fullpapers kklke8ac3378d32full

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA
DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI CV. “X”
Gadis Wisudawati Yunia Putri, Abdul Rohim Tualeka
Departemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
E-mail: gadiswyp@windowslive.com
ABSTRACT
Job stress was a part of life stress. Demands of the job do not match the capabilities or skills of
workers and unfulfilled desire were a cause of job stress. So it can affect the level of labor
productivity. This study was a descriptive study with cross sectional design. while the samples were
taken with a total sampling principle that all workers who totaled 35 people. The data obtained were
analyzed descriptively using Contingency Coeffisient. The result of this study was showed that the
relationship of job stress with productivity levels. By using the contingency coefficient, a value
association of 0.495. When viewed from the level of the relationship, the association values were
0.495 susceptible values from 0.26 to 0.50 which means a moderate level of relationship. Conclusion
of job stress have a relationship with the level of labor productivity in the CV. “X”. Advice given,
among others: increased attention to labor, one of them by measuring work climate that work can
always be monitored and can be used as a basis to formulate company policies, provide advice on
each of the workers to always maintain the cleanliness and neatness of work space and give rewards
to workers who can produce high productivity.
Keywords: individual characteristics, job stress, the level of labor productivity


ABSTRAK
Stres kerja adalah bagian dari stres kehidupan. Tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
kemampuan atau keterampilan dari pekerja dan keinginan yang tidak tersalurkan merupakan
penyebab timbulnya stres kerja. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross
sectional. Sedangkan sampel diambil dengan prinsip total sampling yaitu semua tenaga kerja yang
berjumlah 35 orang. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
kontingensi koefisien.Dari hasil penelitian terdapat hubungan antara stres kerja dengan tingkat
produktivitas. Dengan menggunakan analisis kontingensi koefisien, didapatkan nilai korelasinya
sebesar 0,495. Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,495 berada pada rentang nilai
0,26 - 0,50 yang berarti memiliki tingkat hubungan sedang. Kesimpulan yang diperoleh stres kerja
mempunyai hubungan dengan tingkat produktivitas pada tenaga kerja di CV. SMI Surabaya. Saran
yang diberikan antara lain: meningkatkan perhatiannya terhadap tenaga kerja, salah satunya dengan
melakukan pengukuran iklim kerja sehingga tempat kerja selalu dapat dipantau dan dapat digunakan
sebagai dasar untuk menyusun kebijakan perusahaan, memberikan saran pada tiap tenaga kerjanya
untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan memberikan reward kepada tenaga
kerja yang dapat menghasilkan produktivitas tinggi.
Kata kunci: karakteristik individu, stres kerja, tingkat produktivitas tenaga kerja

144


145 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

PENDAHULUAN

Pengembangan
sumber
daya
manusia di dalam pembangunan ekonomi
sangat penting untuk diperhatikan.
Beberapa ahli ekonomi mengemukakan
bahwa titik permulaan pertumbuhan
ekonomi terletak pada meningkatnya
produktivitas
tenaga
kerja
(Sudrajat,dkk.,1998).
Dalam
rangka
peningkatan

produktivitas tersebut maka perhatian
terhadap tenaga kerja sangat penting
untuk dilakukan, disamping itu karena
tenaga kerja juga mempunyai hak untuk
mendapat
perlindungan
terhadap
kesehatan dan keselamatan selama
bekerja.
Pemerintah
menunjukkan
perhatiannya
terhadap tenaga kerja
diwujudkan dengan adanya Undangundang dan peraturan pemerintahan dalam
praktek hygiene perusahaan.
Penjelasan
umum
pasal
ini
menyatakan agar aman melakukan

pekerjaannya
sehari-hari
untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas
nasional, tenaga kerja harus dilindungi
dari berbagai soal di sekitarnya serta pada
dirinya yang dapat menimpa dan
mengganggu dirinya serta pelaksanaan
pekerjaannya (Sudirman,1989). Perhatian
yang kurang terhadap kesehatan dan
keselamatan
tenaga
kerja
dapat
mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan. Hal-hal tersebut terjadinya
penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja,
penurunan produktivitas dan gangguan
kesehatan baik fisik maupun psikologis.
Gangguan fisik mudah dideteksi karena

dapat dilihat oleh indera secara langsung,
sedangkan gangguan psikologis sulit
untuk dideteksi karena biasanya tidak
disadari adanya dan tidak dapat dilihat
oleh indera secara langsung tetapi dapat
mengakibatkan dampak negatif bagi
perusahaan dan bagi tenaga kerja itu
sendiri.
Salah satu gangguan psikologis
adalah stres. Masalah stres yang
tidak segera diatasi dapat menurunkan

tingkat kesehatan. Apabila stres ini terjadi
di tempat kerja dapat mengakibatkan
masalah kerja yang serius yang dapat
mempengaruhi kinerja dari tenaga kerja.
Stres kerja berdampak sangat besar
terhadap tenaga kerja. Akibat stres
kerja lebih dari 14.000 tenaga kerja mati
tiap tahun dalam kecelakaan industri

