NILAI STRATEGIS KARST SEBAGAI KAWASAN YA

NILAI STRATEGIS KARST SEBAGAI KAWASAN YANG PERLU DILINDUNGI
Oleh : Arif Jauhari
Anggota KMPA Giri Bahama dan Masyarakat Speleologi Indonesia
Disampaikan pada seminar Pe yela ata Kawasa Karst MAPALA“T UNI“BANK
Semarang, 26 Agustus 2016

ABSTRAK
Karst tersebar di seluruh pulau besar di Indonesia, juga diberbagai pulau lainnya. Kawasan
karst sebagai bagian dari ruang hidup dan kehidupan manusia, tidak akan terlepas dari
masalah yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Penyebutan kata karst akrab dengan

cerita kekeringan, tandus, dengan kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakatnya
yang masih rendah. Cerita ini harus dibuktikan dan tidak bisa digenaralisir begitu
saja. Menjadi tugas penelusur gua, pecinta alam serta ilmuwan dan sebagainya
untuk mengabarkan kebenaran yang terjadi di lingkungan karst. Kebenaran ilmiah ini
tidak hanya kondisi lingkungan fisik-biologi, tetapi juga lingkungan sosial dan
budaya.
Kawasan karst sebagai kawasan yang unik merupakan sumberdaya yang tak
terbarukan, sehingga pemanfaatan kawasan karst harus melalui suatu kajian
mendalam multidisiplin. Aspek-aspek yang mendasari mengapa kawasan karst perlu
dilindungi dan dilestarikan adalah : (1) aspek hukum, (2) fungsi simpanan dan sumber

air, (3) jasa-jasa ekologi, (4) estetika dan (5) pengembangan ilmu pengetahuan.
Aspek pertama didasarkan pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Aspek kedua
didasarkan pada fungsi karst yang dilihat dari eksokarst dan indokarst. Aspek ketiga
didasarkan pada jasa-jasa ekologi yang terjadi di kawasan karst yang sifatnya juga
melingkupi daerah di luar karst (perikarst). Estetika kawasan karst dan
lingkungannya yang dapat dikembangkan untuk berbagai tujuan. Serta aspek kelima
yang masih banyak menjadi misteri dan berbagai terapan teknologi yang dapat
dimanfaatkan di lingkungan karst.
Kata kunci: karst, kawasan karst, lingkungan karst, air, lindung, lestari.

A. PENDAHULUAN
Dunia akademis maupun non akademis saat ini sedang ramai membicarakan kata
karst . Menariknya daerah karst ini akrab dengan cerita kekeringan, tandus, dengan
kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakatnya yang masih rendah. Hal ini masih di

bumbui oleh banyak berbagai polemik yang muncul dikawasan karst, diantara
tentang isu pertambangan, wisata sampai batu akik. Juga isu tentang lingkungan
banyak menjadi perdebatan.
Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti

dengan peningkatan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, dan sebagainya.
Peningkatan kebutuhan ini mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam semakin
tinggi dan cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup.
Mengutip pendapat Prof. Otto “oe arwoto
Hi gga sekara g pe a gu a
berkelanjutan didefinisikan dengan sangat umum dan longgar. Karena itu
pembangunan berkelanjutan diinterpretasikan menurut persepsi masing-masing
orang dan kelompok berdasar kepentingan masing-masing. Definisi yang sangat
umum dan longgar itu juga tidak ada tolok ukurnya yang jelas. Karena tak ada definisi
yang jelas dan tolok ukurnya, pembangunan berkelanjutan telah terpinggirkan oleh
pembangunan yang tak berwawasan lingkungan hidup, karena pembangunan ini
dianggap lebih murah daripada pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup
ya g erkela juta .
Benar apa yang dikatakan Prof. Otto Soemarwoto, bahwa banyak
pembangunan yang mengatasnamakan investasi dan sebagainya, tetapi
li gku ga hidup le ih sedikit terde gar. Bahka saat i i istilah pe
erkela juta da pe a gu a ya g erwawasa li gku ga hidup
jarang terdengar lagi.

