LAPORAN PRAKTIKUM PEMISAHAN dan IDENTIFI

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI ASAM AMINO

NAMA

: YULIANTI

NIM

: H311 12 014

KELOMPOK

: II (DUA)

HARI / TGL. PERC.

: KAMIS / 27 MARET 2014

ASISTEN


: SARTIKA

LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa secara umum ada tiga gugus
yang reaktif pada asam amino yaitu gugus karboksil, gugus amino, dan gugus rantai
samping. Ketiga gugus ini dapat diidentifikasi melalui uji spesifik, diantaranya
adalah dengan melalui tes ninhidrin, dan sebagainya. Akan tetapi, selain uji spesifik
berdasarkan ciri khas reaksi kimianya, asam amino dapat pula diidentifikasi bahkan
dipisahkan dengan beberapa metode, salah satunya adalah melalui kromatografi lapis

tipis (KLT) (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Pemisahan asam amino dengan metode ini didasari oleh kemampuan suatu
jenis asam amino yang terlarut dalam suatu campuran pelarut tertentu pada fasa
stasioner atau yang lazim disebut sebagai fasa diam, dimana bila suatu zat terlarut
yang terdistribusi dalam dua pelarut dengan volume yang sama dan tidak saling
bercampur sehingga perbandingan konsentrasi zat terlarut di dalam kedua pelarut
seimbang (Poedjiadi, 1994).
Pada kromatografi lapis tipis, yang digunakan sebagai fasa stasioner adalah
suatu lembaran tipis silika gel. Untuk memperoleh pemisahan asam amino yang baik,
dapat digunakan dua fase pelarut, dimana setiap jenis asam amino mempunyai
koefisien partisi tertentu untuk pasangan pelarut tertentu. Perbandingan kecepatan
perpindahan komponen dengan permukaan fasa mobile merupakan dasar untuk
mengidentifikasi komponen-komponen yang dipisahkan. Oleh karena itu melalui
percobaan ini akan dilakukan analisis asam amino dengan menggunakan metode
kromatografi lapis tipis.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah mengetahui dan memahami cara pemisahan
dan identifikasi asam amino dalam suatu sampel melalui metode kromatografi lapis

tipis.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Menghitung nilai Rf dari asam amino glisin, tirosin, asparagin dan larutan sampel.
2. Mengidentifikasi asam amino dalam larutan sampel berdasarkan nilai Rf nya.
1.3 Prinsip Percobaan
Identifikasi asam amino berdasarkan perbedaan nilai R f dengan menggunakan
metode kromatrografi lapis tipis yang fase geraknya terdiri dari campuran n-butanol,
asam asetat dan air, dan fase diamnya berupa lapisan tipis alumina.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Asam amino adalah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam
amino sebagai komponen protein mempunyai gugus amina (-NH2) pada atom karbon
α dari posisi gugus karboksil (-COOH). Rumus umum asam amino adalah (Poedjiadi,
1994) :
R

CH


COOH

NH2
Gambar 1. Struktur asam amino

Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Kelarutan asam amino ini
berbeda dengan asam karboksilat dan amina. Asam amino mempunyai titik lebur
yang tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat dan amina. Hal ini
menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan
dan mempunyai polaritas tinggi dan bukan sekedar senyawa yang mempunyai
gugus –COOH dan gugus –NH2. Hal ini tampak pula pada sifat asam amino sebagai
elektrolit (Poedjiadi, 1994).
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik nonpolar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda
dengan sifat asam karboksilat maupun sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun
aromatik umumnya kurang larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik.
Demikian pula asam amino pada umunya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik. Perbedaan sifat antara asam karboksilat dan amina terlihat pula pada

titik leburnya. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini

menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan
dan mempunyai polaritas tinggi (Poedjiadi, 1994).
Terdapat dua puluh asam amino alami yang lazim. Kedua puluh asam amino
alami yang lazim, memiliki rangka yang terdiri dari gugus asam karboksilat dan
gugus yang terikat secara kovalen pada atom pusat (karbon alfa). Dua gugus lainnya
pada karbon alfa ialah hidrogen dan gugus R yang merupakan rantai samping asam
amino. Sifat kimia gugus rantai sampinglah yang menyebabkan perbedaan sifat asam
amino (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Asam amino penyusun protein dapat digolongkan berdasarkan berbagai
kategori. Berdasarkan komposisi kimia gugus R, asam amino dapat digolongkan
menjadi asam amino alifatik (glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin), asam amino
hidroksil (serin, treonin), asam amino sulfur (sistein, metionin), asam amino aromatik
(fenilalanin, tirosin, triptofan), asam amino asam (asam aspartat, asparagin, asam
glutamat, glutamin), asam amino basa (arginin, histidin, lisin) dan asam amino
imino (prolin). Sedangkan pembagian asam amino berdasarkan polaritas molekulnya,
yaitu asam amino polar dengan gugus R polar (C-O, C-N, O-H) seperti glisin, sistein,
asam glutamat, serin, tirosin, treonin, asam aspartat, glutamin, histidin, arginin,

