Jawaban Soal UTS Mk Teknoekonomi dan Per

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER 2015
Teknoekonomi dan Perencanaan Terpadu Agroindustri
FEBRIANI PURBA | F351150321
1. Jelaskan peranan agroindustri dalam perekenomian Indonesia?
Agroindustri memiliki perananan yang penting dalam meningkatkan
perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari sumbangsih sector
agroindustri dalam menghasilkan nilai GDP Indonesia. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Jaffee et al. pada tahun 2003 apabila sector agroindustry
digabung dengan sektor-sektor pendukungnya seperti jasa distribusi dan
kegiatan perdagangan produk hasil pertanian maka akan memberikan
sumbangsih lebih dari sepertiga bagi GDP Indonesia1.
Selain memiliki perananan yang besar dalam menghasilkan GDP, agroindustri
juga mampu mengurangi jumlah kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.
Menurut UNINDO di Indonesia 20.2% pekerja dari angkatan kerja yang bekerja di
industri manufaktur bekerja di sektor agroindustri 2. Hal ini karena agroindustri
dapat menyediakan lapangan pekerjaan untuk para pekerja dengan skill dan
kemampuan terbatas. Agroindustri yang pada umumnya berada dalam skala kecil
dan menegah menggunakan pekerja padat karya yang tidak memerlukan
keahlian yang tinggi3. Di Indonesia, sebagian besar dari angkatan kerja berada di
sektor pertanian. Pekerja pada sektor ini memiliki skill dan kemampuan yang
terbatas, produktivitas yang rendah dan berpenghasilan rendah. Banyak dari

para pekerja yang terpaksa harus tinggal di sektor pertanian karena mereka
kurang beruntung secara ekonomi dan sosial untuk meningkatkan
keterampilannya. Para pekerja tidak memiliki kapasitas dan sarana untuk
memperoleh keterampilan yang lebih baik atau lebih yang dapat membantu
mereka memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Di sisi lain industri di
perkotaan hanya mampu mengakomodasi sebagian kecil dari jumlah tenaga
kerja tersebut4. Agroindustri dapat mengatasi masalah ini dengan menyediakan
lapangan kerja yang lebih produktif bagi tenaga kerja. Permintaan dari
agroindustri skala kecil namun padat karya dapat membantu mengurangi tingkat
pengangguran dengan demikian dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Sitasi yang digunakan
1. Jaffee, “., ‘. Kopi ki, P. La aste a d I. Christie. 00 . Moder isi g Afri a s agrofood systems: analytical framework and implications for operations. Africa
Region Working Paper Series No. 44. World Bank, Washington, DC.
2. UNINDO. 1997. Handbook of Industrial Statistics 1997. Vienna.

3. Hayami, Y., and M.I. Kikuchi. 1987. Rural Economic Dilemma. Jakarta: Yayasan
Obor
4. Staatz, J.M. and C.K. Eicher. 1984. Agricultural Development Ideas in Historical
Perspective. Baltimore: Johns Hopkins University Press.


2. Jelaska argu e a da: dapatkah agroi dustri e jadi leadi g se tor
dalam proses industrialisasi Indonesia?
Agroindustri dapat menjadi leading sector dalam proses industrialisasi karena
agroindustri dapat memberikan nilai tambah yang signifikan kepada produk
pertanian, mampu memacu perkembangan sektor-sektor lainnya1 dan
menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi para pekerja dengan skill dan
kemampuan terbatas. Simatupang dan Purwoto (1990) menyebutkan bahwa
agroindustri terbukti telah berhasil memberikan nilai tambah sekitar 20,7 %,
penyerapan tenaga kerja 30,8% dan penyerapan bahan baku 89,9% dari total
industri yang ada.
Dominasi dari komoditas bernilai tambah rendah pada ekspor Indonesia dan
tingginya ketergantungan negara pada produk impor dengan nilai tambah yang
tinggi telah mengakibatkan kinerja perdagangan menurun dalam beberapa tahun
terakhir2. Agroindustri memiliki peranan yang besar untuk memberikan nilai
tambah pada komoditi-komoditi tersebut sehingga kita tidak lagi menjual dalam
bentuk raw material. Dengan mengeskpor dalam bentuk produk dengan nilai
tambah akan dapat memajukan perekonomian Indonesia sehingga Industrialisasi
di Indonesia semakin terwujud.
Agroindustri menjadi leading sector terutama pada masa MEA yang akan
datang karena agroindustri dapat berkompetensi dengan serbuan produk-produk