terdapat

masalah
a gu a
se aki

B. PENGERTIAN BATUGAMPING DAN KARST
Batugamping menurut cara pembentukannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu
batugamping non klastik dan batugamping klastik. Batugamping non klastik
terbentuk dari koloni binatang laut terutama terumbu/koral, sehingga penampakan
di lapangan tidak menunjukkan perlapisan yang baik atau tidak berlapis, serta belum
banyak mengalami pengotoran mineral lain. Batugamping non klastik umumnya
disebut terbentuk secara organik. Sebaliknya batugamping klastik merupakan hasil
rombakan jenis batugamping non klastik yang diendapkan tak jauh dari batuan
induknya, sedimentasinya terjadi karena proses mekanik. (Sukandarumidi 2004).
Menurut Ford dan William (2007), batugamping sangat khas karena akumulasinya
sangat tergantung pada aktivitas organik dan mereka lebih rentan terhadap
perubahan pasca-pengendapan dari sedimen lainnya. Lingkungan terbentuknya
batugamping terletak di laut dangkal, tenang, dan pada perairan yang hangat yang
merupakan lingkungan ideal di mana organisme mampu membentuk cangkang
kalsium karbonat dan skeleton sebagai sumber bahan pembentuk batugamping.


Ketika organisme tersebut mati, cangkang dan skeleton mereka akan menumpuk
membentuk sedimen yang selanjutnya akan terlitifikasi menjadi batugamping.
Kata karst atau istilah asli ya krs “urat a W., 997 erasal dari ahasa
Yugoslavia, yang merupakan nama kawasan sekitar kota Trieste di perbatasan antara
Yugoslavia dan Italia Utara. Istilah tersebut kemudian diadaptasikan dalam bahasa
Jerman menjadi kata karst seperti apa sering digunakan saat ini. Kata karst juga
berarti tempat tanpa air dan dingin, juga berkonotasi permukaan batuan gundul
(Monroe, 1970 dalam Ritter, dkk., 1995).
Ford dan Williams (2007) mendefinisikan karst sebagai medan dengan karakteristik
hidrologi yang khas dan bentang alam yang timbul dari kombinasi batuan mudah
larut dan porositas sekunder (fraktur) berkembang dengan baik.
Pengertian karst, menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral
Nomor 17 Tahun 2012 Pasal 1 nomor 1 adalah Be ta g ala ya g ter e tuk aki at
pelaruta air pada atu ga pi g da / atau dolo it . “eda gka kawasa e ta g
alam karst menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 17
Tahu
Pasal o or
erupaka Karst ya g e u jukka e tuk eksokarst
da e dokarst terte tu.
Karst merupakan daerah yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas,

hal ini disebabkan oleh derajat pelarutan batuannya yang lebih tinggi dari tempat
lain. Penciri karst secara morfologi dapat dikelompokkan menjadi dua garis besar,
yaitu bentukan negatif dan positif. Bentukan negatif adalah morfografi karst yang
cenderung turun terhadap permukaan. Sedangkan bentukan positif adalah bentukan
yang cenderung naik terhadap permukaan. Contoh bentukan negatif adalah dolina,
uvala, polye, lembah buta, sinkhole/luweng, dan gua serta contoh bentukan positif
adalah bukit-bukit karst (yang berbentuk kubah, kerucut atau menara).

C. SEBARAN KARST DI INDONESIA
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai konsekuensi banyak terdapat
bentang alam karst. Material utama penyusun karst di Indonesia adalah
batugamping. Batugamping merupakan batuan karbonat yang terbentuk dan
berasosiasi dengan laut. Material utama adalah organisme atau sisa organisme laut
seperti koral atau terumbu, kerang, siput laut dan sebagainya.
Seluruh pulau besar di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua)
terdapat lapisan batugamping yang telah berkembang menjadi kawasan karst
(Gambar 1.). Pada Gambar 1. luasan warna hitam adalah area sebaran karst. Salah
satu yang menarik adalah karst Gunungsewu, Gombong Selatan dan Maros. Karst
Gunungsewu dicirikan dengn berkembangnya bentukan positif berupa kubah karst.


Bentukan positif karst Gombong Selatan merupakan bukit-bukit kerucut dan lereng
yang terjal (konikal). Sedangkan karst Maros dicirikan oleh berkembangnya menaramenara karst.

