagang
berdasarkan asas kondordansi berlaku di indonesia.
KUH Dagang merupakan induk berbagai ketentuan ketentuan hukum dagang
indonesia. KUH Dagang memuat bab bab tersendiri mengenai asuransi sebagai
sebuah perjanjian yang dibagi dalam dua bagian, yaitu pengaturan yang bersifat

umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Sebagai aturan induk selain dari
ketentuan umum mengenai perikatan yang merupakan asas asas yang dikandung oleh
KUH Perdata, ketentuan ketentuan KUH Dagang akan selalu menjadi dasar suatu
perjanjian asuransi apabila tidak diatur secara khusus dalam perjanjian asuransi itu
sendiri.
Pengertian asuransi menurut KUH Dagang Menurut Pasal 246 KUH Dagang,
asuransi adalah :

Universitas Sumatera Utara

25

“Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungin akan dideritanya karena suatu peristiwa
yang tak tertentu”.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu
perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan
tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. pengertian dalam
Pasal 246 KUH Dagang tersebut hanya mengatur penggantian kepada tertanggung

atas kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dalam
asuransi jiwa, yang menjadi objek asuransi adalah jiwa tertanggung atau mereka yang
diasuransikan dan manfaat yang diberikan dapat berupa santunan kepada seseorang
atau lebih yang ditunjuk sebagai penerima manfaat apabila tertanggung atau yang
dipertanggungkan meninggal dunia atau penerimaaan manfaat yang disepakati oleh
tertanggung yang selamat sampai akhir masa asuransi.
Adapun yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa perjanjian
asuransi adalah perjanjian atas dasar uberrimae fidei, utmost goodfaith. Dalam sistem
common law, terdapat kewajiban yang luas bagi para pihak untuk melakukan
keterbukaan (disclosure). Tetapi untuk tujuan yang lebih umum, sebuah perjanjian di
mana satu pihak (penanggung) dengan imbalan tertentu, sepakat untuk menanggung
risiko dari suatu peristiwa, kejadian yang waktunya tidak dapat ditentukan, atas hal
tersebut pihak yang lain tertanggung terancam (exposed) dan mempunyai kepentingan

Universitas Sumatera Utara

26

dan sepakat dalam hal timbulnya peristiwa, kejadian yang ditanggung, penanggung
akan membayar kepada tertanggung sejumlah uang, atau menyediakan manfaat dalam
bentuk lain yang memiliki nilai keuangan (tidak selalu harus membayar dalam bentuk
uang). Meskipun demikian, sementara defenisi ini mencukupi untuk tujuan-tujuan
tertentu, dapat saja diperlukan suatu defenisi yang lain yang akan tepat untuk
keperluan keperluan yang berbeda beda. 23
Dalam KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan
yang bersifat umu dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat
dalam buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUH Dagang yang berlaku bagi semua
jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar
KUHD, kecuali jika secara khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal
308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan
rincian sebagai berikut :
a. Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD
b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD
c. Asuransi jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUHD
d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 – Pasal 658 KUHD
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686
Pasal 695 KUHD. 24

23
24

Abbas Salim, Op Cit, Hal.84-85
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal.18

Universitas Sumatera Utara

27

Asuransi sebagai perjanjian.
Inti atau jiwa atau ruh dalam asuransi adalah perjanjian. 25 Menurut Apeldoorn
perjanjian disebut faktor yang membantu pembentukan hukum, sedangkan menurut
Lemaire perjanjian adalah determinan hukum. 26 Asuransi merupakan salah satu jenis
perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan
syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga bagi perjanjian
asuransi. karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka di samping
ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang
diatur dalam dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Syarat-syarat sah suatu
perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal tersebut,
ada 4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu :
1. Kesepakatan para pihak
2. Kewenangan berbuat
3. Objek tertentu dan
4. Kausa yang halal.
Syarat yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur
dalam Pasal 251 KUHD.
1. Kesepakatan (Consensus).

25

H.K. Martono & Eka Budi Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara, Mandar
Maju, Bandung, 2011, hal.55
26
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal.117

Universitas Sumatera Utara

28

Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi,
kesepakatan tersebut meliputi :
a. Benda yang menjadi obyek asuransi
b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi
c. Evenemen dan ganti kerugian
d. Syarat-syarat khusus asuransi
e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis kesepakatan aatara tertanggung
dan penanggung dibuat secara bebas, tidak berada di bawah pengaruh,
tekanan, atau paksaan pihak

tertentu. Kedua belah pihak sepakat

menentukan syaratsyarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan
perundangundangan yang berlaku
2. Kewenangan (authority).
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan
hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada
yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif
artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah
perwalian atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya
tertanggung mampunyai hubungan yang sah dengan objek asuransi karena
benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak

Universitas Sumatera Utara

29

yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar
perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak
ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa
atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.
3. Objek tertentu (fixed object).
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan,
dapat berupa harta kekayaan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan
yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga
manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan yang
melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi kerugian.
Objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian
asuransi jiwa. Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung,
maka dia harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan
objek asuransi itu.
4. Kausa Yang Halal (Legal Cause).
Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak
bertentangan dengan kesusilaan. Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan
yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya
risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi,

Universitas Sumatera Utara

30

penanggung menerima peralihan risiko atas objek asuransi. jika premi
dibayar maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar risiko tidak beralih
5. Pemberitahuan (notification)
a. Teori objektivitas (objectivity theory)
Salah satu teori ilmu hukum yang dikenal dalam hukum asuransi adalah
teori objektivitas. Menurut teori ini setiap asuransi harus mempunyai
objek tertentu. Objek tertentu artinya jenis, identitas dan sifat yang
dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti. sifat objek asuransi mungkin
dapat menjadi sebab timbulnya kerugian. Berdasarkan pemberitahuan itu
penanggung dapat mempertimbangkan apakah dia akan menerima
pengalihan risiko dari tertanggung atau tidak. keunggulan teori ini adalah
penanggung dilindungi dari perbuatan tertanggung yang tidak jujur (in
bad faith) sebaliknya tertanggung selalu dimotivasi untuk berbuat jujur
(in good faith) dan selalu berhati-hati melakukan pemberitahuan sifat
objek

asuransi

kepada penanggung.

Teori

ini

berfungsi

untuk

mengarahkan tertanggung dan penanggung agar mengadakan perjanjian
asuransi dilandasi asas kebebasan berkontrak yang adil (fair).
b. Pengaturan pemberitahuan dalam KUHD
Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai
keadaan objek asuransi. kewajiban ini dilakukan saat mengadakan

Universitas Sumatera Utara

31

asuransi. jika tertanggung lalai maka akibat hukumnya asuransi batal. 27
Dalam sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, dua syarat pertama dinamakan syaratsyarat subjektif karena
mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian
sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif
karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum
yang dilakukan itu.

B.

Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan

Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan
memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh
rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha
lainnya ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek)
merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai

27

Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal.49-54

Universitas Sumatera Utara

32

beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai
beroperasi sejak 1 Juli 2014.
BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang
dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011
tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1
Januari 2014.
Sejarah singkat BPJS Kesehatan.
1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas
mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS
dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230
Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan
Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan
(BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A.
Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi
Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta
anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status
badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

Universitas Sumatera Utara

33

1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan
program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti
ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya.
Disamping itu, perusahaan diizinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan
usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum
diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas
pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk
kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen
Kesehatan

RI,

sesuai

Keputusan

1241/MENKES/SK/XI/2004
Penyelenggara

Program

dan

Menteri

Nomor

Jaminan

RI

Nomor

56/MENKES/SK/I/2005,

sebagai

Kesehatan

Kesehatan

Masyarakat

Miskin

(PJKMM/ASKESKIN).
Dasar Hukum BPJS Kesehatan.
1. Undang-Undang Dasar 194
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

Universitas Sumatera Utara

34

C.

Subjek dan Objek dalam Pelaksanaan Asuransi BPJS Kesehatan
Seperti halnya, subjek asuransi juga mengikuti asas subjek dari perjanjian

karena asuransi juga berlaku sebagai sebuah perjanjian.
Subjek perjanjian secara umum
Didalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
Dengan ketentuan seperti itu dapat dikatakan bahwa dalam tiap-tiap perjanjian selalu
ada dua macam subjek yakni disatu pihak seorang atau suatu badan hukum yang
mendapat beban kewajiban untuk sesuatu dan dilain pihak ada seorang atau badan
hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap
persetujuan selalu ada pihak berkewajiban dan pihak yang berhak.
Namun jika dalam suatu perjanjian seperti dalam asuransi dapat dikatakan merupakan
perjanjian dengan timbal balik dimana hal ini berarti bahwa satu pihak tidak selalu
menjadi pihak yang berhak, melainkan dalam hal lain memiliki beban kewajiban juga
terhadap pihak yang lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak
berkewajiban melainkan menjadi pihak yang berhak pula terhadap kewajiban dari
pihak pertama yang harus dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara

35

Kepentingan orang ketiga dalam asuransi. Terkait dengan asuransi pada
umumnya, dinyatakan dalam Pasal 264 KUH Dagang mengemukakan bahwa asuransi
dapat diadakan tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan orang ketiga, hal ini dapat terjadi berdasarkan atas suatu kuasa umum
atau khusus yang diberikan oleh orang ketiga itu, atau dapat terjadi diluar
pengetahuan orang ketiga tersebut.
Penyebutan kepentingan untuk orang ketiga dalam polis. Mengenai hal ini,
dinyatakan daalam Pasal 267 KUH Dagang bahwa apabila dalam polis tidak
disebutkan, maka asuransi diadakan untuk kepentingan orang ketiga, maka asuransi
harus dianggap diadakan oleh si terjamin untuk dirinya sendiri. Namun apabila dalam
hal ini ada orang ketiga yang berkepentingan dan jika terjadi sesuatu peristiwa yang
dipertanggungkan, maka si penanggung harus membayar sejumlah kerugian, namun
menurut Pasal 250 KUH Dagang si penanggung tidak berkewajiban membayar ganti
kerugian itu.
Dalam Pasal 250 KUH Dagang dinyatakan bahwa dalam hal seseorang
terjamin mengadakan asuransi untuk dirinya sendiri dan kemudian ternyata ia sendiri
tidak berkepentingan pada barang yang dijamin, maka si penanggung tidak
berkewajiban membayar ganti kerugian tersebut.Terkait dalam hal ini, klausul dalam
polis menyatakan bahwa sang penanggung menjamin, misalnya X atau orang lain
yang mungkin berkepentingan. Klausul seperti demikian menjamin, misalnya X atau
orang lain yang mungkin berkepentingan. Klausul seperti demikian dalam polis

Universitas Sumatera Utara

36

dianggap cukup untuk menyebutkan bahwa asuransi diadakan untuk kepentingan
orang ketiga.
Penyebutan pemberian kuasa oleh orang ketiga. Dinyatakan dalam Pasal 265
KUH Dagang bahwa dalam polis harus ditegaskan apakah asuransi diadakan atas
pemberian kuasa oleh orang ketiga yang berkepentingan itu ataukah diluar
pengetahuan orang ketiga. Terkait dengan kuasa, Pasal 266 KUH Dagang mengatur
hal adanya suatu asuransi untuk kepentingan orang ketiga, akan tetapi sudah jelas
diadakan tanpa pemberian kuasa dan diluar pengetahuan orang ketiga tersebut.
Jikalau ini terjadi, Pasal 266 menyatakan bahwa asuransi ini akan batal dan apabila
terhadap kepentinganyang sama diadakan asuransi pula oleh atau untuk orang ketiga
itu sebelum orang itu tahu, bahwa orang lain telah mengadakan asuransi untuk
kepentingan tersebut. 28
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, asuransi pada dasarnya merupakan
sebuah perjanjian. Asuransi adalah perjanjian dimana pihak tertanggung mengalihkan
risiko kepada pihak tertanggung dan penanggung akan mengganti kerugian terhadap
tertanggung jika risiko yang diperjanjikan tersebut benar-benar terjadi. Didalam KUH
Dagang telah diatur terkait dengan objek asuransi, tepatnya ada didalam Pasal 268
KUH Dagang. Dalam Pasal 268 KUH Dagang, yang dapat menjadi objek asuransi
adalah semua kepentingan yang ;
a. Dapat dinilai dengan sejumlah uang
28