impor dengan harga yang murah dibanding dengan industri manufaktur padat
modal dan tergolong industri berat. Agroindustri berbasis sumberdaya lokal sulit
untuk disaingi oleh produk import dari negara lain. Kegiatan agroindustri
umumnya bersifat resource based industry. Kenyataan menunjukkan bahwa di
pasar internasional hanya industri yang berbasiskan sumberdaya lokal yang
mempunyai keunggulan komparatif dan mempunyai kontribusi terhadap ekspor
terbesar, Dengan demikian pengembangan agro-industri di Indonesia menjamin
perdagangan yang lebih kompetitif.
Kegiatan agroindustri mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang
sangat besar (Backward dan forward linkages). Secara ekstrim digambarkan
dengan keterkaitan berspektrum luas bahwa keterkaitan agroindustri tidak
hanya dengan produk sebagai bahan baku, tapi juga dengan konsumsi, investasi
dan fiskal. Besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang bagi kegiatan
agroindustri yang apabila dihitung berdasarkan impact multiplier secara langsung
dan tidak langsung terhadap perekonomian diprediksi akan sangat besar 3. Hal

inilah yang menjadi pendekatan dalam menentukan bahwa agroindustri dapat
menjadi leading sector dalam industrialisasi4. Fatah pada tahun 2004 melakukan
penelitian tentang potensi agroindustri dalam pertumbuhan ekonomi provinsi
Kalimantan Selatan, hasil penelitian menunjukkan bahwa total backward linkages

dari agroindustri memiliki nilai yang paling tinggi diantara sektor-sektor lainnya
demikian juga untuk total forward linkage yang memberikan nilai yang besar
dalam menghasilkan nilai tambah dan menghasilkan pendapatan5.
Sitasi yang digunakan
1. Wilkinson J, Rocha R. 2009. Agro-industry trends, patterns and development
impacts. Agro-industries for Development. FAO. London (UK).
2. Tijaja J, Faisal M. 2014. Industrial Policy in Indonesia : A Global Value Chain
Perspective. Asian Development Bank. Manila, Philippines.
3. Simatupang, P., 1997. Akselerasi Pem-bangunan Pertanian dan Pedesaan
Melalui Strategi Keterkaitan Berspektrum Luas. PSE. Bogor.
4. Miller, T.C., 1990, Agricultural price policies and political interest group
competition, Jurnal of policy modeling, 13(4):pp.489-513.
5. Fatah L. 2004. The Potentials of Agro-Industry for Growth Promotion and
Equality Improvement in Indonesia. Asian Journal of Agriculture and
Development, Vol. 3, Nos. 1

3. Sebutkan minimal tiga permasalahan inti agroindustri di Indonesia?
Permasalahn utama dalan pengembangan agroindustri di Indonesia yaitu
besarnya leakage yang terjadi produk eksport, rendahnya linkage antar mata
rantai dalam mata rantai value chain agroindustri, dan rendahnya dukungan

pemerintah.
Leakage merupakan istilah yang diberikan untuk menyatakan adanya
kebocoran nilai tambah terhadap komoditi pertanian. Hal ini terjadi karena
komoditi pertanian pada umumnya diekspor dalam bentuk raw material yang
memiliki nilai tambah yang rendah. Ekspor Indonesia telah lama didominasi oleh
komoditas primer, seperti bahan bakar mineral, pelumas, minyak hewani dan
nabati, lemak, dan wax. Indonesia telah menjadi eksportir batubara dan minyak
sawit mentah terbesar di dunia dalam beberapa tahun terakhir1. Ekspor dalam
bentuk komiditi pertanian membuat kesempatan pertambahan nilai yang lebih
besar di dalam negeri menjadi terhambat. Dengan melarang ekspor bahan
mentah maka negara dapat menyediakan bahan baku yang murah untuk sektor
hilir yang pada akhirnya akan meningkatkan harga produk di pasar ekspor. Hal ini
akan meningkatkan ekspor produk olahan dan barang-barang manufaktur,
dengan demikian akan memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari ekspor dan

pajak, dan pada saat yang sama menciptakan dan atau mempertahankan
pekerjaan di sektor dipromosikan.
Rendahnya linkage/keterkaitan antar mata rantai di dalam value chain
agroindustri menimbulkan permasalahan di semua mata rantai. Permasalahan
tersebut dapat berupa kelangkaan bahan baku di industri pengolahan,