Gambar 1. Sebaran lingkungan karst di Indonesia menurut Falah (2014)

D. ASPEK-ASPEK YANG MENDASARI PERLINDUNGAN KAWASAN KARST
1.

Hukum
a. Tahun 2007 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Pada Bab III Klasifikasi Penataan Ruang, Pasal 5 ayat (2)
dise utka Pe ataa rua g erdasarka fu gsi uta a kawasa terdiri atas
kawasa li du g da kawasa udidaya.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Bab IV Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional, Bagian
Kedua, Kawasan Lindung Nasional, :
- Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 51,
menyebutkan Kawasan lindung nasional terdiri atas: a. kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya; b. kawasan


-

-

-

-

2.

perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan
cagar budaya; d. kawasan rawan bencana alam; e. kawasan lindung
geologi; dan f. kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 52 ayat 1
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
terdiri atas: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan bergambut; dan c.
kawasan resapan air.
Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 52 ayat 5
Kawasan lindung geologi terdiri atas: a. kawasan cagar alam geologi; b.
kawasan rawan bencana alam geologi; dan c. kawasan yang memberikan

perlindungan terhadap air tanah.
Paragraf 1 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Nasional, Pasal 53 ayat 1
Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
(5) huruf a terdiri atas: a. kawasan keunikan batuan dan fosil; b. kawasan
keunikan bentang alam; dan c. kawasan keunikan proses geologi.
Paragraf 2, Kriteria Kawasan Lindung Nasional, Pasal 60 Ayat 2, Kawasan
keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1)
huruf b ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki bentang alam gumuk pasir
pantai; b. memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher
vulkanik, dan gumuk vulkanik; c. memiliki bentang alam goa; d. memiliki
bentang alam ngarai/lembah; e. memiliki bentang alam kubah; atau f.
memiliki bentang alam karst.

Fungsi Simpanan dan Sumber Air
Sungai permukaan di daerah karst sangat sedikit, bahkan bila ada sungai
permukaan sering dari bentuklahan lain di sekitarnya. Air yang datang dari luar
daerah karst dinamakan air allochthonous dan yang datang dari dalam daerah
karst disebut air autochthonous. Air allochthonous memasuki daerah karst
melalui sungai-sungai permukaan dan apabila ada sungai autochthonous juga
akan menghilang ke dalam formasi karstik. Air permukaan lain yang terdapat di

daerah karst adalah danau-danau karst baik yang bersifat perenial maupun non
perenial. Sumber-sumber air permukaan merupakan sumber yang vital di daerah
karst untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari penduduknya.
Williams (1983 dalam Ritter, dkk., 1995) mengemukakan pendapat tentang
adanya tiga zone hidrografis di daerah karst yaitu (1) bagian atas atau bagian
kering (zone vados) dimana air bersirkulasi secara bebas, (2) bagian bawah (zone
preatik) yang jenuh secara permanen dan (3) bagian peralihan (zone epikarstik)
yang kadang kering, kadang jenuh. Gambar 2. menunjukkan bagaimana air hujan
di daerah karst mengisi sistem hidrologi bawah tanah, baik yang masuk melalui
celah-rekah, lapies/karren ataupun yang masuk melalui gua atau ponor.

Gambar 2. Ilustrasi hidrologi karst

Gambar 3. Ilustrasi zone epikarst sebagai tandon air karst, sampai
membentuk stalaktik gua dan menjadi sungai bawah tanah (menurut Ford
dan William, 1995 dalam Haryono dan Adjie, -)
Permukaan batugamping yang tidak rata berupa lapies atau karen serta rekah
hasil tunjaman akar pohon menjadi penjebak air masuk ke zona epikarst. Pada
zona ini air dapat tersimpan selama musim kering, bukti sederhana bagi
penelusur gua sangat sederhana yaitu tetesan air dari atas lorong gua yang


