Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Bidan Dalam Pencegahan Infeksi Pada Ibu Bersalin Dengan Persalinan Normal Di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan Tahun 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Persalinan Normal
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat Asri
dan Sujiatini, 2010).
Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah untuk menjaga kelangsungan
hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,
memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai
persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan
bayi. (Hidayat Asri dan Sujiatini, 2010).
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan
yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada
prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan prinsip pencegahan infeksi
(Depkes-PWS KIA, 2010).
2.2.
Pencegahan Infeksi
2.2.1 Definisi Pencegahan Infeksi
Pencegahan infeksi merupakan tindakan melindungi ibu, bayi baru lahir,
keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi
infeksi karena bakteri, virus dan jamur . Pencegahan infeksi juga adalah bagian
yang esensial dari semua asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir
10
Universitas Sumatera Utara
11
dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran
bayi, paska
persalinan ibu dan bayi
baru lahir, saat menatalaksana
penyulit/komplikasi, kemungkinan tertular penyakit HIV/AIDS, Hepatitis dan
terjadinya infeksi silang antar petugas dengan pasien (JNPK-KR, 2014).
2.2.2
Definisi Tindakan – tindakan dalam Pencegahan Infeksi
Adapun Definisi tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi yaitu:
a. Asepsis
adalah
suatu
tindakan
untuk
mencegah
masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh.
b. Tehnik aseptik adalah suatu tindakan membuat prosedur lebih aman
dengan menurunkan / menghilangkan seluruh mikroorganisme pada kulit,
jaringan dan instrumen hingga tingkat yang aman.
c. Antisepsis adalah suatu tindakan pencegahan infeksi dengan cara
membunuh/menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit/jaringan
tubuh.
d. Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memastikan
bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda
yang terkontaminasi darah, cairan tubuh.
e. Mencuci dan membilas adalah suatu tindakan untuk menghilangkan darah,
cairan tubuh atau benda asing dari kulit/instrumen.
f. Desinfeksi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan hampir semua
mikroorganisme pada benda mati/instrumen.
g. Desinfeksi Tingkat Tinggi/DT adalah suatu tindakan untuk menghilangkan
semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri.
Universitas Sumatera Utara
12
h. Sterilisasi
adalah
suatu
tindakan
untuk
menghilangkan
semua
mikroorganisme termasuk endospora pada benda mati/instrument.
(Hidayat, A dan Sujiatini, 2010 dan JNPK-KR, 2014).
2.2.3 Tujuan Utama Pencegahan Infeksi
Tujuan utama dari pencegahan infeksi adalah:
1. Mencegah
dan
meminimalkan
infeksi
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme.
2. Meminimalkan resiko penyebaran penyakit yang berbahaya yaitu Hepatitis
B dan HIV/ AIDS kepada pasien, petugas kesehatan, termasuk petugas
kebersihan (Pinem, 2009 & JNPK KR 2014).
3. Melindungi ibu, BBL, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan
lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur (Hidayat,
A dan Sujiatini, 2010).
2.2.4 Prinsip Dasar dalam Pencegahan Infeksi Pada Persalinan Normal
Adapun prinsip dasar dalam pencegahan infeksi pada ibu dengan
persalinan normal yaitu:
1. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap
dapat menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik
(tanpa gejala) dan setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
2. Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dan praktis untuk
mencegah kontaminasi silang.
Universitas Sumatera Utara
13
3. Gunakan pelindung yaitu:
a. Sepasang sarug tangan sebelum menyentuh apapun yang basah seperti
kulit terkelupas, membran mukosa, darah atau duh tubuh lainnya, serta
alat-alat yang telah dipakai dan bahan yang telah terkontaminasi atau
sebelum melakukan tindakan invasif.
b. Pelindung fisik/barier seperti kacamata (goggles), masker, celemek
(apron) setiap kali melakukan kegiatan pelayanan yang diantisipasi
dapat terkena percikan atau terkena darah dan cairan tubuh pasien.
4. Gunakan bahan antiseptik untuk membersihkan kulit maupun membran
mukosa sebelum melakukan operasi, membersihkan luka, atau menggosok
tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptik berbahan dasar alkohol.
5. Selalu melakukan tindakan menurut langkah yang aman, seperti tidak
membengkokkan jarum dengan tangan, memegang alat medik dan
memprosesnya dengan benar, membuang dan memproses sampah medik
dengan benar.
6. Lakukan pemrosesan terhadap instrumen, sarung tangan dan bahan lain
setelah digunakan dengan cara mendekontaminasi dalam larutan klorin
0,5% dan dicuci bersih, kemudian menggunakan (DTT) atau di sterilisasi
dengan cara-cara yang dianjurkan dengan benar dan sesuai prosedur yang
berlaku
7. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar maka
semua
itu harus dianggap masih
terkontaminasi. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi
Universitas Sumatera Utara
14
dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakantindakan PI secara benar dan konsisten (Pinem, 2009 dan Saifuddin, 2013).
2.3
Tindakan – Tindakan yang Termasuk dalam Pencegahan Infeksi
Ada berbagai tindakan / praktek pencegahan infeksi yang dapat mencegah
mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru
lahir dan para penolong persalinan) atau dari peralatan ke orang dapat dilakukan
dengan meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan individu (pasien
atau petugas kesehatan) (Azis dan Uliyah, 2006 dan JNPK-KR, 2014).
Tindakan – tindakan yang termasuk dalam pencegahan infeksi ini adalah:
2.3.1. Cuci Tangan
Cuci Tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan
penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru
lahir. Cuci tangan harus dilakukan, yaitu :
a. Segera setelah tiba di tempat pelayanan kesehatan
b. Sebelum dan setelah melakukan pemeriksaan atau kontak fisik secara
langsung dengan ibu dan bayi baru lahir
c. Sebelum memakai dan setelah melepas sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril, yang kemungkinan ada kebocoran di sarung tangan
d. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa (contohnya:
hidung, mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang menggunakan
sarung tangan
Universitas Sumatera Utara
15
e. Cuci tangan setelah pergi ke kamar kecil/kamar mandi, membersihkan
hidung atau memakai tangan untuk menutupi mulut ketika batuk dan
sebelum pulang kerja, cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir selama 10-15 detik, lalu keringkan dengan handuk pribadi atau
dianginkan, sebagai pengganti cuci tangan dengan air, gunakan larutan
alkohol (100 ml alkohol 60-90% + 2 ml gliserin) jika tidak tersedia air
untuk mencuci tangan (Pinem, 2009 & JNPK-KR, 2014).
Untuk membudidayakan kebiasaan mencuci tangan, pengelola tempat
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan persalinan normal harus
berusaha menyediakan sabun dan air bersih secara terus menerus baik dari kran
atau ember, serta penggunaan handuk sekali pakai ganti. Untuk setiap petugas
kesehatan khususnya bidan menggunakan satu handuk/lap bersih dan kering untuk
mengeringkan tangan (Saifuddin, 2013).
Langkah-langkah dalam mencuci tangan adalah sebagai berikut:
1. Sediakan:
a. Sabun, sebaiknya dalam bentuk cair.
b. Air bersih mengalir. Bila tidak ada keran air, tempatkan air bersih ke
dalam ember tertutup atau tempat air lainnya agar dapat dikucurkan
ketika dipakai untuk mencuci tangan.
c. Handuk bersih yang kering atau lap kertas yang bersih.
d. Kuku dijaga selalu pendek.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Lepaskan perhiasan di tangan/ lengan dan jam tangan
a. Cincin atau gelang dan jam tangan dapat menyebabkan seluruh tangan
dan lengan tidak tercuci bersih.
b. Simpan benda-benda tersebut agar aman dan mudah ditemukan saat
akan dipakai kembali.
3. Basahi tangan dan lengan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air
bersih yang mengalir. Jangan mencuci tangan dan lengan dengan
memasukkannya ke dalam tempat air, karena air tersebut akan
mengandung kotoran.
4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun, yaitu:
a. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa
secukupnya tanpa percikan.
b. Gerakan cuci tangan terdiri dari 7 langkah hygiene cuci tangan yaitu:
gosokan kedua telapak tangan, gosokan telapak tangan kanan diatas
punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua telapak tangan
dengan jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan cara
menggenggam dan memutar, gosok ujung ujung jari bergantian yang
kanan dan yang kiri, gosok pergelangan tangan, proses berlangsung
selama 10-15 detik, kemudian bilas kembali dengan air mengalir
sampai bersih, dan proses berlangsung selama 10-15 detik,
c. Keringkan tangan dengan handuk/kertas/tisu bersih dan kering sekali
pakai (Pinem, 2009).
Universitas Sumatera Utara
17
5. Pastikan tangan yang telah dibersihkan tidak bersentuhan dengan barangbarang (seperti peralatan dan baju pelindung) yang tidak didisenfeksi
tingkat tinggi atau disterilkan. Jika tangan menyentuh permukaan yang
terkontaminasi, ulangi
membersihkan tangan dengan cara
diatas
(Saifuddin, 2013).
2.3.2. Memakai Sarung Tangan dan Perlengkapan Pelindung Lainnya
Pemakaian sarung tangan digunakan yaitu:
1. Apabila melakukan tindakan klinik
2. Apabila memegang alat medik dan sarung tangan
3. Apabila membuang sampah medik, dalam melakukan tindakan apapun
yang menyentuh sesuatu yang basah seperti mukosa, kulit tidak utuh atau
cairan tubuh lainnya dari klien atau pasien harus menggunakan sarung
tangan untuk menghindari kontaminasi silang. Dengan kata lain, gunakan
sarung tangan yang berbeda untuk setiap tindakan. Sarung tangan sekali
pakai lebih dianjurkan, tapi jika jumlahnya sangat terbatas maka sarung
tangan steril/ DTT dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci bilas,
DTT atau sterilisasi dan jangan diproses lebih dari tiga kali karena
mungkin ada robekan/ lubang yang tidak terlihat (Saifuddin, 2013 dan
JNPK-KR, 2014).
A. Ada tiga prosedur penggunaan sarung tangan yaitu:
1. Gunakan sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi digunakan
untuk prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan
bawah kulit, seperti persalinan, penjahitan luka.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang didesinfeksi tingkat tinggi
yang digunakan untuk menangani darah atau cairan tubuh sebelum
tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir. Misalnya: saat pemeriksaan
dalam dan merawat luka terbuka.
