metode penelitian Hukum perjanjian jual

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan dari
orang lain. Begitu juga dalam melakukan suatu perjanjian, kehidupan sehari-hari masyarakat
sering atau minimal pernah melakukan suatu perjanjian dengan orang lain. Perjanjian adalah
suatu kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu hal
perbuatan yang telah disepakati bersama sehingga melahirkan suatu perikatan diantara para
pihak yang bersifat konkret.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata suatu perjanjian telah diatur dalam
pasal 1320 yaitu supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, artinya suatu perjanjian hanya
berlaku atau menjadi suatu undang-undang bagi para pihak yang telah membuatnya,
pihak lain tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti ketentuan-ketentuan dari isi
perjanjian tersebut, hanya para pihak yang telah bersepakat membuat dan
menjalankan isi perjanjian tersebut harus memenuhi isi dari perjanjian tersebut. Syarat
yang pertama ini merupakan syarat subyektif yang dapat mengakibatkan suatu
perjanjian dapat dimintakan untuk dibatalkan apabila syarat pertama ini tidak
terpenuhi.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, artinya para pihak dalam melakukan
suatu perjanjian haruslah seseorang yang sudah dikatakan dewasa dan dalam keadaan
sehat fikiranya artinya tidak dalam kedaan gila, dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata batas usia dewasa adalah 21 tahun artinya dalam usia dewasa para pihak
sudah bisa berfikir apakah suatu perjanjian yang mereka buat tersebut menguntungkan
kedua belah pihak dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Syarat ini
juga merupakan syarat subyektif yang dapat mengakibatkan suatu perjanjian dapat
dimintakan untuk dibatalkan apabila syarat kedua ini tidak terpenuhi.
3. Suatu pokok persoalan tertentu,artinya dalam melakukan suatu perjanjian tentunya
ada sesuatu yang menjadi obyek perjanjian tersebut, obyek tersebut yang telah
menjadi inti dalam melakukan suatu perjanjian, syarat ini merupakan syarat obyektif

2
artinya apabila syarat ini tidak terpenuhi maka suatu perjanjian yang dibuat telah
dinyatakan batal demi hukum.
4. Dan yang terakhir adalah suatu sebab yang tidak terlarang, artinya obyek dalam suatu
perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tersebut tidak boleh yang merupakan
obyek yang terlarang menurut ketentuan perundang-undangan seperti obyek tersebut
adalah barang yang didapat dari hasil pencurian, obyek perjanjian tersebut merupakan
suatu hal yang haram seperti narkotika dan lain sebgainya, syarat ini juga merupakan

syarat obyektif artinya apabila syarat ini tidak terpenuhi maka suatu perjanjian yang
telah dinyatakan batal demi hukum.
Namun dalam perkembangannya masih banyak ditemukan permasalahan masyarakat
dalam melakukan perjanjian, seperti perjanjian yang dilakukan secara secara online.
Perjanjian online adalah kegiatan jual beli yang dilakukan melalui jaringan atau media
elektronik yaitu internet.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau
hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah
hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian
pula,

hukum

telematika

yang

merupakan

perwujudan


dari

konvergensi

hukum

telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan
yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup
lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem
komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan
hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal
yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.1
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas
(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan

berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik

3
karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.2
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi
elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah
menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika)
berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru
di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.3
Dalam perjanjian secara online tersebut terdapat beberapa ketentuan dari syarat
sahnya perjanjian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang tidak terpenuhi yaitu
kecakapan para pihak yang melakukan perjanjian tidak dapat diketahui karena para pihaknya
tidak bertemu secara langsung tetapi hanya melalui media internet, kemudian objek dari
perjanjian tersebut juga tidak dapat diketahui apakah objeknya merupakan suatu sebab yang
tidak terlarang menurut ketentuan Perundang-undangan.4
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber

space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum
yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan
kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak
kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah
kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah
melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal
adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di
atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum
dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang
secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber
space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika.
Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik,

2 Ibid.
3 Ibid.
4 Ibid.

4
pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan

teknologi informasi menjadi tidak optimal.5
Jika terdapat ketidaksesuaian seperti diatas maka timbul suatu masalah, apakah
perjanjian yang dilakukan secara online bisa dikatakan sebagai perjanjian yang sah menurut
ketentuan dari pasal 1320 kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Berdasarkan alasan tersebut maka penulis ingin mengulas masalah di atas yang diberi
judul “TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI ONLINE BERDASARKAN
PRESPEKTIF SYARAT SAHNYA PERJANJIAN (Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata)”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah perjanjian jual beli online sudah sesuai dengan syarat sahnya perjanjian
berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui kesesuaian antara perjanjian jual beli online dengan prespektif
syarat sahnya perjanjian pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
D. MANFAAT
1. Teoritis
Secara teoritis penulisan ini bermanfaat untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan
khususnya pada bidang hukum perdata
2. Aplikasi
Ditinjau dari aplikasinya penulisan ini bermanfaat bagi para pelaku usaha dan

konsumen dalam melakukan perjanjian jual beli secara online.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5 Ibid.

