Perbankan Islam dan Intermediasi Keuanga

Perbankan Islam dan Intermediasi Keuangan
Di sini kita akan membahas bagaimana lembaga keuangan itu bekerja sebagai intermediator
keuangan di pasar uang. Bagaimanapun, lembaga keuangan islam menjadi intermediator
keuangan dengan cara yang sangat berbeda dari bank konvensional, karena ia sangat
menonjolkan skema PLS dalam pembiayaan dan investasi perdagangan. Ada banyak literatur
mengenai teori perbankan dan pembiayaan yang mengkaji optimalitas instrumen berbasis
bunga yang di gunakan bank konvensional. Untuk memahami berbagai perbedaan antara
instrumen keuangan islam dan teknik perbankan konvensional, kite perlu meninjau beberapa
teori intermediasi keuangan.
Pasar uang adalah sarana yang menyediakan sumber daya hasil tabungan bagi para investor.
Fungsi-fungsinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembiayaan tidak langsung ( Indirect Financing ): mentransfer dana dari pemiliknya
kepada pihak yang dapat menggunakannya ( peminjam atau investor ). Di sini tidak
ada kesejajaran antara pemilik dana dan penggunanya.
2. Menghimpun modal : banyak proyek membutuhkan modal yang lebih banyak dari
pada modal seorang penabung atau sekelompok kecil penabung.
3. Menyediakan likuiditas : para pemilik dana mungkin ingin meminjamkannya untuk
jangka pendek dengan ketentuan yang ditetapkan antara dua pihak yang terlibat.
4. Menyeleksi proyek : individu yang mengaku dapat mempergunakan dana dengan baik
pasti lebih banyak dari pada individu yang mengaku dapat menyediakan dana.
5. Mengawasi : memastikan bahwa dana digunakan sesuai dengan kesepakatan.

6. Melaksanakan kontrak : menjaga supaya peminjam mengembalikan dana kepada
pemiliknya.
7. Mengelola, mentransfer, membagi, dan menyatukan risiko : pasar-pasar modal tidak
hanya menghimpun dana, tetapi juga menentukan aturan pembayaran kembali dan
menentukan siapa yang akan menanggung resiko.
8. Diversifikasi : dengan menyatukan proyek investasi dalam jumlah besar maka total
risiko akan berkurang.
9. Mencatat transaksi : menjalankan media pertukaran dan sistem pembayaran.
Sebelum melangkah lebih jauh, harus diperhatikan perbedaan penting antara perbankan
Islam dan perbankan konvensional dari segi pengawasan dan pelaksanaan transaksi di
satu pihak, dan berbagi risiko di lain pihak.
Intermediator memfasilitasi perdagangan barang dan jasa dengan bertindak sebagai
perantara bagi para pelaku transaksi. Intermediator keuangan dapat disamakan dengan

perusahaan yang menengahi antara peminjam dan pemberi pinjaman, dan ia sendiri sering
terlibat dalam proses akuisisi serta penjualan sekuritas finansial (surat berharga). Karena
boleh berbuat sekehendaknya, para pemberi pinjaman akan mencari peminjam potensial
dan meneliti proposal mereka, merancang kontrak keuangan yang sesuai, memonitori
perilaku peminjam, dan melakukan berbagai hal agar syarat-syarat pembayaran terpenuhi.
Di pasar keuangan yang telah maju, semua hal itu tidak akan menjadi persoalan meskipun

ada beberapa hal lain yang mesti di hadapi, seperti biaya transaksi, risiko kesalahan
penyeleksian karena informasi asimetris (atau tersembunyi), persoalan insentif, dan
moral hazard (kejahatan moral pada dasarnya tindakan negatif yang tersembunyi).
Praktiknya, biaya transaksi dan masalah informasi ini menjadi problem tak terhindarkan
di pasar uang. Pasar juga harus mengatasi kebutuhan terhadap likuiditas apabila investasi
riilnya berumur panjang dan para pemberi kredit menghadapi permintaan konsumsi yang
tidak terduga. Para intermediator keuangan memasok informasi dan layanan likuiditas ini.
Dengan begitu, mereka memiliki kedudukan yang penting dalam kelancaran operasi pasar
uang yang efisien.
Kadang-kadang intermediasi keuangan di bedakan dari pembiayaan langsung lewat
pasar uang. Pembedaan seperti itu menyebabkan pertukaran dana antara penabung dan
investor dilaksanakan dengan cara pertukaran kredit langsung antara peminjam dan
pemberi pinjaman atau, kalau tidak, dengan cara pertukaran tidak langsung melalui
sebuah institusi keuangan. Itulah perbedaan yang akan kita bahas selanjutnya. Namun,
harus dicatat, pembedaan seperti itu menyesatkan dalam beberapa hal. mereka yang
menerbitkan sekuritas (surat berharga) di bawah pembiayaan langsung selalu
menggunakan jasa intermediator keuangan – bank investasi, bank niaga atau rumah
pialang. Sering kali mereka yang membeli atau menawar sekuritas ini bertujuan untuk
menjualnya kembali kepada perusahaan sekuritas lain dan juga kepada berbagai klien.
Ketika sekuritas terjual di pasar sekunder, digunakanlah jasa intermediator keuangan,

seperti pialang, pedagang (dealer), dan pembuat pasar (market maker). Beberapa
transaksi terjadi secara langsung antara penabung dan investor, paling tidak dalam sistem
keuangan yang relatif sudah berkembang. Ini sering kali melibatkan banyak lapisan
intermediator.
Ada perbedaan lain antara intermediasi keuangan yang tidak memerlukan perubahan
pada instrumen yang di pertukarkan dan intermediasi keuangan yang melibatkan
perubahan portofolio. Intermediasi jenis pertama dilakukan oleh para bankir dan pialang

investasi. Mereka memberikan konsultasi, mengolah informasi untuk menjual kembali,
dan mengevaluasi risiko kredit tanpa mengubah aset yang dialihkan. Sebaliknya, para
intermediator keuangan jenis kedua mengubah portofolio dengan mengganti liabilitas
(utang) mereka dengan utang para peminjam terakhir dalam portofolio pemberi pinjaman.
Dalam beberapa kasus, seperti pada dana bersama (mutual fund atau unit trust), terjadi
sedikit perubahan dalam ketentuan dan syarat-syarat, karena utang mereka hanyalah
klaim atas sekuritas borongan yang mudah di perjual belikan (marketable securities). Di
lain pihak, pada bank dan institusi penyimpanan, ada perbedaan penting antara klaim
yang di keluarkan dan klaim yang di pertahankan. Liabilitas di cairkan (dibayarkan):
liabilitas itu dapat di tebus kembali dengan nilai yang sama, dalam tempo yang sangat
singkat, dan banyak juga yang dapat dibayarkan ketika diminta. Aset-aset bank,
sebaiknya, mengandung risiko : harga pasar sekuritas mengalami fluktuasi sesuai dengan

tingkat bunga sehingga sebagian pinjaman tidak dapat dilunasi. Selain itu, banyak aset
bank, seperti pinjaman komersial (commercial loans) yang daya jualnya rendah dan
karena ketiadaan likuiditas ini tidak dapat segera di jual tanpa menanggung risiko
kerugian.