rendahnya kualitas bahan baku yang dihasilkan petani/nelayan, terdapatnya
inkonsistensi antara produk yang diinginkan konsumen dengan produk yang
dihasilkan industri. Hal ini terjadi karena kurangnya komunikasi diantara aktor
dalam mata rantai, padahal komunikasi ini perlu dilakukan untuk saling berbagi
informasi sehingga semua pihak di dalam value chain memiliki kesempatan untuk
memperoleh keuntungan maksimum.
Rendahnya daya dukung pemerintah merupakan permasalahan yang paling
mendasar dalam perkembangan agroindustri di Indonesia. Rendahnya dukungan
pemerintah dapat dilihat dari terbatasnya infrastruktur penunjang industri,
birokrasi yang belum pro-bisnis menyebabkan biaya tinggi, masalah perburuhan
serta peraturan di bidang ketenagakerjaan, masalah kepastian hukum2 dan
rencana pembanguna jangka panjang Indonesia. Di dalam Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2015
agroindustri sudah masuk dalam 8 program utama yang akan dikembangkan.
Namun penerapan dari MP3EI belum terjadi dengan baik. Menurut Tijaja dan
Faisal (2004) meskipun beberapa kementerian dan asosiasi bisnis telah terlibat
dalam proses desain MP3EI, tidak ada link yang jelas di tingkat teknis. Koordinasi
antar berbagai stakeholder yang relevan juga terbatas pada tahap implementasi.
Infrastruktur dasar seperti taman agroindustri (agro-industrial park), jalan
raya, pasokan air, drainase dan listrik, pelabuhan, kereta api, listrik, dan pasokan

gas, diakui sebagai faktor penting dalam pertumbuhan agroindustri3. Apabila
infrastruktur dasar ini tidak terpenuhi maka akan sulit bagi Industri untuk
berkembang dengan cepat. Buruknya infrastruktur berakibat pada bertambah
panjangnya waktu pengiriman, meningkatkan biaya transportasi, meningkatkan
biaya pemngemasan dan penyimpanan selama pengiriman. Produk pertanian
memiliki sifat yang mudah rusak, dan kamba sehingga dibutuhkan penanganan
yang tepat agar produk dapat sampai dengan utuh dan dalam kualitas yang
dapat diterima konsumen maupun industri.
Sitasi yang digunakan
1. Tijaja J, Faisal M. 2014. Industrial Policy in Indonesia : A Global Value Chain
Perspective. Asian Development Bank. Manila, Philippines.
2. Departemen Perindustrian RI. 2008. Laporan Pengembangan Sektor Industri
Tahun 2008. Jakarta (IDN).

3. Hicks, P.A. 1995: An Overview of Issues and Strategies in the Development of
Food Processing Industries in Asia and the Pacific: Growth of the Food
Processing Industry in Asia and the Pacific, Asian Productivity Organization,
Tokyo, Japan.

4. Bagaimana Global Value Chain Analysis dapat digunakan untuk memperbaiki

kinerja agroindustri? Jelaskan dan berikan contohnya.
Global Value Chain (GVC) analysis dapat digunakan untuk memperbaiki
kinerja agroindustri karena GVC analysis merupakan alat analisis yang berguna
untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi: hubungan antar para pelaku bisnis
disepanjang rantai nilai, hubungan dinamis antara rantai yang diamati dengan
sector pendukungnya/operasi informal, lingkungan bisnis yang terdapat di
sepanjang rantai dan kebijakan-kebijakan yang berlaku1. GVC Analysis dapat
menganalisis daya saing agroindustri dalam perspektif global. Dengan
mengungkapkan kekuatan dan kelemahan, GVC analysis membantu aktor yang
berpartisipasi untuk mengembangkan visi bersama tentang bagaimana
seharusnya masing-masing chain di dalam GVC bertindak dan untuk
mengidentifikasi hubungan kolaboratif yang memungkinkan kinerja chain2.
Dengan demikian GVC analysis menilai keseluruhan kegiatan yang terjadi di
sepanjang rantai agroindustri sehingga dapat diketahui kebijakan atau kegiatan
yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja agroindustri. Intervensi
pembangunan rantai nilai ini dapat berfokus pada peningkatan operasi bisnis di
tingkat produsen, pengolah dan pelaku lainnya dalam rantai nilai dan hubungan
antara mereka, aliran pengetahuan, informasi dan inovasi 3.
Contoh penerapan GVC analysis untuk memperbaiki kinerja agroindustri
dapat dilihat pada kasus Quinoa di Bolivia yang dilakukan oleh Kathrine Antonio

