Potensi dan Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat Asal Tanah Gambut di Sumatera Utara

LAPORAN AKHIR
HmAH BERSAING
PROGRAM DESENTRALISASI

11

セュゥャ@

13000055

JUDUL PENELITIAN :
POTENSIDANPEMANFAATANJAMURPELARUTFOSFATASAL
TANAH GAMBUT DI SUMATERA UTARA

Oleh:
1. Dr. Deni Elfiati, SP.MP
(Ketua Peneliti)
2. Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP (Anggota)

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Sesuai dengan Surat Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Program Penelitian Hibah Bersaing

Tahun Anggaran 2012 Nomor: 1607/UN5.l.RIKEU/2012 tanggal21 Februari 2012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN/PELAYANAN KEPADA
MASYARAKAT
BIDANG PENELITIAN
NOPEMBER. 2012

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR
SKIM HIBAH BERSAING
PROGRAM DESENTRALISASI
TAHUN ANGGARAN 2012
1

2

3

4


5

6
7
8

/
セB@

......
l?A.:,
セ@

Nセ@

j
)

1J


b. Bidang Ilmu
Ketua Peneliti:
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Jabatan Fungsional
e. Fakultas/Departemen/Program Studi
f. Handphone
Alamat Ketua Peneliti
a. Alamat Kantor
(Telp/fax/e-mail)
b. Alamat Rumah
(Telp/fax/e-mail)
Jumlah Anggota Peneliti
a. Nama Anggota Penelitian I
b. Nama Anggota Penelitian II
c. Nama Anggota Penelitian ID
Lokasi Penelitian

(


I

..,.

セ@ /)

-

"-4.ti.II.TAS

.

セᆬエ@

: Dr. Deni Elfiati, SP.MP
:P
: 19681214 200212 2001
: Lektor
: Pertanian!Kehutanan

: 081362126108

: Jl. Tridharma Ujung No.1 Kampus
USU Medan 20155
Jl. Flamboyan Raya Perumahan
Taman Anggrek Setia Budi Medan
20132 (denielfiati@yahoo.com)
: 1 orang
: Dr.Ir. Hamidah Hanum, MP

: Kabupaten Asahan, Kabupaten
Tapanuli Selatan,.Kabupaten
Humbang Hasundutan,

-

:2 tahun
: Rp. 44.250.000
'


-

: Rp. 44.250.000

J

Mengetahui
Dekan f。ォオャセ@

}?

: Potensi dan Pemanfaatan Jamur
Pelarut Fosfat Asal Tanah Gambut di
Sumatera Utara
: Pertanian!Kehutanan

.

Kerjasama Dengan Institusi Lain
Jangka Waktu Penelitian

Biaya yang Disetujui Tahun 2012
a. Sumber dari DIPA USU
b. Sumber Lainnya
Total Biaya

sJ

" ""

'
'::

(/')

a. Judul Penelitian

Medan, 24 Nopember 2012
Ketua , rin Peneliti,

セ@


I

? f-

rof:fir.Ir. Darma Bakti, s
Dr. Den I lfiati, SP .MP
NIP.19 )81214 200212 2001
NIP. 19560122 198601 1001 ./..- . .
/ . セ@
Menyetujui
/ tCセMᄋZL G_, LP3MBidang Penelitian USU
,.セ

: .f:!.C;
\!

i\

:..-:;; .


r.u- .... ,r
セ@

/:...

3; .
\ .,;

., ,

·z,..__セNBI@ ___.,
Mセᄋ@

ᄋセ@

Mセ k・@

.


a,

Dr. Jr. Harmein Nasution, MSIE
.-NI.e, セ YMウッUR@
198oo3 1 oo3
,.

!:.

...

RINGKASAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan gambut tropis, dan salah satu tempat
penyebarannya adalah Sumatera Utara. Pada laban gam but ini, kaj ian mengenai biodiversitas
organisme baik makro maupun mikro, dapat dikatakan masih sedikit. Sehubungan dengan hal
ini maka dilakukan penelitian mengenai keberadaan dan potensi dari jamur pelarut fosfat
serta pemanfaatannya dalam membantu memperbaiki pertumbuhan tanaman. Jamur pelarut
fosfat merupakan salah satu mikroba yang dapat membantu ketersediaan unsur hara fosfor (P)
yang tidak tersedia pada tanah masam karena terikat oleh komponen tanah. Oleh karena itu
tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat keberadaan isolat jamur pelarut fosfat

dan mendapatkan isolat yang potensial yang berasal dari tanah gambut. Dalam penelitian ini
tahun pertama ini dilakukan isolasi dari sampel tanah gambut yang berasal dari Desa Naga
Saribu Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Bukkas-Malombu Kabupaten Tapanuli
Selatan dan Tanjung Balai Kabupaten Asahan, kemudian juga dihitung populasinya,
selanjutnya dilakukan uji potensi dalam melarutkan fosfat dari berbagai sumber P terhadap
isolat yang diisolasi tersebut sehingga didapatkan isolat yang potensial. Selain itu juga
dianalisis sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap populasi jamur pelarut fosfat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat tanah ketiga lokasi pengambilan sampel
tanah gambut bersifat masam, mempunyai kapasitas tukar kation tinggi dan ketersediaan
unsur hara yang rendah. Isolasi jamur pelarut fosfat dari sam pel tanah yang berasal dari Desa
Naga Saribu Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tanjung Balai Kabupaten Asahan,
didapatkan masing-masing 12 isolat. Sedangkan dari Desa Bukkas-Malombu Kabupaten
Tapanuli Selatan didapatkan 10 isolat jamur pelarut fosfat. Hasil identiftkasi, semua isolat
termasuk ke dalam genus Aspergillus. Berdasarkan uji potensi pada media agar Pikovskaya,
isolat yang potensial asal Desa Bukkas-Malombu adalah isolat JB4, JB6, JB8 dan JB 10,
isolat asal Tanjung Balai adalah isolat JTl, JT4, JT10 dan JT12, sedangkan dari Desa Naga
Saribu terpilih isolat JN1, JN2, JN5 dan JN6. Berdasarkan uji pada media Pikovskaya cair,
isolat JB6 dan isolat JB8 merupakan isolat yang paling potensial asal desa Bukkas-Malombu,
sedangkan isolat yang paling potensial asal Tanjung Balai adalah isolat JTI dan JT4.

SUMMARY
Indonesia is a country that have much tropical peat, and one of the distribution is in
North Sumatra. In these peatlands, study about biodiversity of both macro and microorganisms, can be said to be still small. This research was done to know about the existence
and potential phosphate solubilizing fungi and their use to improve plant growth. Phosphate
solubilizing fungi is one of the microbe can improve availability of phosphorus (P).
Phosphorus are not available in acid soils because it is ftx by soil components. Therefore, the
main objective of the study was to see population of phosphate solubilizing fungi and isolate
potential gain derived from peat. In this study the first year, phosphate solubilizing fungi
isolated from peat soil samples from Desa Naga Saribu Kabupaten Hasundutan Humbang,
Desa Bukkas-Malombu Kabupaten Tapanuli Selatan and Tanjung Balai Kabupaten Asahan.
These fungi are test for their potential to solubilise phosphate from a variety of sources P. It
also analyzed soil properties that affect populations of phosphate solubilizing fungi.
The results showed that the properties of peat soil is acidic, having a high cation
exchange capacity and low nutrient availability. Isolation of phosphate solubilizing fungi
from Desa Naga Saribu Kabupaten Humbang Hasundutan and Tanjung Balai kabupaten
Asahan, obtained 12 isolates respectively. Meanwhile, from Desa Bukkas-Malombu

kabupaten Tapanuli Selatan obtained 10 isolates phosphate solubilizing fungi. All isolates
belonging to the genus Aspergillus. Based on agar media test, potential isolates from desa
Bukkas-Malombu are JB4, JB6, and JB JB8 I 0, potensial isolates from Tanjung Balai are
JTI, JT4, JTIO and JT12, while from Desa Naga Saribu are JNI, JN2, JN5 and JN6. Based
on tests on liquid Pikovskaya media, isolates JB6 and JB8 is the most potent isolates from
Desa Bukkas-Malombu, whereas potensial isolates ofTanjung Balai are JTI and JT4 isolates.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulisan laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini ditulis berdasarkan kepada basil penelitian yang berjudul " Potensi dan
Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat Asal Tanah Gambut di Sumatera Utara". Penelitian ini
merupakan basil dari tahun pertama dari dua tahun yang direncanakan dan dibiayai oleh
DIPA USU.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini sampai selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempuma, oleh karena itu
kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang
memerlukannya.