5
1. Perjanjian Pada umumnya
Menurut pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih.
Menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian adalah perbuatan hukum yang berisi dua
yang didasarkan atas kata sepakat yang menimbulkan akibat hukum. 6
Menurut Lukman Santoso perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji
kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang
menimbulkan hubungan hukum/perikatan dan bersifat konkret7
Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya perjanjian adalah suatu perbuatan
antara sekurangnya dua orang (dapat lebih dari dua orang) dan perbuatan tersebut melahirkan
perikatan diantara pihak-pihak yang berjanji tersebut.8
Berdasarkan pengertian perjanjian yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan

bahwa perjanjian adalah suatu kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih untuk
melaksanakan suatu hal perbuatan yang telah disepakati bersama sehingga melahirkan suatu
perikatan diantara para pihak yang bersifat konkret.

2. Pengertian Perjanjian Online

6 Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta,
halaman 110.
7 Lukman Santoso, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak, Cakrawala, Yogyakarta, halaman 8.
8 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 7.

6
Menurut pasal 1 angka (2) undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan, dan/ atau media elektronik lainnya.
Secara umum e-commerce dapat didefinisikan kegiatan-kegiatan bisnis yang
menyangkut konsumen (consumer), manufaktur (manufactures), servis dan pedagang
perantara dengan menggunakan jaringan komputer yaitu internet.9
E-commerce adalah dimana dalam satu website menyediakan atau dapat melakukan

transaksi secara online atau juga bisa merupakan suatu cara berbelanja atau berdagang secara
online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas internet dimana terdapat website yang
dapat menyediakan layanan “get and deliver”.10
Berdasarkan pengertian perjanjian online yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian online adalah kegiatan jual beli yang dilakukan melalui
jaringan atau media elektronik yaitu internet.
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata supaya terjadi persetujuan
yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :
1.
2.
3.
4.

Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
Suatu pokok persoalan tertentu;
Suatu sebab yang tidak terlarang.

BAB III

METODE PENELITIAN
9 Dr. Hj. Endang Purwaningsih, SH.M.Hum, 2009, Kapita Selekta Hukum Ekonomi,
Jenggala Pustaka Utama, halaman 56
10 Iwan Gunawan, e-commerce, http://unindrax1eione.wordpress.com/ecommerce/definisicontoh-dan-dampak-e-commerce/, diakses tanggal 12 november 2013

7
1. Jenis Penelitian dan Pedekatan
Penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dalam mengkaji tulisannya
karena permasalahannya terdapat pada munculnya ketidaksesuaian antara isu hukum dengan
normanya. Pendekatan yang digunakan berupa pendekatan undang-undang, undang-undang
yang digunakan yaitu kitab undang-undang hukum perdata.
2. Jenis Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini ada 3 macam, yaitu terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat
seseorang taat pada hukum. Dalam penulisan ini penulis menggunakan Kitab Undangundang Hukum Perdata.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi
menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat

atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan
hukum lainnya. Dalam penulisan ini penulis menggunakan kamus besar bahasa
indonesia.
3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum adalah menjelaskan berbagai macam bahan hukum yang
diperlukan dalam penelitian baik yang sifatnya primer, sekunder dan tersier. Dalam penulisan
ini penulis menggunakan sumber bahan hukum dari buku, laporan penelitian, undang-undang
dan internet.
4. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

8
Dalam penulisan ini teknik memperoleh bahan hukum yang digunakan adalah teknik
kepustakaan dengan memahami buku-buku yang terkait dengan penulisan ini. Dan apabila
diperlukan maka dapat memperoleh bahan hukum dari internet.
5. Teknik Analisa
Bahan hukum yang digunakan penulis disusun secara sistematis dan dianalisis dengan
menggunakan intepretasi gramatikal. Intepretasi gramatikal adalah penafsiran tata bahasa
dalam arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan. Dalam penulisan ini teknik analisa
lebih mengutamakan bahan hukum primer lalu kemudian baru menggunakan bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
6. Definisi Konseptual
Definisi konseptual adalah penarikan batasan yang menjelaskan suatu konsep secara
singkat, jelas dan tegas. Agar pembaca tidak salah tafsir atau multi tafsir. Definisi konseptual
tersebut yaitu :
a. Perjanjian adalah suatu kesepakatan antara kedua belah pihak atau lebih untuk
melaksanakan suatu hal perbuatan yang telah disepakati bersama sehingga melahirkan
suatu perikatan diantara para pihak yang bersifat konkret.
b. Perjanjian online adalah kegiatan jual beli yang dilakukan melalui jaringan atau media
elektronik yaitu internet
c. Jual beli adalah kegiatan tukar menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai
dengan syarat tertentu.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesesuaian antara perjanjian jual beli online dengan prespektif syarat sahnya
perjanjian pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