(hampir 55 orang per hari atau 7 orang per
jam kerja) dan lebih dari 100.000 orang
tenaga kerja menjadi cacat permanen
setiap tahun dan karyawan melaporkan
lebih dari 5 juta kecelakaan pekerjaan
yang terjadi tiap tahunnya (Gibson, 1995).
Menurut Risnawati (2002), stres
kerja merupakan suatu hal yang paling
ditakuti oleh dunia usaha maupun
pemerintah. Hal tersebut dampaknya
berimplikasi pada masyarakat luas dan
pertumbuhan ekonomi suatu Negara
karena dapat menurunkan produktivitas
kerja. Dalam artikel tentang migrasi
tenaga kerja (khususnya tenaga kerja
kasar) dengan peningkatan produktivitas
dan kualitas tenaga kerja nasional yang
dimuat di kompas 31 Desember 1994
disebutkan bahwa berdasarkan data
empiris produktivitas tenaga kerja

Indonesia menduduki peringkat terendah
di antara negara-negara di Asia.
Menurut Menteri Perindustrian
MS Hidayat, produktivitas tenaga kerja
Indonesia
masih
relatif
rendah,
kalah dibandingkan dengan tiga negara
kompetitor utama di ASEAN. Data
produktivitas tahun 2013, produktivitas
tenaga kerja Indonesia sebesar 9.500
dollar AS. Dengan asumsi Rp 11.000 per
dollar AS, produktivitas tenaga kerja
Indonesia setara Rp 104,5 juta per kerja
per tahun. Angka produktivitas tenaga
kerja Indonesia ini di bawah Singapura
yang mencapai 92.000 dollar AS atau Rp
1,012 miliar, Malaysia 33.300 dollar AS
atau Rp 363,3 juta, dan Thailand 15.400

dollar AS atau Rp 169,4 juta. Bahkan,
produktivitas tenaga kerja Indonesia
berada di bawah rata-rata negara ASEAN
yang sebesar 10.700 dollar AS atau Rp
117,7 juta.

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja…

Stres kerja juga memberikan
dampak pada tingkat produktivitas
terhadap tenaga kerja di CV.”X”. Belum
ada penelitian dampak stres kerja dengan
tingkat produktivitas tenaga kerja di CV.
“X”. Dengan demikian perlu dilakukan
penelitian tentang hubungan stres kerja
dengan tingkat produktivitas tenaga kerja.
Identifikasi masalah penelitian
adalah berdasarkan survei awal yang
dilakukan didapatkan bahwa industri ini
secara formal tidak mempunyai jam kerja

yang tetap. Jam kerja di industri ini
tergantung oleh ramai atau tidaknya order
yang diterima oleh industri. Terkadang
para pekerja masuk jam 09.00 pagi dan
pulang jam 17.00, tetapi apabila keadaan
industri sedang sepi maka pekerja dapat
pulang jam 14.00 bahkan diliburkan
apabila industri tidak ada orderan.
Sebagian kecil pekerja di industri
ini mempunyai latar belakang ekonomi
yang cukup dan sebagian besar sudah
berkeluarga yang menyebabkan mereka
mempunyai beban ekonomi yang lebih
berat. Sistem upah yang diterapkan di
industri ini
yaitu tergantung oleh
jumlah kursi yang dihasilkan oleh tenaga
kerja dalam seminggu. Apabila jumlah
yang mereka hasilkan banyak, maka upah
yang mereka dapatkan juga banyak begitu

juga sebaliknya apabila jumlah yang
mereka hasilkan sedikit, maka upah yang
mereka dapatkan sedikit pula.
Dilihat dari lingkungan kerjanya,
CV. “X” mempunyai kerawanan terhadap
terjadinya stres di tempat kerja. Hal ini
dapat dilihat dari ruang kerja yang kurang
sesuai dengan syarat-syarat kesehatan
yaitu ruang kerja yang penerangannya
kurang sehingga dapat menyebabkan
kelelahan mata, suhu udara di ruang kerja
yang panas karena kurangnya ventilasi
udara dan atap industri terbuat dari asbes,
keadaan ruang kerja yang kurang
bersih dan tidak rapi dapat menambah
beban kerja yang harus ditanggung oleh
pekerja
yang dapat
menyebabkan
munculnya stres kerja sehingga akan