Medan, Nopember 2012

Penulis

1\· ILf' !.:": 'POSTAKAAN
U•JIVERSJT AS SJIV 1 TERA UT.I\RA
_!

DAFfARISI
Hal am an
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
RINGKASAN DAN SUMMARY
PRAKATA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBARIILUSTRASI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
II. TUJUANDANMANFAAT PENELITIANTAHUNKE 1
III. TINJAUAN PUSTAKA
IV. METODE PENELITIAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
VII. RENCANA PENELITIAN TAHAP SELANJUTNYA
A. Tujuan Khusus
B. Metode
C. Jadwal Kerja
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
Ill

IV

v
vi
Vll

1
4

5
8
12
25

26
26
26
28

29
32

DAFfAR TABEL
Halaman
1. Hasil ana1isis tanah pada lokasi penelitian

13

2. Populasi jamur pelarut fosfat dan bakteri pelarut fosfat pada lokasi
penelitian

14

3. Jumlah isolat yang didapatkan pada masing-masing lokasi
4. Indeks Pelarutan fosfat isolat asal Desa Bukkas-Malombu

19

5. Indeks Pelarutan fosfat isolat asal Tanjung Balai

19

6. Indeks Pelarutan fosfat isolat asal Desa Naga Saribu

19

15

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Alir Kegiatan Penelitian

8

2. Isolat yang diisolasi dari tanah gambut Desa Naga Saribu
Kab. Humbang Hasundutan

15

3. Isolat yang diisolasi dari tanah gambut Tanjung Balai Kab. Asahan

16

4. Isolat yang diisolasi dari tanah gambut Desa Bukkas Malombu
Kab. Tapanuli Selatan

16

5. Penampakan Aspergillus sp. di bawah mikroskop
(perbesaran 40 kali) (a.Spora; b. Tangkai Konidia) (isolat asal
desa Bukkas-Malombu)

17

6. Penampakan Aspergillus sp. Dibawah mikroskop (perbesaran 10 kali)
(a.Spora, b. Tangkai konidia) (isolat asal Tanjung Balai)

17

7. Penampakan Aspergillus sp. Dibawah mikroskop (perbesaran 10 kali)
(a.Spora, b. Tangkai konidia) (isolat asal Desa Naga Saribu)

18

l.PENDAffiJLUAN

Gambut di Indonesia luasnya diperkirakan mencapai 18,4 juta ha, yang tersebar di
Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya dan sebagian kecil di Sulawesi. Di Sumatera Utara
luasan gambut terdapat sekitar 335.000 ha atau sekitar 1,8% dari luasan gambut yang ada
di Indonesia (Noor, 2001 ).
Gambut terbentuk akibat tingginya penumpukan bahan organik mati yang telah
mengalami humifikasi namun proses mineralisasinya berjalan lambat. Dekomposisi
beijalan lambat karena pH yang rendah serta kondisi anaerob gambut. Tingkat kemasaman
gambut relatif tinggi dengan kisaran pH 3-5. Semakin tebal gambut menycbabkan basabasa yang dikandungnya semakin rendah sehingga reaksi tanah menjadi semakin masam.
Kondisi ini mengakibatkan aktivitas mikroba tanah terhambat (Darmawijaya, 1992).
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan tanaman dan
memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Dalam tanah dijumpai fosfor
organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman . Tanaman

Pol·. Pada umunya bentuk H2P04Pol·. Ketersediaan fosfor anorganik

menyerap fosfor dalam bentuk H2P04-, HPOt dan
lebih tersedia bagi tanaman daripada HP04 = dan

sangat ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta
kegiatan jasad mikro dalam tanah (Lal, 2002). Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya
rendah. Hal ini disebabkan P terikat menjadi Fe-fosfat dan AI-fosfat pada tanah masam
atau Ca3(P04)2 pada tanah basa.
Adanya pengikatan fosfat tersebut menyebabkan pemberian pupuk P menjadi tidak
efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran yang tinggi. Pemberian pupuk fosfat ke
dalam tanah hanya 15-20% yang dapat diserap oleh tanaman, sedangkan sisanya akan
teijerap oleh koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah (Jones, 1982;
Isherwood, 1998 dalam Khan et a/., 2009). Hal ini menyebabkan teijadi defisiensi pada
tanaman karena tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus diubah
menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Salah satu altematif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam
mengatasi rendahnya ketersediaan fosfat dalam tanah adalah dengan memanfaatkan
kelompok mikroba pelarut fosfat yaitu mikroba yang dapat melarutkan fosfat yang tidak
tersedia menjadi tersedia, sehingga bisa dimanfaatkan oleh tanaman (Cunningham and
Kuiack, 1992; Rodriguez dan Fraga, 1999; Chatli et a/., 2008).

1

Beberapa jamur tanah seperti jamur pelarut fosfat mempunyai kemampuan untuk
melarutkan P organik meJUadi bentuk fosfat terlarut yang tersedia bagi tanaman. Efek
pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya produksi asam organik seperti asam asetat,
asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh
mikroba tersebut (Mattey, 1992; Illmer dan Schinner, 1995; Richardson, 2001; Chen eta/.,
2006). Mikroba tersebut juga memproduksi asam amino, vitamin dan growth promoting

substance seperti IAA dan asam giberelin yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
((Whitelaw, 2000; Richardson, 2001; Gyaneshwar, et a/., 2002). Beberapa fungi yang
dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari kelompok Deutromycetes antara lain