9
A. Analisa Tentang Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa yang terjadi ketika para pihak saling berjanji untuk
melaksanakan perbuatan tertentu. Menurut Subekti, perjanjian adalah peristiwa ketika
seorang atau lebih berjanji melaksanakan perjanjian atau saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal. Istilah perjanjian sering juga diistilahkan dengan istilah kontrak. Kontrak atau
contracts (dalam bahasa Inggris) dan overreenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam
pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. kontrak dengan
perjanjian merupakan istilah yang sama karena intinya adalah adanya peristiwa para pihak
yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan dan berkewajiban untuk menaati dan
melaksanakannya sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut
perikatan. Dengan demikian, kontrak atau perjanjian dapat menimbulkan hak dan kewajiban
bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut dan karena itulah kontrak yang dibuat
dipandang sebagai sumber hukum yang formal.11
Dalam perjanjian terdapat dua hal pokok, yaitu: (1) bagian dari inti atau pokok
perjanjian; (2) bagian yang bukan pokok. Bagian pokok disebut esensialia dan bagian yang
tidak pokok dinamakan naturalia, serta aksidentalia.12
Esensialia merupakan bagian pokok dalam suatu perjanjian. oleh karena itu, harus
mutlak adanya, sebab apabila perjanjian tidak memiliki bagian pokok, perjanjian tersebut
tidak memenuhi syarat. Misalnya, dalam perjanjian jual-beli, bagian pokoknya harus ada
harga barang yang diperjual-belikan.13
Naturalia merupakan bagian yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai peraturan
yang bersifat mengatur. Misalnya, dalam jual-beli, unsur naturalianya terletak pada
kewajiban penjual untuk menjamin adanya cacat tersembunyi.14
Aksidentalia merupakan bagian tambahan dalam perjanjian. tambahan tersebut
dinyatakan atau ditetapkan sebagai peraturan yang mengikat para pihak atau sebagai Undangundang yang harus dilaksanakan. Penambahan tersebut dilakukan karena tidak diatur dalam
11Wawan Muhwan Hariri, SH, 2011, Hukum Perikatan, CV. Pustaka Setia, Bandung,
halaman 119
12 Ibid, halaman 132
13 Ibid, halaman 132
14 Ibid, halaman 132

10
Undang-undang. Misalnya, perjanjian jual-beli mobil, bukan hanya ada mesin dan
karoserinya, melainkan ditambahkan harus ada ac, tape dan variasinya.15
Terdapat tiga asas dalam perjanjian, yaitu:
1. Asas Konsensualisme (konsensus);
Asas ini yang menyatakan bahwa perjanjian dapat dikatakan selesai
dengan adanya kata sepakat atau persesuaian kehendakdari para pihak yang
mengadakan perjanjian. Dengan demikian, harus ada persamaan pandangan
dari para pihak untuk tercapainya tujuan dari perjanjian.
2. Asas kekuatan mengikat;
Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat oleh pihakpihak berlakunya akan mengikat dan tidak dapat ditarik kembali secara
sepihak. Artinya, perjanjian berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak.
3. Asas kebebasan berkontrak.
Menurut asas ini, para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian yang
dikehendakinya, tidak terikat pada bentuk tertentu. Akan tetapi, kebebasan
tersebut ada pembatasannya, yaitu; (1) perjanjian yang dibuat meskipun bebas,
tetapi dilarang Undang-undang; (2) tidak bertentangan dengan Undangundang; (3) tidak bertentangan dengan ketertiban umum.16
B. Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat empat syarat
sahnya perjanjian, yaitu sebagai berikut :
1. Adanya Kesepakatan (Toesteming atau Izin) Kedua Belah Pihak;
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu
orang atau lebih dengan pihak lain. Pernyataanya adalah “kapan momentum
terjadinya persesuaian pernyataan kehendak tersebut?” ada empat teori yang
menjawab momentum terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu
sebagai berikut:
a. Teori ucapan (uitingstheorie)
Menurut teori ucapan, kesepakatan terjadi pada saat
pihak yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia
menerima penawaran tersebut. Jadi, dilihat dari pihak yang
menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan ballpoint untuk
15 Ibid, halaman 133
16 Ibid, halaman 137

11
menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan
teori ini adalah sangat teoretis karena mengganggap terjadinya
kesepakatan secara otomatis.
b. Teori pengiriman (verzendtheorie)
Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi apabila
pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram. Kritik
terhadap teori ini adalah bagaimana pengiriman itu dapat
diketahui? Bisa saja, walaupun sudah dikirim, tidak diketahui
oleh pihak yang menawarkan. Teori ini juga sangat teoretis,
sebab mengganggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)
Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan
terjadi apabila pihak yang menwarkan mengetahui adanya
acceptatie (penerimaan), tetapi penerimaan tersebut belum
diterimanya (tidak diketahui secara langsung). Kritik terhadap
teori ini adalah bagaimana ia mengetahui isi penerimaan
tersebut apabila ia belum menerimanya?
d. Teori penerimaan (ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari
pihak lawan.
2. Kecakapan Bertindak;
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk
melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan
menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian
haruslah orang-orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang, yaitu orang yang
sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun atau sudah
menikah. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum
adalah:
a. Anak dibawah umur (minderjarigheid);
b. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan.
3. Adanya Obyek Perjanjian;
Obyek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). prestasi adalah
kewajiban debitur dan hak kreditur. Prestasi terdiri atas perbuatan positif dan
negatif. Prestasi terdiri atas: (1) memberikan sesuatu; (2) berbuat sesuatu; (3)
tidak berbuat sesuatu. Prestasi harus dapat ditentukan, dibolehkan,
dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Dapat ditentukan, artinya di