3. Sarung tangan rumah tangga atau tebal terbuat dari lateks atau vinil yang
tebal digunakan untuk mencuci peralatan, menangani sampah, juga
membersihkan darah dan cairan tubuh membersihkan alat kesehatan,
permukaan meja kerja, dll. Setelah dicuci dibilas bersih dan dapat
digunakan kembali (Pinem, 2009 dan JNPK-KR, 2014).
B. Melindungi diri dari darah dan cairan tubuh, yaitu;
1.
Gunakan sarung tangan sesuai petunjuk di atas.
2.
Berhati-hati dalam mengelola sampah dan alat/benda tajam.
3.
Kenakan apron panjang yang terbuat dari plastik atau bahan tahan air,
serta sepatu bot karet ketika menolong persalinan.
4.
Lindungi mata dengan mengenakan kacamata atau perlengkapan lain.
5.
Gunakan masker dan topi atau tutup kepala ( Depkes, 2013).
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.1 Prosedur/ Tindakan yang Memerlukan Sarung Tangan
Prosedur/Tindakan
Perlu
Sarung
Sarung
sarung
tangan
tangan steril
tangan
disinfeksi
tingkat
tinggi
Memeriksa tekanan darah, Tidak
Tidak
Tidak
temperatur
tubuh,
atau
menyuntik
Menolong persalinan dan Ya
Bisa
Dianjurkan
kelahiran
bayi,
menjahit
diterima
laserasi atau episiotomy
Mengambil contoh darah/ Ya
Tidak
Tidak
pemasangan infuse
Menghisap lendir dari jalan Ya
Ya
Tidak
nafas BBL
Memegang
dan Ya
Tidak
Tidak
membersihkan peralatan yang
terkontaminasi
Memegang sampah yang Ya
Tidak
Tidak
terkontaminasi
Membersihkan percikan darah Ya
Tidak
Tidak
atau cairan tubuh
Sumber : Depkes-JNPK-KR, 2014
C. Menggunakan perlengkapan/ alat pelindung
Jenis alat pelindung adalah:
a. Pelindung wajah (masker dan kacamata
b. Celemek atau apron untuk melindungi atau menangani pasien dengan
perdarahan massif. Celemek yang sudah di DTT digunakan di tempat
pelayanan kesehatan berisiko tinggi seperti ruang bersalin.
c. Sepatu pelindung (Pelindung kaki/boot), dan penutup kepala
digunakan untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas pada alat-alat/ daerah steril kepada
ibu bersalin (Pinem, 2009).
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.2 Manfaat Masing-Masing Alat Pelindung terhadap Pasien
Maupun Petugas Kesehatan
Alat
Terhadap pasien
Terhadap petugas
pelindung
kesehatan
Sarung
Mencegah mikroorganisme Mencegah kontak tangan
tangan
yang terdapat pada tangan petugas kesehatan dengan
petugas kesehatan kepada darah dan cairan tubuh
pasien
penderita lainnya, selaput
lendir, kulit yang tidak utuh
atau alat
kesehatan/permukaan yang
telahterkontaminasi
Masker
Mencegah kontak droplet Mencegah
membran
dari mulut dan hidung mukosa petugas kesehatan
petugas kesehatan yang (hidung dan mulut) kontak
mengandung
dengan percikan darah atau
mikroorganisme
dan cairan tubuh penderita
terpecik
saat
bernafas,
bicara, atau batuk kepada
pasien
Kacamata
Mecegah membran mukosa
pelindung
petugas kesehatan kontak
dengan percikan darah atau
cairan tubuh penderita
Tutup
Mencegah
jatuhnya
kepala
mikroorganisme dari rambut
dan kulit kepala petugas ke
daerah steril
Jas
dan Mencegah
kontak Mencegah kulit petugas
celemek
mikroorganismedari tangan, kesehatan kontak dengan
plastik
tubuh dan pakaian petugas percikan darah atau cairan
kesehatan kepada pasien
tubuh pasien
Sepatu
Sepatu
yang
bersih Mencegah perlukaan kaki
pelindung
mengurangi kemungkinan oleh benda tajam yang
terbawanya mikroorganisme terkontaminasi atau terjepit
dari ruangan lain atau luar benda berat (misalnya,
ruangan
mencegah luka karena
menginjak benda tajam atau
kejatuhan alat kesehatan)
dan
mencegah
kontak
dengan darah dan cairan
tubuh lainnya
(Depkes RI, 2010)
Universitas Sumatera Utara
21
2.3.3 Menggunakan Teknik Aseptik
Penerapan teknik aseptik membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi
baru lahir dan juga menoolong persalinan. Teknik aseptik ini meliputi 3 aspek
yaitu:
1. Penggunaan
perlengkapan
pelindung
pribadi
untuk
mencegah
petugas/bidan terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara
menghalangi petugas dari percikan cairan tubuh, darah, atau cedera selama
melaksanakan pertolongan persalinan.
2. Antisepsis yaitu tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan
cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh
atau kulit, karena kulit atau mukosa tubuh tidak dapat disterilkan maka
penggunaan
antisepsis
ini
akan
sangat
mengurangi
jumlah
mikroorganisme yang akan mengkontaminasi luka yang terbuka sehingga
dapat menimbulkan infeksi. Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau
jaringan,
larutan
desinfektan
digunakan
untuk
mendekontaminasi
peralatan. Larutan yang biasa dipakai untuk antisepsis antara lain: alkohol
60-90%, savlon, klorheksidin glukonat 4 %, iodine 3 %, sedangkan untuk
larutan desinfektan adalah klorin pemutih 0,5 %.
3. Menjaga tingkat sterilitas atau DTT
Prinsip menjaga daerah steril harus digunakan untuk prosedur pada area
tindakan dengan kondisi desinfeksi tingkat tinggi yang meliputi
penggunaan kain yang digunakan untuk alas harus kain yang steril, hanya
benda-benda yang steril yang ditempatkan di area ini, benda apapun yang
Universitas Sumatera Utara
22
basah, terpotong, atau robek dianggap sebagai benda yang terkontaminasi,
mencegah orang yang menggunakan sarung tangan untuk menyentuh
benda yang ada di daerah steril ini, dan daerah yang steril/ DTT ini
ditempatkan jauh dari jendela atau pintu.
Ada 3 proses pokok untuk memproses peralatan dalam upaya pencegahan
infeksi yaitu: dekontaminasi, cuci bilas, dan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
sterilisasi. Benda/alat yang steril ditempatkan dalam kain pembungkus, maka alat
dapat disimpan hingga 1 minggu setelah diproses, bila peralatan steril yang
dibungkus dalam kantong plastik bersegel, tetap kering dan utuh, masih dapat
digunakan hingga 1 bulan setelah diproses. Peralatan yang sudah di DTT, dapat
disimpan dalam wadah tertutup seperti bak instrumen atau partus set dan dapat
disimpan dalam kisaran waktu 1 minggu jika peralatan tetap kering dan terhindar
dari debu. Jika semua prosedur penyimpanan sudah melewati tenggang waktu
penyimpanan, maka alat tersebut harus diproses kembali sebelum digunakan
(JNPK-KR, 2014).
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 2.1 Proses Peralatan Bekas Pakai
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit
CUCI DAN BILAS
Gunakan deterjen dan sikat, pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar
tidak terluka oleh benda tajam
Metode yang dipilih
Metode alternatif
DISINFEKSI TINGKAT TINGGI
STERILISASI
Otoklaf
panas kering
rebus/kukus
160 kPa
1700 C
1200 C
Panci
tertutup
60 menit
kimiawi
Rendam
20 menit
30 menit
jika
terbungkus
20 menit
jika tidak
terbungkus
DINGINKAN DAN DISIAPKAN
(peralatan yang sudah diproses dapat disimpan dalam wadah tertutup yang
sudah disinfeksi Tingkat Tinggi / DTT sampai 1 minggu jika wadah tidak
dibuka-buka)
Sumber : Depkes-JNPK-KR 2014
Langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan, sarung
tangan dan benda – benda lain yang terkontaminasi adalah dengan cara
dekontaminasi. Sarung tangan dari karet tebal atau sarung tangan rumah tangga
Universitas Sumatera Utara
24
digunakan pada saat menangani peralatan bekas pakai atau kotor. Alat yang sudah
digunakan segera masukkan ke dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
Prosedur ini akan mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Larutan klorin 0,5 % ini
hanya dapat digunakan dalam jangka waktu 24 jam, jika lewat dari batas waktu
tersebut daya kerja klorin akan turun, sehingga perlu diganti setiap 24 jam atau
dapat diganti lebih cepat jika larutan klorin terlihat kotor atau keruh.
Gambar 2.2 Rumus Membuat Larutan Klorin 0,5% dari Larutan
Konsentrat Berbentuk Cair
Jumlah bagian air =
–1
Contoh: Membuat larutan klorin 0,5% dari larutan pemutih (klorin 5%)
1. Jumlah bagian air = (5% / 0,5%) – 1 = 10 – 1 = 9
2. Larutan klorin 0,5% dapat dibuat dengan menambahkan 1 bagian
larutan pemutih (klorin 5%) dengan 9 bagian air, misalnya 100 ml
larutan pemutih dengan 900 ml air (1: 9).
Catatan : air tidak perlu dimasak
Depkes, 2013.
Langkah selanjutnya setelah dekontaminasi adalah pencucian dan
pembilasan. Pencucian juga dapat menurunkan endospora bakteri yang dapat
menyebabkan tetanus dan gangren. Jika perlengkapan untuk proses sterilisasi
tidak ada, maka tindakan pencucian alat adalah satu-satunya proses fisik.
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.3 Efektifitas berbagai proses alat bekas pakai
Dekonta Pencucian Pencucian DTT
minasi
(hanya air) (deterjen
dan bilas)
Efektifitas
Membun Hingga
Hingga
5%
menghilangkan
uh virus 50%
80%
atau
AIDS
menonaktifkan
dan
mikroorganisme Hepatitis
Waktu
yang Rendam Cuci
Cuci
Rebus,
diperlukan agar selama
hingga
hingga
kukus
proses berjalan 10 menit bersih
terlihat
atau
efektif
bersih
secara
kimia :
20
menit
Sterilisasi
100%
Kukus:
20-30
menit 106
kPa,
1210C.