Aspergillus niger; A. awamori; Penicillium digitatum; P. bilaji; Fusarium; dan Sclerotium
(Alexander, 1977; Shale, 1978; Rodriguez et a/., 1996; Reddy et a/., 2002). Menurut
Goenadi et a/ (1993) dan Chatli et a/ (2008) jamur yang pelarut fosfat yang dominan
ditemukan pada tanah masam adalah Aspergillus dan Penicillium.
Mekanisme mikroorganisme dalam melarutkan P tanah yang terikat dan P yang
berasal dari alam diduga karena asam-asam organik yang dihasilkan akan bereaksi dengan
AIP04 , FeP04, dan Ca(P04) 2, dari reaksi tersebut terbentuk khelat organik dari AI, Fe, dan
Ca sehingga P terbebaskan dan larut serta tersedia untuk tanaman (Subba Rao, 1994;
Illmer dan Schinner., 1995). Hasil penelitian Maningsih dan Anas (1996) menunjukkan
jamur strain Aspergillus niger 2CI8Kl dapat meningkatkan kelarutan P dari AIP04 pada
media agar Pikovskaya sebesar 135%.
Hasil penelitian Goenadi dan Saraswati (1993) kemampuan jamur melarutkan
fosfat berkisar 12-162 ppm di media Pikovskaya yang mengandung sumber P AlP04 yang
relative lebih sukar larut dari sumber P lainnya. Lestari dan Saraswati (1997) melaporkan
bahwa jamur pelarut P dapat meningkatkan kadar fosfat terlarut sebesar 27-47% di tanah
masam. Lingkungan pertumbuhan ini memberikan peluang untuk mengembangkan jamur
di daearah tropis karena jamur lebih menyukai tanah masam.
Penelitian mengenai jamur pelarut fosfat sebagian besar masih merupakan
penelitian pada tanah mineral dan isolat-isolat yang digunakan juga diisolasi dari tanah
mineral. Belum banyak penelitian untuk mempelajari biodiversitasnya pada tanah gambut.
Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi
jamur pelarut fosfat yang terdapat pada tanah gambut di Sumatera Utara. Tempat
pengambilan sampel tanah gambut terdiri dari 3 (tiga) lokasi yaitu Desa Naga Saribu
Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Bukkas-Malombu Kabupaten Tapanuli Selatan
dan Tanjung Balai Kabupaten Asahan. Sampel tanah gambut diisolasi untuk mendapatkan
2

jamur pelarut fosfat dan sekaligus mengukur potensinya dalam melarutkan P dari berbagai
sumber P.

Diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah informasi mengenai

kemampuan jamur pelarut fosfat dalam melarutkan P dan memperbaiki pertumbuhan
tanaman, sehingga nanti bisa digunakan sebagai pupuk hayati.

3

ll.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN KE 1
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengisolasi jamur pelarut fosfat yang berasal dari tanah gambut di 3(tiga) lokasi

yaitu di Kabupaten Asahan, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten
Tapanuli Selatan
2. Mendapatkan jamur pelarut fosfat yang potensial
Manfaat penelitian
1. Penelitian ini bisa menjadi acuan bagi para peneliti yang bergerak di bidang
mikrobiologi tanah untuk memperoleh atau mengkoleksi isolat yang berasal dari
tanah gambut
2. Memperkaya isolat jamur pelarut P yang sudah ada sebelumnya

D iperiksa

4

III.TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambnt
Gambut dibentuk oleh lingkungan yang khas dengan suasana tergenang yang
terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan menciptakan
kondisi anaerob yang memperlambat aktivitas dekomposer. Hanya sebagian kecil mikroba
tanah yang mampu beradaptasi pada kondisi demikian. Hal inilah yang menyebabkan laju
penimbunan bahan organik lebih besar dari mineralisasinya (Noor, 2001).
Dalam klasifikasi tanah (soil taxonomy), tanah gambut dikenal sebagai organosol
atau histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan bulk density (BD)
dalam keadaan lembab < 0,1 g cm·3 dengan tebal > 60 em atau lapisan organik dengan BD
> 0,1 g cm·3 dengan tebal > 40 em. Gambut dapat pula diklasiflkasikan berdasarkan tingkat

kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya (ICRAF, 2008).
Gambut kaya bahan organik yang menjadi sumber hara makro dan mikro bagi
tanaman. Ketebalan gambut berbanding lurus dengan kapasitas tukar kation dan
berbanding terbalik terhadap kejenuhan basa. Hal ini berarti semakin tebal gambut maka
kapasitas kation meningkat sehingga basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan
menyebabkan reaksi tanah semakin masam. Kondisi ini berpengaruh pada ketersediaan
hara yang rendah (ICRAF, 2008).
Menurut Hardjowigeno (1996) sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting adalah:
tingkat dekomposisi tanah gambut; kerapatan lindak, irreversible dan subsiden. Noor
(200 I) menambahkan bahwa ketebalan gam but, lapisan bawah, dan kadar lengas gam but
merupakan sifat-sifat fisik yang perlu mendapat perhatian dalam pemanfaatan gambut.
Berdasarkan atas tingkat pelapukan (dekomposisi) tanah gambut dibedakan menjadi: (1)
gambut kasar (Fibrist ) yaitu gambut yang memiliki lebih dari 2/3 bahan organk kasar; (2)
gambut sedang (Hemist) memiliki 113-2/3 bahan organik kasar; dan (3) gambut halus
(Saprist) jika bahan organik kasar kurang dari 1/3. Gambut kasar mempunyai porositas
yang tinggi, daya memegang air tinggi, namun unsur hara masih dalam bentuk organic dan
sulit tersedia bagi tanaman. Gambut kasar mudah mengalami penyusutan yang besar jika
tanah direklamasi. Gambut halus memiliki ketersediaan unsur hara yang lebih tinggi
memiliki kerapatan lindak yang lebih besar dari gam but kasar (Hardjowigeno, 1996).
Kesuburan gambut sangat bervariasi dari sangat subur sampai sangat miskin.
Gambut tipis yang terbentuk diatas endapan liat atau lempung marin umumnya lebih subur
dari gambut dalam (Widjaya Adhi, 1988). Atas dasar kesuburannya gambut dibedakan atas

5

gambut subur (eutropik), gambut sedang (mesotropik) dan gambut miskin (oligotropik).
Secara umum kemasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan
organik maka kemasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki kemasaman lebih
rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan
menyebabkan kekahatan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Unsur hara Cu, Bo dan Zn
merupakan unsur mikro yang seringkali sangat kurang (Wong eta/. 1986, dalam Mutalib

et a/.1991.)

Potensi Jamur Pelarut Fosfat
Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang dapat
meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk ikatan P yang
umum ditemui pada kondisi masam adalah AIP04 dan FeP04. Jamur pelarut fosfat mampu
melarutkan P dalam bentuk AIP04 lebih baik dibanding bakteri pelarut fosfat pada kondisi
masam. Penelitian Lestari dan Saraswati (1997) melaporkan bahwajamur pelarut P mampu
meningkatkan kadar fosfat terlarut sebesar 27-47% di tanah masam. Penelitian Goenadi
(1994), menunjukkanjamur pelarut fosfat mampu melarutkan fosfat 12-162 ppm di media
Pikovskaya dengan sumber P dari AIP04 (Premono, 1998). Hasil penelitian Reddy et a/

(2002) menunjukkan bahwa isolat jamur pelarut fosfat Aspergillus tubingensis dan

Aspergillus niger yang diisolasi dari daerah rizosfir mempunyai kemampuan untuk
melarutkan semua bentuk batuan fosfat alam. Goenadi et a/.(2000) menentukan periode
inkubasi maksimum dan kadar batuan fosfat optimum untuk jamur pelarut fosfat

Aspergillus niger, yang diisolasi dari tanah masam tropis. Jamur menunjukkan basil yang
lebih baik pada kondisi tanah masam.
Jamur pelarut fosfat memiliki 3 mekanisme dalam meningkatkan penyerapan P
yaitu: (1) secara fisik dimana infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu
pengambilan fosfor dengan memperluas permukaan sampai akar; (2) secara kimia jamur
diduga mendorong perubahan pH perakaran. Jamur juga menghasilkan asam sitrat dan
asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat yang terfikasasi; (3) secara fisiologi,
jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberelin yang mampu memperlambat
proses penuaan akar sehingga memperpanjang masa penyerapan unsur hara (Dutton dan
Evans, 1996; Nahas, 1996). Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat
adalah: asam sitrat > asam oksalat = asam tartrat= asam malat > asam laktat = asam format