berpengaruh
terhadap
tingkat

146

produktivitas industri ini. Batasan masalah
penelitian ini adalah stres kerja
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
faktor dari lingkungan kerja yang meliputi
faktor fisik, kimia, biologi, psikologi,
faktor kondisi di luar lingkungan kerja
(life stresor ), yaitu perubahan-perubahan
dasar dalam kehidupan seseorang seperti
perceraian, perkawinan dan kematian serta
faktor dari diri pribadi yaitu tipe
kepribadian A atau B.
Selain itu juga terdapat faktor yang
dapat merubah pengalaman stres individu
yang meliputi umur, pendidikan, masa
kerja, jenis kelamin, intelegensia, status
ekonomi, suku, kebudayaan, dan kondisi
fisik. Dalam penelitian ini dibatasi pada
variabel faktor fisik dari lingkungan kerja
yang meliputi persepsi tenaga kerja
mengenai
suhu,
penerangan
dan
kebersihan serta kerapian ruang kerja dan
faktor yang dapat merubah pengalaman
stres individu yaitu umur, pendidikan, dan
masa kerja. Pengambilan variabel dari
lingkungan
kerja
karena
untuk
mengetahui seberapa jauh lingkungan
kerja berpengaruh terhadap individu.
Rumusan masalah pada penelitian
ini adalah Apakah hubungan antara stres
kerja dengan tingkat produktivitas pada
tenaga kerja di CV. “X”.
Sedangkan tujuan penelitian ini
adalah menganalisis hubungan antara stres
kerja dengan tingkat produktivitas tenaga
kerja di CV. “X”.
METODE
Berdasarkan
tidak
adanya
perlakuan pada objek, penelitian ini
termasuk penelitian observasional karena
penelitian
ini
dilakukan
dengan
mengamati objek penelitian tanpa
memberikan perlakuan.
Berdasarkan waktu pelaksanaannya,
penelitian ini termasuk penelitian cross
sectional karena data tentang variabel
diperoleh pada satu waktu dan merupakan
penelitian
analitik
yaitu
dengan
menggunakan
teknik
kontingensi

147 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

koefisien. sampel dari penelitian ini
adalah semua tenaga kerja di CV. “X”
yang berjumlah 35 orang (Notoatmodjo,
1997).
Sampel di ambil dengan prinsip
total sampling karena jumlah yang
tidak terlalu banyak dan waktu yang
memungkinkan
untuk
menggunakan
seluruh populasi menjadi sampel.
Variabel pada penelitian ini adalah
karakteristik individu (umur, masa kerja
dan pendidikan), stres kerja, produktivitas
kerja dan lingkungan fisik kerja.
Pengumpulan data primer dilakukan
dengan menggunakan bantuan kuisioner
dan teknik wawancara kepada pimpinan
industri dan tenaga kerja serta penggunaan
lembar observasi untuk mengamati
lingkungan fisik yang terkait dengan
penelitian.
Sedangkan
pengumpulan
data
sekunder diperoleh dari data yang telah
ada pada industri yang bersangkutan. Data
yang telah diperoleh melalui observasi dan
wawancara
diolah
pada
penilaian
kuesioner yang dilakukan skoring untuk
mengetahui
stress
dan
tingkat
produktivitas.
Untuk mengetahui hubungan stres
dengan tingkat produktivitas dilakukan
analisis data dengan menggunakan
tabulasi silang (cross tab). Data yang
didapatkan dari kuesioner, wawancara
dan pengukuran langsung kemudian
dianalisis dengan tabel narasi. Untuk
mengetahui kuat hubungan menggunakan
Contingency Coefficient (C).
HASIL

yang diinginkan. Setelah kursi jadi, lalu
kursi tersebut dibungkus dengan plastik
atau yang biasa disebut dengan
pengepakan. Setelah pengepakan selesai,
kursi siap di kirim dan dijual.
Karakteristik Responden
Umur Responden
terlihat bahwa sebagian besar
responden berumur antara 41–50 tahun
yaitu sebanyak 15 orang (42,9%) dan
hanya 4 orang responden (11,4%) yang
berumur antara 21 – 30 tahun.
Pendidikan Responden
terlihat bahwa sebagian besar
pendidikan responden adalah SMP yaitu
sebanyak 18 orang (51,4%) dan hanya 2
orang
responden
(5,7%)
yang
berpendidikan SD.
Masa Kerja Responden
terlihat bahwa sebagian besar masa
kerja responden antara 11 – 15 tahun yaitu
sebanyak 20 orang (57,1%) dan hanya 1
orang responden (2,9%) yang masa
kerjanya kurang dari 1 tahun.
Lingkungan Fisik Kerja Responden
terlihat bahwa sebagian besar
responden yaitu 32 orang (91,4%) merasa
tidak nyaman di lingkungan kerjanya, dan
yang
mengalami
kenyamanan
di
lingkungan kerja hanya 3 orang (8,6%).
Stres Kerja
besar responden mengalami stres
kerja yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan
8 orang responden (22,9%) yang tidak
mengalami stres kerja.

Gambaran Umum Perusahaan

CV. “X” merupakan industri
mebel. Misi visi industri ini adalah
menghasilkan produk mebel yang
berkualitas. Proses produksi di industri ini
dimulai dari proses pembuatan kursi yaitu
menyusun kerangka kursi, lalu pemberian
spon daan setelah itu pemberian kain yang
sudah dijahit dan dibentuk sesuai kursi

Tingkat Produktivitas Kerja
Sebagaian
besar
responden
mempunyai tingkat produktivitas tinggi
yaitu sebanyak 17 orang (48,6%),
sedangkan responden dengan tingkat
produktivitas rendah mempunyai jumlah
paling sedikit yaitu 8 orang (22,8%).

