Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat pada Ekosistem Lahan Gambut Fibrik dan Hemik

EKSPLORASI DAN POTENSI JAMUR PELARUT FOSFAT PADA EKOSISTEM LAHAN GAMBUT FIBRIK DAN HEMIK
SKRIPSI OLEH
MARTHA HEARTY PRATIWI SITANGGANG 081202052
BUDIDAYA HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

EKSPLORASI DAN POTENSI JAMUR PELARUT FOSFAT PADA EKOSISTEM LAHAN GAMBUT FIBRIK DAN HEMIK
SKRIPSI
OLEH MARTHA HEARTY PRATIWI SITANGGANG
081202052 BUDIDAYA HUTAN Sripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

Judul
Nama NIM Minat

LEMBAR PENGESAHAN
: Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat pada Ekosistem Lahan Gambut Fibrik dan Hemik
: Martha Hearty Pratiwi Sitanggang : 081202052 : Budidaya Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing


Dr. Deni Elfiati, SP, MP Ketua

Dr.Ir. Hamidah Hanum, MP Anggota

Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan

ABSTRAK
MARTHA HEARTY PRATIWI SITANGGANG: Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat pada Ekosistem Lahan Gambut Fibrik dan Hemik. Dibawah bimbingan DENI ELFIATI dan HAMIDAH HANUM.
Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi, menguji potensi serta mengidentifikasi jamur pelarut fosfat (JPF) unggul dari lahan gambut Fibrik dan Hemik. Sampel di ambil dari 5 petak secara acak pada kedalaman 0-20 cm di sekitar rhizosfer. Analisis sifat kimia tanah gambut dilakukan di Badan Penelitian Teknologi Pertanian Sumatera Utara sedangkan kegiatan isolasi, uji potensi serta identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroeko teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Isolasi menggunakan media pikovskaya dengan sumber fosfat Ca3(PO4)2, sedangkan pada media uji potensi sumber fosfat dari AlPO4, FePO4, dan Batuan Fosfat. Evaluasi potensi JPF secara kualitatifdenganmengukur diameter holozone menggunakan nilai indeks pelarutan. Pengukuran potensi JPF secara kuantitatif dengan mengukur kadar fosfat terlarut dengan metode Bray II.
Hasil isolasi diperoleh 12 isolat JPF murni. Selanjutnya ujipotensi pada isolat yang diperoleh. Diameter holozone terbesar yaitu1,52 cm dihasilkan isolat JF10 dan diameter terkecil sebesar 0,31 dihasilkan isolat JH7. Hasil pengukuran kadar fosfat tersedia paling besar adalah isolat JF1 yaitu 28,63 ppm (sumber fosfat AlPO4) dan paling kecil oleh isolat JF12 yaitu 8,97 ppm (sumber fosfat FePO4). Berdasarkan hasil uji potensi disimpulkan isolat JF1, JF4, JF10, dan JF12 memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan fosfat. Hasil identifikasi baik secara makroskopis dan mikroskopis menunjukkan bahwa isolate JF1, JF4, JF10 dan JF12 termasuk genus Aspergillus.
Kata kunci : fosfat, Aspergillus, jamur pelarut fosfat

ABSTRACT
MARTHA HEARTY PRATIWI SITANGGANG.Exploration and Potential Mushroom Phosphates Solvents on Peatland Ecosystems in Fibris and Hemis, under the guidance of DENI ELFIATI and HAMIDAH HANUM.
The research was conducted to explore, examine and identify potential phosphate solubilizing fungi (PSF) to solubilize insoluble phosphate from peat of Fibris and Hemis. Samples taken from five random plots at 0-20 cm depth around rhizosfir. The chemical analyze properties of peat soils conducted in North Sumatra Seed Research Center while the activities of isolation, and identification of potential trials conducted at the Laboratory of Soil Biology Agroekoteknologi Studies Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. Isolation using Pikovskaya media with the source fosfat from Ca3(PO4)2, whereas in the potential test media using Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4, and Rock Phosphate (RP) as source of insoluble phosphate. Evaluate the potential JPF qualitatively by measuring the diameter of holozone extensive use of the dilution index. JPF potential measurements quantitatively by measuring levels of dissolved phosphate with Bray-II method.
The results obtained 12 isolates of isolation of pure PSF. The next test conducted on the potential of isolates obtained. Largest diameter of 1,52 cm holozone generated isolates JF10 and the smallest diameter of 0,31 cm isolates produced JH7. The measurement results are available most of the phosphate levels were JF1 isolates of 28,63 ppm (AlPO4 ) and the smallest by JF12 isolates of 8,97 ppm (FePO4). Based on test results concluded the potential for isolates JF1, JF4, JF10 and JF12 have the best ability in dissolving phosphate. The results both of macroscopic and microscopically identification showed that isolate number JF1, JF4, JF10, and JF12 including of Aspergillus genus.
Key wosds: phosphate, Aspergillus, phosphate solubilizing fungi