= asam

asetat (Ryan eta/., 2001). Asam organik yang membentuk komplek yang lebih

mantap dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, AI dan Fe mineral tanah
6

sehingga akan melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aromatik dapat melepas P
lebih besar dibandingkan asam alifatik. Sedangkan kemudahan fosfat terlepas mengikuti
urutan Ca3(P04)2 > AIP04 > FeP04 (Hue eta/., 1986; Vassileva eta!., 1998; Kang eta/.,
2002; Gupta eta/., 2007; El-Azouni., 2008).
Prinsip dasar isolasi jamur pelarut fosfat ialah menyeleksi jamur dalam media
pertumbuhan spesiftk yang mengandung sumber P terikat. Kemampuan jamur pelarut
fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat diketahui dengan menumbuhkan pada media
Pikovskaya yang berwama putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti
kalsium fosfat Ca3(P04)2 Pertumbuhan jamur pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening

(holozone) di sekeliling koloni jamur. Jamur pelarut fosfat yang potensial dapat diseleksi
dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat. Pengukuran potensi
pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai indeks pelarutan (dissolving index),
yaitu nisbah antara diameter zona jemih terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut
fosfat terikat secara kuantitatif dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media
Pikovskaya cair. Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukUr setelah masa
inkubasi (Edi-Premono et al., 1996; Setiawati, 1997).
Pemanfaatan jamur pelarut fosfat sebagai pupuk hayati dapat dilakukan dengan
cara menginokulasi tanah secara langsung pada bibit tanaman atau diberikan pada biji
(Paul dan Clark, 1989). Inokulasi biasanya dilakukan saat yang bersamaan dengan
pemberian pupuk P. Pada tanah-tanah yang kandungan P tinggi akibat residu pemberian
pupuk P yang menumpuk, maka jamur ini dapat digunakan sebagai penambang fosfat dari
tanah tersebut. Dengan pemberian jamur pelarut fosfat diharapkan dapat meningkatkan
kelarutan dari pupuk P yang diberikan maupun dari residu pemupukan yang diberikan
sebelumnya ke dalam tanah.

7

IV. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelarut fosfat yang potensial
yang berasal dari daerah rizosfir pada tanah gambut. Contoh tanah diambil dari tiga (3)
tempat yaitu Desa Bukkas-Malombu Kabupaten Tapanuli Selatan,

Desa Naga Saribu

Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tanjung Balai Kabupaten Asahan. Kegiatan
penelitian terdiri dari pengambilan contoh tanah di lapangan, isolasi dan uji potensi isolat
di laboratorium. Gambaran umum dari rangkaian kegiatan penelitian disajikan pada hagan
alir (Gambar 1).

Jamur pelarut fosfat

Eksplorasi dari 3 lokasi tanah
gam but

Isolasi isolatjamur
pelarut fosfat

Uji potensi isolat pada media
padat dan media cair Pikovskaya

l
Isolat jamur pelarut
fosfat yang potensial

ldentifikasi isolat jamur pelarut
fosfat yang potensial

Gambar 1. Bagan Alir Kegiatan Penelitian

8

Prosedur Penelitiao
1. Pembuatao petak
Petak

pengambilan

sampel

yang

dibuat

berdasarkan

(Ervayenri eta/., 1999). Ukuran petak pengambilan sampel adalah 20m

metode
x

ICRAF

20m. Penetapan

petak contoh dilakukan secara acak sebanyak enam petak contoh.

20m

20m
Gambar 1. Ilustrasi petak contoh pengambilan sampel tanah
Keterangan

Q3) : tempat pengambilan sampel tanah
2. Pen gam bilao contoh tanah
Pengambilan sampel dilakukan pada 6 (enam) petak contoh dimana dari tiap petak
diambil sampel tanah dari 6 titik pada kedalaman 0-20 em di sekitar rhizosfer tanaman,
sehingga didapatkan 36 contoh tanah. Berat tanah yang diambil pada tiap titik adalah 500
g. Sampel tanah dari tiap titik dimasukkan dalam kantung plastik yang terpisah. Sampel
tanah selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk kegiatan penelitian selanjutnya. Sampel
tanah dianalisis pH, C-organik, P-tersedia, P-total, N total, KTK, Fe-dd dan Al-dd nya .

3. Isolasi jamur pelarut fosfat
Sepuluh gram tanah yang akan diisolasi mikrobanya dilarutkan dalam 90 ml larutan
fisiologis (larutan NaCI 0.85%), selanjutnya diencerkan secara serial sampai tingkat
pengenceran 105 kali.

Satu ml suspensi ini dibiakkan pada agar cawan yang

mengandung media Pikovskaya (komposisi per liter akuades: glukosa 10 g; Ca3(P04)2

5 g; (NH4)2S04 0,5 g; KCI 0,2 g; MgS04. 7H20 0,1 g; MnS0 4 sedikit; FeS04 sedikit;
ekstrak khamir 0,5 g; agar 20 g) dan diinkubasikan pada suhu kamar selama tiga hari.
Koloni yang dikelilingi zona berwarna bening merupakan koloni yang diinginkan,
selanjutnya koloni ini dimurnikan. Isolat yang diperoleh dikoleksi dalam agar miring
Pikovskaya dan disimpan pada suhu 4 °C.

4. Uji potensi pada media padat
Jamur pelarut fosfat yang telah dimurnikan selanjutnya diuji kemampuannya dalam
melarutkan fosfat pada media padat Pikovskaya. Sebagai sumber fosfat digunakan Ca3P04,
batuan fosfat, FeP04, dan AlP04. Media Pikovskaya dimasukkan ke dalam cawan petri dan
dibiarkan sampai padat. Selanjutnya biakan murni ditumbuhkan pada media uji dengan 3
ulangan dan diinkubasi dilaksanakan selama 7 hari. Jamur pelarut fosfat yang membentuk

holozone paling cepat dengan diameter paling besar secara kualitatif di sekitar koloni
menunjukkan besar kecilnya potensi jamur pelarut fosfat dalam melarutkan unsur P dari
bentuk yang tidak terlarut. Selanjutnya dihitung potensi jamur dengan menggunakan nilai
indeks pelarutan yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni
(Premono, 1998).

5. Uji potensi pada media cair
Sebanyak 50 ml media Pikovskaya cair (sumber P disesuaikan yaitu batuan fosfat,
FeP04 dan AIP04) ditempatkan dalam Erlenmeyer 250 ml yang disterilkan dalam autoklaf
pada suhu 12t'C dengan tekanan 1 atm. Sebanyak 1 jarum ose spora jamur pelarut fosfat
diinokulasikan pada media cair dengan 3 ulangan dan diinkubasi secara diam selama 7 hari
pada suhu kamar. Setelah itu, kultur disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10
menit sehingga filtrat terpisah dengan spora dan hifa jamurnya. Selanjutnya filtrat jernih
ditentukan kadar P-tersedianya dengan metode kolorimetri. Seleksi dilakukan dengan tiga
kali ulangan dan dipilih atas dasar kemampuannya meningkatkan P larut pada media.
Sebagai kontrol digunakan mikroba yang diinokulasikan pada media Pikovskaya cair
dengan sumber P Ca3(P04)2. Setelah itu pH medium diukur dengan pH meter untuk
mengetahui pengaruh pelarutan fosfat oleh jamur terhadap pH media.