pada tahun 2011. Quinoa merupakan serealia yang berasal dari daerah Andean
(Penggunungan Andes) Amerika Selatan. Quinoa merupakan sumber protein non
hewani tertinggi di dunia. Quinoa memiliki kelebihan yang membuat makanan ini
disebut sebagai makanan paling sehat di muka bumi. Hal ini membuat
permintaan quinoa di dunia internasional meningkat drastis. Royal Quinoa
merupakan varietas quinoa yang hanya dihasilkan di Bolivia dan merupakan
varietas quinoa terbaik. Nilai ekspor quinoa memberikan sumbangsih yang besar
dalam GDP negara Bolivia. Namun ternyata keberhasilan ekspor quinoa ini
menghasilkan permasalah yang dapat menghambat sustainability agroindustri
ini. Tingginya permintaan di pasar internasional memberi tekanan yang besar
terhdap proses produksi quinoa yang berakibat pada buruknya pengelolaan
lingungan dan mengancam keberlanjutan industri quinoa. Selain itu tingginya
harga ekspor quinoa membuat harga quinoa di dalam negeri menjadi sangat
tinggi. Banyak masyarakat kurang mampu di Bolivia yang kekurangan gizi karena

tidak mampu membeli quinoa, padahal sebelumnya quinoa merupakan makanan
rakyat miskin di Bolivia. Selain itu regulasi dari pemerintah yang tidak jelas
membuat banyak ekspor dilakukan melalui pasar gelap sehingga menimbulkan
kerugian bagi pemerintah, rendahnya pengetahuan petani quinoa tentang cara
bertanam yang benar membuat produktivitas menurun dan kualitas tanah

menjadi turun. Karena quinoa yang dihasilkan harus organik maka diperlukan
cara pengelolahan lahan yang tepat.
Untuk mengatasi permasalah pada industri quinoa di Bolivia maka Kathrine
Antonio menggunakan GVC analysis untuk memperbaikinya. Dari hasil analisis
yang dilakukan didapat 3 faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut
yakni: a) Peningkatan permintaan eksport membuat harga quinoa menjadi tidak
terjangkau di dalam negeri sehingga rakyat miskin kehilangan akses untuk
mengkonsumsi makanan yang bernutrisi, b) dampak lingkungan yang buruk
akibat cara bertani yang buruk, dan c) adanya distorsi di pasar akibat birokratis
dan peraturan pemerintah (berakibat pada perdaganagan gelap quinoa ke Peru
untuk menghindari proses penjualan secara legal melalui channel yang
ditetapkan pemerintah). Solusi yang ditawarkan oleh peneliti dari permasalahan
tersebut didasarkan pada peranan aktor dalam rantai nilai. Adapun aktor utama
dalam industri quinoa di Bolivia adalah ANAPQI (asosiasi petani dan trader) dan
Pemerintah. Peranan pemerintah sangat besar untuk mengatasi permasalahn
tersebut. Solusi tersebut adalah: ANAPQUI harus menerapkan praktek
pengelolaan lahan yang lebih ramah lingkungan, meningkatkan produksi dengan
meningkatkan yield bukan dengan memperluas lahan pertanian, dan melakukan
riset dan development tentang pupuk organik dan managemen pengelolaan
lahan. Pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementrian Pertanian, Kementrian

Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup harus berkoordinasi untuk
membuat peraturan tentang pengaturan pasar, produksi, dan lingkungan terkait
dengan quinoa. Pemerintah juga harus mengimplementasikan Quinoa Promotion
Plan (2011) yang telah dibuat dan membuat mekanisme transaksi perdagangan
yang lebih transparan dan formal untuk mencegah terjadinya pasar gelap quinoa
ke Peru.
Sitasi yang digunakan
1. G. Gereffi, A Co
odity Chai s Fra ework for A lyzi g Glo al I dustries ,
Available at http://eco.ieu.edu.tr/wp-content/Gereffi_CommodityChains99.pdf
2. UNINDO. 2009. Agro-value Chain Analysis and Development. United Nation
Development Organization. Vienna, Austria.
3. UNINDO. 2011. Pro-Poor Value Chain Development : 25 guiding questions for
designing and implementing agroindustry project. United Nation Development
Organization. Vienna, Austria.

4. Antonio Kathrine. 2011. The Chalangge of Developing a Sustainable AgroIndustry in Bolivia : The Quinoa Market. Duke University

5. Jelaskan bagaimana industri kelapa sawit Indonesia dapat menjadi
agroi dustri ya g sustai a le ?
Agar industri sawit Indonesia dapat sustainable maka syarat utama yang
harus ada adalah tujuan yang sama dan keinginan yang sungguh-sungguh dari
aktor-aktor yang berperan di sepanjang rantai nilai agroindustri kelapa sawit
Indonesia untuk menciptakan industri kelapa sawit yang sustainable. Tanpa
adanya kesungguhan hati dan kesadaran dari para aktor tersebut maka akan
sangat sulit untuk mencapai hal tersebut.
Industri dikatan sustainable apabila sustain secara ekonomi, sosial, dan
lingkungan1. Gambaran industri kelapa sawit yang sustainable3 disajikan pada
Gambar 1.