RIWAYAT HIDUP
Martha Hearty Pratiwi Sitanggang, dilahirkan di Binjai pada tanggal 09 Juni 1990 dari ayah R. Sitanggang dan ibu M. Br. Hutagaol. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus sekolah dasar dari SD 101755 Binjai, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMP Negeri 3 Binjai. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Binjai, dan pada tahun yang sama lulus masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Gunung Sinabung dan Taman Wisata Alam (TWA) Deleng Lancuk Tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Gunung Ciremai kabupaten Kuningan, Jawa Barat Tahun 2012.
Penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat Pada Ekosistem Lahan Gambut Dusun XVI Pasar Banjar Kecamatan Simpang Empat, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan pada bulan JuliNovember 2012.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat Pada Ekosistem Lahan Gambut Fibrik dan Hemik”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang turut membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Ayahanda R. Sitanggang dan Ibunda M. Br. Hutagaol serta keluarga besar yang telah membesarkan, mendidik serta selalu mendukung penulis lewat doanya yang tulus. Komisi pembimbing saya, Dr. Deni Elfiati, SP, MP selaku ketua dan Dr.Ir. Hamidah Hanum, MP selaku anggota yang membimbing, memberi masukan yang sangat bermanfaat selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai, serta teman-teman Budidaya Hutan stambuk 2008 dan seluruh pegawai di program Studi Kehutanan yang memberi dukungan hingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kehutanan, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2013
Penulis

DAFTAR ISI
Hlm. RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... i KATA PENGANTAR...................................................................................... ii DAFTAR ISI..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR........................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................1 Tujuan Penelitian .........................................................................................4 Hipotesis Penelitian......................................................................................4 Kegunaan Penelitian.....................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut .............................................................................................5 Peranan dan Sumber Fosfor .........................................................................6 Mikroba Pelarut Fosfat.................................................................................8 Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel ..............................................12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................................13 Bahan dan Alat Penelitian ...........................................................................13 Prosedur Penelitian ......................................................................................14
Pembuatan Petak ....................................................................................14 Pengambilan ContohTanah ....................................................................14 Isolasi Jamur Pelarut Fosfat ...................................................................15 UjiPotensi pada Media Padat .................................................................16 UjiPotensi pada Media Cair ...................................................................16 Identifikasi jamur pelarut fosfat yang potensial melarutkan fosfat........17 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat Kimia Sampel Tanah Gambut .......................................18 Isolasi Jamur Pelarut fosfat dari Bahan Tanah Gambut...............................22 Kemampuan JPF Melarutkan P pada Media Pikovskaya Padat...................26 Kemampuan JPF Melarutkan P pada Media Pikovskaya Cair.....................31 Identifikasi Jamur Pelarut Fosfat dari Bahan Tanah Gambut ......................38 Aspergillus sp.........................................................................................40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ..................................................................................................43 Saran............................................................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44 LAMPIRAN......................................................................................................47

DAFTAR TABEL
No. Hlm 1. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah gambut........................................... 18 2. Hasil perhitungan jumlah koloni JPF dan BPF ........................................... 23 3. Hasil pengukuran indeks pelarutan dalam media pikovskaya padat ........... 28 4. Hasil pengukuran P tersedia yang dilarutkan oleh JPF ............................... 32 5. Hasil pengukuran pH media ........................................................................ 37


DAFTAR GAMBAR
No. Hlm 1. Ilustrasi petak contoh pengambilan tanah ................................................... 14 2. Pengamatan mikroskopis Aspergillus sp ..................................................... 39 3. Hasil identifikasi Jamur Pelarut Fosfat........................................................ 40

LAMPIRAN
No. Hlm
1. Dokumentasi tahap penelitian ................................................................. 47 2. Hasil pengukuran diameter rata-rata holozone pada media padat……... 49 3. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor
(1983) dan BPP-Medan (1982) ............................................................... 50 4. Prosedur penetapan P-tersedia tanah dengan metode Bray-II................. 50 5. Tabel Hasil Pengukuran P-tersedia ......................................................... 52 6. Waktu pembentuk holozone dan diameter pada media Pikovskaya padat…… 54 7. Hasil pengukuran diameter rata-rata holozone dan diameter koloni pada
media padat……………………………………………………………...57 8. Tabel hasil pengukuran Indeks Pelarutan dalam media pikovskaya
padat ........................................................................................................ 63