menyebabkan terbentuknya stalaktit. Kepentingan air sebagai sumber
kehidupan, menjadikan daerah karst dengan zona epikarst dan sistem sungai
bawah tanahnya merupakan tandon dan saluran air alami bawah tanah. Gambar
2. juga menunjukkan dengan jelas fungsi karst sebagai penyerap dan tandon air
raksasa bawah tanah untuk mencegah suatu daerah dari banjir. Penjebakan air
melalui lapies/karen, rekah-celah, ponor dan gua terbukti efektif
mendrainasekan air hujan masuk ke bawah permukaan. Ilustrasi zone epikarst
disajikan pada Gambar 3.
Kontroversi adanya muka air tanah di daerah karst kemudian dikembangkan
dalam suatu pemikiran tentang perbedaan ekstrem pada porositas,
permeabilitas dan aliran yang ada di dalam akifer karst. Dua jenis akifer yang
diusulkan oleh White (1988 dalam Ritter, dkk., 1995) adalah akifer
difus/menyebar dan akifer konduit. Pada akifer difus ukuran rongga terbatas
jumlahnya, gua-gua jarang, dan aliran mematuhi atau hampir mematuhi hukum
Darcy. Akifer konduit memperlihatkan jaringan rongga atau pembuluh yang
terintegrasi. Aliran airtanah terjadi di bawah pengaruh gravitasi, seringkali
mencapai kondisi turbulen. Aliran ini sanggup mengangkut sedimen karena
luahan diperbesar oleh limpasan permukaan yang meresap ke dalam retakan.
Baik akifer difus maupun konduit dapat berada di daerah yang sama. Akifer

konduit lazim menerima air dari akifer difus yang sekelilingnya porous dan rekah,
(seperti digambarkan sebelumnya, tetesan air dan sungai bawah tanah).
Pergerakan air cepat dan turbulen pada segmen konduit sebaliknya lambat serta
laminar pada bagian difus (Ford dan Williams 1989 dalam Ritter, dkk., 1995).
Permeabilitas daerah batugamping yang telah mengalami proses pelarutan
sangat besar. Hal ini disebabkan oleh adanya rekahan-rekahan dan ponor-ponor
mengakibatkan air leluasa melaluinya. Pola drainase di daerah karst mempunyai
ciri yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan daerah lain. Sirkulasi air
sangat besar dipengaruhi oleh retakan (fracture), rekahan (fissure) dan
pembuluh (conduit) daripada dipengaruhi oleh ruang antar butir. Pusat depresidepresi berupa ponor memberikan sumbangan yang besar dalam sistem
drainase karst. Gua juga merupakan bagian dari sistem drainase, yang masingmasing dihubungkan oleh retakan celah atau saluran. Sistem ini akan berlanjut
pada sungai bawah tanah sampai membentuk jaringan sungai bawah tanah.
Sistem sungai bawah tanah karst dapat diibaratkan seperti sungai permukaan
tetapi membentuk jaring-jaring aliran, sehingga pada daerah tertentu dijumpai
akumulasi air yang berlimpah.
Gambar 2. juga mengilustrasikan keluaran air dari daerah yang melimpah air atau
sistem sungai bawah tanah kepermukaan tanah menjadi mataair. Beberapa jenis
mataair atas dasar struktur geologi digambarkan pada gambar 4.

Gambar 4. Beberapa jenis mataair karst atas dasar struktur geologi menurut
White (1988, dalam Haryono dan Adjie, -)
Keberadaan tandon air dan saluran bawah tanah daerah karst dapat dengan
mudah terancam melalui pertambangan. Pertambangan dengan mengelupas
kawasan epikarst serta menghancurkan sistem saluran bawah tanah berarti
memutus rantai proses air di dalam tanah. Akibatnya air hujan akan berada di
permukaan sebagai air larian (runoff), yang berarti menghilangkan potensi
simpanan alami dan meningkatkan dengan drastis potensi air larian (runoff).
Adjie (2010, dalam MSI 2016) membuat simulasi perhitungan dampak yang
diti ulka apa ila kawasa epikarst hila g de ga ru us total air terbuang =
luas area x kedalaman rerata epikarst x porositas rerata x curah hujan yang
terserap . “ebagai ilustrasi kita isi simulasi ini, misal area yang ditambang 10 ha
= 100.000 m2, tinggi zone epikarst kita contohkan 5 m, nilai porositas kita isi 20%
= 0,2/m, curah hujan tahunan kita isi 2000 mm dan 20% air yang terserap masuk
ke tanah (80% masuk ke sistem drainase ponor) = 400 mm = 0,4 m. kita dapatkan
2 x 5 m x 0,2/m x 0.4 m/th = 40.000 m3/tahun. Angka ini
a gka tat =
.
adalah simulasi potensi kehilangan air tanah tiap tahun hanya pada lahan 10 ha.
Kelestarian daerah karst adalah kelestarian ketersedian air yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai hal, terutama kesejahteraan masyarakat disekitar
lingkungan karst. Perlu diingat bahwa hidrologi karst rawan sekali terhadap
pencemar. Hal ini disebabkan kontak antara permukan dan bawah permukaan