Panas
kering: 60
menit
pada suhu
1700C.
Sumber: JNPK-KR, 2014
Langkah selanjutnya setelah pencucian dan pembilasan adalah DTT dan
sterilisasi. Sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh
mikroorganisme tetapi proses sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan praktis.
(JNPK-KR, 2014).
2.3.4 Menjaga Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan (Termasuk Pengolahan
Sampah Medis / Limbah Medis dengan Benar)
Sampah yang terkontaminasi diletakkan ke dalam tempat sampah tahan air
dan dibakar, jika tidak memungkinkan untuk dibakar maka dikubur bersama
dengan wadahnya. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan akan mengurangi
mikroorganisme yang ada pada bagian permukaan benda-benda tertentu dan
menolong mencegah infeksi.
Universitas Sumatera Utara
26
Adapun yang termasuk dalam menjaga kebersihan dan keamanan dari
sanitasi lingkungan dalam menerapkan pencegahan infeksi yaitu :
1) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
2) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
3) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
4) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang
diinginkan.
5) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
6) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
7) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir (JNPK-KR, 2014).
Universitas Sumatera Utara
27
2.3.5 Standar Operasional Prosedur (SOP) Tentang Tindakan Pencegahan
Infeksi di Rumah Sakit Khususnya di Ruang Bagian Kebidanan
Mulai tahun 2001, Depkes telah memasukkan pengendalian infeksi tersebut
sebagai tolak ukur akreditasi RS termasuk didalamnya adalah penerapan tindakan
pencegahan infeksi sesuai SOP.
N
O
1.
2.
Tabel 2.4 Standar Operasional Prosedur Tentang Pencegahan Infeksi
Standar
Kriteria verifikasi
Rumah sakit
tampak bersih
Rumah Sakit harus selalu bersih dari debu, darah,
sampah, jarum dan spuit bekas dan atau sarang
laba–laba di berbagai tempat berikut:
1. Ruang pendaftaran dan pemeriksaan kehamilan
2. Ruang observasi kala I persalinan
3. Ruang bersalin
4. Ruang nifas segera
5. Area untuk perawatan bayi baru lahir segera
6. Unit rawat inap (kebidanan)
7. Area untuk mencuci instrumen (kebidanan)
8. Area pemrosesan peralatan sterilisasi dan DTT
9. Penyimpanan barang steril atau DTT
10. Kamar mandi di ruang kebidanan
11. Kamar mandi di ruang periksa
Di Ruang
Di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar
Observasi Kala I
Bersalin dan Ruang Nifas mempunyai :
Persalinan, Kamar 1. Tersedia wadah pembuangan benda tajam yang
Bersalin dan
terbuat dari: karton tebal/plastik keras/kaleng
Ruang Nifas
tertutup dengan lubang yang cukup untuk
mempunyai
memasukkan jarum suntik dan spuit serta benda
wadah
tajam lainnya.
pembuangan
2. Wadah pembuangan benda tajam diletakkan di
benda tajam dan
dekat tempat benda tajam digunakan
menggunakan-nya 3. Jarum dan spuit dibuang segera setelah dipakai
dengan benar
setelah didekontaminasi dengan larutan klorin
0,5% tanpa menutup atau melepaskan jarumnya.
4. Wadah pembuangan benda tajam ditutup rapat
dan diambil untuk dibuang jika sudah tiga
perempat penuh
5. Setiap wadah pembuangan benda tajam hanya
digunakan untuk satu kali dan kemudian
dibuang sesuai aturan pembuangan sampah
Universitas Sumatera Utara
28
3
4
5
Menyiapkan
antiseptik di
Ruang Observasi
Kala I Persalinan,
Kamar Bersalin
dan Ruang Nifas
sesuai
penggunaan
Penggunaan antiseptik di Ruang Observasi Kala
I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas
adalah sebagai berikut:
a. Antiseptik disiapkan dalam wadah kecil yang bisa
dipakai ulang untuk penggunaan harian
b. Wadah pakai ulang dicuci dengan sabun dan air,
dibilas dengan air bersih dan dikeringkan
sebelum diisi ulang
c. Wadah pakai ulang diberi label yang mencantumkan
tanggal pengisian ulang
d. Kasa atau gulungan kapas disimpan dalam wadah
kering tanpa diberi antiseptik
e. Instrumen dan benda lain disimpan dalam wadah
kering tanpa diberi antiseptik
f. Korentang disimpan dalam wadah kering tanpa
diberi antiseptik
Persiapan
Petugas menyiapkan pencucian alat di Ruang Bersalin
mencuci
dan Ruang Nifas mengikuti langkah dan rekomendasi
instrument di
seperti berikut:
ruang bersalin dan 1. Merendam alat habis pakai dalam larutan klorin 0,5 %
melahirkan sesuai
A. Klorin cair:
rekomendasi
a. Jika menggunakan konsentrasi 3,5%, 1 bagian
pemutih dicampur dengan 6 bagian air, atau
b. Jika menggunakan konsentrasi 5%, 1 bagian
pemutih dicampur dengan 9 bagian air, atau
c. Jika menggunakan konsentrasi lain, gunakan
formula berikut untuk mempersiapkanlarutan:
Total jumlah air =*%konsentrasi/0,5%+ – 1 untuk satu
bagian klorin
B. Klorin serbuk:
a. Jika menggunakan kalsium hipoklorida (35%),
14 g pemutih serbuk dicampur dengan 1 L air, atau
b. Jika menggunakan kalsium hipoklorida (70%),
7 g pemutih serbuk dicampur dengan 1 L air
c. Larutan klorin baru dipersiapkan pada pagi hari
atau lebih awal jika diperlukan
2. Wadah plastik digunakan untuk dekontaminasi
3. Instrumen dan benda lain direndam dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit
4. Setelah 10 menit, instrument dan benda lain
dikeluarkan dari larutan klorin dan dicuci segera
Pemrosesan alat
Pemrosesan alat pakai ulang di Ruang Observasi Kala I
pakai ulang di
Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas ini dilakukan
Ruang Observasi
seperti berikut:
1. Area ini terpisah dari ruang prosedur
Kala I Persalinan,
2. Barang kotor dan bersih tidak di tempat yang sama
Kamar Bersalin
Universitas Sumatera Utara
29
dan Ruang Nifas
dilakukan dengan
benar
3. Ada meja penerimaan barang kotor
4. Paling sedikit ada satu wastafel dengan air mengalir
untuk mencuci instrument
5. Ada meja untuk mengeringkan instrument
6. Ada daerah kerja bersih untuk pembungkusan/
Pengepakan instrumen yaitu meja kerja.
7. Ada rak untuk meletakkan paket instrumen bersih
sebelum di sterilisasi
8. Jika disterilisasi di ruang bedah, paket yang sudah
dibungkus dikirim ke ruang bedah yang memiliki
autoklaf
9. Paket diberi label, jenis dan tanggal pemrosesan.
6
Mencuci
Petugas mencuci instrumen di ruang berikut mengikuti
instrument di
langkah dan rekomendasi di bawah ini, memakai:
a. Sarung tangan karet rumah tangga
Ruang Observasi
Kala I Persalinan,
b. Masker dan pelindung mata atau muka
Kamar Bersalin
c. Celemek plastik
dan Ruang Nifas
d. Boot karet atau sepatu tertutup
dilakukan sesuai
e. Sikat lembut
rekomendasi
f. Deterjen (cair atau serbuk)
g. Menyikat instrumen dan benda lain di bawah
permukaan air, membersihkan semua darah dan zat
asing lainnya
h. Melepas bagian-bagian instrumen dan benda lain, dan
mencuci lekuk, gigi dan engsel dengan sikat
i. Membilas instrumendan benda lain dengan air bersih
secara seksama
j. Mengeringkan instrument dan benda lain dengan
diangin-angin atau handuk bersih
k. Melepas sarung tangan dan peralatan pelindung diri
lainnya.
l. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun selama
10-15 detik dan mengeringkannya dengan handuk
bersih pribadi, handuk kertas atau dengan cara
diangin-angin atau
menggunakan larutan alkohol gliserin (jika tangan
tidak terlihat kotor).
Sumber: USAID, Standar KIA (Rumah Sakit) tentang pencegahan infeksi 2011.
Universitas Sumatera Utara
30
2.3.6
Upaya Program Pemerintah untuk Menurunkan Kejadian Infeksi
yang Mengakibatkan AKI dan AKB
Upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal pada tahun
2012 melalui program EMAS oleh pemerintah dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di 150 rumah sakit (PONEK) dan 300 Puskesmas/Balkesmas
(PONED)
2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan
Rumah Sakit. Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung
jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan
kesehatan ibu yang berkuaberkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan paska persalinan bagi
ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan
memperoleh cuti hamil dan melahirkan serta akses terhadap keluarga
berencana (Kemenkes, 2013).
Program Kemenkes dengan Rencana Aksi Percepatan Penurunana Angka
Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2013 -2015 dengan berpedoman pada MDG’S
2015 yaitu :
1. Penjaminan Kompetensi Bidan Khususnya di desa sesuai standar.
2. Penjaminan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan mampu pertolongan
persalinan 24/7 sesuai standar
3. Penjaminan seluruh RS Kabupaten/ Kota mampu PONEK 24/7 sesuai standar
4. Penjaminan terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi
5. Penjaminan terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi
Universitas Sumatera Utara
31
6. Penjaminan dukungan PEMDA terhadap regulasi yang dapat mendukung
secara efektif pelaksanaan program
7. Peningkatan Kemitraan dengan lintas sektor dan swasta.
8. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanan program perencanaan persalinan
dan pencegahan Komplikasi (P4K) di masyarakat. (RAN PP AKI 2013-2015,
Kemenkes Dirjen Bina Gizi dan KIA 2013).
2.4
Definisi Tindakan
Tindakan adalah hal apa yang dilakukan oleh responden terhadap terkait
dengan kesehatan, cara peningkatan kesehatan, cara memperoleh pengobatan yang
tepat, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Notoatmodjo Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3
tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:
a. Persepsi (perseption) adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah (Notoatmodjo, 2007).
b. Praktik terpimpin (guided response ) adalah apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih tergantung atau menggunakan panduan.
c. Praktik secara mekanisme (mechanisme): apabila subjek telah mempraktikkan
sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
d. Adopsi (adoption) adalah suatu tindakan yang sudah berkembang.
