REFERAT CICI FIXX 4 Tinnitus handicap inventory Copy Copy Copy Copy Copy

BAB I
PENDAHULUAN
Tinitus termasuk keluhan yang cukup banyak kita dapati dalam praktek sehari
hari. Menghadapi kasus tinnitus merupakan tantangan dari bagi kemampuan
pengetahuan di bidang THT terutama bidang audiologi, karena patofisiologinya yang
beragam sehingga penanganannya cukup rumit.1
Tinitus bukanlah suatu diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit. Tinitus mungkin dapat timbul dari penurunan fungsi pendengaran yang
dikaitkan dengan usia dan proses degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari
penyakit vaskular.2
Tinitus merupakan sebuah gejala yang berkaitan dengan banyak penyebab dan
kofaktor

pemicunya.

Tinitus

dapat

menjadi


persisten,

mengganggu,

dan

menghabiskan biaya yang tinggi. Tinitus dapat terjadi pada satu atau dua sisi kepala
dan dapat muncl dari dalam atau luar kepala. Tinitus sering terjadi bersamaan dengan
kehilangan pendengaran sensorineural, terutama pada pasien dengan tinitus yang
mengganggu dan tanpa adanya patologi telinga yang jelas. Kualitas tinitus dapat
bervariasi, yaitu bunyi telepon, berdengung, klik, pulsasi, dan gangguan lain yang
digambarkan oleh pasien.2
Pada kondisi, efek tinitus yang berkaitan dengan kualitas hidup, dengan
beberapa pasien mengalami kecemasan, depresi, dan perubahan hidup yang ekstrim.
Pasien dengan tinitus disertai dengan kecemasan atau depresi berat perlu dilakukan
identifikasi dan intervensi mengenai kecenderungan bunuh diri.2
Karena tinnitus berhubungan dengan depresi, sehingga diperlukan suatu alat
untuk membantu dalam kuantifikasi tinnitus dan mengidentifikasi bagaimana
pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan pengukuran HTI
(Tinnitus Handicap Inventory) yang telah divalidasi dan dilaporkan sejak tahun

1996. Kuesioner dalam pengukuran ini dapat digunakan saat diagnosis dan selama
pengobatan dan tindak lanjut untuk mengukur kemajuan. Hal ini memungkinkan
pengasuh untuk lebih memahami bagaimana menyikapi sebuah proses penyakit dan
membantu dalam perencanaan pengobatan.3

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pendengaran
A. Anatomi Sistem Pendengaran
Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. 2

Gambar 1. Anatomi system pendengaran2

B. Telinga luar
Telinga luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar
meliputi daun telinga atau pinna, Liang telinga atau meatus auditorius
eksternus, dan gendang telinga atau membrana timpani. 2


Gambar 2. Telinga luar2

2

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga
berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan
akhirnya menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada
telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah
liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan tulang rawan
yang dilapisi kulit tipis. 2
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga luar dan tulang di dua pertiga dalam. Liang telinga memiliki
panjang kira-kira 2,5 - 3 cm. Di dalam liang telinga terdapat banyak
kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau
kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen
yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang
meneruskan suara ke telinga tengah. 2
C. Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi

gendang telinga, 3 tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes). muara
tuba Eustachii juga berada di telinga tengah. 2
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke
tulang

pendengaran.

Masing-masing

tulang

pendengaran

akan

menyampaikan getaran ke tulang berikutnya. Tulang stapes yang
merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran ke koklea. 2

Gambar 3. Telinga tengah4


3

Telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi udara dalam
keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah
tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Saluran Eustachius
menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang faring. Dalam keadaan
biasa, hubungan saluran Eustachii dan telinga tengah tertutup dan terbuka
pada saat mengunyah dan menguap. 2
D.

Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian rongga
pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe &
labirin membranasea, yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan
endolimfe. 2
Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang koklea terdiri
atas tiga bagian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian
dasar dari skala vestibuli berhubungan dengan tulang stapes melalui jendela
berselaput yang disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan
dengan telinga tengah melalui tingkap bulat. 2

Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis atau
membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di
atas membran basilaris terdapat organ corti yang berfungsi mengubah
getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel rambut dan sel
penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari
gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian
otak dengan N.vestibulokoklearis. 2
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera
keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang
membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga saluran setengah
lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini berfungsi mengatur
keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan
dengan bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklearis. 2

4

Gambar 4. Telinga dalam2

2.2. Fisiologi Pendengaran
Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam

liang telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan
menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang
dengar, maleus, incus dan stapes, ke foramen oval.4
Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan
limfe yang ada di dalam skala vestibuli. Getaran cairan ini akan menggerakkan
membrana Reissner dan menggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan
gerakan relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi pelepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius. Lalu di lanjutkan
ke nukleus auditoris sampai korteks pendengaran di area 39-40 lobus temporalis.
4

5

Gambar 5. Fisiologi pendengaran2

2.3. Definisi Tinitus

Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi
suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik
maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa
bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum, atau berbagai macam bunyi
lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan
tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.1
Istilah tinnitus berasal dari kata Latin tinnire, yang berarti berdering.
Biasanya, seseorang merasakan suara tanpa adanya suara di luar, dan persepsi
tidak terkait dengan sumber eksternal manapun.3
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut
periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Pada sebagian besar kasus,
gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila terjadinya makin
sering dan berat maka akan menganggu juga.5

6

2.4. Klasifikasi Tinitus
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus
objektif dan tinitus subjektif. 1
a. Tinitus objektif

Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar
oleh pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif
biasanya bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler
atau kardiovaskuler di sekitar telinga.1
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular,
sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus
berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena,
tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai
sebagai

suara

klik

yang

berhubungan

dengan


penyakit

sendi

temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah
atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan
timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah. 1
b. Tinitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar
oleh penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi. Tinitus subjektif bersifat
nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif
traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran.
Tinitus

subjektif

bervariasi

dalam


intensitas

dan

frekuensi

kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi
pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang
lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi. 1
2.5. Etiologi Tinitus 1,6
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga
dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus
dapat berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis,
kelainan vascular, tinitus karena obat – obatan, dan tinitus yang disebabkan
oleh hal lainnya.
7

1) Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin
akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera
leher adalah tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu
dapat berupa fraktur tengkorak atau whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami tinitus yang
berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di
dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan
antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2) Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dan korteks serebri bagian pusat
pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
kerusakan dari N. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada N.
VIII, tumor yang mengenai N. VIII, dan Microvascular compression
syndrome (MCV). MCV dikenal juga dengan vestibular paroksismal.
MCV menyebabkan kerusakan N. VIII, karena adanya kompresi dari
pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.
3) Tinitus karena kelainan vaskular
Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan
didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung.
Kelainan vaskular yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a.

Atherosklerosis.
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk –
bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga
tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan
aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang – kadang mengalami
turbulensi, sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.

8

b.

Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan
vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal.

c.

Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara
koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.

d.

Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala
juga dapat menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan
tumor glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada
rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan pendengaran. Ini
merupakan gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.

4) Tinitus karena kelainan metabolik
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan
hipertiroid dan anemia (keadaan dengan viskositas darah sangat rendah)
dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga
memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan
tinitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah
defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan
hiperlipidemia.
5) Tinitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple
sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demielinisasi yang
mempengaruhi sistem saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan
berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot, indra penglihatan
yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara,
depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada
telinga akan timbul gejala tinitus.

9

6) Tinitus akibat kelainan psikogenik
Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang
bersifat sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang.
Depresi,

anxietas

dan

stress

adalah

keadaan

psikogenik

yang

memungkinkan tinitus untuk muncul.
7) Tinitus akibat obat-obatan
Obat – obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obatobatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya:
a.

Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya.

b.

Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin, minosiklin.

c.

Obat-obatan

kemoterapi,

seperti

Bleomisin,

Cisplatin,

Mechlorethamine, Methotrexate, Vinkristin.
d.

Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide.

e.

Lain-lain, seperti Kloroquin, Quinine, Merkuri, Timah.

8) Tinitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya
pada tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan
menggerakkan membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus
muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot – otot palatum
juga akan menimbulkan tinitus.
9) Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan
edema), serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat
menyebabkan tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada
rendah.
10) Tinitus akibat sebab lainnya
a.

Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila
intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan kerusakan pada
10

reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang sering mengalami
kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi
3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
b.

Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65
tahun, simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi
1000Hz atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor – faktor herediter,
pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya
hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran
berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran lebih
cepat pada laki – laki disbanding perempuan.

c.

Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli
sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops
endolimf, yaitu penambahan volume endolimfe, karena gangguan
biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membran labirin.

Gambar 2.4 Etiologi tinitus

11

2.6. Patofisiologi Tinitus1
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga.1
Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah
seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus
menerus atau hilang timbul. 1
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga
terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan
konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil). 1
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya
terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar,
otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang
berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting
pada tumor glomus jugulare. 1,6
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya
seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis.
Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba
eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan
terjadi tinitus. 1.2
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta
otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan
vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka
suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. 1,2
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro –
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi,
terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti
penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga

12

terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo
dan tuli sensorineural. 1,6
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres
akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan
tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali. 1,2
2.7. Diagnosis Tinitus 1,2,6
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
A) Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan
diagnosis tinitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan,
diantaranya:


Kualitas dan kuantitas tinitus



Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga



Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu,
ataupun mendesis dan bunyi lainnya



Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam
hari



Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan
pendengaran serta gangguan neurologik lainnya.



Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu
menit dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang
patologik, tetapi jika tinitus berlangsung selama 5 menit, serangan ini
bias dianggap patologik.



Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan sifat ototoksik



Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi



Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik



Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
13

Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam
mendiagnosis pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler
sering terjadi pada wanita muda, sedangkan pasien dengan myoklonus
palatal sering terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan
neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan
neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan
intoksikasi obat, presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika
pasien susah untuk mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari telinga
kanan atau telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala,
kemungkinan besar terjadi kelainan patologis di saraf pusat, misalnya
serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel.
Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar
perifer dan sentral pada umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus
yang bernada rendah seperti gemuruh ombak adalah ciri khas penyakit
telinga koklear (hidrop endolimfatikus).1
B) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari
pemeriksaan auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua
telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah
tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika suara
tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka
harus ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar serasi
dengan pernapasan, maka kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba
eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut
nadi dan detak jantung, maka kemungkinan besar tinitus timbul karena
aneurisma, tumor vaskular, vascular malformation, dan venous hum. Jika
suara yang di dengar bersifat kontinua, maka kemungkinan tinitus terjadi
karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu.

14

Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar
oleh pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan
pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat beragam, di antaranya:


Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.



Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis
ataupun otitis kronik.



Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa
normal ataupun abnormal. Jika normal, maka tinitus mungkin
disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik,
labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes
BERA abnormal, maka tinitus disebabkan karena neuroma akustik,
tumor atau kompresi vaskular.
Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan

penunjang di atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT
scan ataupun MRI. Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai
ada tidaknya kelainan pada saraf pusat. Kelainannya dapat berupa multipel
sklerosis, infark dan tumor.
2.8. Penatalaksanaan Tinitus 1,2,6
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui
penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya
serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang
sering di hadapi pemeriksa adalah penyebab tinitus yang terkadang sukar
diketahui.
Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang
efektif untuk tinitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat
dibagi dalam 4 cara yaitu :

15

1) Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan
intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu
dengar atau tinitus masker.
2) Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan
relaksasi setiap hari.
3) Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer,
antidepresan, sedatif, neurotonik, vitamin, dan mineral.
4) Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh
akustik neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras
terdengar dapat dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur,
dikatakan bahwa tindakan ini dapat menghilangkan keluhan pada pasien.
Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear nerve section merupakan
tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.
Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu
penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu
mengurangi tinitus. Hal ini dikemukakan oleh Dobie RA, 1999. Obat-obatan
yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam atau klonazepam yang dipakai
dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan benzodiazepine yang
biasanya digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat lainnya
adalah amitriptyline atau nortriptyline yang digunakan dalam dosis rendah
juga, obat ini adalah golongan antidepresan trisiklik.4
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau
obat tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya
sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa
gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan
tersebut.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada
model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik
16

dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus
Retraining Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi
habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu.
Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan system auditorik ke
sistem limbik dan system saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan
tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna
berupa penurunan toleransi terhadap suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat
dikurangi atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan
suara lain sehingga keluhan telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini
bisa dilakukan dengan mendengar suara radio FM yang sedang tidak siaran,
terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai dengan gangguan pendengaran
dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan masking.
TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan
keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap
suara sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan
informasi untuk memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar
yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.
Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya:


Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.



Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan
tekanan darah yang merupakan salah satu penyebab tinitus.



Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan
nikotin.



Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik



Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.

17

2.9. Tinnitus Handicap Inventory (THI)
Tinitus dilaporkan berhubungan erat dengan dampak emosional. Tinitus
dapat menimbulkan tekanan/stres, depresi, kecemasan, dan penurunan
kualitas hidup.7
Pasien yang menderita tinnitus memiliki risiko yang lebih tinggi
berkembang menjadi penyakit tertentu, seperti insomnia, anxietas, depresi dan
menunjukkan secara keseluruhan kualitas hidup yang menurun, dibandingkan
dengan populasi yang normal. Tampaknya bahwa perbedaan antar-individu
dalam

persepsi

subjektif

berkorelasi

dengan

kehadiran

psychiatric

comorbidities. Studi besar mengenai epidemiologi menunjukkan bahwa 15% 20% dari populasi orang dewasa mengalami beberapa bentuk tinnitus dan satu
dari lima pasien yang terkena mengaku emosional affected5. Alasan mengapa
beberapa pasien dapat hidup bersama dengan tinnitus, sedangkan hal itu
merupakan gejala yang dapat melumpuhkan bagi orang lain, masih
kontroversial dan masih dalam pembahasan. Faktor kepribadian dan
kemampuan subjektif untuk mengatasi faktor stres, juga dikenal sebagai "daya
tahan" atau "resilience"6, tampak terlibat dalam toleransi tinnitus. 8
Pengukuran derajat keparahan tinitus dapat menggunakan kuisioner.
Beberapa kuisioner yang telah digunakan adalah Tinitus Severity Scale,
Tinitus Handicap Questionnaire, Subjective Tinitus Severity Scale, Tinitus
Reaction

Questionnaire, Tinitus Questionare dan the Tinitus Handicap

Inventory (Lim, 2010). Di antara kuisioner tersebut, the Tinitus Handicap
Inventory (THI) digunakan secara luas pada praktek klinis sebagai alat untuk
mengukur pengaruh tinitus dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan
penurunan kualitas hidup.9
Tinnitus Handycap Inventory (THI) adalah salah satu kuesioner khusus
yang banyak digunakan untuk melakukan penilaian kualitas hidup penderita
tinitus. Kuisioner THI telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia dan dinyatakan
valid serta reliabel sebagai instrumen psikometrik kualitas hidup pasien tinitus
di Indonesia.10

18

Validasi THI dilakukan sesuai dengan prinsip WHO dengan uji validasi
transkultural. Sebelum memulai studi, izin tertulis untuk melakukan proses
validasi telah diminta dari pemegang hak cipta THI, Craig Newman MD di
Cleveland,

Amerika

Serikat,

Penelitian

dilakukan

setelah

mendapat

persetujuannya tentang validasi THI. Berikut table koesioner asli: 10
Table 1. koesioner asli sebelum terjemahan10
No.
F1

Question

E3

Because of your tinnitus is it difficult for you to
concentrate?
Does the loudness of your tinnitus make it difficult for
you to hear people?
Does your tinnitus make you angry?

F4

Does your tinnitus make you confused?

C5

Because of your tinnitus are you desperate?

E6

Do you complain a great deal about your tinnitus?