6. ldentifikasi jamur pelarut fosfat yang potensial melarutkan fosfat
Setelah diperoleh jamur pelarut fosfat paling potensial selanjutnya dilakukan
indentifikasi pada jamur tersebut. Biakan murni jamur diremajakan pada media potato

dextrose agar (PDA) dan diinkubasi selama 3 hari. Jamur yang telah tumbuh pada media,

10

diamati ciri-ciri makroskopisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, wama koloni
dan diameter koloni. Jamur juga ditumbuhkan pada kaca objek yang diberi potongan PDA
yang dioles tipis dengan spora JPF potensial. Potongan agar kemudian ditutup dengan kaca
objek. Biakan pada kaca objek ditempatkan dalam cawan petri yang telah diberi pelembab
berupa kapas basah. Biakan pada kaca diinkubasi selama 3 hari pada kondisi ruangan.
Setelah masa inkubasi, jamur yang tumbuh pada kaca preparat diamati ciri mikroskopisnya
yaitu ciri hifa, tipe percabangan hifa, serta ciri-ciri konidia dibawah mikroskop. Ciri yang
ditemukan dari masing-masing jamur kemudian dideskripsikan dan dicocokkan dengan
buku indentifikasijamur (Gilman, 1971).

11

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Aoalisis Tanah gambut
Tanah yang diteliti merupakan tanah gambut saprik, hal ini ditandai dengan tidak
ditemukan lagi serat sisa pelapukan pada tanah tersebut. Menurut Agus dan Subiksa
(2008), gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan
asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan hila diremas kandungan
seratnya < 15%. Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 1 .
Berdasarkan kepada Tabel 1, hasil analisis tanah menunjukkan sifat tanah gambut
mempunyai pH yang agak masam sampai masam, kandungan C-organik yang sangat
tinggi, kandungan N total yang tinggi, serta unsur P tersedia yang rendah, serta P total
rendah sampai sedang. Kondisi ini menyebabkan unsur P menjadi tidak tersedia bagi
tanaman.
Meskipun kandungan N totalnya tinggi tetapi ketersediannya rendah bagi tanaman,
karena masih dalam bentuk organik yang tidak bisa diambil oleh tanaman. Kandungan C
organik sangat tinggi menunjukkan bahwa masih banyak terdapat cadangan karbon sebagai
sumber energi untuk organisme yang terdapat pada tanah gambut. Nilai C/N tanah gambut
berturut-turut untuk desa Bukkas-Malombu, Naga Saribu dan Tanjung Balai adalah sebesar
45,23; 50,35 dan 26,90. Nilai C/N yang lebih tinggi dari 25 menunjukkan bahwa unsur
hara P dan N tidak tersedia bagi tanaman meskipun nilai P-total dan N-total tinggi. Hal ini
sesuai dengan pemyataan Salampak (1999) yang menyatakan bahwa C/N gambut
umumnya sangat tinggi melebihi 30, ini berarti hara nitrogen kurang tersedia untuk
tanaman meskipun nilai N total berada pada kriteria tinggi.
Kadar KTK tanah sangat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut yang
digunakan pada penelitian ini merupakan gambut tebal atau dalam. Menurut ICRAF (2008)
ketebalan gambut berbanding lurus dengan kapasitas tukar kation dan berbanding terbalik
terhadap kejenuhan basa. Hal ini berarti semakin tebal gambut maka kapasitas tukar kation
meningkat sehingga basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan menyebabkan
reaksi tanah semakin masam. Kondisi ini berpengaruh pada ketersediaan hara yang rendah.

12

Tabel 1. Hasil analisis tanah pada lokasi penelitian
Lokasi
No.
Desa Bukkas-Malombu
1.

Sifat tanah

Nilai

5,69
pH
33,92
C-organik (%)
N-total (%)
0,75
11,91
P Bray I (ppm)
37,91
P20s total(mg/1 OOg)
Al-dd (me/1 00 g)
td
4,53
2.
Desa Naga Saribu
pH
C-organik (%)
38,77
0,77
N-total (%)
P Bray I (ppm)
12,69
19,70
P20s total(mg/1 OOg)
4,56
Al-dd (me/1 00 g)
88,92
Fe (ppm)
KTK (me/100g)
51,97
3.
Tanjung Balai
pH
5,81
C-organik (%)
18,81
N-total (%)
0,70
11,72
P Bray I (ppm)
39,56
P20s total(mg/1 OOg)
Al-dd (me/100 g)
Td
Fe (ppm)
798,97
KTK (me/1 OOg)
40,35
Ket. Td= tidak terdeteksi ; *Sumber kriteria: Hardjowigeno (1989)

Kriteria*
Agak masam
Sangat tinggi
Tinggi
Rendah
Sedang

Masam
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Rendah
Rendah

-

-

Sangat tinggi
Agakmasam
Sangat tinggi
Tinggi
Rendah
Sedang

-

Sangat tinggi

2. Isolasi Jamur Pelarut Fosfat
Isolasi bertujuan memindahkan mikroba dari lingkungan asalnya sehingga
diperoleh kultur murni. Kultur murni adalah biakan yang sel-selnya berasal dari
pembelahan satu sel tunggal. Biakan murni diperlukan untuk mengindentifikasi dan
mendapatkan hasil pengujian yang valid dari aktivitas satu jenis mikroba saja (Fitter,
1991).
Keberadaan mikroba pelarut fosfat dari satu tempat ke tempat lain sangat beragam.
Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya.
Berdasarkan hasil penelitian, pada tanah gambut yang digunakan, populasi mikroba
pelarut fosfat yang dijumpai berturut-turut untuk Desa Bukkas-Malombu, Desa Naga
Saribu dan Tanjung Balai adalah sebagai berikut : 1,77x 105; 79,61x105 dan 78,21x105
SPK per ml (Tabel2). Menurut Rao (1994), populasi mikroba pelarut fosfat di dalam tanah
berkisar antara 104 sampai dengan 106 SPK per ml atau per g tanah. Hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa pada tanah gambut yang digunakan untuk penelitian masih cukup
banyak dijumpai mikroba pelarut fosfatnya. Populasi mikroba pelarut fosfat di Tanjung
13

Balai lebih besar dibanding desa Naga Saribu dan desa Bukkas-Malombu. Terdapatnya
perbedaan populasi mikroba berkaitan dengan rizosfir tempat diambilnya contoh tanah.
Rizosfir gambut daerah Tanjung Balai merupakan bekas pertanaman kelapa sawit yang
sudah ditinggalkan sehingga ditumbuhi oleh semak-semak dan rumput-rumputan, rizosfir
gambut desa Naga Saribu ditumbuhi oleh rerumputan dan rizosfir gambut desa BukkasMalombu ditumbuhi oleh kelapa sawit dan pisang. Perbedaan jenis vegetasi menyebabkan
teijadinya perbedaan eksudat yang dikeluarkan oleh akar, sehingga akan mempengaruhi
populasi mikroba yang terdapat di daerah rizosfir vegetasi tersebut. Menurut Subba Rao
(1994) setiap jenis tanaman mengeluarkan jumlah dan jenis eksudat yang berbeda beda
satu sama lain. Kim eta/ (1998) menyatakan, keberadaan mikroba pelarut fosfat bervariasi
dengan perbedaan sifat tanah. Perbedaan sifat fisik, sifat kimia, bahan organik, dan
kandungan P serta aktivitas budidaya mempengaruhi populasi mikroba pelarut fosfat. Hasil
penelitian Yahya dan Azawi (1998), populasi yang paling besar terdapat pada tanah
pertanian.
Berdasarkan penampakan secara visual, mikroba pelarut fosfat dapat dibedakan
antara jamur pelarut fosfat dan bakteri pelarut fosfat. Populasi masing-masingnya yang
dijumpai pada tanah penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi jamur pelarut fosfat dan bakteri pelarut fosfat pada lokasi penelitian
No.

l.
2.
3.