(Notoatmodjo, 2010).
Untuk memperoleh data tindakan (perilaku terbuka) yang paling akurat
adalah melalui dua metoda yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung yaitu melalui pengamatan subjek yang diteliti. Secara tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
32
yaitu dengan metode mengingat kembali melalui orang ketiga atau orang lain
yang “dekat” dengan sujek, melalui “indikator” (hasil perilaku) responden
(Notoatmodjo, 2010).
2.5
Definisi Bidan
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk
menjalankan praktik kebidanan (KEPMENKES NO 1464, 2010). Bidan diakui
sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, bekerja
sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat
selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas
tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi,
mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi
pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan
tindakan
kegawat-daruratan
(Keputusan
MenKes
Nomor:
369/MENKES/SK/III/2007).
2.6
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Pencegahan
Infeksi Pada Asuhan Persalinan Normal
Didalam Teori Safety Behavior, Menurut Geller (2001) dalam bukunya the
psychology
of
safety
handbook
menggambarkan
mengenai
pentingnya
pendekatan behavior based safety dalam upaya keselamatan kerja, baik dalam
prespektif reaktif maupun proaktif dan mengelompokkan perilaku ke dalam at risk
behavior dan safe behavior. Salah satu teori perilaku keselamatan, yaitu safety
Triad oleh Geller (2001). Total safety culture yang memiliki 3 domain, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
33
a. Faktor lingkungan, meliputi perlengkapan, peralatan, desain ruangan, standar
operasional prosedur dan temperature
b. Faktor manusia, meliputi pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
kecerdasan, mtivasi, kepribadian.
c. Faktor perilaku, yaitu pelatihan, praktik kerja yang aman.
Ketiga faktor tersebut dinamis dan aktif, sehingga apabila terjadi
perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi faktor yang lainnya.
Gambar 2.3 The Safety Triad
Person:
Knowledge,
skill,
abities, intelegence,
motives, personality
Safety
culture
Environment:
Equipment,
tools,
machines, house keeping,
heat/cold,
engineering,
standards,
operating
procedures
Behavior:
Complying,
coahing,
recognizing, communication
demonstrating, actively caring
Menurut Geller ( 2001), perilaku seseorang dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu
aspek internal dan eksternal yang terkait dengan keberhasilan suatu proses
keselamatan, Aspek / faktor internal meliputi sikap, kepercayaan, perasaan,
pemikiran, kepribadian, persepsi, nilai-nilai dan perhatian. Aspek eksternal
meliputi pelatihan, kepatuhan terhadap peraturan, komunikasi pengakua dan
pengawasan secara aktif.
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 2.4 Aspek internal dan eksternal penentu faktor manusia dalam
keselamatan
people
Internal
States or traits: Attitudes,
belifes,
feelings,
thoughts, personalities,
perceptions, values and
intentions
External
Behaviors,
coaching,
recognizing,
complying,
communicating
and
actively caring
Upaya untuk meningkatkan dan memeperbaiki budaya keselamatan dapat
dilakukan dengan memperbaiki faktor orang, lingkungan atau perilakunya
maupun kombinasi dari ketiganya. Pendekatan berbasis orang (person based
approach) dan meningkatkan budaya keselamatan menekankan pada sikap
individu atau proses berpikir individu secara langsung. Contoh praktik pendekatan
ini melalui proses pengajaran, pendidikan dan konsultasi. Namun sebaliknya pada
pendekatan berbasis perilaku .
Penulis menyederhanakan faktor- faktor yang ada, sehingga didapatkan
faktor internal dan faktor eksternal yang terkait dengan perilaku dan tindakan.
Sesuai dengan teori Geller (2001), terdapat dua faktor yang sesuai dengan faktorfaktor yang berhubungan dengantindakan bidan dalam pencegahan infeksi yaitu
faktor internal (sikap, motivasi) dan eksternal (pengawasan dan dukungan teman
sejawat).
Universitas Sumatera Utara
35
2.6.1
Sikap (Attitude)
Sikap adalah proses pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi, dan
kognitif yang bersifat jangka panjang dan berkaitan dengan aspek lingkungan di
sekitarnya. Demikian dapat dikatakan bahwa sikap bersifat menetap karena sikap
memiliki kecenderungan berproses dalam kurun waktu panjang hasil dari
pembelajaran. Sikap juga merupakan respon yang konsisten baik itu respon positif
maupun negatif terhadap suatu objek sebagai hasil dari proses. Dalam ungkapan
yang sederhana, sikap adalah bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak
terhadap objek tertentu dalam lingkungan (Ema Ferrinadewi, 2008).
Menurut Secord dan Backman “sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)
seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan sekitarnya” (Saifuddin, 2012).
Menurut
Notoatmojo
(2010),
sikap
mempunyai
tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a.
Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap
periksa hamil (antenatal care ), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran
ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang antenatal care di
lingkungannya.
b.
Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaaan atau objek yng dihadapi. Contohnya: seseorang ibu
yang mengikuti penyuluhan antenatal tersebut ditanya atau diminta
menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.
Universitas Sumatera Utara
36
c.
Menghargai (valuing) diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai
positif terhadap objek tulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespons.
d.
Bertanggung Jawab (responsible ). Sikap yang paling tinggi tingkatnya
adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang
yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau
adanya risiko lain (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Lina Ambarwati (2014), Sikap bidan memiliki hubungan yang
sangat signifikan dengan pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada
pertolongan persalinan. Adanya hubungan antara sikap dengan perilaku
pencegahan infeksi di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur,
dimana bidan/ tenaga kesehatan yang memilki sikap positif berpeluang lebih dari
tiga kali untuk berperilaku baik dalam pencegahan infeksi daripada yang memiliki
sikap negatif (Fitria, W, 2012).
2.6.2
Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu moreve yang berarti dorongan
yang ada dalam diri manusia untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku.
Menurut Hasibuan (1995), motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya
penggerak kemauan yang akhirnya seseorang bertindak atau berperilaku
(Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
37
Timbulnya motivasi dalam diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Berdasarkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Hezberg, motivasi
seseorang didasari oleh dua faktor,
yaitu faktor- faktor penyebab kepuasan
(satisfier) atau factor motivasional dan faktor- faktor penyebab ketidakpuasan
(dissatisfaction). Faktor kepuasan ini mencakup antara lain : prestasi,
penghargaan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan pekerjaan itu sendiri.
Faktor ketidakpuasan ini mencakup antara lain: kondisi kerja fisik, hubungan
interpersonal, kebijakan dan administrasi, pengawasan, dan keamanan kerja
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut beberapa ahli ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja,
yaitu dengan metoda langsung dengan cara memberikan materi maupun non
materi. Sedangkan metode tidak langsung dengan cara memberikan fasilitas atau
sarana penunjang pekerjaan bagi pekerja (Notoatmodjo, 2010).
Adanya hubungan antara motivasi dengan perilaku atau tindakan
pencegahan infeksi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten lampung Timur,
dimana responden yang memiliki motivasi kuat berpeluang lebih dari tiga kali
untuk berperilaku baik dibandingkan dengan petugas kesehatan/bidan yang
memiliki motivasi lemah. Kurangnya tanggapan dari atasan akan prestasi kerja
dan penghargaan akan tindakan pencegahan infeksi yang dilakukan bidan diduga
menjadi salah satu penyebab lemahnya motivasi dari bidan (Fitria, W, 2012).
Universitas Sumatera Utara
38
2.6.3
Dukungan Teman sejawat
Pengaruh norma sosial dan pengaruh lingkungan seperti keluarga atau
teman sejawat merupakan hal yang juga mempengaruhi perilaku seseorang.
Menurut Notoadmodjo (2007), pengaruh interpersonal (keluarga, teman sejawat,
tenaga kesehatan, dukungan social) merupakan hal yang mempengaruhi
karakteristik, pengalaman dan perilaku seseorang.
Dukungan Teman Sejawat dalam melakukan tindakan kesehatan akan
memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi secara
benar dan aman oleh petugas kesehatan atau bidan. Menurut Mulyanti (2008)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor lingkungan yaitu ada tidaknya
rekan kerja yang menggunakan APD yang merupakan salah satu dari tindakan
pencegahan infeksi ketika melakukan pertolongan persalinan dan mempengaruhi
mereka dalam penggunaan APD.
2.6.4
Pengawasan / Supervisi
Pengawasan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak atasan atau
yang bertanggung jawab dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai
dengan kenyataan. Tujuan utama pengawasan bukan untuk mencari kesalahan
tetapi untuk mencari umpan balik yang selanjutnya dapat dilakukan perbaikan
(Notoatmodjo, 2010).
Pengawasan dapat dilakukan antara lain dengan (1) melalui kunjungan
langsung / observasi terhadap obyek yang diamati, (2) melalui analisis terhadap
laporan yang masuk, (3) melakukan perbandingan, (4)
pembetulan terhadap
penyimpangan. Bila pengawasan dilakukan dengan tepat, akan mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
39
manfaat berupa dapat diketahuinya sejauh mana hasil dari suatu tindakan program
berjalan dan apakah sudah sesuai dengan program atau rencana kerja, dapat
mengetahui adanya penyimpangan dari program, apakah waktu dan sumber daya
sudah mencukupi dapat diketahui adanya penyimpangan serta dapat diketahui staf
yang perlu diberikan penghargaan dari hasil kerjanya.
Faktor yang dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan kinerja
ataupun dengan tindakan bidan yaitu adanya kontrol dan supervisi baik dari
Pimpinan Pihak Rumah Sakit , Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Dinas Kesehatan
Kota Medan , tentang pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan (Mohanis,
dkk, 2005). Menurut Rahmadona, dkk (2014) menunjukkan bahwa supervisi atau
pengawasan memiliki hubungan yang paling dominan pada perilaku bidan dalam
pencegahan infeksi pada risiko penularan HIV/AIDS di wilayah Dinas Kesehatan
Tanjung Pinang.
Universitas Sumatera Utara
40
2.7 Kerangka Konsep
Variabel Bebas (Independen)
Variabel Terikat (Dependen)
Faktor Internal :
Sikap
Motivasi
-
Tindakan
Bidan
dalam
Pencegahan Infeksi pada Ibu
Faktor Eksternal :
bersalin
dengan
Persalinan
Normal
-
Dukungan teman
sejawat
Pengawasan/
supervisi
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Persalinan Normal
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat Asri
dan Sujiatini, 2010).
Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah untuk menjaga kelangsungan
hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,
memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai
persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan
bayi. (Hidayat Asri dan Sujiatini, 2010).
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan
yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada
prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan prinsip pencegahan infeksi
(Depkes-PWS KIA, 2010).
2.2.
Pencegahan Infeksi
2.2.1 Definisi Pencegahan Infeksi
Pencegahan infeksi merupakan tindakan melindungi ibu, bayi baru lahir,
keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi
infeksi karena bakteri, virus dan jamur . Pencegahan infeksi juga adalah bagian
yang esensial dari semua asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir
10
Universitas Sumatera Utara
11
dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran
bayi, paska
persalinan ibu dan bayi
baru lahir, saat menatalaksana
penyulit/komplikasi, kemungkinan tertular penyakit HIV/AIDS, Hepatitis dan
terjadinya infeksi silang antar petugas dengan pasien (JNPK-KR, 2014).
2.2.2
Definisi Tindakan – tindakan dalam Pencegahan Infeksi
Adapun Definisi tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi yaitu:
a. Asepsis
adalah
suatu
tindakan
untuk
mencegah
masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh.
b. Tehnik aseptik adalah suatu tindakan membuat prosedur lebih aman
dengan menurunkan / menghilangkan seluruh mikroorganisme pada kulit,
jaringan dan instrumen hingga tingkat yang aman.
c. Antisepsis adalah suatu tindakan pencegahan infeksi dengan cara
membunuh/menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit/jaringan
tubuh.
d. Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memastikan
bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda
yang terkontaminasi darah, cairan tubuh.
e. Mencuci dan membilas adalah suatu tindakan untuk menghilangkan darah,
cairan tubuh atau benda asing dari kulit/instrumen.
f. Desinfeksi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan hampir semua
mikroorganisme pada benda mati/instrumen.
g. Desinfeksi Tingkat Tinggi/DT adalah suatu tindakan untuk menghilangkan
semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri.
Universitas Sumatera Utara
12
h. Sterilisasi
adalah
suatu
tindakan
untuk
menghilangkan
semua
mikroorganisme termasuk endospora pada benda mati/instrument.
(Hidayat, A dan Sujiatini, 2010 dan JNPK-KR, 2014).
2.2.3 Tujuan Utama Pencegahan Infeksi
Tujuan utama dari pencegahan infeksi adalah:
1. Mencegah
dan
meminimalkan
infeksi
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme.
2. Meminimalkan resiko penyebaran penyakit yang berbahaya yaitu Hepatitis
B dan HIV/ AIDS kepada pasien, petugas kesehatan, termasuk petugas
kebersihan (Pinem, 2009 & JNPK KR 2014).
3. Melindungi ibu, BBL, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan
lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur (Hidayat,
A dan Sujiatini, 2010).
2.2.4 Prinsip Dasar dalam Pencegahan Infeksi Pada Persalinan Normal
Adapun prinsip dasar dalam pencegahan infeksi pada ibu dengan
persalinan normal yaitu:
1. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap
dapat menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik
(tanpa gejala) dan setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
2. Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dan praktis untuk
mencegah kontaminasi silang.
Universitas Sumatera Utara
13
3. Gunakan pelindung yaitu:
a. Sepasang sarug tangan sebelum menyentuh apapun yang basah seperti
kulit terkelupas, membran mukosa, darah atau duh tubuh lainnya, serta
alat-alat yang telah dipakai dan bahan yang telah terkontaminasi atau
sebelum melakukan tindakan invasif.
b. Pelindung fisik/barier seperti kacamata (goggles), masker, celemek
(apron) setiap kali melakukan kegiatan pelayanan yang diantisipasi
dapat terkena percikan atau terkena darah dan cairan tubuh pasien.
4. Gunakan bahan antiseptik untuk membersihkan kulit maupun membran
mukosa sebelum melakukan operasi, membersihkan luka, atau menggosok
tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptik berbahan dasar alkohol.
5. Selalu melakukan tindakan menurut langkah yang aman, seperti tidak
membengkokkan jarum dengan tangan, memegang alat medik dan
memprosesnya dengan benar, membuang dan memproses sampah medik
dengan benar.
6. Lakukan pemrosesan terhadap instrumen, sarung tangan dan bahan lain
setelah digunakan dengan cara mendekontaminasi dalam larutan klorin
0,5% dan dicuci bersih, kemudian menggunakan (DTT) atau di sterilisasi
dengan cara-cara yang dianjurkan dengan benar dan sesuai prosedur yang
berlaku
7. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar maka
semua
itu harus dianggap masih
terkontaminasi. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi
Universitas Sumatera Utara
14
dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakantindakan PI secara benar dan konsisten (Pinem, 2009 dan Saifuddin, 2013).
2.3
Tindakan – Tindakan yang Termasuk dalam Pencegahan Infeksi
Ada berbagai tindakan / praktek pencegahan infeksi yang dapat mencegah
mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru
lahir dan para penolong persalinan) atau dari peralatan ke orang dapat dilakukan
dengan meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan individu (pasien
atau petugas kesehatan) (Azis dan Uliyah, 2006 dan JNPK-KR, 2014).
Tindakan – tindakan yang termasuk dalam pencegahan infeksi ini adalah:
2.3.1. Cuci Tangan
Cuci Tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan
penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru
lahir. Cuci tangan harus dilakukan, yaitu :
a. Segera setelah tiba di tempat pelayanan kesehatan
b. Sebelum dan setelah melakukan pemeriksaan atau kontak fisik secara
langsung dengan ibu dan bayi baru lahir
c. Sebelum memakai dan setelah melepas sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril, yang kemungkinan ada kebocoran di sarung tangan
d. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa (contohnya:
hidung, mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang menggunakan
sarung tangan
Universitas Sumatera Utara
15
e. Cuci tangan setelah pergi ke kamar kecil/kamar mandi, membersihkan
hidung atau memakai tangan untuk menutupi mulut ketika batuk dan
sebelum pulang kerja, cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir selama 10-15 detik, lalu keringkan dengan handuk pribadi atau
dianginkan, sebagai pengganti cuci tangan dengan air, gunakan larutan
alkohol (100 ml alkohol 60-90% + 2 ml gliserin) jika tidak tersedia air
untuk mencuci tangan (Pinem, 2009 & JNPK-KR, 2014).
Untuk membudidayakan kebiasaan mencuci tangan, pengelola tempat
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan persalinan normal harus
berusaha menyediakan sabun dan air bersih secara terus menerus baik dari kran
atau ember, serta penggunaan handuk sekali pakai ganti. Untuk setiap petugas
kesehatan khususnya bidan menggunakan satu handuk/lap bersih dan kering untuk
mengeringkan tangan (Saifuddin, 2013).
Langkah-langkah dalam mencuci tangan adalah sebagai berikut:
1. Sediakan:
a. Sabun, sebaiknya dalam bentuk cair.
b. Air bersih mengalir. Bila tidak ada keran air, tempatkan air bersih ke
dalam ember tertutup atau tempat air lainnya agar dapat dikucurkan
ketika dipakai untuk mencuci tangan.
c. Handuk bersih yang kering atau lap kertas yang bersih.
d. Kuku dijaga selalu pendek.
Universitas Sumatera Utara
16
2. Lepaskan perhiasan di tangan/ lengan dan jam tangan
a. Cincin atau gelang dan jam tangan dapat menyebabkan seluruh tangan
dan lengan tidak tercuci bersih.
b. Simpan benda-benda tersebut agar aman dan mudah ditemukan saat
akan dipakai kembali.
3. Basahi tangan dan lengan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air
bersih yang mengalir. Jangan mencuci tangan dan lengan dengan
memasukkannya ke dalam tempat air, karena air tersebut akan
mengandung kotoran.
4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun, yaitu:
a. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa
secukupnya tanpa percikan.
b. Gerakan cuci tangan terdiri dari 7 langkah hygiene cuci tangan yaitu:
gosokan kedua telapak tangan, gosokan telapak tangan kanan diatas
punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua telapak tangan
dengan jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan cara
menggenggam dan memutar, gosok ujung ujung jari bergantian yang
kanan dan yang kiri, gosok pergelangan tangan, proses berlangsung
selama 10-15 detik, kemudian bilas kembali dengan air mengalir
sampai bersih, dan proses berlangsung selama 10-15 detik,
c. Keringkan tangan dengan handuk/kertas/tisu bersih dan kering sekali
pakai (Pinem, 2009).
Universitas Sumatera Utara
17
5. Pastikan tangan yang telah dibersihkan tidak bersentuhan dengan barangbarang (seperti peralatan dan baju pelindung) yang tidak didisenfeksi
tingkat tinggi atau disterilkan. Jika tangan menyentuh permukaan yang
terkontaminasi, ulangi
membersihkan tangan dengan cara
diatas
(Saifuddin, 2013).
2.3.2. Memakai Sarung Tangan dan Perlengkapan Pelindung Lainnya
Pemakaian sarung tangan digunakan yaitu:
1. Apabila melakukan tindakan klinik
2. Apabila memegang alat medik dan sarung tangan
3. Apabila membuang sampah medik, dalam melakukan tindakan apapun
yang menyentuh sesuatu yang basah seperti mukosa, kulit tidak utuh atau
cairan tubuh lainnya dari klien atau pasien harus menggunakan sarung
tangan untuk menghindari kontaminasi silang. Dengan kata lain, gunakan
sarung tangan yang berbeda untuk setiap tindakan. Sarung tangan sekali
pakai lebih dianjurkan, tapi jika jumlahnya sangat terbatas maka sarung
tangan steril/ DTT dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci bilas,
DTT atau sterilisasi dan jangan diproses lebih dari tiga kali karena
mungkin ada robekan/ lubang yang tidak terlihat (Saifuddin, 2013 dan
JNPK-KR, 2014).
A. Ada tiga prosedur penggunaan sarung tangan yaitu:
1. Gunakan sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi digunakan
untuk prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan
bawah kulit, seperti persalinan, penjahitan luka.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang didesinfeksi tingkat tinggi
yang digunakan untuk menangani darah atau cairan tubuh sebelum
tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir. Misalnya: saat pemeriksaan
dalam dan merawat luka terbuka.