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja…

Hubungan Antara Umur Responden
Dengan Stres Kerja
Tabel 1. Hubungan Antara Umur dengan
Stres Kerja Tenaga Kerja di CV.
“X” 2014
Umur
Responden
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
> 50 tahun
Jumlah

Stres Kerja
Tidak
Stres
Stres
(n%)
(n%)
2 (50,0) 2 (50,0)
2 (20,0) 8 (80,0)
3 (20,0) 12(80,0)
1 (16,7) 5 (83,3)
8 (22,9) 27(77,1)

Masa Kerja
Responden

4 (100,0)
10(100,0)
15(100,0)
6 (100,0)
35(100,0)

0-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
Jumlah

Hubungan
Antara
Pendidikan
Responden dengan Stres Kerja
Tabel 2. Hubungan Antara pendidikan
dengan Stres Kerja Tenaga
kerja di CV. “X” 2014
Pendidikan
Responden
SD
SMP
SMA
Jumlah

Stres Kerja
Tidak
Stres
Stres
(n%)
(n%)
0 (0,0)
2(100,0)
6 (33,3) 12(66,7)
2 (13,3) 13(86,7)
8 (22,9) 27(77,1)

Hubungan
Antara
Masa
Kerja
Responden dengan Stres Kerja
Tabel 3. Hubungan Antara Masa Kerja
dengan Stres Kerja Tenaga
Kerja di CV “X” 2014

Jumlah
(n%)

Dapat diketahui bahwa yang paling
banyak mengalami stres kerja adalah
responden dengan umur > 50 tahun yaitu
sebesar 83,3%. Sedangkan responden yang
paling sedikit mengalami stres kerja yaitu
responden dengan umur rentang umurnya
21-30 tahun sebesar 50,0%.

Jumlah
(n%)
2 (100,0)
18(100,0)
15(100,0)
35(100,0)

Diketahui bahwa yang paling
banyak mengalami stres kerja adalah
responden dengan pendidikan SD sebesar
100,0%. Sedangkan responden yang paling
sedikit mengalami stres kerja yaitu
responden dengan pendidikan SMP sebesar
66,7%.

148

Stres Kerja
Tidak
Stres
Stres
(n%)
(n%)
2 (33,3) 4 (66,7)
2 (22,2) 7 (77,8)
4 (20,0) 16(80,0)
8 (22,9) 27(77,1)

Jumlah
(n%)
6 (100,0)
9 (100,0)
20(100,0)
35(100,0)

Diketahui bahwa yang paling banyak
mengalami stres kerja adalah responden
dengan rentang lama kerja antara 11 – 15
tahun yaitu sebesar 80,0%. Sedangkan
responden yang paling sedikit mengalami
stres kerja yaitu responden dengan rentang
lama kerja antara 0-5 tahun yaitu sebesar
66,7%.
Hubungan antara lingkungan Fisik
Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 4. Hubungan Antara Lingkungan
Fisik Kerja dengan Stres Kerja
Tenaga Kerja di CV “X” 2014
Lingkungan
Fisik Kerja
Tidak
Nyaman
Nyaman
Jumlah

Stres Kerja
Tidak
Stres
Stres
(n%)
(n%)
5 (15,6) 27(84,4)

32(100,0)

3(100,0)
8 (22,9)

3 (100,0)
35(100,0)

0 (0,0)
27(77,1)

Jumlah
(n%)

Diketahui bahwa semua responden
yang merasa tidak nyaman mengalami stres
kerja yaitu sebesar 84,4% dan tidak ada
responden yang merasa nyaman yang
mengalami stres kerja.

149 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

Hubungan antara Stres Kerja dengan
Tingkat Produktivitas Kerja
Tabel 5. Hubungan Antara stres Kerja
dengan Tingkat Produktivitas
Kerja Tenaga Kerja di CV “X”
2014
Stres
Kerja
Tidak
Stres
Stres
Jumlah

Stres Kerja
Rendah Sedang
(n%)
(n%)
0
6
(0,0)
(75,0)
8
4
(29,6)
(14,8)
8
10
(22,8)
(28,6)

Tinggi
(n%)
2
(25,0)
15
(55,6)
17
(48,6)

Jumlah
(n%)
8
(100,0)
27
(100,0)
35
(100,0)

terbuat dari tumpukan triplek untuk
meletakkan bahan-bahan produksi. Untuk
kursi yang sudah jadi, diletakkan di bawah.
Penerangan di ruangan ini berasal
dari penerangan alami dan buatan. Sinar
matahari masuk melalui ventilasi –
ventilasi kecil di sepanjang dinding baik di
lantai bawah maupun atas yang juga
berfungsi sebagai jalan masuknya sinar
matahari. Sedangkan penerangan buatan
berasal dari lampu yang berkekuatan 20
watt dan 10 watt. Jumlah lampu disini ± 6
lampu. Masing-masing lantai terdapat 3
buah lampu yang terdiri dari 20 watt dan
10 watt. Untuk membantu kesejukan udara
di dalam ruangan, masing-masing lantai
diberi 1 buah kipas angin yang berdiameter
± 30 cm dan letaknya di tengah langitlangit. Walaupun letak kipas angin ini di
tengah-tengah, suhu udara di ruang kerja
masih saja terasa sedikit panas.

Diketahui bahwa pada responden
yang paling banyak mengalami stres
adalah
responden
yang
tingkat
produktivitasnya tinggi yaitu sebesar
55,6 %. Sedangkan responden yang sedikit
mengalami stres adalah responden yang
tingkat produktivitasnya sedang yaitu
sebesar 14,8%.

PEMBAHASAN

Hasil Observasi Terhadap Lingkungan
Fisik Kerja
CV. “X” merupakan gudang besar
yang tidak memiliki halaman dan tidak
berpagar. Dinding ruang kerja terbuat dari
tembok yang bahannya cukup kuat, jika
terkena hujan terus menerus, tembok
tersebut pun akan rapuh. Warna dinding
cerah yaitu putih sehingga dapat
membantu pencahayaan di ruang kerja ini.
CV ini memiliki sedikit ventilasi
sehingga aliran udara dan cahaya pun
kurang. Di dalam ruangan ini terdapat
banyak sekali barang-barang produksi
yang akan dijadikan kursi. Mulai dari
kerangka kursi, spon, kain, lem, kardus,
dan peralatan yg digunakan. Semua barang
- barang ini ada yang tertata rapi dan ada
pula yang tidak. Ruangan ini tidak
mempunyai langit-langit, tetapi langsung
beratapkan asbes. Lantai ruang kerja
terbuat dari cor-coran semen yang
sewaktu-waktu bisa retak. Ruang kerja
tidak bersekat, akan tetapi terdapat 2 lantai
pada ruang kerja ini. Lantai atas hanya

Karakteristik Tenaga Kerja
Umur
Secara deskriptif dari hasil penelitian
diketahui bahwa responden yang terbanyak
berusia 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 15
orang (42,9%).
Menurut
Depkes
RI (2009),
rentan umur ini dikategorikan dalam
umur dewasa akhir. Rentang usia ini
walaupun termasuk
dalam
usia
produktif, tetapi sudah mendekati masa
lansia awal. Hal ini mulai terjadi
penurunan fungsi dan kemampuan tubuh.
Adanya penurunan kemampuan tubuh
menyebabkan jarang perusahaan yang
mencari tenaga kerja di rentang usia ini,
sehingga tenaga kerja pada rentang usia
ini akan menekuni pekerjaan yang telah di
jalaninya dan tidak akan berpindah untuk
mencari pekerjaan lain.
Sedangkan yang paling sedikit yaitu
responden dengan rentang usia 21 – 30
tahun sebanyak 4 orang (11,4%). Pada
rentang usia ini bisa dikategorikan dalam
usia dewasa awal. Pada umumnya masa
dewasa awal merupakan masa dimana

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja…

setiap orang mempunyai banyak impian
yang ingin dicapai dan sudah memikirkan
kehidupan yang lebih matang, misalnya
keinginan untuk menikah. Sehingga pada
rentan umur ini tiap individu dituntut
untuk berfikir secara luas, tegas dan
bertanggung jawab jika ingin sukses.
Misalnya mencari pekerjaan yang sesuai
keinginan dan bekerja dengan rasa
tanggungjawab. Pada rentang usia ini
merupakan usia produktif dimana banyak
dicari oleh perusahaan.
Pada pekerjaan mebel ini umur juga
dapat
dapat
berpengaruh
terhadap
produktivitas tenaga kerja. Semakin tua
umur maka tenaga kerja akan semakin
cepat merasa lelah selain itu keterampilan
tangan
juga
semakin
berkurang
dibandingkan tenaga kerja yang lebih
muda. Di dalam pekerjaan ini dibutuhkan
orang yang cekatan dan terampil agar
menghasilkan
mebel
(kursi)
yang
berkualitas.
Pendidikan
Pembuatan kursi pada perusahaan ini
seperti dalam penelitian merupakan suatu
pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan
tingkat pendidikan. Sebenarnya pekerjaan
ini bisa dipelajari oleh semua orang tanpa
memandang tingkat pendidikan. Pekerjaan
ini hanya memerlukan keterampilan yang
cekatan. Keterampilan ini bisa didapat dari
terbiasa membuat kursi. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa tingkat
pendidikan sebagian besar responden
adalah SMP yaitu sebanyak 18 orang
(51,4%). Sedangkan yang paling rendah
adalah tingkat pendidikan SD yaitu
sebanyak 2 orang (5,7%).
Tingkat pendidikan ini juga tidak
berpengaruh terhadap pencapaian hasil
tenaga kerja, karena banyak sedikitnya
hasil yang didapat tergantung dari
keterampilan mereka dalam membuat
kursi. Semakin terampil, maka semakin
cepat mereka bekerja sehingga akan
semakin banyak yang dihasilkan.