melalui sistem celah-rekah dan ponor-perguaan. Sangat bijak untuk selalu
memperhatikan sanitasi, pertanian ramah lingkungan dan terutama tidak
membuang sampah sembarangan.

3.

Jasa-Jasa Ekologi
Hubungan timbal balik yang terjadi antara komponen biotik dan abiotik di dalam
kawasan karst membentuk sebuah ekosistem yang sangat unik, serta
memberikan dampak positif dalam wujud jasa lingkungan (MSI, 2016). Jasa-jasa
lingkungan yang dapat ditemukan pada lingkungan karst setidaknya meliputi:
a. Jasa penyerap karbon dioksida sebagai bagian proses karstifikasi.
Proses karstifikasi atau pelarutan batugamping secara garis besar mengukuti
rumus seperti dikemukan oleh Ritter, dkk., (1995):
CaCO3 + H2O + CO2 (terlarut) = Ca2+ + 2HCO3-.
Secara khusus Retno D.S. dan Rafiah Untung (1996) mengemukakan reaksi
batugamping dengan asam karbonat membentuk mineral kalsit CaCO 3 yang
reaksinya sebagai berikut
(1) H2O + CO2 --------------------> H2CO3
(2) H2CO3 --------------------> HCO3- + H+
(3) H2CO3 + CaCO --------------------> CaCO3 + H2O
(4) CaCO3 + H2O + CO2 --------------------> Ca(HCO3)2
Proses tersebut menunjukkan bahwa jasa penyerapan karbon dilakukan
pada proses kartifikasi. Hasil penelitian Ahmad Cahyadi (2012) menunjukkan
bahwa kapasitas penyerapan karbon dioksida di kawasan karst Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul sebesar 95,13 m 3/tahun/km2. Hal ini
menunjukkan seandainya lahan 1 km2rusak, maka dapat dipastikan
penyerapan karbon sebesar 95,13 m3/tahun terhenti. Terputusnya siklus
karbon akibat penambangan di kawasan karst akan ikut menyumbang
pemanasan global dan perubahan iklim. Secara kualitas, apabila kita
beraktifitas di daerah karst, sering kita merasakan udara yang lebih segar.
Belum banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara kemurnian
gamping, air dan banyaknya karbon dioksida yang dibutuhkan untuk suatu
proses kartifikasi. Masih terbuka lebar kesempatan bagi para peneliti untuk
melakukan penelitian di banyak kawasan karst di Indonesia.
b. Jasa penyerbukan dan pemencaran biji serta pengendali populasi serangga.
Peneliti kelelawar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Profesor
Dr Riset Ibnu Maryanto, mengatakan bahwa kegunaan yang diberikan