F7

Because of your tinnitus do you have trouble falling to
sleep at night?
Do you feel as though you cannot escape your
tinnitus?
Does your tinnitus interfere with your ability to enjoy
social activities (such as going out to

F2

C8
F9

E1
0
C1
1
F12
F13
F14
F15
E1
6
E1
7
F18
C1
9
F20
E2
1
E2
2
C2
3
F24

Ye
s

No

Sometime
s

dinner, to the cinema)?
Because of your tinnitus do you feel frustrated?
Because of your tinnitus do you feel that you have a
terrible disease?
Does your tinnitus make it difficult to enjoy life?
Does your tinnitus interfere with your job or household
responsibilities?
Because of your tinnitus do you find that you are often
irritable?
Because of your tinnitus is it difficult for you to read?
Does your tinnitus make you upset?
Do you feel that your tinnitus has placed stress on
your relationships with members of your
family and friends?
Do you find it difficult to focus your attention away
from your tinnitus and on to other things?
Do you feel that you have no control over your
tinnitus?
Because of your tinnitus do you often feel tired?
Because of your tinnitus do you feel depressed?
Does your tinnitus make you feel anxious?
Do you feel you can no longer cope with your tinnitus?
Does your tinnitus get worse when you are under
stress?

19

E2
5

Does your tinnitus make you feel insecure?

Table 2. Final Indonesian version of adapted and revised THI “Tinnitus: sound in
the ear (buzzing/ringing/roaring/hissing/howling/thundering)” 10
No.

Pertanyaan

E3

Akibat tinitus anda, sulitkah bagi anda untuk
berkonsentrasi?
Apakah kerasnya suara tinitus anda membuat anda sulit
mendengar suara orang?
Apakah tinitus anda membuat anda marah?

F4

Apakah tinitus anda membuat anda bingung?

C5

Akibat tinitus anda, apakah anda merasa putus asa*?

E6

Apakah anda sering mengeluh mengenai tinitus yang
anda derita?
Akibat tinitus anda, apakah anda sulit untuk tidur di
malam hari?
Apakah anda merasa bahwa anda tidak dapat bebas dari
tinitus?
Apakah tinitus anda mengganggu kemampuan anda
untuk menikmati kegiatan-kegiatan sosial (misalnya
pergi keluar untuk makan malam, nonton bioskop)?
Akibat tinitus anda, apakah anda merasa frustasi?

F1
F2

F7
C8
F9

E1
0
C1
1
F12
F13
F14
F15
E1
6
E1
7
F18
C1
9
F20
E2
1

Y
a

Tida
k

Kadangkadang

Akibat tinitus anda, apakah anda merasa bahwa anda
menderita suatu penyakit yang mengerikan?
Apakah tinitus anda membuat anda sulit menikmati
hidup?
Apakah tinitus anda mengganggu pekerjaan anda atau
tanggung jawab rumah tangga anda?
Akibat tinitus anda, apakah anda mendapatkan bahwa
anda sering kali mudah tersinggung?
Akibat tinitus anda, sulitkah bagi anda untuk membaca?
Apakah tinitus menyebabkan anda kesal?
Apakah anda merasa penyakit tinitus yang anda derita
menimbulkan stress pada hubungan anda dengan
keluarga dan teman-teman?
Apakah sukar bagi anda mengalihkan perhatian dari
tinitus yang anda derita pada hal lain?
Apakah anda merasa bahwa anda tidak dapat mengontrol
tinitus yang anda derita?
Akibat tinitus anda, apakah anda seringkali merasa lelah?
Akibat tinitus anda, apakah anda merasa tertekan?

20

E2
2
C2
3
F24

Apakah tinitus membuat anda merasa cemas?
Apakah anda merasa tidak tahan lagi dengan tinitus yang
anda derita?
Apakah tinitus anda menjadi lebih parah bila anda dalam
keadaan stress?
Apakah tinitus membuat anda merasa tidak aman?

E2
5
*) Putus asa = despair : to lose hope or no more hope (of a cure for illness)

Beberapa kalimat telah mengalami revisi sebagai berikut (versi asli sebelum
terjemahan): 10
 F18: "Apakah anda merasa sulit untuk memusatkan perhatian dari tinnitus anda
dan pada hal-hal yang lain? ",
 C19: " Apakah anda merasakan bahwa anda tidak memiliki kendali atas tinnitus
anda? ",
 C23: "Apakah Anda merasa tidak bisa lagi mengatasi tinnitus anda? ".
Kalimat tersebut direvisi menjadi: 10
 F18: “Apakah sukar bagi anda mengalihkan perhatian dari tinitus yang
anda derita pada hal lain?”
 C19: “Apakah anda merasa bahwa anda tidak dapat mengontrol tinitus
yang anda derita?”
 C23: “Apakah anda merasa tidak tahan lagi dengan tinitus yang anda
derita?”
Hubungan antara frekuensi dan intensitas tinitus dengan gangguan akibat
tinitus telah diteliti sebelumnya. Andersson10 (2003) menyatakan intensitas
tinitus dan nilai ambang dengar berhubungan dengan gangguan dan derajat
keparahan pada tinitus subjektif. Prestes dan Gil6 (2009) menyatakan pasien
tinitus subjektif dengan kurang pendengaran memiliki kualitas hidup yang
lebih rendah dibandingkan pasien dengan pendengaran normal.11
Pemeriksaan pitch-matching dan loudness-matching dengan audiometri
nada murni digunakan untuk menentukan frekuensi dan intensitas tinitus.
Penilaian kualitas hidup akibat tinitus menggunakan skor THI. Kuesioner THI
terdiri dari 25 butir pertanyaan yang menilai fungsi emosional, fungsional, dan
seberapa besar tinitus menjadi masalah bagi pasien. Masing- masing
pertanyaan dinilai 0 (tidak), 2 (kadang-kadang), dan 4 (ya). Penilaian skor THI
dibagi menjadi lima kategori, yaitu gangguan sangat ringan, ringan, sedang,
berat, dan katastrofik. Lima kategori berdasarkan skor THI dikelompokkan
21

menjadi kualitas hidup normal (gangguan sangat ringan dan ringan) dan
terganggu (gangguan sedang, berat, dan katastrofik). 11
Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Nugroho dkk tahun 2015
diperoleh hasil kualitas hidup pasien pada subjek penelitian terbanyak
didapatkan gangguan sedang sebanyak 12 (38,7%), diikuti gangguan sangat
ringan (normal) sebanyak 9 (29,0%), dan setereusnya bisa dilihat pada gambar
berikut: 11

Namun, beberapa peneliti mendapatkan hasil yang berbeda. Penelitian
Lim dkk. di Singapura mendapatkan 33% subjek mengalami gangguan sangat
ringan dan 31% mengalami gangguan ringan, sedangkan gangguan sedang
hanya dialami oleh 18% subjek. Penelitian Martines dkk.11 di Italia melaporkan
subjek penelitiannya terbanyak mengalami gangguan ringan (32,69%), diikuti
gangguan sedang (25,32%). Perbedaan tersebut mungkin disebabkan karena
Italia dan Singapura merupakan negara maju, sedangkan Brazil dan Indonesia
termasuk negara sedang berkembang. Kunjungan pasien tinitus ke klinik rawat
jalan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, dan kepedulian pasien
tentang kesehatannya. Penduduk negara- negara

maju

memiliki

tingkat

ekonomi dan pendidikan lebih tinggi dibandingkan negara berkembang,
sehingga kepedulian masyarakat terhadap kesehatannya lebih baik. Tinitus
dengan gangguan kualitas hidup yang ringan atau sangat ringan di negara maju
sudah menyebabkan pasien datang ke klinik untuk mencari pengobatan. 11
22

BAB III
KESIMPULAN


Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara
tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun
listrik.

Impuls

yang ada bukan

berasal dari

bunyi eksternal yang

ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam


tubuh.
Tinitus bukanlah suatu diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit yang ditimbulkan oleh berbagai kelainan di luar maupun di dalam



telinga.
Tinitus sangatlah mengganggu sehingga dapat mempengaruhi kehidupan seharihari oleh karena itu diperlukan suatu media untuk mengukur kualitas hidup
penderita, yaitu dengan THI (Tinnitus Handicap Inventory) yang telah banyak
digunakan secara luas saat diagnosis, selama pengobatan dan tindak lanjut untuk
mengukur kemajuan terapi.

23