asparagin dan lisin. Sedangkan golongan asam amino nonpolar dengan gugus R
nonpolar (C-C, C-H) seperti valin, alanin, leusin, metionin, prolin,

isoleusin,

fenilalanin dan tirosin. Asam-asam amino juga dapat digolongkan berdasarkan
kemampuan sintesis tubuh manusia dan hewan yaitu asam amino non-esensial
(alanin, prolin, glisin, serin, sistein, tirosin, asparagin, glutamin, asam aspartat dan
asam glutamat) dan asam amino esensial (arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin,
metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin) (Toha dan Hamid, 2001).

Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetri,
kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode yang
banyak memperoleh pengembangan adalah metode kromatografi (Poedjiadi, 1994).
Ada

beberapa

macam


kromatografi

diantaranya

kromatografi

kertas,

kromatografi lapis tipis (KLT), dan kromatografi penukar ion. Kromatografi lapis
tipis (KLT) biasanya menggunakan aluminium oksida, serbuk selulosa atau silika gel
sebagai absorben yang berupa ½ lapis tipis yang diletakkan di atas selembar kaca.
Seperti halnya pada kromatografi kertas, larutan yang mengandung beberapa asam
amino diteteskan di atas adsorben dan dibiarkan bergerak. Pemisahan asam amino
didasarkan pada perbedaan kecepatan bergerak asam-asam amino tersebut pada pH
tertentu. Harga Rf yaitu ciri khas suatu asam amino pda pelarut tertentu. Penentuan
macam asam amino dapat pula dilakukan dengan menghitung harga Rf
masing-masing asam amino, kemudian dibandingkan harga Rf asam amino yang
terdapat pada tabel yang telah ada (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).
Fase stasioner dapat berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase bergerak
dapat berupa cairan maupun gas. Dalam semua teknik kromatografi, zat-zat terlarut

yang dipisahkan bermigrasi sepanjang kolom, dan tentu saja laju pemisahan terletak
dalam laju perpindahan yang berbeda untuk larutan yang berbeda. Harga Rf dapat
disefenisikan sebagai berikut (Day dan Underwood, 2002) :
Harga Rf =

Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal
Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan
harga-harga standar. Senyawa standar biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip
dengan senyawa yang dipisahkan pada kromatogram. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi harga Rf yaitu (Day dan Underwood, 2002):

1. Strukur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerapan dan derajat aktifitasnya.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase gerak.
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan.
7. Jumlah cuplikan yang digunakan.

8. Suhu.
9. Kesetimbangan.
Analisis asam amino primer dapat menggunakan derivatisasi prakolom. Tetapi
ini hanya untuk asam amino primer sehingga tidak mungkin dilakukan oksidasi asam
amino sekunder menjadi asam amino primer sebelum melalui kolom. Bila oksidasi
ini dilakukan, dapat terjadi kerusakan (Rediatning dan Kartini, 1987).
Glisin merupakan asam amino yang paling sederhana dan dapat berdisosiasi
membentuk suatu anion glisin H2N-CH2-CO2-, yang dapat bertindak sebagai ligan
terhadap kation logam transisi. Glisin digolongkan kepada ligan bidentat, ligan semi,
dan ligan negatif, karena mempunyai pasanganelektron bebas dalam atom N dan
pasangan elektron dalam atom O sebagai kelebihan elektron (Sudjana dkk., 2002).
Lebih dari dua protein asam amino, alanin dan glisin, yang dibiosintesis oleh
eksploitasi α-pusat PLP kimia. Pada dasarnya asam α-amino dapat dibuat dari asam
α-keto jika sesuai dengan aminotransferase yang tersedia. Piruvat merupakan suatu
metabolit yang ada dimana-mana dan sesuai dengan asam amino, alanin tersedia dari
transaminasi menggunakan aminotransferase khusus yang sesuai (Hughes, 2009).
BAB III