Lokasi
Desa Bukkas Malombu Kab. Tapsel
Desa Naga Saribu Kab. Humbahas
Tanjung Balai, Kab. Asahan

Jamur pelarut P
(xl0 3 )
9,17
275
7780

Bakteri Pelarut
P (xl0 5 )
1,67
75,45
1,81

Total mikroba
pelarut P (xl0 5)
1,77
78,21
79,61

Berdasarkan kepada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian jumlah
bakteri pelarut fosfat lebih dominan daripada jamur pelarut fosfat. Sesuai dengan kondisi
habitatnya, umumnya jamur terdapat pada kondisi tanah dengan pH yang tergolong
masam. Namun tidak demikian kenyataannya yang ditemukan pada penelitian ini, bakteri
ditemukan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding dengan jamur. Kondisi ini bisa
disebabkan oleh karena pada media buatan pH nya netral dan unsur hara yang diperlukan
untuk pertumbuhan lengkap, sehingga bakteri mampu untuk berkembang biak dengan baik.
Disamping itu berdasarkan sifat genetiknya bakteri berkembang biak lebih cepat dibanding
bakteri, sehingga pertumbuhan jamur menjadi terhambat. Menurut Alexander (1977) dan
Subba Rao (1994) popu1asi mikroba pelarut fosfat dari kelompok bakteri jauh 1ebih banyak
dibandingkan kelompok fungi. Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12
14

juta organisme per gram tanah, sedangkan fungi pelarut fosfat hanya berkisar dua puluh
ribu sampai satu juta per gram tanah. Chen et al. (2006) menyatakan bahwa diantara
seluruh populasi mikroba di dalam tanah terdapat sekitar 1-50% bakteri pelarut P
sementara fungi pelarut P hanya hanya 0,1 sampai 0,5%.
Selanjutnya setelah dihitung populasinya, maka jamur pelarut fosfat dipindahkan ke
media yang baru, untuk mendapatkan isolat yang mumi. Pada Tabel 3 dapat dilihat jumlah
isolat jamur pelarut fosfat yang didapatkan pada masing-masing lokasi penelitian.

Tabel3. Jumlah isolat yang didapatkan pada masing-masing lokasi
No
1.

2.
3.

Lokasi
Desa Bukkas Malombu Kab. Tapsel
Desa Naga Saribu Kab. Humbahas
Tanjung Balai, Kab. Asahan

Jumlah isolat
10 isolat
12 isolat
12 isolat

Berdasarkan kepada Tabel 3. terlihat bahwa isolat yang didapatkan adalah masingmasing berturut-turut 10, 12 dan 12 isolat yang berasal dari tanah gambut Desa Bukkas
Malombu Kab. Tapanuli Selatan, Desa Naga Saribu Kab. Humbang Hasundutan, dan
Tanjung Balai Kab. Asahan. Setelah ditumbuhkan pada media Pikovskaya, semua isolat
mikroba pelarut fosfat yang diperoleh menunjukkan karakteristik mempunyai daerah zona
bening di sekitar koloninya. Menurut Kang et a/.(2002) dan Gupta et al. (2007)
terdapatnya zona bening di sekitar koloni mengindikasikan pelarutan fosfat oleh jamur.
Isolat yang didapatkan pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3
dan Gambar 4.

Gambar 2. Isolat yang diisolasi dari tanah gambut Desa Naga Saribu Kab. Humbang
Hasundutan

15

Gambar 3. Isolat yang diisolasi dari tanah gambut Tanjung Balai Kab. Asahan

Gambar 4. Isolat yang diisolasi dari tanah gambut Desa Bukk.as Malombu Kab. Tapanuli
Selatan
3. ldentifikasi isolat jamur pelarut fosfat
Semua isolat yang telah diisolasi, selanjutnya diidentifikasi, untuk mengetahui jenis
jamur yang didapatkan. Berdasarkan basil pengamatan secara makroskopis dan
mikroskopis didapatkan bahwa semua isolat yang telah diisolasi dari tiga lokasi penelitian
termasuk ke dalam genus Aspergillus. Secara makroskopis, pada umur 7 hari koloninya
memperlihatkan ciri ciri sebagai berikut:

koloni bersporulasi lebat dan pada awal

pertumbuhan membentuk lapisan padat yang terbentuk oleh konidiofor-konidiofor
berwarna coklat kehitaman.
Ciri penampakan mikroskopis genus Aspergillus adalah sebagai berikut:
Tangkai konidiofor bening, dan umumnya berdinding tebal dan menyolok. Kepala konidia
berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi kolom-kolom yang terpisah. Vesikula
berbentuk bulat hingga semibulat, dan berdiameter 25-50 J.UTI. Fialid terbentuk langsung
pada vesikula atau pada metula (pada kepala konidia yang besar), dan berukuran (10-15) x
(4-8) J.UTI. Metula berukuran (7-10)

x

(4-6) J.UTI. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat,

berdiameter 5-6,5 J.UTI, hitam. Aspergillus sp tergolong mikroba mesofilik dengan
pertumbuhan pada suhu 35°C-37°C (optimum), 6°C-8°C (minimum), 45°C-47°C
(maksimum). Derajat keasaman untuk pertumbuhannya adalah 2- 8,5 tetapi pertumbuhan
akan lebih baik pada kondisi keasaman atau pH yang rendah (Gilman, 1971). Hasil

pengamatan secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 4 (isolat asal desa BukkasMalombu), Gambar 5 (isolat asal Tanjung Balai), dan Gambar 6 (isolat asal Desa Naga
Saribu).
Taksonomi fungi Aspergillus sp:
Kingdom

: Myceteae (Fungi)

Divisio

: Ascomycota

Kelas

: Eurotiomycetes

Ordo

: Eurotiales

Famili

: Trichocomaceae

Genus

: Aspergillus

Spesies

: Aspergillus sp.

MKセ@

-+GJ

Gambar 5. Penampakan Aspergillus sp. di bawah mikioskop (perbesaran 40 kali) (a.Spora;
b. Tangkai Konidia) (isolat asal desa Bukkas-Malombu)

Gam bar 6. Penampakan Aspergillus sp. Dibawah mikroskop (perbesaran 10 kali)
(a. Spora, b. Tangkai konidia) (isolat asal Tanjung Balai)

Gambar 7. Penampakan Aspergillus sp. Dibawah mikroskop (perbesaran 10 kali)
(a. Spora, b. Tangkai konidia) (isolat asal Desa Naga Saribu)