3. Sarung tangan rumah tangga atau tebal terbuat dari lateks atau vinil yang
tebal digunakan untuk mencuci peralatan, menangani sampah, juga
membersihkan darah dan cairan tubuh membersihkan alat kesehatan,
permukaan meja kerja, dll. Setelah dicuci dibilas bersih dan dapat
digunakan kembali (Pinem, 2009 dan JNPK-KR, 2014).
B. Melindungi diri dari darah dan cairan tubuh, yaitu;
1.
Gunakan sarung tangan sesuai petunjuk di atas.
2.
Berhati-hati dalam mengelola sampah dan alat/benda tajam.
3.
Kenakan apron panjang yang terbuat dari plastik atau bahan tahan air,
serta sepatu bot karet ketika menolong persalinan.
4.
Lindungi mata dengan mengenakan kacamata atau perlengkapan lain.
5.
Gunakan masker dan topi atau tutup kepala ( Depkes, 2013).
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.1 Prosedur/ Tindakan yang Memerlukan Sarung Tangan
Prosedur/Tindakan
Perlu
Sarung
Sarung
sarung
tangan
tangan steril
tangan
disinfeksi
tingkat
tinggi
Memeriksa tekanan darah, Tidak
Tidak
Tidak
temperatur
tubuh,
atau
menyuntik
Menolong persalinan dan Ya
Bisa
Dianjurkan
kelahiran
bayi,
menjahit
diterima
laserasi atau episiotomy
Mengambil contoh darah/ Ya
Tidak
Tidak
pemasangan infuse
Menghisap lendir dari jalan Ya
Ya
Tidak
nafas BBL
Memegang
dan Ya
Tidak
Tidak
membersihkan peralatan yang
terkontaminasi
Memegang sampah yang Ya
Tidak
Tidak
terkontaminasi
Membersihkan percikan darah Ya
Tidak
Tidak
atau cairan tubuh
Sumber : Depkes-JNPK-KR, 2014
C. Menggunakan perlengkapan/ alat pelindung
Jenis alat pelindung adalah:
a. Pelindung wajah (masker dan kacamata
b. Celemek atau apron untuk melindungi atau menangani pasien dengan
perdarahan massif. Celemek yang sudah di DTT digunakan di tempat
pelayanan kesehatan berisiko tinggi seperti ruang bersalin.
c. Sepatu pelindung (Pelindung kaki/boot), dan penutup kepala
digunakan untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas pada alat-alat/ daerah steril kepada
ibu bersalin (Pinem, 2009).
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.2 Manfaat Masing-Masing Alat Pelindung terhadap Pasien
Maupun Petugas Kesehatan
Alat
Terhadap pasien
Terhadap petugas
pelindung
kesehatan
Sarung
Mencegah mikroorganisme Mencegah kontak tangan
tangan
yang terdapat pada tangan petugas kesehatan dengan
petugas kesehatan kepada darah dan cairan tubuh
pasien
penderita lainnya, selaput
lendir, kulit yang tidak utuh
atau alat
kesehatan/permukaan yang
telahterkontaminasi
Masker
Mencegah kontak droplet Mencegah
membran
dari mulut dan hidung mukosa petugas kesehatan
petugas kesehatan yang (hidung dan mulut) kontak
mengandung
dengan percikan darah atau
mikroorganisme
dan cairan tubuh penderita
terpecik
saat
bernafas,
bicara, atau batuk kepada
pasien
Kacamata
Mecegah membran mukosa
pelindung
petugas kesehatan kontak
dengan percikan darah atau
cairan tubuh penderita
Tutup
Mencegah
jatuhnya
kepala
mikroorganisme dari rambut
dan kulit kepala petugas ke
daerah steril
Jas
dan Mencegah
kontak Mencegah kulit petugas
celemek
mikroorganismedari tangan, kesehatan kontak dengan
plastik
tubuh dan pakaian petugas percikan darah atau cairan
kesehatan kepada pasien
tubuh pasien
Sepatu
Sepatu
yang
bersih Mencegah perlukaan kaki
pelindung
mengurangi kemungkinan oleh benda tajam yang
terbawanya mikroorganisme terkontaminasi atau terjepit
dari ruangan lain atau luar benda berat (misalnya,
ruangan
mencegah luka karena
menginjak benda tajam atau
kejatuhan alat kesehatan)
dan
mencegah
kontak
dengan darah dan cairan
tubuh lainnya
(Depkes RI, 2010)
Universitas Sumatera Utara
21
2.3.3 Menggunakan Teknik Aseptik
Penerapan teknik aseptik membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi
baru lahir dan juga menoolong persalinan. Teknik aseptik ini meliputi 3 aspek
yaitu:
1. Penggunaan
perlengkapan
pelindung
pribadi
untuk
mencegah
petugas/bidan terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara
menghalangi petugas dari percikan cairan tubuh, darah, atau cedera selama
melaksanakan pertolongan persalinan.
2. Antisepsis yaitu tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan
cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh
atau kulit, karena kulit atau mukosa tubuh tidak dapat disterilkan maka
penggunaan
antisepsis
ini
akan
sangat
mengurangi
jumlah
mikroorganisme yang akan mengkontaminasi luka yang terbuka sehingga
dapat menimbulkan infeksi. Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau
jaringan,
larutan
desinfektan
digunakan
untuk
mendekontaminasi
peralatan. Larutan yang biasa dipakai untuk antisepsis antara lain: alkohol
60-90%, savlon, klorheksidin glukonat 4 %, iodine 3 %, sedangkan untuk
larutan desinfektan adalah klorin pemutih 0,5 %.
3. Menjaga tingkat sterilitas atau DTT
Prinsip menjaga daerah steril harus digunakan untuk prosedur pada area
tindakan dengan kondisi desinfeksi tingkat tinggi yang meliputi
penggunaan kain yang digunakan untuk alas harus kain yang steril, hanya
benda-benda yang steril yang ditempatkan di area ini, benda apapun yang
Universitas Sumatera Utara
22
basah, terpotong, atau robek dianggap sebagai benda yang terkontaminasi,
mencegah orang yang menggunakan sarung tangan untuk menyentuh
benda yang ada di daerah steril ini, dan daerah yang steril/ DTT ini
ditempatkan jauh dari jendela atau pintu.
Ada 3 proses pokok untuk memproses peralatan dalam upaya pencegahan
infeksi yaitu: dekontaminasi, cuci bilas, dan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
sterilisasi. Benda/alat yang steril ditempatkan dalam kain pembungkus, maka alat
dapat disimpan hingga 1 minggu setelah diproses, bila peralatan steril yang
dibungkus dalam kantong plastik bersegel, tetap kering dan utuh, masih dapat
digunakan hingga 1 bulan setelah diproses. Peralatan yang sudah di DTT, dapat
disimpan dalam wadah tertutup seperti bak instrumen atau partus set dan dapat
disimpan dalam kisaran waktu 1 minggu jika peralatan tetap kering dan terhindar
dari debu. Jika semua prosedur penyimpanan sudah melewati tenggang waktu
penyimpanan, maka alat tersebut harus diproses kembali sebelum digunakan
(JNPK-KR, 2014).
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 2.1 Proses Peralatan Bekas Pakai
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit
CUCI DAN BILAS
Gunakan deterjen dan sikat, pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar
tidak terluka oleh benda tajam
Metode yang dipilih
Metode alternatif
DISINFEKSI TINGKAT TINGGI
STERILISASI
Otoklaf
panas kering
rebus/kukus
160 kPa
1700 C
1200 C
Panci
tertutup
60 menit
kimiawi
Rendam
20 menit
30 menit
jika
terbungkus
20 menit
jika tidak
terbungkus
DINGINKAN DAN DISIAPKAN
(peralatan yang sudah diproses dapat disimpan dalam wadah tertutup yang
sudah disinfeksi Tingkat Tinggi / DTT sampai 1 minggu jika wadah tidak
dibuka-buka)
Sumber : Depkes-JNPK-KR 2014
Langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan, sarung
tangan dan benda – benda lain yang terkontaminasi adalah dengan cara
dekontaminasi. Sarung tangan dari karet tebal atau sarung tangan rumah tangga
Universitas Sumatera Utara
24
digunakan pada saat menangani peralatan bekas pakai atau kotor. Alat yang sudah
digunakan segera masukkan ke dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
Prosedur ini akan mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Larutan klorin 0,5 % ini
hanya dapat digunakan dalam jangka waktu 24 jam, jika lewat dari batas waktu
tersebut daya kerja klorin akan turun, sehingga perlu diganti setiap 24 jam atau
dapat diganti lebih cepat jika larutan klorin terlihat kotor atau keruh.
Gambar 2.2 Rumus Membuat Larutan Klorin 0,5% dari Larutan
Konsentrat Berbentuk Cair
Jumlah bagian air =
–1
Contoh: Membuat larutan klorin 0,5% dari larutan pemutih (klorin 5%)
1. Jumlah bagian air = (5% / 0,5%) – 1 = 10 – 1 = 9
2. Larutan klorin 0,5% dapat dibuat dengan menambahkan 1 bagian
larutan pemutih (klorin 5%) dengan 9 bagian air, misalnya 100 ml
larutan pemutih dengan 900 ml air (1: 9).
Catatan : air tidak perlu dimasak
Depkes, 2013.
Langkah selanjutnya setelah dekontaminasi adalah pencucian dan
pembilasan. Pencucian juga dapat menurunkan endospora bakteri yang dapat
menyebabkan tetanus dan gangren. Jika perlengkapan untuk proses sterilisasi
tidak ada, maka tindakan pencucian alat adalah satu-satunya proses fisik.
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.3 Efektifitas berbagai proses alat bekas pakai
Dekonta Pencucian Pencucian DTT
minasi
(hanya air) (deterjen
dan bilas)
Efektifitas
Membun Hingga
Hingga
5%
menghilangkan
uh virus 50%
80%
atau
AIDS
menonaktifkan
dan
mikroorganisme Hepatitis
Waktu
yang Rendam Cuci
Cuci
Rebus,
diperlukan agar selama
hingga
hingga
kukus
proses berjalan 10 menit bersih
terlihat
atau
efektif
bersih
secara
kimia :
20
menit
Sterilisasi
100%
Kukus:
20-30
menit 106
kPa,
1210C.
Panas
kering: 60
menit
pada suhu
1700C.