12
dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan, dalam arti dapat
ditentukan secara cukup.
4. Adanya Kausa yang Halal.
Dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tidak
dijelaskan pengertian orzaak (kausa yang halal). Di dalam pasal 1337 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu
sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum.17
Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena menyangkut pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat
obyektifkarena menyangkut obyek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak
terpenuhi, perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan
pada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya, tetapi apabila para pihak
tidak ada yang keberatan, perjanjian tersebut tetap dianggap sah. Adapun apabila syarat
ketiga dan keempat tidak terpenuhi, perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya, dari
semula perjanjian tersebut dianggap tidak ada.18

C. Analisa Tentang Jual-beli
Sedangkan Jual beli menurut B.W. adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam
mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas
sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.19
Perkataan jual-beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan
menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua
perbuatan yang bertimbal-balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koop en verkoop”
yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang
lainnya “koopt” (membeli). Dalam bahasa Inggris jual-beli deisebut dengan hanya “sale”
saja yang berarti penjualan, begitu pula dalam dalam bahasa Perancis disebut hanya dengan

17 Ibid, halaman 126
18 Ibid, halaman 126
19 Prof. R. Subekti, S.H, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman
1

13
“vente” yang juga berarti penjualan. Sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan
“kauf” yang berarti pembelian.20
Barang yang menjadi obyek perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya
dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si
pembeli. Dengan demikian adalah sah menurut hukum.21
D. Analisa Tentang E-Commerce
Dalam perkembangan jaman yang semakin cepat ini suatu perjanjian juga mengalami
perkembangan, salah satunya perjanjian tidak hanya dilakukan oleh para pihak yang secara
langsung bertemu, tetapi juga dapat dilakukan melalui suatu media elektronik yaitu melalui
internet atau yang disebut Electronic commerce, yang para pihaknya tidak harus bertemu
secara langsung, bahkan tidak saling mengenal sebelumnya.
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas
(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan
berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua
karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.22
Electronic commerce transaction adalah transaksi dagang antara penjual dan pembeli
untuk menyediakan barang, jasa, atau mengambil alih hak. Kontrak ini dilakukan dengan
media elektronik (digital medium) tanpa dihadiri para pihak yang melakukan transaksi.
Medium ini terdapat di dalam jaringan umum dengan sistem terbuka, yaitu internet atau
world wide web. Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah dan syarat Nasional. ECommerce merupakan metode untuk menjual produk secara on line melalui fasilitas internet
yang merupakan bisnis paling efektif dewasa ini, tetapi para pihak harus benar-benar
memahami dan ahli dalam menggunakan fasilitas internet.23
E-Commerce merupakan bidang multidispliner yang mencakup:
20 Ibid, halaman 2
21 Ibid, halaman 3
22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
23 Wawan Muhwan Hariri, SH, 2011, Hukum Perikatan, CV. Pustaka Setia, Bandung,
halaman 337

14
a. Bidang teknik, yaitu jaringan, telekomunikasi, pengamanan, penyimpanan dan
pengambilan data dari multimedia;
b. Bidang bisnis, yaitu pemasaran (marketing), pembelian, dan penjualan,
penagihan dan pembayaran, manajemen jaringan distribusi;
c. Aspek hukum information privacy, hak milik intelektual (property right).24
Ada enam komponen dalam electronic transaction (kontrak dagang elektronik), yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kontrak dagang;
Kontrak dilaksanakan dengan media elektronik;
Tidak diperlukan kehadiran fisik dari para pihak;
Kontrak terjadi dalam jaringan publik;
Sistem terbuka, yaitu dengan internet atau www;
Kontrak terlepas dari batas yurisdiksi Nasional.25

Untuk itu Pemerintah juga telah membuat peraturan dalam Undang-undang nomor 11
tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, Menurut pasal 1 angka (2) Undangundang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik ini bahwa transaksi
elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan
dan/ atau media elektronik lainnya.
Kelebihan dan kekurangan kontrak dagang elektronik adalah sebagai berikut :
A.

B.

Kelebihannya adalah :
1) Kontrak berjalan dengan cepat;
2) Tidak mengeluarkan biaya besar;
3) Keputusan kontrak dapat diterima langsung;
4) Format perjanjian sudah ada dan berbentuk tulisan;
5) Pembayaran dapat melalui rekening, SMS Bangking, dan ATM;
6) Barang atau hasil perjanjian lebih cepat diterima.
Kekurangannya adalah :
1) Tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum;
2) Lebih banyak kesempatan untuk terjadi penipuan;
3) Hasil kontrak tidak sesuai dengan yang diharapkan;
4) Barang yang diperjanjikan tidak sesuai dengan yang diinginkan;
5) Susah dilacak bagi pihak pertama jika melanggar kontrak;
6) Kurang efisien dalam komunikasi.26
Electronic commerce transaction dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata

persyaratannya memiliki persamaan, yaitu sebagai berikut:
1) Kesepakatan untuk membuat suatu perjanjian;
24 Ibid, halaman 338
25 Ibid, halaman 338
26 Ibid, halaman 340