150

Masa Kerja
Sebagian
besar
tenaga
kerja
mempunyai masa kerja antara 11 – 15
tahun yaitu sebanyak 20 orang (57,1%).
Hal ini berarti sebagian besar dari mereka
bekerja sejak bertahun – tahun awal
berdiri. Hanya 1 orang responden (2,9%)
yang mempunyai masa kerja < 1 tahun.
Para tenaga kerja tetap bertahan
dengan pekerjaannya ini karena tingkat
pendidikan mereka yang pada umumnya
rendah dan kurang mendukung untuk
mendapatkan pekerjaan yang lain. Mereka
berpikir bahwa pekerjaan ini sudah
mencukupi untuk kehidupan mereka.
Lingkungan Fisik Kerja
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian besar merasa tidak nyaman
dengan lingkungan kerjanya yaitu sebanyak
32 orang (91,4%) sedangkan yang merasa
nyaman sebanyak 3 orang (8,6%).
Ketidaknyamanan ini meliputi suhu
di dalam ruang kerja yang panas,
pencahayaan kurang, ruang kerja yang
berdebu dan sedikit tidak rapi di dalam
ruang kerja. Ketidaknyamanan ini harus
segera diperbaiki karena dapat berefek
negatif terhadap tenaga kerja itu sendiri.
Menurut pendapat Nurmianto (1996),
bahwa ketidaknyamanan dapat menjadi
sebuah gangguan atau bahkan dapat
menimbulkan efek – efek psikologis.
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan, keadaan ruang kerja panas dan
berdebu karena kurangnya ventilasi di
ruang kerja serta tidak adanya penghijauan
di sekitar tempat kerja dan selain itu di
daerah ini juga merupakan lalu lintas truk
dari berbagai perusahaan yang ada di
daerah pergudangan ini. Kurangnya
jumlah kipas angin dan jendela yang
menghambat aliran udara yang dapat
membuat tenaga kerja tidak nyaman.
Penerangan juga kurang karena tidak
semua lampu dinyalakan, tujuannya agar
suhu di dalam ruangan tidak semakin
panas.

151 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

Stres Kerja Pada Tenaga Kerja
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian besar responden mengalami stres
kerja yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan
8 orang responden (22,9%) yang tidak
mengalami stres kerja. Menurut Risnawati
(2002)
mengatakan bahwa
dalam
lingkup
ketenagakerjaan stres kerja
merupakan suatu ketidakseimbangan yang
ada
antara tuntutan pekerjaan dan
kemampuan individu bila kegagalan yang
terjadi berdampak penting. Sedangkan
menurut Mangkunegara (2002) stres kerja
adalah perasaan tertekan yang dialami
karyawan dalam menghadapi pekerjaan.
Perasaan tertekan ini bisa disebabkan oleh
stresor fisik ataupun stresor sosial.
Dengan kata lain stres kerja adalah
perasaan tertekan atau suatu ketegangan
mental (psikologi) seseorang terkait
dengan pekerjaannya yang terjadi karena
pengaruh situasi atau peristiwa diri dan
lingkungan, baik lingkungan pekerjaan
maupun
diluar
pekerjaannya.
Dari
penelitian Cohen (1980) dalam Munandar
(2001) faktor – faktor yag mempengaruhi
stres kerja yaitu lingkungan kerja, kondisi
diluar lingkungan kerja, dan diri pribadi.
Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian besar responden mempunyai
tingkat produktivitas tinggi yaitu sebanyak
17 orang (48,6%), sedangkan responden
dengan tingkat produktivitas rendah
mempunyai jumlah paling sedikit yaitu 8
orang (22,8%). Produktivitas
tenaga
kerja
yaitu
suatu konsep yang
menunjukkan adanya kaitan antara hasil
kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan
untuk menghasilkan produk (barang atau
jasa) dari seseorang tenaga kerja.
Menurut
Ravianto
(1986)
mengatakan bahwa seorang tenaga kerja
dinilai
produktif
jika
ia
mampu
menghasilkan keluaran yang lebih banyak
dari tenaga kerja lain dalam waktu yang
sama dengan menggunakan sumber daya
yang sama atau lebih sedikit dengan mutu
yang sesuai standar.

Hubungan Antara Umur dengan Stres
Kerja
Ditinjau dari segi umur, responden
yang paling banyak mengalami stres kerja
adalah responden dengan umur > 50 tahun
yaitu sebesar 83,3%. Secara garis besar
persentase tenaga kerja yang mengalami
stres kerja ditinjau dari umur, meningkat
seiring dengan meningkatnya umur.
Semakin tua umur responden, semakin
besar persentase yang mengalami stres
kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
Anoraga (1998), yaitu semakin tua umur
seseorang
maka
semakin
besar
kemungkinan terjadinya stres kerja,
mengingat dengan bertambahnya umur
seseorang, maka semakin kompleks pula
permasalahan
yang
akan
dihadapi.
Menurut Winarti (2001), menyatakan
bahwa responden yang lebih rentan
mengalami stres kerja adalah yang berusia
≥ 41 tahun.Berdasarkan pengujian yang
dilakukan
dengan
menggunakan
kontingensi koofisien di dapatkan nilai
asosiasinya sebesar 0,228. Jika dilihat dari
tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,228
berada pada rentang nilai 0,00 – 0,25 yang
berarti memiliki tingkat hubungan lemah.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara stres kerja dengan umur
responden. Faktor umur memang sulit
untuk di analisis tersendiri karena masih
banyak faktor dalam individu lainnya
yang ikut berpengaruh terhadap stres kerja.
Selain itu dengan bertambahnya umur,
pengalaman dan pengetahuan akan
bertambah baik serta rasa tanggungjawab
yang lebih besar dimana semuanya akan
dapat
menutupi
kekurangan
untuk
beradaptasi.
Hubungan Antara Pendidikan dengan
Stres Kerja
Ditinjau dari segi pendidikan,
responden yang mengalami stres kerja
sebagian besar yaitu 100,0% adalah tenaga
kerja yang mempunyai pendidikan SD.
Berdasarkan hasil pengujian dengan
menggunakan
kontingensi
koefisien

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja…

didapatkan nilai asosiasinya sebesar 0,257.
Jika dilihat dari tingkat hubungannya, nilai
asosiasi 0,257 berada pada rentang nilai
0,00 – 0,25 yang berarti memiliki tingkat
hubungan lemah.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara stres kerja dengan
pendidikan responden. Sesuai dengan
pendapat Smet (1994), yaitu reaksi
terhadap stres berbeda antara orang yang
satu dengan yang lain.
Sesuai dengan pendapat Smet (1994),
yaitu reaksi terhadap stres berbeda antara
orang yang satu dengan yang lain.
Perbedaan ini disebabkan oleh faktor –
faktor yang dapat merubah dampak
stressor, yaitu faktor umur, tahap
kehidupan, jenis kelamin, temperamen,
faktor-faktor
genetik,
intelegensi,
pendidikan, suku, kebudayaan, status
ekonomi, dan kondisi fisik.
Hubungan Antara Masa Kerja dengan
Stres Kerja
Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa responden yang paling banyak
mengalami stres kerja adalah responden
yang lama kerjanya antara 11 – 15 tahun
yaitu sebesar 80,0% dan yang paling
sedikit adalah responden dengan lama
kerja 0 – 5 tahun yaitu sebesar 66,7%.
Hasil ini tidak sesuai dengan
Atkinson (1991), bahwa semakin sedikit
masa kerja seseorang, semakin besar
kemungkinan terjadinya stres mengingat
masa kerja baru memerlukan adaptasi yang
baik. Selain itu tiap individu memiliki
daya tahan yang berbeda – beda untuk
menghadapi stressor yang ada pada setiap
individu, sehingga kerentanan turut
berperan dalam terjadinya stres.
Hubungan antara kedua variabel
tersebut
dianalisis
menggunakan
kontingensi koefisien dan didapatkan nilai
asosiasinya sebesar 0,184. Jika dilihat dari
tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,184
berada pada rentang nilai 0,00 – 0,25 yang
berarti memiliki tingkat hubungan lemah.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara stres kerja dengan lama

152

kerja responden.
Hubungan Antara Lingkungan Fisik
Kerja dengan Stres Kerja
Ivancevich dan Matteson mengatakan
bahwa stres pada seseorang dapat
bersumber dari faktor lingkungan atau
yang datang dirinya sendiri (Hidayat,
1998). Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa responden yang paling banyak
mengalami stres kerja sebesar 84,4%
adalah responden yang merasa tidak
nyaman di lingkungan kerja.
Lingkungan fisik dimana seseorang
bekerja dapat menjadi sumber timbulnya
stres. Merasa senang atau tidak senang
bekerja tergantung lingkungan fisik kerja
yang mempengaruhi seperti intensitas
penerangan, warna dinding, bising yang
menganggu, suhu ruangan yang terlalu
panas atau mungkin terlalu dingin, ruangan
lembab dan bau serta pengaturan ruangan
seperti bahan-bahan produksi, meja dan
kursi
ruang
kerja
yang
tidak
menyenangkan (Singgih dan Singgih,
1991).
Sebenarnya pihak perusahaan juga
sudah melakukan upaya untuk membuat
keadaan ruang kerja menjadi nyaman,
diantaranya dengan menggunakan lampu
sebagai penerangan dan tidak semuanya
dinyalakan karena untuk mengurangi suhu
panas di dalam ruang kerja.
Analisis terhadap kedua variabel ini
menggunakan kontingensi koefisien dan
didapatkan nilai asosiasinya sebesar
0,490.
Jika
dilihat
dari
tingkat
hubungannya, nilai asosiasi 0,490 berada
pada rentang nilai 0,26 – 0,50 yang berarti
memiliki tingkat hubungan sedang.
Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan antara stres kerja dengan
lingkungan fisik kerja. Hasil ini sesuai
dengan Anoraga (1998), yang mengatakan
bahwa unsur – unsur tertentu seperti suara
bising, suhu udara yang tinggi dan banyak
kondisi penghambat lain mempunyai
kemungkinan sebagi penyebab timbulnya
stres kerja dalam lingkungan kerja.
Atkinson (1991), juga mengatakan bahwa

