Korelasi Loudness Matching Dengan Tinnitus Handicap Inventory (Thi) Pada Karyawan Pusat Listrik Tenaga Gas (Pltg) Paya Pasir Medan

16

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Bising merupakan salah satu polutan yang paling sering ditemukan di

lingkungan kerja dan merupakan risiko kerja yang harus diwaspadai di
seluruh dunia. Diperkirakan enam ratus juta pekerja di seluruh dunia
terpapar dengan bising lingkungan kerja, jumlah ini mencakup 35 juta
orang di Eropa dan 30 juta pekerja di Amerika Serikat terpapar bising di
atas nilai ambang batas yang diperkenankan (Attarchi, 2010). World
Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15% dari seluruh
pekerja di negara berkembang berisiko terpapar bising yang berdampak
pada pendengaran (Dias, 2008).
Gangguan pendengaran yang diakibatkan paparan bising lingkungan
kerja, yang dikenal dengan gangguan pendengaran akibat bising (GPAB)
atau noise induce hearing loss (NIHL) bersifat sensorineural, biasanya
bilateral akibat terpapar bising cukup keras dalam jangka waktu cukup

lama dan biasanya diakibatkan bising lingkungan kerja (Krishnamurti,
2009; Muyassaroh, 2011). Bising lingkungan kerja bukan hanya
menyebabkan gangguan pendengaran namun dapat menimbulkan tinitus.
Keparahan tinitus sering kali lebih menyebabkan kecacatan dibandingkan
gangguan pendengaran, tapi tinitus tidak dapat dimonitor dalam program
konservasi pendengaran (Henry, 2005).
Tinitus merupakan keluhan yang menyertai GPAB dan memberikan
dampak negatif terhadap kualitas hidup pekerja dan orang-orang
disekitarnya. Tinitus didefinisikan sebagai suatu ‘ilusi auditori’ yaitu

17

persepsi suara tanpa adanya stimulus yang berasal dari luar (Baguley,
2008; Dias, 2008). Keluhan awal ini merupakan peringatan terhadap
paparan yang sangat besar terhadap stimulus suara dan berindikasi
meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
bising dan merupakan keluhan utama untuk mencegah GPAB dan
menjadi faktor prediktif kecacatan pada pekerja yang terpapar bising
(Delecrode, 2012).
Penelitian epidemiologi menunjukkan sekitar sepertiga dari seluruh

populasi dunia pernah mengalami keluhan tinitus paling tidak sekali dalam
hidupnya dan sekitar 1–5% akan mengalami komplikasi psikososial yang
serius (Martines, 2010). Data dari The Tinnitus Archive menunjukkan
bising merupakan penyebab traumatik utama tinitus, dengan 13% dari
seluruh koresponden mengalami tinitus yang berhubungan dengan
paparan bising jangka panjang (Mrena, 2011).
Hong (2006) yang meneliti pekerja konstruksi bangunan mendapatkan
prevalensi tinitus dan GPAB masing-masing sebesar 38% dan 60%. Chen
mendapatkan prevalensi GPAB 38% dan tinitus 28% pekerja kilang
minyak dengan paparan bising 73-89 dB dengan rata-rata masa paparan
7 tahun (Poole, 2010). Delecrode mendapatkan 28,05% pekerja yang
tepapar bising mengalami keluhan tinitus dan 53% diantaranya menderita
GPAB.
Gambaran

klinis

tinitus

sebagai


suatu

keluhan

dan

penyakit

bergantung pada banyak variabel yang berkenaan dengan audiologi,
medis, dan psikologis. Salah satu variabel terpenting yang dapat
menjelaskan perbedaan tiap-tiap individu terhadap keberadaan tinitus
adalah intensitas signal tinitus. Beberapa pasien mengeluhkan suara yang
sangat kuat bahkan dapat berkembang menjadi gangguan psikologi.
Bahkan mereka yakin bahwa kekuatan suara tinitus menjadi faktor yang
sangat penting terhadap kualitas hidup mereka. Mereka berpendapat
suara tinitus yang kuat ini mengganggu aktivitas, sedangkan suara tinitus