METODE PERCOBAAN


3.1 Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan sampel,
larutan glisin 0,01 M, larutan tirosin 0,01 M, larutan asparagin 0,01 M,
eluen (n-butanol-asam asetat-air), larutan ninhidrin 0,2 %, plat kromatografi lapis
tipis (KLT), aseton, selotip dan tissue roll.
3.2 Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah chamber, pipa kapiler,
gelas ukur 10 mL, botol semprot, pinsil, penggaris, gunting, inkubator, pingset, gegep
dan pipet tetes.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan eluen
Dibuat larutan eluen dengan menggunakan larutan n–butanol, asam asetat, dan
air dengan perbandingan 2,5 : 0,6 : 2,6 v/v. Kemudian eluen dimasukkan ke dalam
chamber, dikocok sebentar, kemudian ditutup dan ditunggu sampai jenuh ± 30 menit.
3.3.2 Penotolan Sampel
Pada plat KLT yang sebelumya telah digunting sesuai ukuran chamber
(3 x 7 cm), dikeringkan kemudian dibuat garis batas bawah dan batas atas ± 1 cm,
dibuat titik-titik pada garis batas bawah yang merupakan tempat penotolan larutan
asam amino glisin, tirosin, asparagin, dan sampel. Setelah itu, semua larutan asam
amino dan larutan asam amino sampel ditotolkan pada titik yang telah dibuat pada


plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler yang sebelumnya berada dalam aseton.
Selanjutnya dikeringkan pada suhu kamar.
3.3.3 Proses Elusi
Jika eluen telah jenuh, Plat KLT dielusi ke dalam chamber dengan hati-hati
agar garis batas bawah tidak tercelup ke dalam eluen. Elusi dihentikan jika eluen
menempuh jarak yang telah ditentukan sebelumnya (garis batas atas). Dikeluarkan
plat dari chamber dan dikeringkan. Selanjutnya kromatogram disemprot dengan
larutan ninhidrin, kemudian dikeringkan dalam inkubator dengan suhu kurang lebih
60 0C selama beberapa menit. Setelah kering diberi tanda pada noda yang timbul
pada kromatogram dengan pensil. Ditentukan nilai Rf dari masing-masing noda pada
kromatogram.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Pada percobaan ini, dilakukan pemisahan dan identifikasi asam amino pada
suatu larutan sampel dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Dari
percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Data hasil pengamatan
N
Larutan Sampel

Jarak Eluen (cm)

Jarak Noda (cm)

Rf (cm)

Glisin
Tirosin
Asparagin
Sampel

4
4
4
4

0,8
1,1
1,2
0,8

0,2
0,275
0,3
0,2

O
1.
2.
3.
4.
4.2 Reaksi

Reaksi yang terjadi adalah :
O
OH

C

R

C
OH

C

CH

COOH

NH2

O
ninhidrin

O
HO

C
R

CH

C
H

CO2

NH3
O

C
O

O

O
hidrindantin

NH3

C
C
O

HO

OH

C

OH

C
C

H

C
O

O

O

C

C
C

N

C

3H2O

C

C

OH

O

biru

4.3 Pembahasan
Pada percobaan ini, tahap pertama yang dilakukan adalah kertas kromatografi
digunting dengan ukuran 3 x 7 cm, Pada kertas kromatografi kita membuat garis
yang digunakan sebagai tempat menotol larutan asam amino dan sampel yang
berjarak 1 cm dari tepi bawah kertas kromatografi. Kertas kromatografi ini
adalah fase diam dalam

percobaan

ini. Lalu

dikeringkan

dalam inkubator,

tujuannya yaitu untuk mengaktifkan lapisan KLT agar kertas tersebut benar-benar
kering karena suspensi absorbannya terbuat dari air (fase diam).
Eluen sebagai fase gerak dibuat dengan campuran n-butanol, asam asetat dan
air dengan urutan perbandingan 25 : 6 : 26 v/v atau masing-masing 2,5 ml:0,6 ml:
2,6 ml. Selanjutnya eluen dimasukkan ke dalam chamber, eluen dibuat benar-benar
jenuh terhadap chamber untuk mempercepat proses elusi. Digunakan campuran
n-butanol, asam asetat, dan air sebagai eluen karena ketiga bahan tersebut memiliki
kepolaran, dan memiliki perbedaan titik dielektrik. Air lebih polar dari pada
n-butanol dan n-butanol lebih polar jika dibandingkan dengan asam asetat. Prinsip
percobaan KLT ini didasarkan pada sifat fisik dan kimia asam amino. Sifat fisik
ditunjukkan oleh kecepatan bergerak pada fase diam dari kertas kromatografi dan