4. Uji Potensi Isolat Jamur Pelarut Fosfat pada Media Pikovskaya Padat
Jamur pelarut fosfat yang diperoleh selanjutnya diukur kemampuannya melarutkan P
pada media Pikovskaya padat. Sebagai sumber P media padat selain Ca3(P04)2 adalah
AIP04, FeP04 dan batuan fosfat. Penggantian sumber fosfat ini mengacu pada penelitian
yang telah dilakukan Premono (1994) dengan tujuan untuk menjaring mikroba dari tanah
masam yang mampu melarutkan aluminium fosfat, besi fosfat maupun batuan fosfat.
Jamur yang tumbuh pada media akan melarutkan P yang ditandai dengan
terbentuknya zona bening (holozone) yang mengelilingi jamur pelarut fosfat Zona bening
terbentuk sebagai akibat terjadinya pelarutan butiran trikalsium fosfat, aluminium fosfat,
besi fosfat dan batuan fosfat dari media. Evaluasi kemampuan jamur pelarut fosfat
dilakukan dengan mengukur Iebar sempitnya diameter zona bening yang terbentuk di
sekeliling koloni. Cara ini umum dilakukan, namun karena tidak memperhitungkan faktor
pertumbuhan koloni, sering menghasilkan hubungan korelasi yang rendah antara Iebar
zona bening dengan jumlah P-terlarut secara kualitatif. Menurut Premono (1994), hal
tersebut dapat diatasi dengan menggunakan nilai indeks pelarutan (dissolving indeks) yaitu
nisbah antara diameter zona bening terhadap diameter koloni. Hasil indeks tersebut
terbukti berkorelasi tinggi terhadap jumlah P yang dapat dilarutkan secara kualitatif. Maka
besamya pelarutan fosfat dilakukan dengan menghitung nilai indeks pelarutan tiap isolat.
Hasil pengukuran indeks pelarutan fosfat dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6 masingmasing untuk pengujian isolat yang berasal dari Desa Bukkas-Malombu, isolat asal
Tanjung Balai dan isolat asal desa Naga Saribu. Dari 12 isolat yang berasal dari Desa
Naga Saribu, 6 diantaranya terkontaminasi sehingga tidak bisa dihitung indeks pelarutan
fosfatnya.

Tabel 4. Indeks Pelarutan fosfat isolat asal Desa Bukkas-Malombu
Isolat
Kontrol
JB1
JB2
JB3
JB4
JB5
JB6
JB7
JB8
JB9
JB10

Nilai indeks pelarutan deng an berbagai sumber fosfat
Batuan Fosfat
FeP04
AIP04
Ca3(P04)2

-

-

-

1,64
1,36
1,42
1,33
1,35
1,42
2,20
3,83
2,13
2,10

0,31
0,46
0,17
1,12
1,43

0,88

-

-

0,38
0,32

-

-

0,73
1,27
0,94
1,54
0,51
2,14
2,03
2,25
2,13
2,21

Tabel 5. Indeks Pelarutan fosfat isolat asal Tanjung Balai
Isolat
Kontrol
JT1
JT2
JT3
JT4
JT5
JT6
JT7
JT8
JT9
JT10
JTll
JT12

Nilai indeks pe1arutan dengan berbagai sumber fosfat
Batuan Fosfat
Ca3(P04)z
FeP04
AIP04

-

-

1,46
1,34
1,29
1,34
1,28
1,34
1,32
1,30
1,23
1,21
1,28
1,27

1,37
1,25
1,23
1,24
1,25

-

1,26
1,43
1,35
1,25

-

1,13

-

-

1,37

-

-

1,35

1,33
1,25

-

-

-

-

1,34
1,20
1,33

1,24

-

-

1,35

-

-

1,37

1,31

Tabel 6. Indeks Pelarutan fosfat isolat asal Desa Naga Saribu
Isolat
Kontrol
JN1
JN2
JN3
JN4
JN5
JN6

Nilai indeks pelarutan dengan berbagai sumber fosfat
Batuan Fosfat
Ca3(P04)2
AlP04
FeP04

-

-

-

0,96
0,95
0,87
1,20
1,12
0,89

1,12
0,96
1,18
1,12
0,76
1,02

1,11

0,85
-

0,51

0,68

-

Kemampuan mikroba sangat beragam dalam melarutkan Ca3(P04)2, AIP04, FeP04
dan batuan fosfat. Berdasarkan indeks pe1arutan Ca3(P04)2, terlihat bahwa semua isolat
memiliki kemampuan melarutkan fosfat baik isolat yang berasal dari Desa Bukkas19

Malombu, Tanjung Balai maupun desa Naga Saribu. Isolat ffi8 asal Desa BukkasMalombu, isolat JTI asal Tanjung Balai dan isolat JN4 asal desa Naga Saribu
menghasilkan indeks pelarutan yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa isolat tersebut
memiliki kemampuan melarutkan P yang paling baik diantara isolat yang lainnya. Bila
dibandingkan nilai indeks pelarutan, isolat asal Desa Bukkas-Malombu memperlihatkan
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat asal dua desa lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat asal desa Bukkas-Malombu memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dalam melarutkan P.
Kemampuan jamur sangat bervariasi dalam melarutkan FeP04, AlP04 dan batuan
fosfat, bahkan beberapa isolat tidak mampu melarutkan AlP04, FeP04 dan batuan fosfat.
Hal ini menunjukkan ketidakstabilan karakter isolat dalam melarutkan fosfat. Isolat asal
desa Bukkas-Malombu, meskipun memiliki kemampuan dalam melarutkan batuan fosfat,
namun hanya 5 isolat yang memiliki kemampuan melarutkan AIP04 dan hanya 3 isolat
yang memiliki kemampuan melarutkan FeP04. Sembilan (9) isolat asal Tanjung Balai
memiliki kemampuan melarutkan AIP04, tujuh (7) isolat memiliki kemampuan melarutkan
FeP04 dan lima (5) isolat memiliki kemampuan melarutkan batuan fosfat. Enam (6) isolat
asal desa Naga Saribu memiliki kemampuan melarutkan AlP04, dan dua (2) isolat
memiliki kemampuan melarutkan FeP04 dan batuan fosfat. Berdasarkan kemampuan
dalam melarutkan AlP04, FeP04 dan batuan fosfat, dapat dinyatakan bahwa isolat ffi4 asal
desa Bukkas-Malombu, isolat JTI 0 asal Tanjung Balai dan isolat JNI asal desa Naga
Saribu merupakan isolat yang paling baik dalam melarutkan fosfat.
Beragamnya kemampuan setiap isolat dalam melarutkan P berhubungan dengan
asam organik yang dihasilkan oleh mikroba tersebut dalam proses metabolismenya (IIlmer
dan Schinner, 1995). Aktivitas pelarutan P ditentukan oleh kemampuan mikroba untuk
melepaskan asam organik yang melalui grup hidroksil dan karboksil mengikat kation yang
memfiksasi P, yang kemudian diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Sagoe

et a/., 1998). Setiap mikroba menghasilkan asam organik yang berbeda kualitas dan
kuantitasnya (Alexander, 1977). Hasil penelitian Ryan et a/.(2001) menunjukkan
kemampuan melarutkan fosfor berbeda antara asam organik menurut urutan asam sitrat >
asam oksalat >asam malonat/malat>tartrat>laktat>glugonat>asetat>formiat.
Luas zona bening yang terbentuk di sekitar koloni jamur pelarut fosfat secara
kualitatif dapat menunjukkan besar kecilnya kemampuan jamur dalam melarutkan unsur P
dari bentuk yang sukar larut. Tatiek (1991) menyatakan daerah bening pada media padat
tidak dapat menunjukkan banyak sedikitnyajumlah P terlarut yang dapat dihasilkanjamur,
20

namun luas sempitnya daerah bening pada media padat dapat menunjukkan besar kecilnya
jamur dalam melarutkan P. Begitu pula dengan nilai indeks pelarutan, semakin besar nilai
indeks pelarutan maka semakin besar kemampuan suatu isolat dalam melarutkan fosfat,
tetapi belum diketahui berapa banyak jumlah P yang dilarutkan. Untuk itulah perlu
dilakukan uji Iebih Ianjut pada media cair untuk mengetahui kemampuan isolat melarutkan
fosfat secara kuantitatif sehingga diperoleh informasi yang lengkap tentang potensi jamur
hasil isolasi dalam melarutkan fosfat. Berdasarkan besamya indeks pelarutan yang
dihasilkan maka isolat yang terpilih masing-masing 4 isolat yang mempunyai potensi yang
baik dalam melepaskan P yang terikat pada sumber P yang sukar larut. Isolat yang terpilih
dari Desa Bukkas-Malombu adalah isolat JB4, JB6, JB8 dan JB 10, isolat yang terpilih dari
Tanjung Balai adalah isolat JTI, JT4, JTIO dan JT12, sedangkan dari Desa Naga Saribu
terpilih isolat JNI, JN2, JN5 dan JN6.