153 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 144-154

semakin buruk lingkungan fisik, semakin
dapat menimbulkan stres.
Oleh karena itu
sebaiknya
perusahaan
lebih
meningkatkan
perhatiannya terhadap tenaga kerja,
diantaranya dengan
melakukan
pengukuran iklim kerja sehingga tempat
kerja selalu dapat dipantau dan dapat
digunakan sebagai dasar untuk menyusun
kebijakan perusahaan dalam rangka
peningkatan pengendalian lingkungan
kesehatan
kerja,
sehingga
akan
memberikan suasana kerja yang lebih
nyaman
bagi
pekerjanya. Serta
memberikan saran pada tiap tenaga
kerjanya untuk selalu menjaga kebersihan
dan kerapian ruang kerja.
Hubungan antara Stres Kerja Dengan
Tingkat Produktivitas
Secara deskriptif dapat diketahui
bahwa
yang
paling
banyak
mengalami stres kerja adalah tenaga kerja
dengan tingkat produktivitas tinggi yaitu
sebesar 55,6% dan yang paling sedikit
mengalami stres kerja adalah tenaga kerja
dengan tingkat produktivitas sedang
yaitu sebesar 14,8%. Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa stres memberikan
pengaruh terhadap produktivitas yang
tinggi.
Akan tetapi stres yang diberikan
tidak boleh terlalu banyak karena akan
dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja
kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat Selye dalam Munandar 2001,
yaitu stres tidak selalu hal yang
negatif, bila individu terganggu dan
kelelahan maka dapat menimbulkan stres
yang merugikan.
Berdasarkan
analisis
yang
dilakukan
dengan
menggunakan
kontingensi koefisien didapatkan nilai
asosiasinya sebesar 0,495. Jika dilihat dari
tingkat hubungannya, nilai asosiasi 0,495
berada pada rentang nilai 0,26 - 0,50 yang
berarti memiliki tingkat hubungan sedang.

Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan antara stres kerja dengan
tingkat produktivitas kerja. Hal ini sesuai
dengan pendapat Anoraga (1998), yang
menyatakan bahwa tekanan emosional
yang kurang mendukung motovasi untuk
bekerja pada akhirnya menghasilkan stres
yang berdampak pada produktivitas dan
variabilitas yang besar dalam prestasi
kerja.
Oleh
karena
itu
sebaiknya
perusahaan memberikan reward kepada
tenaga kerja yang dapat menghasilkan
produktivitas tinggi, sehingga reward ini
akan memberikan motivasi kepada tenaga
kerja untuk selalu bekerja yang produktif
dan bertanggungjawab. Hal ini dapat
meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
dan perusahaan.
SIMPULAN
Sebagian besar responden berumur
antara 41 – 50 tahun, responden dengan
tingkat pendidikan SMP adalah yang
terbanyak, serta sebagian besar masa kerja
responden antara 11 – 15 tahun. Sebagian
besar responden yaitu 32 orang (91,4%)
merasa tidak nyaman di lingkungan
kerjanya,
dan
yang
mengalami
kenyamanan di lingkungan kerja hanya 3
orang (8,6%).
Sebagian
besar
responden
mengalami
stres
kerja.
Sebagian
besar responden mempunyai tingkat
produktivitas tinggi. Tidak terdapat
hubungan
yang
bermakna
antara
stres
kerja
dengan
karakterisitik
responden seperti umur, pendidikan dan
masa kerja. Terdapat hubungan yang
bermakna antara stres kerja dengan
lingkungan fisik kerja. Sebagian besar
responden
tidak
merasa
nyaman.
Terdapat hubungan
yang bermakna
antara stres kerja dengan tingkat
produktivitas kerja. Stres kerja terbanyak
dialami oleh responden dengan tingkat
produktivitas tinggi.

Gadis W.Y Putri dan Abdul R. Tualeka, Hubungan Antar Stres Kerja…

DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Panji.1998. Psikologi Kerja .
Jakarta: Rineka Cipta.
Atkinson, M.1991. Mengatasi Stres di
Tempat Kerja . Jakarta: Bina Rupa
Aksara
Gibson, dkk.1995.Organisasi, Perilaku,
Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga
Hidayat, T.1998. Stres Dalam Lingkup
Pekerjaan. Majalah Psikiatri, tahun
XXXI nomor 3
Mangkunegara
P,
Anwar.2002.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Munandar, Ashar Sunyoto.2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta:
UI Press.
Notoatmodjo, Soekidjo.1997. Metodelogi
Penelitian
Kesehatan .
Jakarta:
Rineka Cipta
Nurmianto, Eko.1996. Ergonomi, Konsep
Dasar dan Aplikasinya . Jakarta:
Guna Widya
Ravianto, J.1986. Produktivitas dan
Keluarga . Jakarta: Lembaga Sarana
Informasi
Uasaha
Dan
Produktivitas.
Risnawanti.2002. Hubungan Antara Iklim
kerja Dengan Stres Di Tempat

154

Kerja.
Skripsi.
Surabaya:
Universitas Airlangga.
Singgih dan Singgih.1991. Psikologi
Praktis
Anak,
Remaja
dan
Keluarga . Jakarta: BPK Gunung
Mulia
Smet, B.1994. Psikologi Kesehatan .
Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia
Sudirman.1989.
Hiperkes
dan
Keselamatan
Kerja
Kaitannya
dengan Ketenangan Kerja. Majalah
Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Vol XXII no 2 dan 3. Jakarta: Pusat
Hiperkes
Departemen
Tenaga
Kerja RI
Sudrajat,
dkk.1998.
Manajemen
Lingkungan
Kerja .
Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sumakmur P.K.1989. Ergonomi Untuk
Produktivitas Kerja . Jakarta: Haji
Masagung
Winarti, N.2001. Hubungan Antara
Karakterisitik Pekerja dengan Stres
Kerja Pada pengemudi Bemo Lyn
T2. Skripsi. Surabaya: Universitas
Airlangga