15
2) Cakap melakukan perbuatan hukum;
3) Adanya suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.27
Kemudian saat terjadinya kesepakatan yaitu saat pernyataan dari pihak yang
menawarkan (overte) dan yang menerima penawaran tersebut (acceptatie).28
E. Proses Pelaksanaan Jual-beli Melalui E-Commerce
Telah diketahui bahwa dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu merchant
yang melakukan penjualan dan buyer/customer yang berperan sebagai pembeli. Baik sebagai
merchant maupun buyer, pengetahuan yang mendasar tentang cara belanja dan juga cara
pembayaran akan mendukung pengambilan keputusan yang setepat-tepanya baik bagi
merchant maupun buyer pada saat akan memenuhi aktivitas e-commerce.29
Pengambilan keputusan yang tepat tentang cara belanja dan cara pembayaran juga
mendukung langkah hati-hati dari para pelaku e-commerce dalam rangka meminimalkan
kemungkinan terjadinya kecurangan, sabotase, maupun penyadapan yang dilakukan oleh para
pihak yang tidak bertanggung jawab. Terdapat empat proses pelaksanaan jual beli melalui
internet yaitu:
a) Penawaran
Penawaran dapat dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website
pada ineternet. Penjual atau pelaku usaha menyebabkan storefront yang berisi catalog
produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website
pelaku usaha tersebut dapat melihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu
keuntungan jual beli melalui toko online ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja
kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Penawaran dalam sebuah website biasanya menampilkan barang-barang yang
ditawarkan, harga, nilai, reting atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh
pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termasuk menu produk lain yang
berhubungan. Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang
menggunakan media internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha yang
melakukan penawaran, oleh karena itu apabila seseorang tidak menggunakan media
internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkansebuah produk
27 Ibid, halaman 338
28 Ibid, halaman 338
29 http://downloads.ziddu.com/downloadfile/19372979/MAKALAH.rar.html, diakses
tanggal 20 Januari 2014

16
usaha tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian, penawaran melalui
media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang
menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
Penawaran yang dilakukan oleh penjual harus nyata dan benar, baik berupa
kondisi barang maupun harga barang, semuanya harus dituliskan secara lengkap yang
benar-benar menggambarkan keadaan barang yang akan dijual. Hal ini sesuai dengan
pasal 9 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 yang menjelaskan bahwa “Pelaku
usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan
informasi yang dilengkapi dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan
produk yang ditawarkan”.
b) Penerimaan
Penerimaan dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila
penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan melalui email, karena penawaran hanya ditujukan sebuah e-mail tersebut yang ditujukan untuk
seluruh masyarakat yang membuka website yang berisikan penawaran atas suatu
barang yang ditawarkan oleh penjual yang menawarkan barang tersebut.
Pada transaksi jual beli secara elektronik khususnya melalui website,biasanya
calon pembeli akan memilih berang tertentu yang ditawarkan oleh penjual, dan jika
calon pembeliitu tertarik membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang
itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon pembeli merasa yakin akan
pilihannya. Selanjutnya pembeli akan memasuki pada tahap pebayaran.
c) Pembayaran
Klasifikasi pembayaran adalah sebagai berikut:
1. Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi
financial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau deposit
uangnya dari account masing-masing.
2. Pembayaran untuk jasa atau barang yang dilakukan dapat melalui Credit Card
dan atau Electronic Cash.
3. COD ( Cash on Delivery )
Pembeli dan penjual bertemu ditempat yang sudah ditentukan sebelumnya untuk
melakukan transaksi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kecurangan dalam
transaksi serta memberikan kepuasan terhadap kedua pihak.

17
Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda maka pembayaran dapat
dilakukan melalui cas account to account atau pengalihan dari rekening penjual
berdasarkan kemajuan teknologi, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit
pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam penawarannya. Pembayaran dalam
transaksi jual beli secara elektronik ini sulit untuk dilakukan secara langsung, karena
adanya perbedaan lokasi antar penjual dengan pembeli.
Setelah pembayaran penjual mewajibkan kepada pembeli untuk melakukan
konfirmasi atas pembayaran tersebut, karena dengan konfirmasi tersebut, penjual dapt
melakukan pengecekan. Jika pembeli tidak melakukan konfirmasi meskipun sudah
membayar, maka penjual tidak akan mengrimkan barang yang sudah dibayar tersebut.
Batas waktu konfirmasi pembayaran berbeda daru setiap penjual, biasanya 5 hari
sampai 14 hari setelah terjadi kesepakatan.
d) Pengiriman
Pengiriman merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas
barang yang telah ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli
berhak atas penerimaan barang termaksud.
Barang yang dijadikan objek perjanjian antara penjual dan pembeli dengan
biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli
biasanya biaya pengiriman terpisah dari harga barang yang tercantum pada
penawaran. Ongkos pengiriman biasanya tergantung pada lokasi pengiriman. Dalam
mengirimkan barang ke pembeli, penjual bekerja sama dengan pengusaha jasa
pengiriman barang seperti TIKI, JNE dan lain sebagainya.30
F. Terciptanya Suatu Perjanjian Dalam E-Commerce
Salah satu unsur terpenting bagi terciptanya suatu kontrak ialah adanya kesepakatan
di antara para pihak yang mengadakan kontrak atau perjanjian. Menurut pengertian hukum
perdata Indonesia, ada perbedaan pengertian yang sangat fundamental antara pengertian
perjanjian di satu pihak dengan perikatan di lain pihak. Dengan perkataan perjanjian atau
lebih lazim disebutkan juga kontrak, dimaksudkan ‘perwujudan’ dari kesepakatan antara para
pihak yang membuat kontrak tersebut. Dengan demikian, suatu kontrak dapat berwujud
tertulis maupun tidak tertuli. Adapun dengan istilah perikatan, dimaksudkan hak dan