Djoko prakosa, 1987, Hukum Asuransi Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, hal.98-103

Universitas Sumatera Utara

37

Terkait dengan hal yang dapat dinilaidengan uang, kiranya Pasal hal ini
dinyatakan dalam Pasal 268 KUH Dagang yang menyatakan bahwa;
“ Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat
dinilaikan ddengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya dan tidak
dikecualikan oleh undang-undang.”
Segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang dalam hal ini merujuk
kepada harta benda yang memiliki nilai tertentu dan dapat diperkirakan
berapa penggantinya sehingga memudahkan penanggung untuk memberi
perhitungan premi yang dibayar oleh tertanggung. Selain itu, dalam Pasal
268 juga ada unsur kata “kepentingan” yang dalam dunia asuransi masuk ke
prinsip adanya kepentingan atau Insurable Interest. Artinya, tertanggung
harus memiliki kepentingan terhadap objek yang diasuransikannya tersebut,
apabila tertanggung tidak memiliki kepentingan terhadap objek yang
diasuransikannya tersebut, maka penanggung dapat menolak untuk memberi
ganti rugi. Terkait dengan hal ini diatur dalam Pasal 250 KUH Dagang yang
berbunyi :
“Apabila seseorang yang telah mengadakan sesuatu petanggungan untuk
diri sendiri, atau apabila seseorang, yang untuknya telah diadakan suatu
pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai

Universitas Sumatera Utara

38

suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si
penanggung tidaklah diwajibkan memberi ganti rugi.”
b. Dapat takluk pada macam-macam bahaya
Dalam hal takluk pada macam-macam bahaya, jadi barang tersebut dapat
mengalami kerusakan atau suatu hal yang dapat merugikan jika suatu bahaya
terjadi. Misalnya rumah yang dapaat terkena kebakaran atau badai topan.
c. Tidak dikecualikan oleh undang-undang
Tidak dikecualikan oleh undang-undang berarti barang tersebut merupakan
barang yang dapat diasuransikan dan tidak dilarang undang-undang untuk
diasuransikan oleh karena sifat dan risikonya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (Rsj) Provinsi Sumatera Utara

4 100 108

Respon Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Mandiri Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Lukas Hilisimaetano Kabupaten Nias Selatan

5 95 150

Tinjauan Yuridis Tentang Klaim Asuransi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (Studi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Cabang Lubuk Pakam)

0 7 106

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSFORMASI PT ASKES (PERSERO) DAN PT JAMSOSTEK (PERSERO) MENJADI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL.

0 0 13

Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Penyelesaian Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Terhadap Karyawan PT. Trans Dana Profitri Brandan

0 1 8

Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Penyelesaian Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Terhadap Karyawan PT. Trans Dana Profitri Brandan

0 0 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Penyelesaian Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Terhadap Karyawan PT. Trans Dana Profitri Brandan

0 0 17

Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Penyelesaian Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Terhadap Karyawan PT. Trans Dana Profitri Brandan Chapter III V

0 0 52

Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Penyelesaian Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Terhadap Karyawan PT. Trans Dana Profitri Brandan

0 0 2

INSURANCE FRAUD BADAN PENYELENGGARA JAMI

0 0 9