sifat kimianya berdasarkan pada warna yang timbul ketika disemprot dengan larutan
ninhidrin.
Asam amino glisin, tirosin, asparagin dan sampel ditotolkan pada kertas
kromatografi yang berjarak 1 cm dari bawah kertas dengan menggunakan pipa
kapiler. Penotolan sampel dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler yang
sebelumnya telah dibilas dengan aseton. Aseton merupakan salah satu larutan yang
sering digunakan untuk membersihkan alat sebab sifatnya yang nonpolar sehingga
dapat membersihkan bahan-bahan nonpolar pada alat. Selain itu, sifatnya yang
mudah menguap dapat mempercepat pengeringan alat, sehingga sangat membantu
[[

pengeringan untuk alat seperti pipa kapiler. Penotolan untuk setiap larutan tidak
boleh dilakukan 2 kali karena dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Selanjutnya
kertas yang sudah ditotolkan dengan larutan dikeringkan pada suhu kamar. Setelah
kering kertas kromatografi lapis tipis dimasukkan ke dalam chamber. Pada saat
dimasukkan dalam chamber totolan pada kertas kromatografi diupayakan tidak
tercelup dalam eluen agar asam amino tidak larut pada eluen sehingga dapat
berpisah. Proses elusi dilakukan sampai eluen mencapai jarak tertentu yang telah
diberi tanda dan setelah sampai plat KLT dikeringkan pada suhu kamar agar pelarut
menguap sempurna sehingga noda yang terbentuk tidak melebar. Setelah plat
benar-benar kering, disemprotkan larutan ninhidrin 0,2 %. Ninhidrin digunakan
karena dapat memberikan reaksi spesifik terhadap asam amino dengan membentuk
warna tertentu bagi asam amino tertentu. Setelah itu, kertas kromatografi dikeringkan
dalam inkubator agar benar-benar kering agar diperoleh warna yang lebih jelas.
Kemudian noda yang terbentuk ditandai lalu dihitung nilai Rf masing-masing noda.

Noda yang terbentuk pada plat tidak terpisah dengan baik, hal ini disebabkan karena
penotolan yang dilakukan terlalu banyak.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Rf, maka diperoleh nilai Rf yang bervariasi
antara satu asam amino dengan asam amino yang lainnya. Nilai R f praktek untuk
setiap asam amino glisin adalah 0,2 cm, tirosin adalah 0,275 cm, asparagin adalah 0,3
cm dan larutan sampel adalah 0,2 cm. Sedangkan, Rf standar yaitu asam amino glisin
adalah 0,26 cm, tirosin adalah 0,45 cm dan asparagin adalah 0,50 cm. Dengan
demikian terdapat perbedaan antara nilai Rf teori dengan nilai Rf praktek. Hal ini
mungkin disebabkan karena kurang telitinya pada saat melakukan pratikum, dan juga
karena alat-alat serta bahan-bahan percobaan yang digunakan kurang steril sehingga
terdapat perbedaan antara praktek dengan teori.
Dari hasil perhitungan nilai Rf dapat dilihat bahwa pada sampel hanya asam
amino glisin yang teridentifikasi, sedangkan asam amino tirosin dan asparagin tidak
teridentifikasi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Nilai Rf untuk asam amino glisin adalah 0,2 cm, asam amino tirosin adalah
0,275 cm, asam amino asparagin adalah 0,3 cm dan larutan sampel adalah 0,2 cm
2. Berdasarkan nilai Rf yang diperoleh, maka dapat diidentifikasi bahwa larutan
sampel mengandung asam amino glisin.

5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Bahan yang sudah mau habis sebaiknya di siapkan misalnya asam asetat.
5.2.2 Saran Untuk Percobaan
Sebaiknya digunakan juga metode yang lain untuk mengidentifikasi asam
amino, agar pengetahuan yang diperoleh lebih banyak.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Sebaiknya jangan bepergian selama praktikum, agar praktikan dapat
menanyakan hal yang tidak diketahui selama praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A., dan Underwood, A.L., 2001, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1997, Dasar- Dasar Kimia Organik, Erlangga,
Jakarta.
Hughes, A.B., 2009, Amino Acids, Peptides and Proteins in Organic Chemistry,
WILEY-VCH, Australia.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.

