INSURANCE FRAUD BADAN PENYELENGGARA JAMI

INSURANCE FRAUD
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN
(Studi kasus pada proses klaim yang dilakukan oleh rumah sakit)
Nama Dosen :
Sigit Handoyo, SE., M.Bus.

Mata Kuliah :
Pengantar Audit Forensik / Audit Forensik
Oleh :
Adzka Rosa Sanjayyana
Arief Hidayatullah Khamainy
Dian Puji Puspitasari
Muhammad Diar Alfarizi

(14314023/14919025)
(14314024/14919026)
(14314032)
(14314035)

MAGISTER AKUNTANSI DAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah
Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin

biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau
mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis perawatan yang ditawarkan
perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (outpatient treatment). Produk asuransi kesehatan diselenggarakan baik oleh perusahaan asuransi
sosial, perusahaan asuransi jiwa, maupun juga perusahaan asuransi umum.
Di banyak buku teks asuransi, asuransi kesehatan mencakup produk asuransi
kesehatan sosial maupun komersial. Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi yang wajib
diikuti oleh seluruh atau sebagian penduduk (misalnya pegawai), premi atau iurannya bukan
nilai nominal tetapi prosentase upah yang wajib dibayarkan, dan manfaat asuransi (benefit)
ditetapkan peraturan perundangan dan sama untuk semua peserta. Sedangkan asuransi
kesehatan komersial adalah asuransi yang dijual oleh perusahaan atau badan asuransi lain,

sifat kepesertaannya sukarela, tergantung kesediaan orang atau perusahaan untuk membeli
dan preminya ditetapkan dalam bentuk nominal sesuai manfaat asuransi yang ditawarkan.
Karena itu premi dan manfaat asuransi kesehatan komersial sangat variasi dan tidak sama
untuk setiap peserta.
Domain asuransi kesehatan mencakup berbagai program atau produk asuransi yaitu
penggantian uang atau pemberian pelayanan kesehatan, yang disebabkan oleh penyakit,
kecelakaan kerja, kecelakaan diri selain kecelakaan kerja, penggantian penghasilan yang
hilang akibat menderita penyakit atau mengalami kecelakaan. Tampak bahwa obyek asuransi
kesehatan sangat luas.
Pesatnya perkembangan bisnis asuransi menunjukkan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap kesehatan dan jiwa. Selain itu
tujuan lain pembukaan polis asuransi adalah untuk melindungi masa depan ahli waris ketika
kehilangan pencari nafkah utamanya.
Pada tanggal 1 Januari 2014 pemerintah Republik Indonesia membentuk sebuah
badan asuransi kesehatan yang dinamakan dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang
ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima

2


Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan
Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
Namun dengan adanya layanan masyarakat tersebut muncul indikasi adanya
kecurangan yang dilakukan oleh

pihak rumah sakit yang merupakan pihak yang

berhubungan langsung dengan masyarakat dan pihak yang dapat mengajukan klaim kepada
BPJS. Kasus kecurangan (fraud) pengajuan klaim oleh rumah sakit selama 2014 tidak
dibantah oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Meskipun begitu nilai
kecurangan mereka anggap masih batas wajar. Belum masuk tahap yang bisa mengancam
keuangan badan usaha milik publik itu. Direktur Pelayanan BPJS Fajri adinur mengatakan
mereka bisa melihat ada kecurangan itu, ketika nilai total klaim selama 2014 lebih tinggi
dibanding proyeksi anggaran mereka. Data sepanjang 2014 lalu, total klaim yang dibayar
BPJS mencapai sekitar Rp 42,6 triliun.
Terkait dengan kecurangan pengajuan klaim BPJS Kesehatan, Fajriadinur mengatakan
mereka telah menjatuhkan sanksi kepada empat rumah sakit. Keempat rumah sakit itu diputus
kontraknya karena dianggap melakukan kesalahan yang berulang-ulang.
1.2.


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalah tersebut maka rumusan masalah yang dapat

kami ajukan dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
a. Bentuk fraud seperti apa yang dilakukan oleh rumah sakit kaitannya dengan asuransi
BPJS Kesehatan ini?
b. Jika menggunakan analisis Fraud Triangle mengapa fraud tersebut dapat terjadi?
c. Bagaimana untuk menanggulangi terjadinya fraud yang serupa? Apa yang sebaiknya
dilakukan oleh BPJS Kesehatan?
1.3.

Tujuan Penulisan
Penulisan analisis kasus ini bertujuan untuk mempelajari kasus nyata terkait

kecurangan-kecurangan yang dilakukan dalam kaitannya dengan asuransi dalam hal ini yaitu
kasus kecurangan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit terhadap BPJS Kesehatan yang
merupakan badan asuransi milik pemerintah.