mamalia terbang ini kepada manusia lebih banyak ketimbang kerugian yang
diakibatkannya (http://www.fhm.co.id/content/article/1494/9/2014/ManfaatDari-Kelelawar, http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/224942-lebih-besarmanfaat-kelalawar-dari-mudaratnya)
Keberadaan kelelawar memberikan manfaat misalnya, sebagai predator
alami hama padi (wereng), yang masih menjadi momok petani. Prof. Ibnu
menyebutkan, sawah yang berada di dekat daerah kapur (karst), hasil
panennya lebih bagus daripada sawah yang jauh dari daerah karst. Daerah
kapur (karst) biasanya disenangi kelelawar karena adanya gua-gua yang
memiliki kelembaban yang diperlukan oleh kelelawar.
Prof Ibnu juga menyebutkan bahwa beberapa jenis kelelawar juga berfungsi
sebagai penyerbuk sekaligus penyebar bibit pohon, sehingga punahnya jenis
kelelawar akan berakibat pada punahnya jenis pohon tertentu. Beberapa
pohon yang tergantung dengan aktivitas kelelawar antara lain adalah pohon
rambutan, mangga, duku, pisang, dan durian.
Dr. Cahyo Rahmadi, mengutip pendapat Vermeullen & Whitten (1999: 61)
pada situsnya https://cavefauna.wordpress.com/2008/06/12/chaeropon-plicatuspengendali-hama-hayati/ menyebutkan satu kolo i kelelawar dala satu gua,
katakan saja berjumlah 3 juta individu. Setiap individu dalam koloni ini setiap
malam mampu memakan 7 gram serangga dan diperkirakan dalam satu
malam koloni dalam gua tersebut mampu memakan 20 ton serangga
sehingga dalam setahun memakan 7.300 ton serangga . Beliau juga
e erika ilustrasi se agai erikut: Katakan saja satu ekor nyamuk
berbobot 0.0003 gram, Berapa juta individu serangga yang telah dikonsumsi
dalam satu malam ??? Benar- e ar I se tisida ya g GRATI“ da dahsyat…. .
Demikian pula dengan biota lain berupa burung sriti dan walet. Kebalikan dari
kelelawar, kedua jenis hewan ini adalah pemakan serangga pada siang hari.
Penelusur gua, sering menjumpai pada satu gua hidup walet atau sriti dan
sisi lain hidup kelelawar, yang dijadikan jam matahari terbit dan tenggelam.
Sebagai biota terbang yang mempunyai jelajah tinggi, kelelawar, sriti dan
walet, daerah operasi pelayanan jasa ekologis dapat dibuat range
persebarannya. Peta pelayanan jasa ekologis dapat dibuat dengan bantuan
sistem informasi geografi. Peta sebaran akan dapat memprediksi sampai
dimana atau daerah mana yang masuk dalam pelayanan. Perlu diingat,
karena ini JASA maka membutuhkan IMBALAN! Imbalan atau bayarannya
adalah menjaga kelestarian habitat dan ekosistem karst!.

Gambar 5. Peta Jelajah Kelelawar KBAK Gombong (MSI, 2016)
Gambar 5. menunjukkan contoh wilayah perikarst Karst Gombong Selatan
yang dipengaruhi oleh jelajah kelelawar meliputi 4 kabupaten.
4.

Estetika
Bentukan eksokarst dan indokarst sering menjadi daya tarik keindahan
lingkungan karst. Pengembangan untuk wisata umum, minat khusus, ekologi
ataupun geologi akan dapat menambah nilai strategis kawasan karst. Berbagai
jenis bukit-bukit dan lembah Karst seringkali menjadi tempat yang menarik.
Keanekaragaman hayati di lingkungan karst merupakan penambah nilai
strategis.
Bentukan eksokarst seperti bukit-bukit menara di karst Maros-Pangkep sangat
menarik, selain itu pada kawasan ini juga telah ditetapkan menjadi taman
nasional. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung memiliki keunikan berupa
habitat bermacam kupu-kupu. Di lingkungan karst ini juga ditemui gua terdalam
dan terpanjang di Indonesia.

Karst Gunung Sewu memiliki Lembah Bengawan Solo Purba dengan bukit-bukit
berbentuk kubah, mengasikkan untuk ditelusuri. Lembah ini membentang dari
kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri sampai ke lembah Pantai Sadeng di
Kabupaten Gunungkidul, DIY. Pada karst Gunung Sewu ini juga ditemui sungai
permukaan yang masuk menjadi sungai bawah tanah. Sistem Kalisuci sangat
menarik karena melibatkan sungai permukaan - Gua Suci - Luweng Glatik Luweng Gelung (Mburi Omah) yang kasat terlihat jelas.
Keindahan ornamen gua bagi penelusur gua sudah tidak menjadi barang baru.
Banyak ornamen gua yang unik tiap gua, banyak pula yang hampir sama.
Keindahan bawah tanah ini pasti akan memacu kegiaatan pariwisata, terutama
untuk gua yang mudah ditelusuri. Masih banyak keindahan fenomena eksokarst
di tempat lain yang semua unik. tergantung kebijakan pengelolaan, dijadikan
wisata massal atau terbatas. semuanya butuh suatu kajian ilmu multidisiplin
yang mendalam.

5.

Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Sampai sejauh ini telah banyak ahli yang setuju bahwa lingkungan Karst
merupakan laboratorium alam yang unik. Banyak hal yang dapat dikaji serta
banyak pula yang memberi kemanfaatan bagi kehidupan manusia.
Dari sisi arkeologi, gua dan lingkungannya sering menjadi jendela untuk
mengetahui budaya masa lampau. Banyak peninggalan arkeologi diantaranya
lukisan gua dan sisa-sisa peninggalan masa lalu . Karst Maros dan Pangkep yang
saat ini sedang banyak dibahas serta karst Sangkulirang, banyak ditemukan gua
beserta peninggalan prasejarah. Beberapa gua dengan peninggalan preasejarah
di karst Maros Pangkep, adalah Leang Pattae, Uleleba, Balisao dan Pattakare.
Arkeolog yang melakukan penelitian di gua-gua tersebut, menemukan berbagai
Peninggalan prasejarah berupa peralatan dari batu dan tulang serta lukisanlukisan dinding gua. Lukisan di dinding gua juga ditemukan di Maluku dan Papua.
Menurut Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dalam situs
Kemendikbud, makna lukisa di di g gua adalah Lukisa di di g gua atau
dinding karang menggambarkan kehidupan zaman prasejarah dari segi sosialekonomi dan kepercayaan masyarakat. Sikap hidup manusia tergambar di dalam
lukisan-lukisan tersebut, dan termasuk juga di dalamnya nilai-nilai estetika dan
magis yang bertalian dengan totem dan upacara-upacara yang belum diketahui
dengan jelas. Cap tangan dengan latar belakang cat merah mungkin mengandung
arti kekuatan atau lambang kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat, dan
cap-cap tangan yang jari-jari ya tidak le gkap se agai ta da adat erka u g .

Kajian Hidrospeleologi dan pemanfaatannya, Penulis bersama-sama KMPA Giri
Bahama sejak tahun 2000 bersepakat menjadikan Desa Pucung di Kecamatan
Eromoko Kabupaten Wonogiri sebagai tempat belajar. Tahun 2009 diadakan
perjanjian kerjasama desa mitra antara KMPA Giri Bahama dan Kepala Desa
Pucung tentang pengembangan desa yang berkaitan dengan aspek lingkungan
hidup. Berbagai penelitian dan pengabdian masyarakat dilakukan di Desa Pucung
sejak tahun 2000. Puncaknya kegiatan adalah antara tahun 2012 - 2016 awal
berupa rangkaian kegiatan pengangkatan air dari sungai bawah tanah
selanjutnya didistribusikan ke rumah-rumah penduduk. Distribusi saat ini telah
menggunakan pengukur meter air di tiap rumah untuk kelancaran pengelolaan.
Rangkaian panjang kegiatan ini tidak terlepas dari penelitian, koleksi data dan
penyuluhan yang dilakukan sejak tahun 2000.
Kegiatan tersebut adalah contoh saja dari satu sisi keluaran yaitu pemanfaatan
sungai bawah tanah untuk distribusi air. Masih banyak sebenarnya yang belum
dilakukan, seperti biologi gua karst, geologi detail, sosial budaya, pertanianpeternakan, valuasi ekonomi karst dan sebagainya.
Penulis sebagai seorang yang pernah belajar geografi, mengusulkan dan
mengajak untuk teman-teman penelusur gua, pecinta alam, pramuka sampai
masyarkat umum untuk lebih mengenal karst. Salah satunya yang sangat
sederhana, yaitu pendataan fenomena karst. Pendataan ini penting untuk
mengenal dan selanjutnya mempelajari lingkungan karst secara keruangan.
Kecepatan pendataan dan pembuatan database fenomena karstik menentukan
juga kecepatan ilmu-ilmu lain untuk melakukan studi.
Cara pendataan tentang fenomena karstik banyak di usulkan oleh beberapa
instansi atau individu pemerhati karst. Seperti dari Kelompok Studi Karst F.
Geografi UGM, Candra Fredy dari MSI dengan smartphone berbasis android
(paperless), dan sebagainya. Penulis dan KMPA Giri Bahama juga membuat
formulir pendataan dan manual cara pengisiannya. Formulir pendataan yang
diusulkan oleh penulis bersifat sederhana, yang diharapkan semua pihak
termasuk masyarakat di kawasan karst dapat secara partisipatif mendata
fenomena karst. Dengan kesederhanaan ini diharapkan data dapat mudah diisi.
Harapan terbesar adalah, bahwa lingkungan karst tidak hanya dipandang dari sisi
luas, kedalaman, dan kemurnian batugampingnya semata. Kawasan karst tidak
hanya dilihat dari sisi bahan tambang saja. Tetapi mari kita milihat karst secara
lebih luas, sebagai suatu bentang alam yang bersentuhan dengan manusia dan
memberikan kemanfaatan yang besar apabila dilestarikan.