Sumber: JNPK-KR, 2014
Langkah selanjutnya setelah pencucian dan pembilasan adalah DTT dan
sterilisasi. Sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh
mikroorganisme tetapi proses sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan praktis.
(JNPK-KR, 2014).
2.3.4 Menjaga Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan (Termasuk Pengolahan
Sampah Medis / Limbah Medis dengan Benar)
Sampah yang terkontaminasi diletakkan ke dalam tempat sampah tahan air
dan dibakar, jika tidak memungkinkan untuk dibakar maka dikubur bersama
dengan wadahnya. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan akan mengurangi
mikroorganisme yang ada pada bagian permukaan benda-benda tertentu dan
menolong mencegah infeksi.
Universitas Sumatera Utara
26
Adapun yang termasuk dalam menjaga kebersihan dan keamanan dari
sanitasi lingkungan dalam menerapkan pencegahan infeksi yaitu :
1) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
2) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
3) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
4) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang
diinginkan.
5) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
6) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
7) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir (JNPK-KR, 2014).
Universitas Sumatera Utara
27
2.3.5 Standar Operasional Prosedur (SOP) Tentang Tindakan Pencegahan
Infeksi di Rumah Sakit Khususnya di Ruang Bagian Kebidanan
Mulai tahun 2001, Depkes telah memasukkan pengendalian infeksi tersebut
sebagai tolak ukur akreditasi RS termasuk didalamnya adalah penerapan tindakan
pencegahan infeksi sesuai SOP.
N
O
1.
2.
Tabel 2.4 Standar Operasional Prosedur Tentang Pencegahan Infeksi
Standar
Kriteria verifikasi
Rumah sakit
tampak bersih
Rumah Sakit harus selalu bersih dari debu, darah,
sampah, jarum dan spuit bekas dan atau sarang
laba–laba di berbagai tempat berikut:
1. Ruang pendaftaran dan pemeriksaan kehamilan
2. Ruang observasi kala I persalinan
3. Ruang bersalin
4. Ruang nifas segera
5. Area untuk perawatan bayi baru lahir segera
6. Unit rawat inap (kebidanan)
7. Area untuk mencuci instrumen (kebidanan)
8. Area pemrosesan peralatan sterilisasi dan DTT
9. Penyimpanan barang steril atau DTT
10. Kamar mandi di ruang kebidanan
11. Kamar mandi di ruang periksa
Di Ruang
Di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar
Observasi Kala I
Bersalin dan Ruang Nifas mempunyai :
Persalinan, Kamar 1. Tersedia wadah pembuangan benda tajam yang
Bersalin dan
terbuat dari: karton tebal/plastik keras/kaleng
Ruang Nifas
tertutup dengan lubang yang cukup untuk
mempunyai
memasukkan jarum suntik dan spuit serta benda
wadah
tajam lainnya.
pembuangan
2. Wadah pembuangan benda tajam diletakkan di
benda tajam dan
dekat tempat benda tajam digunakan
menggunakan-nya 3. Jarum dan spuit dibuang segera setelah dipakai
dengan benar
setelah didekontaminasi dengan larutan klorin
0,5% tanpa menutup atau melepaskan jarumnya.
4. Wadah pembuangan benda tajam ditutup rapat
dan diambil untuk dibuang jika sudah tiga
perempat penuh
5. Setiap wadah pembuangan benda tajam hanya
digunakan untuk satu kali dan kemudian
dibuang sesuai aturan pembuangan sampah
Universitas Sumatera Utara
28
3
4
5
Menyiapkan
antiseptik di
Ruang Observasi
Kala I Persalinan,
Kamar Bersalin
dan Ruang Nifas
sesuai
penggunaan
Penggunaan antiseptik di Ruang Observasi Kala
I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas
adalah sebagai berikut:
a. Antiseptik disiapkan dalam wadah kecil yang bisa
dipakai ulang untuk penggunaan harian
b. Wadah pakai ulang dicuci dengan sabun dan air,
dibilas dengan air bersih dan dikeringkan
sebelum diisi ulang
c. Wadah pakai ulang diberi label yang mencantumkan
tanggal pengisian ulang
d. Kasa atau gulungan kapas disimpan dalam wadah
kering tanpa diberi antiseptik
e. Instrumen dan benda lain disimpan dalam wadah
kering tanpa diberi antiseptik
f. Korentang disimpan dalam wadah kering tanpa
diberi antiseptik
Persiapan
Petugas menyiapkan pencucian alat di Ruang Bersalin
mencuci
dan Ruang Nifas mengikuti langkah dan rekomendasi
instrument di
seperti berikut:
ruang bersalin dan 1. Merendam alat habis pakai dalam larutan klorin 0,5 %
melahirkan sesuai
A. Klorin cair:
rekomendasi
a. Jika menggunakan konsentrasi 3,5%, 1 bagian
pemutih dicampur dengan 6 bagian air, atau
b. Jika menggunakan konsentrasi 5%, 1 bagian
pemutih dicampur dengan 9 bagian air, atau
c. Jika menggunakan konsentrasi lain, gunakan
formula berikut untuk mempersiapkanlarutan:
Total jumlah air =*%konsentrasi/0,5%+ – 1 untuk satu
bagian klorin
B. Klorin serbuk:
a. Jika menggunakan kalsium hipoklorida (35%),
14 g pemutih serbuk dicampur dengan 1 L air, atau
b. Jika menggunakan kalsium hipoklorida (70%),
7 g pemutih serbuk dicampur dengan 1 L air
c. Larutan klorin baru dipersiapkan pada pagi hari
atau lebih awal jika diperlukan
2. Wadah plastik digunakan untuk dekontaminasi
3. Instrumen dan benda lain direndam dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit
4. Setelah 10 menit, instrument dan benda lain
dikeluarkan dari larutan klorin dan dicuci segera
Pemrosesan alat
Pemrosesan alat pakai ulang di Ruang Observasi Kala I
pakai ulang di
Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas ini dilakukan
Ruang Observasi
seperti berikut:
1. Area ini terpisah dari ruang prosedur
Kala I Persalinan,
2. Barang kotor dan bersih tidak di tempat yang sama
Kamar Bersalin
Universitas Sumatera Utara
29
dan Ruang Nifas
dilakukan dengan
benar
3. Ada meja penerimaan barang kotor
4. Paling sedikit ada satu wastafel dengan air mengalir
untuk mencuci instrument
5. Ada meja untuk mengeringkan instrument
6. Ada daerah kerja bersih untuk pembungkusan/
Pengepakan instrumen yaitu meja kerja.
7. Ada rak untuk meletakkan paket instrumen bersih
sebelum di sterilisasi
8. Jika disterilisasi di ruang bedah, paket yang sudah
dibungkus dikirim ke ruang bedah yang memiliki
autoklaf
9. Paket diberi label, jenis dan tanggal pemrosesan.
6
Mencuci
Petugas mencuci instrumen di ruang berikut mengikuti
instrument di
langkah dan rekomendasi di bawah ini, memakai:
a. Sarung tangan karet rumah tangga
Ruang Observasi
Kala I Persalinan,
b. Masker dan pelindung mata atau muka
Kamar Bersalin
c. Celemek plastik
dan Ruang Nifas
d. Boot karet atau sepatu tertutup
dilakukan sesuai
e. Sikat lembut
rekomendasi
f. Deterjen (cair atau serbuk)
g. Menyikat instrumen dan benda lain di bawah
permukaan air, membersihkan semua darah dan zat
asing lainnya
h. Melepas bagian-bagian instrumen dan benda lain, dan
mencuci lekuk, gigi dan engsel dengan sikat
i. Membilas instrumendan benda lain dengan air bersih
secara seksama
j. Mengeringkan instrument dan benda lain dengan
diangin-angin atau handuk bersih
k. Melepas sarung tangan dan peralatan pelindung diri
lainnya.
l. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun selama
10-15 detik dan mengeringkannya dengan handuk
bersih pribadi, handuk kertas atau dengan cara
diangin-angin atau
menggunakan larutan alkohol gliserin (jika tangan
tidak terlihat kotor).
Sumber: USAID, Standar KIA (Rumah Sakit) tentang pencegahan infeksi 2011.
Universitas Sumatera Utara
30
2.3.6
Upaya Program Pemerintah untuk Menurunkan Kejadian Infeksi
yang Mengakibatkan AKI dan AKB
Upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal pada tahun
2012 melalui program EMAS oleh pemerintah dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir
minimal di 150 rumah sakit (PONEK) dan 300 Puskesmas/Balkesmas
(PONED)
2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan
Rumah Sakit. Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung
jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan
kesehatan ibu yang berkuaberkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan paska persalinan bagi
ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan
memperoleh cuti hamil dan melahirkan serta akses terhadap keluarga
berencana (Kemenkes, 2013).
Program Kemenkes dengan Rencana Aksi Percepatan Penurunana Angka
Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2013 -2015 dengan berpedoman pada MDG’S
2015 yaitu :
1. Penjaminan Kompetensi Bidan Khususnya di desa sesuai standar.
2. Penjaminan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan mampu pertolongan
persalinan 24/7 sesuai standar
3. Penjaminan seluruh RS Kabupaten/ Kota mampu PONEK 24/7 sesuai standar
4. Penjaminan terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi
5. Penjaminan terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi
Universitas Sumatera Utara
31
6. Penjaminan dukungan PEMDA terhadap regulasi yang dapat mendukung
secara efektif pelaksanaan program
7. Peningkatan Kemitraan dengan lintas sektor dan swasta.
8. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanan program perencanaan persalinan
dan pencegahan Komplikasi (P4K) di masyarakat. (RAN PP AKI 2013-2015,
Kemenkes Dirjen Bina Gizi dan KIA 2013).
2.4
Definisi Tindakan
Tindakan adalah hal apa yang dilakukan oleh responden terhadap terkait
dengan kesehatan, cara peningkatan kesehatan, cara memperoleh pengobatan yang
tepat, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Notoatmodjo Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3
tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:
a. Persepsi (perseption) adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah (Notoatmodjo, 2007).
b. Praktik terpimpin (guided response ) adalah apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih tergantung atau menggunakan panduan.
c. Praktik secara mekanisme (mechanisme): apabila subjek telah mempraktikkan
sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
d. Adopsi (adoption) adalah suatu tindakan yang sudah berkembang.