Gambar 1 Sustainable Palm Oil Production
Aktor-aktor yang berperan dalam industri kelapa sawit Indonesia adalah
petani, perkebunan swasta, perkebunan milik pemerintah, konsumen tingkat
lokal, konsumen tingkat global dan pemerintah. Setiap actor dalam rantai
agroindustri memiliki peranan yang berbeda dalam menjamin sustainability
industri kelapa sawit Indonesia. Secara umum actor-aktor dalam rantai dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yakni produsen, konsumen, dan
pemerintah.
Dalam kelompok produsen petani memiliki dampak yang nyata pada
keberhasilan agroindustri yang sustainable. Petani merupakan kunci untuk
mencapai industri kelapa sawit yang sustainable. Petani memiliki share sebesar

42 persen (4.6 juta hekter) dari total lahan sawit di Indonesia. Pada umumnya
petani bekerja tanpa adanya bantuan atau pelatihan dari pihak luar sehingga
berakibat pada produktivitas yang rendah dibanding dengan perkebunan swasta
dan pemerintah2. Penerapan RSPO atau ISPO di perkebunan swasta dan
pemerintah jauh lebih mudah daripada penerapannya di tingkat petani. Faktor
pembatas yang menyebabkan hal tersebut adalah: praktek perkebunan yang
belum sesuai standar, kurangnya organisasi dan skema pengembangan bisnis,
rendahnya pengetahuan tentang legalitas penggunaan lahan, kurangnya
infrastruktur dan akses pada bibit dan pupuk yang berkualitas, kurangnya
pemahaman dan implementasi tentang ISPO, serta terbatasnya akses pendanaan
dan kredit bagi petani untuk mengembangkan usahanya. Apabila barrier barrier
tersebut dapat diatasi maka akan lebih mudah untuk mencapai sustainability di
industri sawit Indonesia.
Sustainability secara ekonomi merupakan salah satu hal yang perlu dicapai
dalam rangka menciptakan sustainable industri kelapa sawit Indonesia. Economic
sustainability dapat dicapai dengan memperoleh profit namun dengan tetap
menjaga lingkungan, menemukan cara yang efesien untuk menggunakan
sumberdaya yang dimiliki, membuat tempat kerja yang lebih aman,
meningkatkan kemampuan karyawan melalui pelatihan dan pengalaman kerja,
meningkatkan efisiensi dan efektivitas, serta memanfaatkan secara maksimum
produk samping yang dihasilkan pada proses produksi. Semua kegiatan ini akan
memberikan nilai seperti penurunan biaya operasi akibat adanya proses
recycling, kualitas produk yang lebih baik, mengurangi risiko, meningkatkan
moral dan reputasi perusahaan/industri. Dengan demikian economic
sustainability memberikan konsep untuk bisnis masa depan bukan hanya
mengejar keuntungan secara finansial2.
Sustainability secara sosial diperoleh dengan pemberantasan kemiskinan
melalui menciptakan lapangan kerja, penghidupan yang layak, penyediaan
infrastruktur bagi masyarakat yang berada di sekitar industri. Sustainability
secara lingkungan diperoleh dengan tidak membuka lahan di kawasan
konservasi, hutan lindung, dan lahan gambut yang banyak menyimpan stok
karbon. Selain itu sustainability juga dicapai dengan menerapkan sistem produksi
bersih di sepanjang rantai industri kelapa sawit sehingga dampak negatif yang
diberikan pada lingkungan berkurang. Apabila setiap actor yang terlibat dalam
industri kelapa sawit berperan aktif maka sustainability kelapa sawit Indonesia
akan tercapai.

Sitasi yang digunakan
1. Mahat SBA. 2012. The palm Oil Industry From The Persfective of Sustainable
Development: A case Study of Malaysian Palm Oil Industry. Research Report.
Ritsumeikan Asia Pacific University. Japan.
2. Basiron Y, dan Weng CW. 2004. The Oil Palm and Its Sustainability. Journal of
Palm Oil Research Vol. 16 No. 1, June 2004, p. 1-10
3. Lim CI, Biswas W, dan Samyuda Y. 2015. Review of existing Sustainability
Assessment Methods for Malaysian Palm Oil Production. Tersedia pada:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212827114012281

.