E. KESIMPULAN
Kawasan karst merupkan suatu kawasan yang unik. Mengutip pernyataan Prof. M.T.
Zen ahwa karst adalah kepastia dari ketidakpastia ya g dike ukaka pada
acara Simposium Nasional Karst II, tahun 1996. Banyak hal-hal yang unik di karst yang
masih menjadi misteri, banyak hal-hal yang sifatnya insitu, serta bayak pula biota
yang bersifat endemik. Kajian tentang karst tidak bisa digeneralisir, karena sifatnya
insitu. Hal ini oleh Tuhan Pencipta Alam disimbolkan dengan tumbuhnya ornamen
gua, sangat khas antar gua, bahkan persegmen lorong gua. Keunikan ini tidak akan
u gki dise uhka
elalui reklamasi.
Beberapa hal yang mendasari tentang penyelamatan karst adalah: aspek hukum,
simpanan dan sumber air, jasa lingkungan, estetika; dan pengembangan ilmu
pengetahuan

Referensi:
A. B. Rodi Al Falah, (2014). Bentang Alam Karst. Indonesia Speleo Gathering di
Cibubur 17 – 19 Oktober 2014.
Ahmad Cahyadi dan Anggit Priadmodjo, (2012). Pengaruh Penambangan Gamping
Terhadap Fungsi Penyerapan Karbondioksida (CO2) Atmosfer Di Kawasan
Karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Prociding Seminar.
Prodi Pendidikan Geografi FKIP UNS.

Anonim, (2007). UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Anonim, (2008). PP No. 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional.
Anonim, (2012). Perat Tinjauan Ancaman Kelangsungan dan Daya Dukung Ekosistem
Esensial Karst Gombong oleh Rencana Pendirian Pabrik Semenuran
Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012
Anonim, (2016). Tinjauan Ancaman Kelangsungan dan Daya Dukung Ekosistem
Esensial Karst Gombong oleh Rencana Pendirian Pabrik Semen. Masyarakat
Speleologi Indonesia.
Eko Haryono dan Tjahyo Nugroho Adji, -. Geomorfologi Dan Hidrologi Karst, Bahan
Ajar, Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Otto Sumarwoto, (2003). Kajian Pro-kontra Rencana Pembangunan Pabrik PT
Semen Gombong. Yayasan Agenda 21 Bandung. April 2003
Ritter, Dale F., Kochel, R. Craig and Miller, Jerry R., 1995. Geomorphology Process (3rd
edition) Chapter 12, Karst – Process and Landform. Dubuque IA : Wm. C.
Brown Communication Inc.
Sukandarrumidi, (2004). Bahan Galian Industri. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.

Suratman W., (1997). Zonasi Kawasan Ekosistem Karst untuk Penataan Ruang di
Kabupaten Gunungkidul Proponsi DIY, Makalah Seminar Hidrologi dan
Pengelolaan Kawasan Karst. Yogyakarta: MAKARTI-Fak. Geografi UGM.
Tjahyo Nugroho Adji, Eko Haryono, Suratman Woro, (1999). Kawasan Karst Dan
Prospek Pengembangannya, Makalah. Seminar PIT IGI di Universitas
Indonesia.
https://cavefauna.wordpress.com/2008/06/12/chaeropon-plicatus-pengendalihama-hayati/
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/kebijakan-pengelolaan-kars-di-indonesia/
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/224942-lebih-besar-manfaatkelalawar-dari-mudaratnya
http://www.fhm.co.id/content/article/1494/9/2014/Manfaat-Dari-Kelelawar
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2015/10/13/makna-gambar-cadas-diindonesia/