5. Uji Potensi Isolat Jamur Pelarut Fosfat pada Media Pikovskaya Cair
Hasil uji kemampuan jamur pelarut fosfat dalam melarutkan P yang berasal dari
Ca3(P04)2, FeP04, AIP04 dan batuan fosfat dapat dilihat pada Tabel 7, dan Tabel 8
berturut-turut untuk Desa Bukkas-Malombu, dan Tanjung Balai. Kemampuan jamur dalam
melarutkan fosfat bervariasi antara isolat yang diuji. Meskipun konsentrasi fosfat terlarut
bervariasi, semua jamur mempunyai kemampuan dalam melarutkan P dari semua sumber P
yang diuji. Lapeyrie eta/ (1991) dan Yadav eta/ (2011) menegaskan bahwa kemampuan
melarutkan P dapat bervariasi walaupun pada spesies jamur yang sama. Terjadinya
pelarutan P pada perlakuan yang tidak diinokulasi jamur (kontrol) disebabkan oleh
pemanasan pada proses sterilisasi.

Pelarutan Ca3(P04)2
Pada media Pikovskaya yang mengandung Ca3(P04)2, inokulasi dengan isolat asal
desa Bukkas Malombu dapat meningkatkan kelarutan P berkisar dari 4,6 sampai 5,5 kali
dibanding kontrol (Tabel 7). Isolat JB6 paling besar dalam meningkatkan kelarutan P yaitu
5,5 kali, diikuti oleh isolate JB4, JB8 dan JB 10 yang berturut-turut meningkatkan kelarutan
P sebanyak 4,8; 4,6 dan 4,6 kali dibanding kontrol.
lsolat asal Tanjung Balai dapat meningkatkan kelarutan P sebesar 1,8 sampai 3,5
kali dibanding dengan kontrol (Tabel 8). Peningkatan paling besar terdapat pada isolat JT1
kemudian diikuti oleh isolat JT4, JT12 dan JT10, berturut-turut peningkatannya adalah
sebagai berikut, 3,5; 3; 1,9 dan 1,8 kali dibanding kontrol.
21

Tabel 7. Kemampuan isolat asal Desa Bukkas-Malombu dalam melarutkan P dan nilai pH
media
Pelarutan P (ppm) olehjamur dengan berbagai sumber fosfat dan nilai pH media
Isolat
Nilai
Batuan
Nilai
Ca3(P04)2 Nilai pH AlP04 Nilai pH FeP04
pH
pH
Fosfat
5,21
6,38
6,79
5,15
2,26
6,57
3,74
6,17
Kontrol
2,16
2,22
24,82
2,55
25,13
19,23
2,24
12,99
JB4
2,29
19,61
2,46
2,15
28,77
17,96
2,13
19,68
JB6
2,29
30,11
2,47
2,21
2,21
15,95
23,98
19,99
JB8
21,16
2,71
2,17
15,46
2,22
24,11
14,71
2,29
JBIO
Tabel 8. Kemampuan isolat asal Tanjung Balai dalam melarutkan P dan nilai pH media

Isolat
Kontrol
JTl
JT4
JTlO
JT12

Pelarutan P (ppm) olehjamur dengan berbagai sumber fosfat dan nilai pH media
Nilai
Batuan
Nilai
Ca3(P04)2 Nilai pH AlP04 Nilai pH FeP04
pH
pH
Fosfat
6,73
9,91
6,70
8,88
6,67
8,57
7,44
6,73
2,09
2,71
20,40
2,14
26,03
2,41
26,03
28,63
2,11
29,66
2,17
27,09
2,36
22,32
15,29
2,73
2,11
20,50
2,59
14,84
2,15
21,26
2,37
13,58
2,06
24,32
2,65
8,84
2,20
22,00
2,31
13,87

Pelarutan AIP04
Pada media Pikovskaya yang mengandung AlP04, inokulasi dengan isolat asal desa
Bukkas-Malombu dapat meningkatkan kelarutan P sebesar 2,2 sampai 2,9 kali dibanding
dengan kontrol (Tabel 7). Peningkatan terbesar terdapat pada isolat JB8 sebanyak 2,9 kali,
diikuti oleh isolat JB4, JB6 dan JB 10 dengan peningkatan kelarutan P berturut-turut
sebanyak 2,8; 2,6; dan 2,2 kali dibanding kontrol.
Inokulasi dengan isolat asal Tanjung Balai dapat meningkatkan kelarutan P sebesar
1,7 sampai 3,2 kali dibanding kontrol (Tabel 8). Peningkatan terbesar terdapat pada isolat
JT1 yaitu sebesar 3,2 kali dibanding kontrol, selanjutnya diikuti olah isolat JT12, JT10 dan
JT4 dengan peningkatan berturut-turut sebesar 2, 7; 2,3 dan 1, 7 kali dibanding kontrol.

Pelarutan FeP04
Pada media Pikovskaya yang mengandung FeP04, inokulasi dengan isolat asal desa
Bukkas-Malombu dapat meningkatkan kelarutan P sebesar 5,7 sampai 8,7 kali dibanding
dengan kontrol (Tabel 7). Peningkatan terbesar terdapat pada isolat JB6 sebanyak 8, 7 kali,
diikuti oleh isolat JB8, JB 10 dan JB4 dengan peningkatan kelarutan P berturut-turut
sebanyak 7,1; 6,8; dan 5,7 kali dibanding kontrol.
Inokulasi dengan isolat asal Tanjung Balai dapat meningkatkan kelarutan P sebesar
1,0 sampai 3,5 kali dibanding kontrol (Tabel 8). Peningkatan terbesar terdapat pada isolat
22

JT4 yaitu sebesar 3,5 kali dibanding kontrol, selanjutnya diikuti olah isolat JTl, JTlO dan
JT12 dengan peningkatan berturut-turut sebesar 2,4; 1,7 dan 1,0 kali dibanding kontrol.

Pelarutan Batuan Fosfat
Pada media Pikovskaya yang mengandung batuan fosfat, inokulasi dengan isolat
asal desa Bukkas-Malombu dapat meningkatkan kelarutan P sebesar 5,2 sampai 8,1 kali
dibanding dengan kontrol (Tabel 7). Peningkatan terbesar terdapat pada isolat JB8
sebanyak 8,1 kali, diikuti oleh isolat JB4, JB 10 dan JB6 dengan peningkatan kelarutan P
berturut-turut sebanyak 6,6; 5, 7; dan 5,2 kali dibanding kontrol.
Inokulasi dengan isolat asal Tanjung Balai dapat meningkatkan kelarutan P sebesar
2,1 sampai 2, 7 kali dibanding kontrol (Tabel 8). Peningkatan terbesar terdapat pada isolat
JT4 yaitu sebesar 2,7 kali dibanding kontrol, selanjutnya diikuti olah isolat JTI, JT12 dan
JTIO dengan peningkatan berturut-turut sebesar 2,6; 2,2 da