30 Ibid.

18
kewajiban yang timbul bagi para pihak sebagai akibat pembuatan kontrak atau perjanjian itu
tadi.31
Secara sederhana dapat dikatakan suatu kontrak mengacu pada faktanya, apakah itu
tertulis ataukah tidak tertulis. Adapun suatu perikatan, yang pada hakikatnya merupakan
akibat dari terciptanya suatu kontrak mengacu pada akibat suatu kontrak, pada hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh para pihak yang terikat dalam suatu kontrak, pada hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh para pihak yang terikat dalam suatu kontrak. Jika umpamanya
antara A danB tercipta suatu kontrak jual beli suatu barang tertentu, maka sebagai akibatnya
hukumnya, dibalik terciptanya kontrak itu, A sebagai penjual terikat untuk menyerahkan
barang yang dijualnya, dan B terikat menurut hukum untuk membayar barang yang dibelinya
(disamping tentunya B sebagai pembeli berhak menerima barang yang dibelinya). Jika salah
satu pihak-pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka yang berhak atas pemenuhan
kewajibannya itu berhak menuntut pelaksanaannya. Inilah sebenarnya perbedaan konsep
antara kontrak di satu pihak dari perikatan di pihak lain.32
Dengan demikian, Salah satu unsur dari perikatan, sebagaimana ditentukan oleh pasal
1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ialah adanya kesepakatan. Jika kesepakatan itu
diberikan secara tertulis, maka kita berhadapan dengan kontrak atau perjanjian yang tertulis
pula. Sebaliknya, jika kesepakatan itu diberikan secara lisan, kita berhadapan dengan suatu
kntrak lisan. Baik kontrak tertulis maupun kontrak lisan melahirkan suatu perikatan, dalam
arti jika salah satu pihak tidak melaksanakannya, pihak yang lain dapat menuntut
pemenuhannya.33
Ciri yang membedakan kontrak e-commerce dari kontrak-kontrak lain pada umumnya
ialah bahwa kesepakatan tidak diberikan dalam bentuk tertulis maupun lisan, melainkan
melalui komunikasi dengan media elektronik. Inilah sebenarnya pokok pangkal permasalahan
e-commerce dari segi hukum.34
G. Kesesuaian Antara E-commerce Dengan Syarat sahnya Perjanjian Pasal 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
Dari beberapa penjelasan di atas bahwa dalam perjanjian yang dilakukan dengan
media elektronik atau perjanjian secara online meskipun memiliki persyaratan yang sama
dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata tetapi kenyataannya ada beberapa
31
32
33
34

Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.

19
persyarat dari pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang tidak terpenuhi, yaitu
syarat yang ke dua mengenai kecakapan para pihak dan syarat yang keempat mengenai suatu
sebab yang tidak terlarang. Kecakapan para pihak merupakan syarat subyektif dalam
ketentuan syarat sahnya perjanjian artinya apabila nantinya diketahui atau natinya para pihak
suatu saat bertemu dan salah satu pihak dalam perjanjian ini ternyata belum dewasa atau
belum cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini suatu perjanjian maka
pihak lain dalam perjanjian ini dapat meminta agar suatu perjanjian tersebut dibatalkan di
pengadilan, tetapi apabila perjanjian tersebut tidak dimintakan untuk dibatalkan maka suatu
perjanjian tersebut tetaplah sah karena perjanjian tersebut telah tercapai syarat yang pertama
yaitu kesepakatan antara para pihak sudah terpenenuhi, karena perjanjian tersebut hanyalah
mengikat para pihaknya saja.
Sedangkan syarat yang keempat tentang suatu sebab yang tidak terlarang juga tidak
dapat diketahui oleh salah satu pihaknya, apabila nanti diketahui bahwa obyek dari suatu
perjanjian tersebut merupakan sesuatu yang terlarang menurut ketentuan perundangundangan maka suatu perjanjian yang telah dibuat sudah disepakati oleh para pihak dan
meskipun para pihaknya sudah cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum, perjanjian
tersebut akan batal demi hukum, artinya seolah-olah mereka tidak pernah melakukan suatu
perjanjian atau seolah-olah perjanjian tersebut tidak pernah dibuat oleh para pihak tersebut.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum
dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang
secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber
space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika.
Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik,
pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan
teknologi informasi menjadi tidak optimal.35
Pasal 39 ayat (1) Udang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik menyebutkan “gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. Ayat (2) pasal tersebut menyatakan bahwa “selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa alternatif lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.36
35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
36 Ibid.

20
Dengan demikian, orang yang dirugikan akibat tindakan melawan hukum orang lain dapat
mengajukan gugatannya secara perdata terhadap orang tersebut. Gugatan tersebut dapat diajukan secara
perwakilan. Gugatan perdata yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau
arbitrase.

H. Perlindungan Konsumen Terhadap E-commerce Menurut Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum dapat melindungai konsumen dalam
transaksi e- commerce karena ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen belum mengakomodir hak-hak konsumen dalam transaksi ecommerce. Hal tersebut dikarenakan ecommerce mempunyai karakteristik tersendiri
dibandingan dengan transaksi konvensional. Karakteristik tersebut adalah : tidak bertemunya
penjual dan pembeli, media yang digunakan adalah internet, transaksi dapat terjadi melintasi
batas-batas yuridis suatu negara, barang yang diperjualbelikan dapat berupa barang/jasa atau
produk digital seperti software. Dalam hukum positif Indonesia, hak-hak konsumen
diakomodir dalam Pasal 4 UUPK, yaitu :
1.

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.

2.

Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

21
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.37
Berdasarkan hasil penelitian, pada transaksi e-commerce hak-hak konsumen sangat riskan
sekali untuk dilanggar, dalam hal ini konsumen tidak mendapatkan hak-haknya secara penuh
dalam transaksi e-commerce. Hak-hak tersebut antara lain:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa. Hal ini dikarenakan para konsumen tidak langsung mengidentifikasi,
melihat dan menyentuh barang yang akan dipesan lewat internet, sebagaimana yang
biasa terjadi dalam transaksi tatap muka di pasar. Selain itu hak untuk mendapatkan
keamanan dalam bertransaksi e-commrce sangatlah kurang, tidak ada jaminan
keamanan data, nomor kartu kredit, password yang memadai yang diberikan oleh
merchant yang berada di Indonesia, seperti teknik kriptograpy, SSL dan SET. Berbeda
dengan mercahnt yang berada di luar negeri seperti Amazon.com yang menjamin
kemanan konsumen dalam bertransaksi dengan metode SSL (Secure Socet Layer).
Atau belum adanya lembaga penjamin (Certification Authority) untuk keabsahan
suatu toko online, sehingga kenyamanan, keamanan konsumen dalam bertransaksi
belum terjamin.
2. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi suatu barang. Hal ini
dikarenakan pelaku usaha dan konsumen tidak bertemu secara langsung dan
komunikasi terjadi jika konsumen tersebut aktif bertanya kepada pelaku usaha. Dalam
hal ini informasi mengenai produk sangatlah kurang sekali karena dalam melakukan
penawarannya merchant hanya menampilkan deskripsi produk dan gambar produk
pada websitenya saja. Ada barang yang diperjual belikan di internet membutuhkan
37 Perlindungan
Hanindyo

Hukum Konsumen
Mantri,

dalam Transaksi
SH,

e-commerce, Bagus

http://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&ved=0CIgBEBYwCQ&url=http
%3A%2F%2Fejournal.undip.ac.id%2Findex.php%2Flawreform%2Farticle%2Fdownload
%2F730%2F589&ei=jcLbUqvaCcXZkQf8w4HABg&usg=AFQjCNFtxBOv97J_HMdGov9iCq8Cbl2eA&sig2=0P1dySmdJoJ9jN55mzrYLg, diakses tanggal 20 Januari
2014.

22
lebih dari sekedar deskripsi produk, contohnya parfum yang harus dicoba terlebih
dahulu sebelum membelinya.
3. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
Karena penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung maka komunikasi terjadi
melalui e-mail ataupu telephon dan atau toko online yang tidak mencantumkan alamat
di dunia nyata dengan jelas sehingga sangat sulit konsumen dalam menyampaikan
keluhan. Walaupun ada toko online yang menyediakan cara berkomunikasi dengannya
untuk menanyakan hal-hal yang dianggap kurang jelas ataupun komplain terhadap
produk yang dibelinya. Selain itu juga sangat sulit untuk menuntut pelaku usaha di
dunia maya.
4. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut. Seperti yang terjadi pada responden yang tidak
dikirim barang pesananya oleh merchant yang berada di luar negeri sangat sulit untuk
menuntut merchant tersebut. Hal tersebut dikarenakan letaknya jauh di luar negeri dan
tidak jelasnya mekanisme penyelesaian dalam transaksi ecommerce, karena transaksi
ini melewati batas-batas suatu negara jadi untuk menentukan hukum mana yang
dipilih tidak mudah. Menurut penulis, hak konsumen untuk mendapatkan informasi
yang jelas mengenai identitas perusahaan milik pelaku usaha dalam transaksi sangat
diperlukan, seperti alamat jelas di dunia nyata dan nama pemilik toko online. Hak
tersebut kurang dapat direalisasikan dalam transaksi e-commerce, karena pada website
pelaku usaha sering kali tidak dicantumkan alamat lengkap perusahaan di dunia nyata,
biasanya yang ditampilkan pada website hanya nomor telephone dan alamt e-mail.38
Hal ini menurut penulis, sangat merugikan bagi konsumen jika dalam bertransaksi terjadi
suatu permasalahan, seperti barang yang dikirim tidak sesuai dengan barang yang dipesan,
barang yang dipesan belum sampai di tangan konsumen tepat pada waktunya. Sehingga
konsumen akan kesulitan jika akan komplain pada pelaku usaha. Selain itu konsumen tidak
mengetahui dengan jelas dengan siapa dia bertransaksi.39
Hak lain yang sangat penting tetapi kurang dapat direalisasikan dalam transaksi ecommerce adalah hak akan jaminan kerahasiaan data-data pribadi milik konsumen oleh
pelaku usaha, hak tersebut belum terakomodir di dalam Undang-undang Perlindungan
Konsumen. Jaminan akan kerahasiaan data sangat penting untuk dijaga oleh pelaku usaha
38 ibid
39 ibid

23
demi keaman dan kenyamanan konsumen dalam bertransaksi, karena jika pelaku usaha
tersebut bertindak curang, maka data pribadi tersebut dapat diperjual belikan kepada pihak
lain untuk kepantingan promosi. Apabila diperhatikan, hak-hak konsumen yang secara
normatif diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkesan hanya terbatas pada
aktivitas perdagangan yang bersifatnya konvensional. Di samping itu perlindungan
difokuskan hanya pada sisi konsumen serta sisi produk yang diperdagangkan sedangkan
perlindungan dari sisi pelaku usaha seperti informasi tentang identitas perusahaan pelaku
usaha serta jaminan kerahasiaan data-data milik konsumen belum diakomodir oleh UndangUndang Perlindungan Konsumen, padahal hak-hak tersebut sangat penting untuk diatur untuk
keaman konsumen dalam bertransaksi.40
Keterbatasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen untuk melindungi konsumen
dalam bertransaksi ecommerce juga tampak pada terbatasnya ruang lingkup pengertian
pelaku usaha. Pasal 1 ayat (3) undang-undang ini menyebutkan, yang dimaksud pelaku usaha
adalah “Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Sedangkan menurut penjelasan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
yang termasuk dalam pelaku usaha adalah “pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini
adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lainlain.41
Melihat pengertian di atas sangatlah sempit sekali ruang lingkup pengertian pelaku usaha
yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dimana pelaku usaha yang diatur
dalam undang-undang ini adalah pelaku usaha yang wilayah kerjanya di wilayah negara
Republik Indonesia. Padahal jika kita lihat dari karakteristik dari ecommerce, salah satunya
adalah perdagangan yang melintasi batas-batas negara maka pengertian pelaku usaha dalam
UUPK ini tidak dapat menjangkau jika pelaku usaha tersebut tidak berada di wilayah negara
Republik Indonesia. Akan tetapi Undang-Undang Perlindungan Konsumen tetap masih
menjangkau pelaku usaha toko online yang melakukan usahanya di wilayah negara Republik
Indonesia.42

40 ibid
41 ibid
42 ibid

24

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perjanjian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh para pihak untuk saling
berjanji dan mengikatkan diri dalam melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan
perbuatan tertentu. Dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih yang saling
berjanji melakukan konsensus, melakukan tindakan dengan tujuan tertentu atas obyek
perjanjian yang merupakan harta benda. Perjanjian dianggap sah apabila adanya empat
syarat, yaitu :
1. Kesepakatan yang mengikatkan diri diantara para pihak;
2. Cakap untuk membuat perikatan;
3. Obyek tertentu yang diperjanjikan; dan
4. Suatu sebab atau causa yang halal.
Syarat pertama dan syarat kedua termasuk syarat subyektif, yaitu kesepakatan dan
kecakapan. Akibat hukum apabila syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian
tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah syarat obyektif
yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Akibat hukum apabila syarat oyektif
tidak terpenuhi maka mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum.
Dalam melakukan perjanjian secara online terdapat dua ketentuan dari syarat sahnya
perjanjian tersebut yang tidak terpenuhi, yaitu syarat yang kedua yaitu kecakapan para
pihak yang menjadi syarat subyektif dan apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut
dapat dibatalkan. Dan syarat yang keempat yaitu suatu sebab atau causa yang halal yang
menjadi syarat obyektif, apabila syarat obyektif ini tidak terpenuhi maka perjanjian
tersebut batal demi hukum.

25
Interaksi dan perbuatan-perbuatan hukum yang terjadi melalui atau di dunia maya
merupakan interaksi antara sesama manusia dari dunia nyata. Apabila terjadi pelanggaran
hak atas perbuatan hukum melalui atau di dunia maya, yaitu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh manusia di dunia nyata dan hak yang dilanggar adalah hak manusia dunia
nyata maka hukum yang berlaku dan harus diterapkan adalah hukum dari dunia nyata.43

B. SARAN
Dengan karya tulis ilmiah ini penulis berharap kepada Pemerintah agar membuat
suatu peraturan yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam melakukan
suatu perjanjian jual beli secara online. Karena dalam melakukan perjanjian jual beli
secara online terdapat dua ketentuan dari sayarat sahnya perjanjian pasal 1320 kitab
undang-undang hukum perdata yang tidak terpenuhi yaitu syarat yang kedua yaitu
kecakapan para pihak yang menjadi syarat subyektif dan apabila tidak terpenuhi maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dan syarat yang keempat yaitu suatu sebab atau
causa yang halal yang menjadi syarat obyektif, apabila syarat obyektif ini tidak terpenuhi
maka perjanj