3


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Bentuk Fraud yang dilakukan Oleh Rumah Sakit
Modus kecurangan klaim asuransi BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh pihak rumah

sakit sangat beragam. Kecurangan tersebut antara lain berbentuk :
a. Klaim yang dibuat-buat.
Salah satu bentuk kecurangan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit adalah dengan
memanipulasi klaim, Potensi kecurangannya adalah phantom billing. Kecurangan jenis
ini dilakukan rumah sakit dengan membuat kasus perawatan siluman (awu-awu).
Contohnya salah satu RS selama Januari 2014 aslinya hanya melayani satu pasien BPJS
Kesehatan dengan keluhan penyakit tifus, Tetapi dalam klaim yang diajukan ke BPJS
Kesehatan, dibuat billing siluman seakan-akan ada lebih dari satu pasien penyakit tifus di
bulan yang sama. Fajriadinur juga menjelaskan wujud kecurangan lainnya adalah
membuat diagnosis yang dibesar-besarkan atau diparah-parahkan. Dengan cara ini rumah
sakit akan mendapatkan uang klaim dari BPJS Kesehatan sangat besar, karena
penyakitnya masuk kategori parah. Rumah sakit jelas mendapat untung, karena tindakan

medis yang dia lakukan tidak berbiaya mahal. Sebab jenis penyakitnya bukan skala parah.
b. Pemalsuan dokumen
Memalsukan surat-surat atau dokumen pendukung, misalkan kwitansi, bukti pembayaran
dan lainnya.

Dokumen palsu tersebut yang akan digunakan dalam proses klaim.

Pemalsuan tersebut dilakukan misalnya dalam penggelembungan tagihan obat dan alkes,
pemecahan episode pelayanan medis yang seharusnya dalam satu paket pelayanan,
melakukan rujukan semu, menagih lebih dari sekali, memperpanjang lama perawatan
padahal secara medis sang pasien sudah boleh pulang, memanipulasi kelas perawatan
(faktanya kelas I ditagihkan kelas VIP), membatalkan tindakan medis yang seharusnya
wajib dilakukan, dan melakukan tindakan medis yang tidak perlu.
c. Mengutip uang dari peserta BPJS
Pihak rumah sakit masih melakukan penarikan uang terhadap peserta BPJS padahal
semua biaya pengobatan pasien tersebut telah ditanggung oleh BPJS. Sehingga rumah
sakit akan mendapatkan pembayaran ganda yaitu uang yang dibayarkan oleh pihak BPJS
dan yang dibayarkan oleh pasien itu sendiri.
2.2.


Analisis Fraud Triangle
Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan),

opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:
4

a. Pressure
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya
hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll.
Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah
finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.
Pada kasus ini pressure yang mungkin terjadi pada rumah sakit adalah sebagai berikut :
 Adanya tekanan dari shareholders maupun top eksekutif rumah sakit untuk
mendapatkan laba yang tinggi sehingga fraud tersebut dapat terjadi.
 Fraud yang terjadi yang dilakukan oleh

rumah sakit tersebut bisa jadi bukan

kesalahan sepenuhnya dari rumah sakit, bisa jadi adanya oknum dari karyawan
rumahsakit itu sendiri sehingga pressure yang muncul mungkin juga dari pribadi

karyawan yang bersangkutan.
b. Opportunity
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan
karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau
penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan
elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses,
prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
Dalam kasus ini opportunity nya adalah sebagai berikut :
 Adanya pengendalian internal yang lemah yang dimiliki oleh BPJS sehingga proses
klaim asuransi masih dapat dimanfaatkan oleh rumah sakit untuk melakukan fraud.
 Tidak adanya control dari pihak BPJS baik kontrol secara berkala maupun kontrol
rutin terhadap pelaksanaan asuransi BPJS di lapangan.
 BPJS hanya menyarankan kepada rumah sakit untuk menyediakan divisi antri fraud
yang nantinya juga membantu pihak BPJS dalam mengontrol proses asuransi

5

kesehatan BPJS, namun divisi anti fraud tersebut bekerja untuk rumah sakit bukan
untuk BPJS.
 Kemungkinan adanya oknum yang bekerja sama dari kedua lembaga tersebut.

c. Rationalization
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari
pembenaran atas tindakannya.
Rumah sakit dalam hal ini yang telah melakukan kecurangan dalam klaim asuransi BPJS
mungkin memiliki pembenaran sebagai berikut :
 Pihak rumah sakit melakukan pemungutan kepada pasien BPJS berpendapat bahwa
uang pengganti dari BPJS belum cukup untuk mengganti keseluruhan biaya berobat
pasien sehingga rumah sakit merasa perlu untuk melakukan pungutan kepada pasien
untuk menutupi kekurangan biaya berobat pasien.
 Dalam kaitannya dengan manipulasi kelas perawatan bisa jadi pihak rumah sakit
melakukan pembenaran bahwa pada saat pasien datang kelas perawatan yang diikuti
sedang penuh sehingga pasien BPJS tetap diterima di rumah sakit tersebut dengan
kelas yang lebih rendah dan kemungkinan pihak rumah sakit berdalih klaim yang
diajukan kepada pihak BPJS sesuai dengan kelas premi yang dibayarkan oleh pasien
BPJS tersebut sehingga pihak rumah sakit merasa tidak ada yang salah dengan apa
yang telah dilakukan oleh pihak rumah sakit tersebut.
2.3.

Pencegahan Terjadinya Fraud
Menurut Morris (2009) ada 5 prinsip mengatasi fraud dalam bidang kesehatan yakni :


pendaftaran, pembayaran, pemenuhan standar, pengawasan dan respon. Menurut Ginting
(2007), mengatasi fraud dengan cara, peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yakni
pemerintah, peserta asuransi kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, perusahaan asuransi
kesehatan.
Ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pihak BPJS untuk menghindari adanya
fraud tersebut antara lain :
a. Pertama adalah setiap rumah sakit yang berkongsi dengan BPJS Kesehatan diminta untuk
membuat unit anti fraud. Unit ini akan melihat apakah klaim-klaim yang diajukan oleh
rumah sakit sesuai dengan ketentuan atau tidak.
b. Pihak BPJS membentuk tim kendali mutu dan biaya ini terdiri dari unsur klinisi profesi
(organisasi profesi) dan akademisi. Tim itu akan mengaudit nominal klaim yang diajukan
rumah sakit. Mereka akan mengetahui nominal klaim rumah sakit itu wajar atau tidak.
6

c. Pemerintah sudah menjalankan sistem Indonesian Case Base Groups (Ina-CBG"s).
Melalui sistem itu klaim yang diajukan rumah sakti wujudnya dalam satu paket. Dengan
sistem paket ini, pasien akan dirawat satu hari atau bahkan lima hari, nominal klaimnya
akan sama. Termasuk juga dengan jenis obat-obatan yang dipakai, sudah disesuaikan
dengan peket penyakitnya.

Berbagai pengendalian sebenarnya telah dilakukan oleh pihak BPJS untuk
menghindari fraud tersebut karena pihak BPJS menyadari akan hal tersebut, namun pada
praktiknya masih adanya indikasi fraud yang dilakukan oleh rumah sakit meskipun indikasi
tersebut belum terbukti kebenarannya, hal tersebut mengindikasikan bahwa masih adanya
kelemahan dalam praktik klaim asuransi BPJS tersebut. Sehingga kami

mengajukan

beberapa saran untuk pencegahan fraud tersebut antara lain :
a. Pihak BPJS sebaiknya melakukan audit khusus untuk mengawal proses BPJS kesehatan
tersebut sehingga indikasi-indikasi fraud yang dilakukan oleh pihak rumah sakit dapat
segera ditinjak lanjuti.
b. Unit anti fraud rumah sakit sebaiknya bukan dari pihak rumah sakit melainkan dari BPJS
sehingga tim tersebut nantinya akan bekerja untuk BPJS.
c. Adanya perbaikan sistem proses pegajuan klaim dan adanya pengendalian internal yang
lebih baik sehingga fraud yang masih merupakan indikasi ini dapat segera dievaluasi oleh
BPJS.

7

BAB III
KESIMPULAN
BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyedia asuransi kesehatan milik pemerintah
sebaiknya segera menindaklanjuti adanya indikasi fraud yang dilakukan oleh rumah sakit.
Meskipun besarannya tersebut belum masuk tahap yang bisa mengancam keuangan badan
usaha milik publik itu namun besaran indikasi adanya kecuragan tersebut tidak bisa dianggap
sepele. Jika total klaim BPJS Kesehatan dalam setahun sampai Rp 40 triluin, potensi fraudnya antara Rp 2 triluin sampai Rp 4 triliun hal tersebut bukan merupakan angka yang kecil.
Sehingga sebaiknya BPJS segera melakukan perbaikan baik prosedur pengajuan klaim
maupun pengendalian oleh BPJS itu sendiri sehingga fraud serupa dapat diminimalisir.

8

DAFTAR PUSTAKA
Sampurna, Budi, “Peran Ilmu Forensik dalam Kasus-kasus Asuransi” Indonesian Journal
of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):17-20 : Asosiasi forensik Indonesia. Jakarta.
www.jppn.com/ini-modus-kecurangan-rumah-sakit diakses pada tanggal 19 Januari 2016.
www.variasuransi.blogspot.com/2012/05/kecurangan-klaim-asuransi-fraudelent.html?m=1
diakses pada tanggal 19 Januari 2016
www.reliance-life.com/oneclick/?p=491 diakses pada tanggal 19 Januari 2016

9

Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA UPT RUMAH SAKIT PARU JEMBER SEBELUM DAN SESUDAH BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

24 263 20

ANALISIS KOMUNIKASI, KOMPENSASI FINANSIAL DAN NON FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA BADAN PUSAT STATISTIK JEMBER

0 48 17

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

EVALUASI LAPORAN KEUANGAN RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) DAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH (SAP)

0 24 21

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

HUBUNGAN KEPUASAN KERJA, PENGEMBANGAN KARIR, KOMITMEN ORGANISASI DENGAN KINERJA PEGAWAI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG MELALUI PENDEKATAN ANALISIS JALUR

0 20 17

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA GRATIFIKASI OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL TULANG BAWANG (Studi Putusan Nomor:02/Pid./TPK/2012/PT.TK.)

0 40 59

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

HUBUNGAN KEMITRAAN KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA (Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)

0 34 95