(Notoatmodjo, 2010).
Untuk memperoleh data tindakan (perilaku terbuka) yang paling akurat
adalah melalui dua metoda yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung yaitu melalui pengamatan subjek yang diteliti. Secara tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
32
yaitu dengan metode mengingat kembali melalui orang ketiga atau orang lain
yang “dekat” dengan sujek, melalui “indikator” (hasil perilaku) responden
(Notoatmodjo, 2010).
2.5
Definisi Bidan
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk
menjalankan praktik kebidanan (KEPMENKES NO 1464, 2010). Bidan diakui
sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, bekerja
sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat
selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas
tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi,
mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi
pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan
tindakan
kegawat-daruratan
(Keputusan
MenKes
Nomor:
369/MENKES/SK/III/2007).
2.6
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Pencegahan
Infeksi Pada Asuhan Persalinan Normal
Didalam Teori Safety Behavior, Menurut Geller (2001) dalam bukunya the
psychology
of
safety
handbook
menggambarkan
mengenai
pentingnya
pendekatan behavior based safety dalam upaya keselamatan kerja, baik dalam
prespektif reaktif maupun proaktif dan mengelompokkan perilaku ke dalam at risk
behavior dan safe behavior. Salah satu teori perilaku keselamatan, yaitu safety
Triad oleh Geller (2001). Total safety culture yang memiliki 3 domain, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
33
a. Faktor lingkungan, meliputi perlengkapan, peralatan, desain ruangan, standar
operasional prosedur dan temperature
b. Faktor manusia, meliputi pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
kecerdasan, mtivasi, kepribadian.
c. Faktor perilaku, yaitu pelatihan, praktik kerja yang aman.
Ketiga faktor tersebut dinamis dan aktif, sehingga apabila terjadi
perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi faktor yang lainnya.
Gambar 2.3 The Safety Triad
Person:
Knowledge,
skill,
abities, intelegence,
motives, personality
Safety
culture
Environment:
Equipment,
tools,
machines, house keeping,
heat/cold,
engineering,
standards,
operating
procedures
Behavior:
Complying,
coahing,
recognizing, communication
demonstrating, actively caring
Menurut Geller ( 2001), perilaku seseorang dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu
aspek internal dan eksternal yang terkait dengan keberhasilan suatu proses
keselamatan, Aspek / faktor internal meliputi sikap, kepercayaan, perasaan,
pemikiran, kepribadian, persepsi, nilai-nilai dan perhatian. Aspek eksternal
meliputi pelatihan, kepatuhan terhadap peraturan, komunikasi pengakua dan
pengawasan secara aktif.
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 2.4 Aspek internal dan eksternal penentu faktor manusia dalam
keselamatan
people
Internal
States or traits: Attitudes,
belifes,
feelings,
thoughts, personalities,
perceptions, values and
intentions
External
Behaviors,
coaching,
recognizing,
complying,
communicating
and
actively caring
Upaya untuk meningkatkan dan memeperbaiki budaya keselamatan dapat
dilakukan dengan memperbaiki faktor orang, lingkungan atau perilakunya
maupun kombinasi dari ketiganya. Pendekatan berbasis orang (person based
approach) dan meningkatkan budaya keselamatan menekankan pada sikap
individu atau proses berpikir individu secara langsung. Contoh praktik pendekatan
ini melalui proses pengajaran, pendidikan dan konsultasi. Namun sebaliknya pada
pendekatan berbasis perilaku .
Penulis menyederhanakan faktor- faktor yang ada, sehingga didapatkan
faktor internal dan faktor eksternal yang terkait dengan perilaku dan tindakan.
Sesuai dengan teori Geller (2001), terdapat dua faktor yang sesuai dengan faktorfaktor yang berhubungan dengantindakan bidan dalam pencegahan infeksi yaitu
faktor internal (sikap, motivasi) dan eksternal (pengawasan dan dukungan teman
sejawat).
Universitas Sumatera Utara
35
2.6.1
Sikap (Attitude)
Sikap adalah proses pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi, dan
kognitif yang bersifat jangka panjang dan berkaitan dengan aspek lingkungan di
sekitarnya. Demikian dapat dikatakan bahwa sikap bersifat menetap karena sikap
memiliki kecenderungan berproses dalam kurun waktu panjang hasil dari
pembelajaran. Sikap juga merupakan respon yang konsisten baik itu respon positif
maupun negatif terhadap suatu objek sebagai hasil dari proses. Dalam ungkapan
yang sederhana, sikap adalah bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak
terhadap objek tertentu dalam lingkungan (Ema Ferrinadewi, 2008).
Menurut Secord dan Backman “sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)
seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan sekitarnya” (Saifuddin, 2012).
Menurut
Notoatmojo
(2010),
sikap
mempunyai
tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a.
Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap
periksa hamil (antenatal care ), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran
ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang antenatal care di
lingkungannya.
b.
Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaaan atau objek yng dihadapi. Contohnya: seseorang ibu
yang mengikuti penyuluhan antenatal tersebut ditanya atau diminta
menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.
Universitas Sumatera Utara
36
c.
Menghargai (valuing) diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai
positif terhadap objek tulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespons.
d.
Bertanggung Jawab (responsible ). Sikap yang paling tinggi tingkatnya
adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang
yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau
adanya risiko lain (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Lina Ambarwati (2014), Sikap bidan memiliki hubungan yang
sangat signifikan dengan pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada
pertolongan persalinan. Adanya hubungan antara sikap dengan perilaku
pencegahan infeksi di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur,
dimana bidan/ tenaga kesehatan yang memilki sikap positif berpeluang lebih dari
tiga kali untuk berperilaku baik dalam pencegahan infeksi daripada yang memiliki
sikap negatif (Fitria, W, 2012).
2.6.2
Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu moreve yang berarti dorongan
yang ada dalam diri manusia untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku.
Menurut Hasibuan (1995), motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya
penggerak kemauan yang akhirnya seseorang bertindak atau berperilaku
(Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
37
Timbulnya motivasi dalam diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Berdasarkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Hezberg, motivasi
seseorang didasari oleh dua faktor,
yaitu faktor- faktor penyebab kepuasan
(satisfier) atau factor motivasional dan faktor- faktor penyebab ketidakpuasan
(dissatisfaction). Faktor kepuasan ini mencakup antara lain : prestasi,
penghargaan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan pekerjaan itu sendiri.
Faktor ketidakpuasan ini mencakup antara lain: kondisi kerja fisik, hubungan
interpersonal, kebijakan dan administrasi, pengawasan, dan keamanan kerja
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut beberapa ahli ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja,
yaitu dengan metoda langsung dengan cara memberikan materi maupun non
materi. Sedangkan metode tidak langsung dengan cara memberikan fasilitas atau
sarana penunjang pekerjaan bagi pekerja (Notoatmodjo, 2010).
Adanya hubungan antara motivasi dengan perilaku atau tindakan
pencegahan infeksi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten lampung Timur,
dimana responden yang memiliki motivasi kuat berpeluang lebih dari tiga kali
untuk berperilaku baik dibandingkan dengan petugas kesehatan/bidan yang
memiliki motivasi lemah. Kurangnya tanggapan dari atasan akan prestasi kerja
dan penghargaan akan tindakan pencegahan infeksi yang dilakukan bidan diduga
menjadi salah satu penyebab lemahnya motivasi dari bidan (Fitria, W, 2012).
Universitas Sumatera Utara
38
2.6.3
Dukungan Teman sejawat
Pengaruh norma sosial dan pengaruh lingkungan seperti keluarga atau
teman sejawat merupakan hal yang juga mempengaruhi perilaku seseorang.
Menurut Notoadmodjo (2007), pengaruh interpersonal (keluarga, teman sejawat,
tenaga kesehatan, dukungan social) merupakan hal yang mempengaruhi
karakteristik, pengalaman dan perilaku seseorang.
Dukungan Teman Sejawat dalam melakukan tindakan kesehatan akan
memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi secara
benar dan aman oleh petugas kesehatan atau bidan. Menurut Mulyanti (2008)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor lingkungan yaitu ada tidaknya
rekan kerja yang menggunakan APD yang merupakan salah satu dari tindakan
pencegahan infeksi ketika melakukan pertolongan persalinan dan mempengaruhi
mereka dalam penggunaan APD.
2.6.4
Pengawasan / Supervisi
Pengawasan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak atasan atau
yang bertanggung jawab dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai
dengan kenyataan. Tujuan utama pengawasan bukan untuk mencari kesalahan
tetapi untuk mencari umpan balik yang selanjutnya dapat dilakukan perbaikan
(Notoatmodjo, 2010).
Pengawasan dapat dilakukan antara lain dengan (1) melalui kunjungan
langsung / observasi terhadap obyek yang diamati, (2) melalui analisis terhadap
laporan yang masuk, (3) melakukan perbandingan, (4)
pembetulan terhadap
penyimpangan. Bila pengawasan dilakukan dengan tepat, akan mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
39
manfaat berupa dapat diketahuinya sejauh mana hasil dari suatu tindakan program
berjalan dan apakah sudah sesuai dengan program atau rencana kerja, dapat
mengetahui adanya penyimpangan dari program, apakah waktu dan sumber daya
sudah mencukupi dapat diketahui adanya penyimpangan serta dapat diketahui staf
yang perlu diberikan penghargaan dari hasil kerjanya.
Faktor yang dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan kinerja
ataupun dengan tindakan bidan yaitu adanya kontrol dan supervisi baik dari
Pimpinan Pihak Rumah Sakit , Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Dinas Kesehatan
Kota Medan , tentang pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan (Mohanis,
dkk, 2005). Menurut Rahmadona, dkk (2014) menunjukkan bahwa supervisi atau
pengawasan memiliki hubungan yang paling dominan pada perilaku bidan dalam
pencegahan infeksi pada risiko penularan HIV/AIDS di wilayah Dinas Kesehatan
Tanjung Pinang.
Universitas Sumatera Utara
40
2.7 Kerangka Konsep
Variabel Bebas (Independen)
Variabel Terikat (Dependen)
Faktor Internal :
Sikap
Motivasi
-
Tindakan
Bidan
dalam
Pencegahan Infeksi pada Ibu
Faktor Eksternal :
bersalin
dengan
Persalinan
Normal
-
Dukungan teman
sejawat
Pengawasan/
supervisi
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara