Hubungan Personal Hygiene dengan Terjadinya Infeksi pada Penderita Kanker Anak.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi
2.1.1. Defenisi infeksi
Infeksi merupakan sebuah proses patologis yang disebabkan oleh invasi
mikroorganisme atau cairan patogen ke jaringan yang biasanya steril.11
2.1.2. Epidemiologi
Kejadian episode demam dan infeksi penting untuk pelaksanaan strategi
manajemen, khususnya profilaksis infeksi.12 Kejadian infeksi jamur invasif
telah meningkat secara substansial selama 30 tahun, infeksi jamur sekarang
merupakan penyebab umum morbiditas dan kematian pada pasien lekemia
dan sampai 50% dari pasien dengan penyakit kanker darah memiliki bukti
invasif infeksi jamur pada autopsi.13 Penelitian di Belgia tahun 2008
dilaporkan prevalensi netropenia 24%, sebagian besar disebakan oleh infeksi
(67%), penyebab non infeksi (obat-obatan, neoplasma, paska operasi, dan
lain-lain) 23% demam yang tidak diketahui penyebabnya 10%. Diantara
penyebab infeksi, 36% hanya klinis, 60% klinis dan mikrobilogis dan 4%
hanya mikrobilogis. Saluran pernapasan adalah yang paling sering terinfeksi
(29%), diikuti oleh bakteremia sekunder (16%), saluran kemih dan jaringan
lunak.14


Universitas Sumatera Utara

Penyebab infeksi pada keganasan adalah bakteri, jamur dan virus.
Infeksi yang disebabkan bakteri terutama sering terjadi pada pasien
netropenia, yang paling sering ditemukan adalah bakteri gram positif seperti
stafilokokus, enterekokus, dan streptokokus viridans.13,15 Infeksi jamur yang
paling sering adalah kandida albikan, sedangkan infeksi virus tidak sering
dilaporkaan sebagai penyebab komplikasi infeksi pada keganasan kecuali
yang sudah transplantasi, bahkan pada keadaan netropenia.16
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kerentanan host terhadap
infeksi adalah jenis obat yang dapat mengganggu flora normal (agen
antimikroba, supresi asam lambung, kortikosteroid, obat yang menekan imun,
antineoplastik), prosedur bedah dan terapi radiasi yang mengganggu
pertahanan kulit, dan sistem organ lain yang terlibat, pemasangan alat seperti
kateter vena sentral, yang akan mempermudah perkembangan infeksi
dengan membiarkan patogen yang potensial melewati pertahanan lokal,
faktor usia dan kebiasaan yang berhubungan dengan usia, peningkatan
kontak fisik.16
2.1.3. Patofisiologi
Kemoterapi sitotoksik yang digunakan untuk mengobati kanker, mempunyai

efek poten pada imun humoral dan seluler. Untuk memahami dampak rejimen
multimodality terhadap resiko infeksi, kita harus memahami dampak terapi
terhadap pertahanan tubuh, termasuk kekebalan bawaan dan adaptif dan
respon fisiologis terhadap infeksi. Selain itu resiko atas infeksi pada penderita

Universitas Sumatera Utara

keganasan adalah fungsi keseimbangan mekanisme pertahanan host dan
intensitas terpapar terhadap mikroorganisme patogen yang potensial dalam
lingkungan.13
Kekebalan bawaan
Pertahanan tubuh pertama terhadap penyakit invasif adalah pertahanan
mukokutaneus, termasuk sel-sel khusus pada kulit dan saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan saluran kemih. Kanker pada anak-anak dan
pengobatannya membahayakan sistem kekebalan tubuh bawaan pada
berbagai cara. Penghancuran pertahanan mukokutaneus oleh invasi tumor
lokal, pembedahan mengangkat lesi primer atau metastatik, terapi radiasi
penyakit graftversus-host, dan mukositis yang disebabkan oleh agen
kemoterapi sitotoksik (misalnya metotreksat, dosis tinggi arabinosa sitosin,
dan etoposid) memungkinkan invasi patogen. Kebanyakan pasien kanker

anak telah terpasang perangkat bedah (vena kateter sental, drain ventrikel,
selang dada, atau kateter urine) ditempatkan selama terapi, yang selanjutnya
dapat mengganggu pertahanan mukokutaneus.17
Pertahanan tubuh berikutnya yaitu sistem kekebalan bawaan termasuk
sel fagosit neutrofil, monosit, dan makrofag jaringan. Sel-sel ini memfagosit
dan menghancurkan patogen melalui mekanisme oksidatif dan non oksidatif
dan membantu mengatur respon imun melalui pelepasan sitokin. Kemoterapi
memiliki efek kuantitatif dan kualitatf pada sel-sel. Agen sitotoksik
menurunkan jumlah neutrofil dan monosit yang beredar. Selain perubahan

Universitas Sumatera Utara

kuantitatif yang terkait dengan terapi, perubahan fungsional pada sel-sel
fagositik terjadi juga. Neutrofil dari pasien dengan lekemia atau limfoma dapat
memiliki gangguan respon chemmoatractant, pembunuhan bakteri, dan
produksi superoksida. Selain itu, pengobatan yang bersamaan kortikosteroid
mengurangi mekanisme membunuh oksidatif dan non-oksidatif sel-sel host.
Hasil dari gangguan kuantitatif dan fungsional dari sel fagosit adalah
ketidakmampuan dari sistem kekebalan tubuh untuk merespon secara
memadai menyerang bakteri dan jamur patogen.17

Kekebalan adaptif
Sistem kekebalan tubuh adaptif terdiri dari populasi sel B dan T yang
bertanggung jawab untuk mengatur respon host yang diperantarai sel
humoral. Penurunan produksi sel B antibodi dan sel plasma sebagai akibat
terapi pada cacat sintesis immunoglobulin dan hipogammaglobulinemia akan
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri, jamur, dan
organisme virus. Bakteri streptokokus pneumonia yang berkapsul, haemofilus
influenza tipe B, dan Neisseria meningitides adalah organisme bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi berat pada pasien dengan kekebalan terganggu.
Beberapa regimen terapi, merusak respon imun seluler dan meningkatkan
resiko infeksi jamur, bakteri, virus, atau replikasi intrasel. Fungsi sel T juga
dirugikan oleh kortikosteroid, radiasi, dan dengan menerima T-cell depleted

Universitas Sumatera Utara

berasal sumber sel untuk transplantasi sumsum tulang. Beberapa pasien
mungkin memiliki defisit berkepanjagan dalam fungsi T-sel.17
Sistem organ lainnya yang terkena kanker atau pengobatannya lebih
berkontribusi


untuk

mengganggu

pertahanan

host.

Pada

akhirnya

kekurangan gizi merupakan masalah umum diantara anak-anak yang
menjalani kemoterapi dan dapat berakibat buruk terhadap fungsi kekebalan.17
Saat tidak ada perlindungan khusus terhadap penyakit infeksi, personal
hygiene terutama kebersihan tangan diakui sebagai kunci untuk mencegah
penyebaran infeksi.18 Banyak studi telah dilakukan pada pasien non kanker
tentang kebersihan tangan tetapi dapat diaplikasikan terhadap semua
pasien.9
2.1.4. Gejala Klinis

Demam merupakan gejala yang umum pada pasien kanker dan dapat terkait
dengan berbagai kondisi. Penting untuk membedakan asal-usul demam,
karena pengelolaan pasien akan berbeda. Etilogi demam bisa akibat infeksi
atau bukan infeksi. Non infeksi penyebabnya terkait atau tidak terkait tumor
itu sendiri (seperti alergi, atau penyakit tromboemboli, inflamasi). Tumor
terkait demam dapat dibagi dalam subkelompok yang berbeda. Di satu sisi,
tumor meningkatkan kerentanan infeksi langsung melalui proses obstruktif
dan kehancuran pertahanan anatomis atau tidak langsung melalui perlakuan
pada pasien seperti neutropenia, terapi splenektomi, peningkatan kerapuhan

Universitas Sumatera Utara

pertahanan anatomis (radiasi atau kemoterapi mukositis) dan pemasangan
kateter. Bahkan demam dapat mengikuti diagnosis dan atau prosedur terapi
obat, transfusi, tindakan bedah, dan prosedur teknis. Pada sisi lain, beberapa
tumor besar atau metastasis, atau produk sitokin pirogenik (IL-1, IL-6, TNF,
IFN) seperti terlihat pada beberapa pasien dengan karsinoma ginjal, limfoma,
lekemia akut atau kronik dan jaringan lunak.14
Menggigil, inflamasi, ruam, peningkatan frekuensi pernafasan, rasa
tidak enak badan, kesakitan, pembengkakan, sakit kepala, ketidakmampuan

menekuk kepala ke depan, sering berkemih dengan atau tanpa rasa sakit,
batuk dengan atau tanpa dahak.14,19

2.2. Personal hygiene (kebersihan pribadi)
Personal hygiene merupakan suatu tindakan memelihara kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya.20 Personal
hygiene sangat penting untuk melindungi dan menjaga kesehatan dan
mengatasi masalah kesehatan dan juga mencegah banyak penyakit terutama
penyakit menular. Personal hygiene yang baik saat ini merupakan bagian
utama dari strategi pencegahan penyakit, dan telah terbukti efektif dalam
mengurangi morbiditas dan mortalitas pada anak.21 Tindakan personal
hygiene mencakup kebersihan badan, kebersihan tangan (mencuci tangan
sebelum menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan dan setelah

Universitas Sumatera Utara

menggunakan kamar mandi), perawatan rambut, dan mencuci dan
menggunakan baju sendiri, handuk, sepatu dan sandal.21-23
Perilaku personal hygiene dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
termasuk keyakinan, kebiasaan, faktor sosio-ekonomi dan budaya, tingkat

pengetahuan, karakteristik keluarga, dan karakteristik fisik, dan sosial dari
pekerjaan dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, kebiasaan kebersihan
masing-masing individu berbeda.22
Sebuah penelitian anak sekolah di Kolkata Selatan tentang hubungan
personal hygiene dengan nutrisi dan morbiditas tahun 2010 melaporkan pada
personal hygiene yang buruk dijumpai morbiditas sebanyak 29.6% dari 184
peserta.24 Sebuah penelitian terbaik di negara berkembang tentang mencuci
tangan dimana mencuci tangan dapat menurunkan kejadian diare sekitar
30% sampai 47% dengan menggunakan sabun.25
2.3. Pencegahan infeksi pada keganasan
Ada beberapa cara untuk mencegah infeksi pada keganasan seperti
pemberian colony stimulating factor (CSF), antibiotik profilaksis, anti jamur
profilaksis, vaksinasi, isolasi, mencuci tangan sebelum dan setelah makan
menggunakan kamar mandi, dan menyentuh binatang. Menggosok tangan
dengan baik, mencuci selama 20 detik dengan sabun dan air hangat.
Memakan makanan sehat, diet seimbang, memperhatikan komposisi
makanan siap saji. Memperhatikan kebersihan gigi dan gusi dengan cara
menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur, menggunakan sikat gigi

Universitas Sumatera Utara


ekstra-lembut yang tidak akan melukai gusi. Menjaga kebersihan kulit,
menjaga kulit tetap terhidrasi dan lembab, menjaga kebersihan tubuh, mandi
setiap hari dan membersihkan daerah dubur setelah menggunakan toilet.9,26

2.4 Kerangka Konseptual
-Kanker

Imunocompromise

-Kemoterapi

(Imunitas lemah)

Personal hygiene
Infeksi (Demam)

-

Usia


-

Jenis kelamin

-

Status nutrisi

-

Pendidikan orang tua

-

Pendapatan orang tua

Yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.4.1 Kerangka konseptual


Universitas Sumatera Utara