18


yang pelan lebih mudah ditoleransi dan tidak mengganggu aktivitas. Hal
ini didukung data empirical evidence. Hiller menyimpulkan beberapa hasil
penelitian yang menyatakan adanya korelasi yang kecil sampai sedang
antara kekuatan suara tinitus dengan keparahan penyakit dan kecacatan
yang diakibatkan, sedangkan penulis lain mendapatkan bahwa kekuatan
suara tinitus menjadi faktor prediktif yang signifikan terhadap tingkat
keparahan yang dialami pasien (Hiller, 2003). Penelitian di Brazil (2009)
mendapatkan

korelasi

yang

signifikan

antara

pengukuran

tinitus


menggunakan visual analogue scale dengan THI (r = 0,564; p = 0,0001; n
= 43)(Figueiredo, 2009).
Pengobatan tinitus masih menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh
dokter THT. Dari banyak faktor yang bertanggung jawab salah satunya
adalah sulitnya untuk mengukur keluhan tinitus dan metode penilaian
yang digunakan. Meikle seperti yang dikutip Fiqueiredo, dalam sebuah
artikel review mulai tahun 2008 telah mengklasifikasikan metode penilaian
tinitus menjadi beberapa kategori yaitu tes psikoakustik, skala dan
kuesioner. Tes psikoakustik yang lazim digunakan antara lain Loudness
Match, Pitch Match dan Minimum Masking Level (MML). Kuesioner yang
digunakan untuk menilai dampak tinitus terhadap sejumlah aspek
kehidupan sehari-hari, antar lain THI, Tinnitus Handicap Questionnaire
(THQ) dan lain-lain (Fiqueiredo, 2009, 2010, Fioretti, 2011).
PT. Pusat Listrk Negara/ PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagut
berfungsi menyediakan tenaga listrik untuk daerah Nangroe Aceh
Darussalam (NAD), Sumut dan Riau yang memiliki aset mesin pembangkit
antara lain Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG) Paya Pasir yang memiliki 4
unit (Profil PLN, 2006). Salfi (2013) mendapatkan proporsi karyawan yang
menderita GPAB di PLTG Paya Pasir Medan sebesar 29,5%.

Dari latar belakang diatas, dapat diketahui bahwa angka kejadian
GPAB dan tinitus masih cukup tinggi pada pekerja yang terpapar bising
dan dapat berdampak terhadap aktivitas sehari-hari dan sampai saat ini
belum ada data-data maupun penelitian mengenai proporsi keluhan tinitus

19

pada pekerja PLTG Paya Pasir Medan dan bagaimana korelasi
pengukuran loudness matching dengan Tinnitus Handicap Inventory, pada
karyawan yang mengalami tinitus.
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas,

dapat

dirumuskan

masalah


penelitian

yaitu

bagaimana

korelasi

pengukuran loudness matching dengan THI pada karyawan yang
mengalami tinitus di PLTG Paya Pasir Medan.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui korelasi pengukuran loudness matching dengan THI
pada karyawan yang mengalami tinitus di PLTG Paya Pasir Medan.
1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui distribusi tinitus berdasarkan usia.
2. Untuk mengetahui distribusi tinitus berdasarkan jenis kelamin.
3. Mengetahui distribusi tinitus berdasarkan lokasi.
4. Mengetahui distribusi tinitus berdasarkan durasi.
5. Mengetahui distribusi tinitus berdasarkan pitch matching.
6. Mengetahui distribusi tinitus berdasarkan loudness matching.
7. Mengetahui distribusi derajat THI.
8. Mengetahui distribusi gambaran hasil pemeriksaan audiometri.
9. Mengetahui hubungan THI dengan gangguan pendengaran.
10. Mengetahui korelasi loudness matching dengan THI

1.4

Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti

20

Untuk mengetahui proporsi keluhan tinitus pada karyawan yang terpapar

bising dan bagaimana korelasi pengukuran loudness matching dengan
THI pada karyawan yang mengalami tinitus di PLTG Paya Pasir Medan.
b. Bagi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan data dan
informasi

yang

dapat

digunakan

sebagai

bahan

pustaka

guna


pengembangan keilmuan dibidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala dan Leher.
c. Bagi pekerja
Mengerti

dan

mengetahui

akibat

bising

menyebabkan

gangguan

pendengaran dan keluhan tinitus yang berdampak terhadap kinerja dan
kualitas hidup pekerja.
d. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti
mengenai dampak bising terhadap kinerja karyawan yang bekerja di
PLTG Paya Pasir Medan, sehingga dapat direncanakan langkah-langkah
konservasi pendengaran.