Rediatning, W., dan Kartini, N., 1987, Analisis Asam Amino Dengan Kromatografi
Cairan Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom
dan Pascakolom,
Proceedings ITB, 20(1,2): 41-59.
Sudjana, E., Abdurachman, M., dan Yuliasari, Y., 2002, KarakteriSasi Senyawa
Kompleks Logam Transisi Cr, Mn, dan Ag Dengan Glisin Melalui
Spektrofotometri Ultraungu dan Sinar Tampak, Jurnal Bonatura, 4(2):
69-86.
Toha, A., dan Hamid, A., 2001, Biokimia : Metabolisme Biomolekul, Alfabeta,
Bandung.

LEMBAR PENGESAHAN

MAKASSAR, 15 APRIL 2014
PRAKTIKAN

ASISTEN

SARTIKA
Lampiran I

YULIANTI

Bagan Kerja
1. Pembuatan Eluen
n-butanol

Asam asetat

air

 Dipipet dengan perbandingan 2,5 ml : 0,6 ml : 2,6 ml ke dalam
tabung reaksi
 Dimasukkan ke dalam chamber

 Dikocok sebentar
 Ditutup dan ditunggu sampai jenuh selama 30 menit

Eluen
2. Penotolan Sampel
Plat KLT

 Digunting sesuai ukuran chamber ( 3 x 7 cm )
 dikeringkan kemudian dibuat garis batas bawah dan batas atas ± 1 cm
 dibuat titik-titik pada garis batas bawah yang merupakan tempat
penotolan larutan asam amino glisin, tirosin, asparagin, dan sampel
 Larutan asam amino dan sampel ditotolkan pada titik yang telah dibuat
pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler yang sebelumnya
berada dalam aseton.
 Dikeringkan pada suhu kamar.
 yang telah ditotol
Plat KLT
3. Proses Elusi
Plat KLT yang telah ditotol

 Dielusi ke dalam chamber berisi eluen yang telah jenuh dengan hati-hati







agar garis batas bawah tidak tercelup ke dalam eluen
Dihentikan jika eluen menempuh jarak yang telah ditentukan sebelumnya
Plat dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan
Kromatogram disemprot dengan larutan ninhidrin
dikeringkan dalam inkubator dengan suhu ± 60 0C selama beberapa menit
Setelah kering diberi tanda pada noda yang timbul pada kromatogram
dengan pensil



Ditentukan

nilai

kromatogram.
Data

Lampiran 2
Perhitungan Nilai Rf
Hasil yang diperoleh :
Jarak eluen

= 4 cm

Jarak noda
Glisin

= 0,8 cm

Tirosin

= 1,1 cm

Asparagin

= 1,2 cm

Larutan Sampel

= 0,2 cm

Perhitungan
Jarak noda dari tempat penotolan

Rf

dari

masing-masing

noda

pada

Rf

=
Jarak yang ditempuh eluen

Rf glisin

0,8 cm
=  = 0,2 cm
4 cm

Rf tirosin

1,1 cm
=  = 0,275 cm
4 cm

1,2 cm
Rf sampel I=  = 0,3 cm
4 cm
0,8 cm
Rf sampel =  = 0,2 cm
4 cm

Lampiran 3
Tabel nilai Rf 20 asam amino

No

Asam Amino

Nilai Rf

1

Histidin

0.11

2

Glutamin

0.13

3

Lisin

0.14

4

Arginin

0.20

5

Asam aspartat

0.24

6

Glisin

0.26

7

Serin

0.27

8

Asam glutamat

0.30

9

Treonin

0.35

10

Alanin

0.38

11

Sistein

0.40

12

Prolin

0.43

13

Tirosin

0.45

14

Asparagin

0.50

15

Metionin

0.55

16

Valin

0.61

17

Triptofan

0.66

18

Fenilalanin

0.68

19

Isoleusin

0.72

20

Leusin

0.73

Lampiran 4
Foto Hasil Percobaan

Gambar 1. Proses elusi plat KLT

Batas elusi

Glisin

Sampel

Tirosin

Asparagin
Gambar 2. Plat KLT hasil pengamatan