ABSTRAK
MARTHA HEARTY PRATIWI SITANGGANG: Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat pada Ekosistem Lahan Gambut Fibrik dan Hemik. Dibawah bimbingan DENI ELFIATI dan HAMIDAH HANUM.
Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi, menguji potensi serta mengidentifikasi jamur pelarut fosfat (JPF) unggul dari lahan gambut Fibrik dan Hemik. Sampel di ambil dari 5 petak secara acak pada kedalaman 0-20 cm di sekitar rhizosfer. Analisis sifat kimia tanah gambut dilakukan di Badan Penelitian Teknologi Pertanian Sumatera Utara sedangkan kegiatan isolasi, uji potensi serta identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroeko teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Isolasi menggunakan media pikovskaya dengan sumber fosfat Ca3(PO4)2, sedangkan pada media uji potensi sumber fosfat dari AlPO4, FePO4, dan Batuan Fosfat. Evaluasi potensi JPF secara kualitatifdenganmengukur diameter holozone menggunakan nilai indeks pelarutan. Pengukuran potensi JPF secara kuantitatif dengan mengukur kadar fosfat terlarut dengan metode Bray II.
Hasil isolasi diperoleh 12 isolat JPF murni. Selanjutnya ujipotensi pada isolat yang diperoleh. Diameter holozone terbesar yaitu1,52 cm dihasilkan isolat JF10 dan diameter terkecil sebesar 0,31 dihasilkan isolat JH7. Hasil pengukuran kadar fosfat tersedia paling besar adalah isolat JF1 yaitu 28,63 ppm (sumber fosfat AlPO4) dan paling kecil oleh isolat JF12 yaitu 8,97 ppm (sumber fosfat FePO4). Berdasarkan hasil uji potensi disimpulkan isolat JF1, JF4, JF10, dan JF12 memiliki kemampuan paling baik dalam melarutkan fosfat. Hasil identifikasi baik secara makroskopis dan mikroskopis menunjukkan bahwa isolate JF1, JF4, JF10 dan JF12 termasuk genus Aspergillus.
Kata kunci : fosfat, Aspergillus, jamur pelarut fosfat

ABSTRACT
MARTHA HEARTY PRATIWI SITANGGANG.Exploration and Potential Mushroom Phosphates Solvents on Peatland Ecosystems in Fibris and Hemis, under the guidance of DENI ELFIATI and HAMIDAH HANUM.
The research was conducted to explore, examine and identify potential phosphate solubilizing fungi (PSF) to solubilize insoluble phosphate from peat of Fibris and Hemis. Samples taken from five random plots at 0-20 cm depth around rhizosfir. The chemical analyze properties of peat soils conducted in North Sumatra Seed Research Center while the activities of isolation, and identification of potential trials conducted at the Laboratory of Soil Biology Agroekoteknologi Studies Program Faculty of Agriculture, University of North Sumatra. Isolation using Pikovskaya media with the source fosfat from Ca3(PO4)2, whereas in the potential test media using Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4, and Rock Phosphate (RP) as source of insoluble phosphate. Evaluate the potential JPF qualitatively by measuring the diameter of holozone extensive use of the dilution index. JPF potential measurements quantitatively by measuring levels of dissolved phosphate with Bray-II method.

The results obtained 12 isolates of isolation of pure PSF. The next test conducted on the potential of isolates obtained. Largest diameter of 1,52 cm holozone generated isolates JF10 and the smallest diameter of 0,31 cm isolates produced JH7. The measurement results are available most of the phosphate levels were JF1 isolates of 28,63 ppm (AlPO4 ) and the smallest by JF12 isolates of 8,97 ppm (FePO4). Based on test results concluded the potential for isolates JF1, JF4, JF10 and JF12 have the best ability in dissolving phosphate. The results both of macroscopic and microscopically identification showed that isolate number JF1, JF4, JF10, and JF12 including of Aspergillus genus.
Key wosds: phosphate, Aspergillus, phosphate solubilizing fungi

PENDAHULUAN
Latar Belakang Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada
fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Sifatsifat fisik gambut sangat erat kaitannya dengan pengelolaan air gambut. Bahan penyusun gambut terdiri dari empat komponen yaitu bahan organik, bahan mineral, air dan udara. Perubahan kandungan air karena reklamasi gambut akan ikut merubah sifat-sifat fisik lainnya (Andriesse, 1988).
Sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting adalah: tingkat dekomposisi tanah gambut; kerapatan lindak, irreversible drying dan subsiden. Noor (2001) menambahkan bahwa ketebalan gambut, lapisan bawah, dan kadar lengas gambut merupakan sifat-sifat fisik yang perlu mendapat perhatian dalam pemanfaatan gambut. Berdasarkan atas tingkat pelapukan (dekomposisi) tanah gambut dibedakan menjadi: (1) gambut kasar (Fibris ) yaitu gambut yang memiliki lebih dari 2/3 bahan organk kasar; (2) gambut sedang (Hemis) memiliki 1/3-2/3 bahan organik kasar; dan (3) gambut halus (Sapris) jika bahan organik kasar kurang dari 1/3. Gambut kasar mempunyai porositas yang tinggi, daya memegang air tinggi, namun unsur hara masih dalam bentuk organik dan sulit tersedia bagi tanaman. Gambut kasar mudah mengalami penyusutan yang besar jika tanah direklamasi. Gambut halus memiliki ketersediaan unsur hara yang lebih tinggi memiliki kerapatan lindak yang lebih besar dari gambut kasar (Hardjowigeno, 1996).

Kandungan bahan organik gambut yang tinggi merupakan sumber hara makro dan mikro yang bermanfaat bagi organisme gambut. Kondisi tanah gambut yang masam menyebabkan hara berada pada kondisi tidak tersedia bagi tanaman maupun mikroba tanah. Gambut juga mengandung beragam asam organik bermanfaat serta derivate fenolat yang bersifat racun bagi tanaman. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3-5 (Hartatik et al., 2004).
Sifat kimia tanah gambut yang berpengaruh penting terhadap pertumbuhan tanaman yaitu kemasaman tanah, kapasitas tukar (KTK) kation dan basa-basa, fosfor, unsur mikro, komposisi kimia dan asam fenolat gambut. Tingkat kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam-asam organiknya, yaitu asam humat dan asam fulvat. Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi mempunyai gugus reaktif seperti karboksil (-COOH) dan fenol (C6H4

Sifat P dalam tanah tidak mobil karena tingkat ketersediaannya dalam

tanah dipengaruhi oleh: reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe oksida, kadar Ca,

kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan. Fosfat tanah dapat dalam

bentuk P larutan, P labil, P difiksasi oleh Al, Fe atau Ca, dan P organik. Fosfat

dalam


larutan

dapat

berbentuk

H PO ‫־‬2 4R R

RR

atau

HPO ‫־‬,2

4R RP

P

tergantung


dari

kemasaman

larutan (pH). Fosfat tidak tersedia difiksasi oleh Fe dan Al oksida pada tanah

masam, difiksasi Ca pada tanah basa. Bentuk-bentuk tersebut saling terjadi

keseimbangan, artinya apabila bentuk P tidak tersedia dalam jumlah sedikit akan terjadi aliran hara P dari bentuk-bentuk yang tidak tersedia (Havlin et al., 1997).
Lingkungan gambut yang sesuai untuk pertumbuhan jamur pelarut fosfat (JPF) serta potensinya dalam melarutkan ikatan fosfat pada kondisi masam, menjadi peluang untuk mengembangkan JPF pada areal gambut. Lokasi pengambilan sampel yang merupakan lahan bekas perkebunan sawit menginginkan hasil maksimal dengan memberi pupuk kimia tanpa memperhatikan sifat pengikatan hara gambut. Bila hal ini terus dilakukan selain akan merugikan secara ekonomi juga dapat membuat tanah gambut rusak dan tidak dapat digunakan untuk masa tanam yang lebih lama. Jamur pelarut fosfat dapat dijadikan starter pupuk hayati untuk merehabilitasi lahan gambut. Penggunaan biofertilizer seperti jamur pelarut fosfat (JPF) selain murah juga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap tanah dan lingkungan.
StatusOHha)rayaPngdampeant ddoimtiinngaksai tkkaonmpseleckasra perfteukktiafradnandaenfisdiaepnasti bdernsgifaant smeebmagaanifaaastakmanlemmiakhrobseahipneglagrautdafopsaftateyrdainsgosmiaasmi dpaunmmeemnbgehbaasislkkaann Pio-tnerHikadtadlaamri tjaunmalhahdabnanmyaekn.ingDkiaptekrakniraskearnapabnahPwaole8h5 a–ka9r 5t%anammuaant.anMipkardoababpahealanruot rfgoasnfiakt addisaelbahabmkainkrkoabraenyaaknegdumaagmupguusmkealrabrouktksailndaikna(taMnilfloersfdaat nmDeonnjaadhiueb,e1n9tu9k0)t.ersedia. Mikroba pelarut fosfat dapat berupa bakteri pelarut fosfat (BPF), jamur pelarut fosfat (JPF), aktinomisetes dan khamir (Premono, 1998).
Selama ini eksplorasi jamur pelarut fosfat umum dilakukan pada tanah mineral dan masih sedikit eksplorasi serupa pada tanah gambut. Hal ini menjadi dasar penelitian ini dilakukan yaitu untuk dapat melihat keberadaan jamur pelarut fosfat kemudian mengukur kemampuannya dalam melarutkan ikatan fosfat Al-P, Fe-P dan batuan fosfat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati.

Tujuan Penelitian 1. Mengeksplorasi jamur pelarut fosfat pada lahan gambut. 2. Mengkaji kemampuannya dalam melarutkan fosfat pada media padat dan media cair yang terikat dalam bentuk Al-P, Fe-P, dan batuan fosfat. 3. Mengidentifikasi jamur pelarut fosfat paling potensial.
Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi jamur pelarut fosfat
potensial hasil eksplorasi lahan gambut Fibrik dan Hemik. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air, terbentuk dari endapan yang

berasal dari penumpukan sisa-sisa (residu) jaringan tumbuhan masa lampau yang melapuk. Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosol yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm. Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya (Hardjowigeno, 1992).
Tingkat kesuburan tanah gambut sangat dipengaruhi oleh kandungan basa berupa unsur Ca, Mg, K dan Na - dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al umumnya rendah sampai sedang dan semakin berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan unsur mikro khususnya Cu, Bo, dan Zn sangat rendah, sebaliknya kandungan Fe cukup tinggi. Kandungan N total termasuk tinggi, tetapi sebagian besar dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N yang tinggi (Noor, 2001).
Perombakan bahan organik saat pembentukan gambut dilakukan oleh mikroorganisme anaerob dalam perombakan ini dihasilkan gas metana dan sulfida. Setelah gambut didrainase untuk tujuan pertanian maka kondisi gambut bagian permukaan tanah menjadi aerob, sehingga memungkinkan fungi dan bakteri berkembang untuk merombak senyawa sellulosa, hemisellulosa, dan protein (Sutanto, 2002).

Peranan dan Sumber Fosfat Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan
penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat dalam tanah jarang yang melebihi 0,001% dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan kandungan organik rendah seperti oxsisol dan ultisol yang banyak terdapat di Indonesia kandungan fosfat bervariasi dari 20-80%, bahkan bisa kurang dari 20% tergantung tempat (Rao, 1994).
Fosfat berperan penting dalam sintesis protein, pembentukan bunga, buah dan biji serta mempercepat pemasakan. Kebutuhan tanaman akan hara P dapat dipenuhi dari berbagai sumber antara lain pupuk TSP, SP-36, DAP, P-alam dan NPK yang pada umumnya diberikan sekaligus pada awal tanam. Adapun gejala kekurangan fosfor yaitu daun berubah berwarna tua atau tampak mengkilap kemerahan. Tepi daun, cabang dan batang berwarna merah ungu, dan dapat berubah menjadi kuning, buah kecil, pematangan buah lambat, Perkembangan bentuk dan warna buah jelek, biji berkembang tidak normal, dan akar lambat berkembang. Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Pada proses fisiologis tanaman, fosfat berperan sebagai sumber energi utama reaksi metabolisme dan biosintesis. Dalam proses glikolisis tanaman, pernafasan atau fotosintesis, energi ini dilepaskan dan digunakan untuk menyusun ikatan pirofosfat yang kaya energi. Fosfat berfungsi sebagai aktifaktor enzim yang

mengatur proses-proses enzimatik dalam tanaman. Fosfat berperan dalam pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyimpan serta memindahkan energi ATP dan ADP, merangsang pembelahan sel dan membantu proses asimilasi dan respirasi (Poerwowidodo, 2000).
Fosfat terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik yang larut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus (Goenadi dan Saraswati, 1993).
Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan P terikat menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat pada tanah masam atau Ca3(PO4)2. pada tanah basa. Tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Mikroba tanah berperan dalam beberapa aktivitas dalamtanah seperti pelarutan P terikat oleh sekresi asam, danmineralisasi komponen fosfat organik dengan mengubahnya menjadi bentuk anorganik (Cunningham and Kuiack, 1992).
Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah: (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif, sehingga memperbesar peluang ortoposfat dapat diserap oleh tanaman; (2) pelepasan

ortoposfat dari ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik; dan (3) modifikasi muatan permukaan jerapan oleh ligan organik (Havlin et al., 1999).
Pelarutan P terjadi melalui dua cara, yakni melalui penurunan pH tanah yang mengakibatkan terjadinya dissolusi ikatan berbagai senyawa fosfat di dalam tanah, dan melalui proses khelasi dari berbagai asam hidroksi dengan berbagai ion metal yang mengikat fosfat (Al, Ca, Fe). Batuan fosfat merupakan salah satu sumber pupuk P yang bersifat stabil dan tidak larut air. Kelarutannya dalam asam sitrat berkisar antara 5 hingga 17 % dari total konsentrasi P yang di kandungnya (Hanafiah, 2001).
Mikroba Pelarut Fosfat Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan salah satu jenis pupuk hayati
yang dapat mengefisiensikan pupuk P anorganik, sehingga dapat mengatasi rendahnya P-tersedia tanah, dan meningkatkan konsentrasi P tanaman. Kemampuan MPF sangat beragam tergantung dari jenis mikroba, daya adaptasi,hingga kemampuan dalam memproduksi asam-asam organik dan enzim (Whitelaw, 2000).
Mikroba pelarut fosfat hidup disekitar perakaran tanaman, mulai permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm. Keberadaannya berkaitan dengan jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat


biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting, 2006).
Aktivitas mikroba pelarut fosfat perlu dimanfaatkan untuk penyediaan unsur hara bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal. Aktivitas dan kepadatan populasi mikroba tanah ditentukan oleh perubahan kondisi fisika dan kimia tanah, jenis tanaman yang dibudidayakan, nutrisi tanah, pH, kelembaban, bahan organik, serta teknik budidaya yang diterapkan. Populasi MPF berbeda pada beberapa jenis tanah serta sesuai dengan keragaman tanaman yang dibudidayakan (Mehrvarz et al., 2008).
Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat yang mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada Ultisol sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994).
Mikroba pelarut fosfat juga memiliki kemampuan dalam mensekresikan enzim fosfatase yang berperan dalam proses hidrolisasi P organik manjadi P anorganik. Bakteri pelarut fosfat (BPF) antara lain Bacillus, Pseudomonas, Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium (Whitelaw, 2000). Beberapa kelompok fungi juga berperan aktif dalam melarutkan fosfat dalam tanah antara lain Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan Fe-P. Penicillium sp mampu melarutkan 26 % hingga 40 % Ca3(PO4)2, sedangkan Aspergillus sp melarutkan 18 % Ca3(PO4)2 (Elfiati, 2005).

Beberapa bakteri tanah seperti bakteri pelarut fosfat mempunyai

kemampuan untuk melarutkan P organik menjadi bentuk fosfat terlarut yang

tersedia bagi tanaman. Efek pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya produksi

asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam

malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh mikroba tersebut. Mikroba tersebut

juga memproduksi asam amino, vitamin dan growth promoting substance seperti

IAA dan asam giberelin yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman

(Ponmugaran, 2006).


Mineralisasi fosfat organik juga melibatkan peran mikroba tanah melalui

produksi enzim fosfatase seperti fosfatase asam dan basa. Beberapa enzim

fosfatase seperti fosfomonoesterase, fosfodiesterase, trifosfomonoesterase dan

fosfoamidase pada umumnya terdapat didalam tanah. Enzim-enzim tersebut

bertanggung jawab pada prosses hidrolisis P organik menjadi fosfat anorganik

(H PO ‫־‬,2 4R R

RR

HPO‫־‬

)

yang


tersedia

bagi

tanaman

(Marlina,

1997).

Mikroba menghasilkan asam-asam organik tersebut melalui proses

katabolisme glukosa dan siklus asam trikaboksilat (TCA), yang merupakan

kelanjutan dari reaksi glikolisis. Asam-asam ini merupakan substrat untuk proses

anabolisme dalam sintesis asam amino dan makro molekul lain. Dalam

aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik,


diantaranya asamsitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat,malat,

fumarat, tartrat, dan ά-ketobutirat ( Dawes dan Sutherland, 1976).

Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk ikatan P yang umum ditemui pada kondisi masam adalah AlPO4 dan FePO4. Jamur pelarut fosfat mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4 lebih baik di banding bakteri pelarut fosfat pada kondisi masam. Jamur pelarut fosfat memiliki 3 mekanisme dalam meningkatkan penyerapan P yaitu : (1) secara fisik dimana infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor dengan memperluas permukaan sampai akar; (2) secara kimia jamur diduga mendorong perubahan pH perakaran. Jamur juga menghasilkan asam sitrat dan asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat yang terfiksasi; (3) secara fisiologi, jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberalin yang mampu memperlambat proses penuaan akar sehingga memperpanjang masa penyerapan unsur hara (Premono, 1998).
Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat Ca3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening (holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial dapat diseleksi dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat. Pengukuran potensial pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai indeks pelarutan (dissolving index), yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut fosfat terikat secara kuantitatif dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media pikovskaya cair.

Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi (Setiawati, 1997).
Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan di Dusun XVI Pasar Banjar, kecamatan
Simpang Empat, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. Kecamatan Simpang Empat ini terletak ± 3 km dari kota Tanjung Balai. Dusun ini memiliki 841 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 189. Pekerjaan masyarakat dominan adalah petani, yaitu sebanyak 50%, 48% adalah pedagang, 0.05% adalah Pegawai Negeri Sipil dan selebihnya adalah wiraswasta.
Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota Tanjung Balai terletak di antara 2º58’LU dan 99º48’BT, dengan luas wilayah 60.529 km² (6.052,9 ha), dikelilingi oleh wilayah kabupaten Asahan dan jumlah penduduknya berjumlah 125.000 jiwa. Kota ini berda di tepi sungai Asahan, sungai Terpanjang di Sumatera Utara. Jarak tempuh dari medan sekitar 4 jam. Sebelum kota Tanjung Balai diperluas dari hanya 199 ha (2 km²) menjadi 60 km², kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk lebih kurang 20.000 jiwa per km² dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah kota Tanjung Balai dan Kabupaten (Diakses, 2 Mei 2012).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2012.
Pengambilan sampel tanah dilakukan di Dusun XVI Pasar Banjar, Kecamatan Simpang Empat, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. Analisis tanah dilaksanakan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Isolasi jamur, uji potensi dan identifikasi jamur pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah contoh tanah gambut di daerah rhizosfer
rumput, kapas, akuades, kantung plastik, label, alkohol 96%, plastik kraf, aluminium foil, kaca preparat dan kaca objek. Media padat pikovskaya untuk komposisi per liter akuades: (glukosa 10 g; Ca3(PO4)2 5 g; (NH4)2SO4 0,5 g; KCl 0,2 g; MgSO4.7H2O 0,1 g; MnSO4 0,002 g; FeSO4 0,002 g; ekstrak khamir 0,5 g; agar 20 g; akuades), larutan fisiologis ( 8,5 g NaCl per liter akuades), Batuan Fosfat 5 gr, AlPO4 5 gr dan FePO4 5 gr.
Alat yang digunakan adalah cangkul, Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, cawan petri, tabung reaksi, timbangan, inkubator, laminar air flow, gelas ukur volume 100 ml, autoklaf, rotarimixer, sentrifuse 6000 rpm, shaker, jarum ose, sprayer, kamera digital, masker, sarung tangan, bunsen, kotak es (cool box) dan mikroskop.

Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Petak
Petak pengambilan sampel yang dibuat berdasarkan metode ICRAF (Ervayenri et al., 1999). Ukuran petak pengambilan sampel adalah 20 m x 20 m. Penetapan petak contoh dilakukan secara acak sebanyak lima petak.
20 m
20 m Gambar 1. Ilustrasi petak contoh pengambilan sampel tanah
Keterangan : : Tempat Pengambilan sampel tanah
2. Pengambilan contoh tanah Pengambilan sampel dilakukan pada lima petak contoh dimana dari tiap
petak diambil sampel tanah dari 6 titik pada kedalaman 0-20 cm di sekitar rhizosfer rumput. Berat tanah yang diambil pada tiap titik adalah 500 g sehingga total berat sampel tanah adalah 3000 g. Sampel tanah dari tiap titik dimasukkan dalam kantung plastik yang terpisah. Sampel tanah selanjutnya dibawa ke laboratorium biologi tanah untuk kegiatan penelitian selanjutnya. Sampel tanah dianalisis pH, C-organik, N-total, P-tersedia, P-total, Al-dd, KTK, Dan Fe di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.

3. Isolasi jamur pelarut fosfat

Sepuluh (10) g tanah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang berisi

90 ml larutan fisiologis steril (pengenceran 10‫־‬¹), kemudian dikocok selama 30

menit pada shaker. Dibuat pengenceran secara serial, dari pengenceran 10‫־‬¹

diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml

larutan fisiologis steril (pengenceran 10‫־‬²) selanjutnya dikocok di atas rotarimixer

sampai homogen. Dari pengenceran 10‫־‬² dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan

ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis (disebut pengenceran 10‫־‬³) dilakukan hal serupa berturut-turut sampai pengenceran 10‫־‬5. Dari
PP

pengenceran 10‫־‬³ dipipet sebanyak 1 ml, masukkan kedalam cawan petri yang

telah steril dan dilakukan hal yang sama pada pengenceran 10‫־‬4 dan 10‫־‬5. Dipakai

PP

PP

suspensi tanah dari 3 pengenceran sebagai antisipasi bila pengenceran tersebut

tidak diperoleh jamur pelarut fosfat. Selanjutnya tuangkan 12 ml media

pikovskaya ( suhu sekitar 45-50ºC) kedalam cawan petri yang telah berisi 1 ml

suspensi tanah, lalau putar cawan petri kearah kanan 3 kali dan kearah kiri 3 kali

agar media bercampur dengan suspensi tanah merata, biarkan sampai media

mengeras (padat). Setelah media mengeras, cawan petri diinkubasi pada inkubator

dalam keadaan terbalik selama 3 hari dengan suhu 28-30ºC. Setelah diinkubasi

selama 3 hari dilakukan pengamatan pada jamur yang tumbuh pada media.

Keberadaan jamur pelarut fosfat ditunjukan dengan terbentuknya daerah bening

(holozone) yang mengelilingi koloni jamur. Koloni tersebut kemudian dimurnikan

pada media baru dan dipindahkan ke tabung reaksi yang berisi media pikovskaya,

disimpan pada suhu 4ºC untuk pengujian selanjutnya.

4. Uji potensi pada media padat Jamur pelarut fosfat yang murni selanjutnya diuji kemampuannya
melarutkan fosfat dalam cawan petri berisi media pikovskaya padat steril. Bahan yang digunakan dalam pembuatan media uji ini sama dengan bahan media pikovskaya pada tahap isolasi, namun Ca3(PO4)2 g/L pada media isolasi diganti dengan AlPO4 dengan dosis 5 g/L media, FePO4 dengan dosis 5 g/L media dan Batuan Fosfat dengan dosis 5 g/L. Media uji dimasukkan dalam cawan petri dibiarkan mengeras. Selanjutnya biakan murni ditumbuhkan pada media uji. Tiap biakan murni diberi 3 ulangan untuk mendapatkan rataan hasil yang valid. Inkubasi dilaksanakan selama 7 hari. Jamur pelarut fosfat yang membentuk holozone paling cepat dengan diameter paling besar secara kualitatif di sekitar koloni menunjukkan besar kecilnya potensi jamur pelarut fosfat dalam melarutkan unsur P dari bentuk yang tidak terlarut. Dihitung potensi jamur dengan menggunakan nilai indeks pelarutan yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni (Premono, 1998).
5. Uji potensi pada media cair Sebanyak 50 ml media pikovskaya cair (sumber P AlPO4, P FePO4, dan
Batuan Fosfat) ditempatkan dalam Erlenmeyer 250 ml yang disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 1,5 atm. Sebanyak 1 jarum ose spora jamur pelarut fosfat diinokulasikan pada media cair tersebut. Tiap biakan murni diberi 3 ulangan untuk mendapatkan rataan hasil yang valid. Inkubasi secara diam dilakukan selama 7 hari pada suhu kamar. Setelah proses inokulasi selesai, kultur disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit sampai terjadi

pemisahan antara filtrat dan endapan Jamur Pelarut Fosfat. Diambil filtrat menggunakan pipet untuk mengukur kandungan P tersedia. Filtrat ditentukan kadar P-tersedianya dengan metode kolorimetri dan dihitung dengan Bray-2. Hal serupa dilakukan juga pada kontrol yaitu media tanpa inokulum dan dibandingkan hasil yang diperoleh. Jamur yang paling besar meningkatkan P terlarut secara kuantitatif pada media (dibandingkan dengan hasil kontrol) merupakan jamur yang efektif dan potensial. Setelah itu diukur pH dengan menggunakan pH meter untuk mengetahui pengaruh pelarutan fosfat oleh jamur terhadap pH media.
6. Identifikasi jamur pelarut fosfat yang potensial melarutkan fosfat Setelah diperoleh jamur pelarut fosfat paling potensial selanjutnya
dilakukan identifikasi pada jamur tersebut. Biakan murni jamur diremajakan pada media potato dextrose agar (PDA) dan diinkubasi selama 3 hari. Jamur yang telah tumbuh pada media, diamati ciri-ciri makroskopisnya, yaitu ciri koloni seperti sifat tumbuh hifa, warna koloni dan diameter koloni. Jamur juga ditumbuhkan pada kaca objek yang diberi potongan PDA yang dioles tipis dengan spora Jamur Pelarut Fosfat (JPF) potensial. Potongan agar kemudian ditutup dengn kaca objek. Biakan pada kaca objek ditempatkan dalam cawan petri yang telah berisi pelembab berupa kapas basah. Biakan pada kaca diinkubasi selama 3 hari pada kondisi ruangan. Setelah masa inkubasi, jamur yang tumbuh pada kaca preparat diamati ciri mikroskopisnya yaitu ciri hifa, tipe percabangan hifa, serta ciri-ciri konidia dibawah mikroskop. Ciri yang ditemukan dari masing-masing jamur kemudian dideskripsikan dan dicocokkan dengan buku identifikasi jamur (Gilman, 1971).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sifat Kimia Sampel Tanah Gambut

Jenis tanah gambut yang di analisis yaitu jenis gambut kasar (Fibris ) dan

gambut sedang (Hemis). Gambut kasar (Fibris) yaitu gambut yang memiliki lebih

dari 2/3 bahan organik kasar, gambut kasar mempunyai porositas yang tinggi,

daya memegang air tinggi, namun unsur hara masih dalam bentuk organik dan

sulit tersedia bagi tanaman. Gambut kasar mudah mengalami penyusutan yang

besar jika tanah direklamasi. Jenis gambut sedang (Hemis) yaitu gambut yang

memiliki 1/3 – 2/3 bahan organik kasar. Hasil analisis sifat kimia tanah dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah gambut fibris dan hemis

Parameter

Satuan

pH (H2O) C-Organik

%

N-total

%

P-tersedia

ppm

P2 O5 – Total mg/100g

31,73

Tinggi

Al-dd

me/100g

KTK

me/100g

Fe ppm

Lampiran 3 Keterangan : Td*) = Tidak terdeteksi

Nilai

Fibris

Hemis

5,81 5,87

18,81

18,93

0,70 0,73

11,72

5,50

39,56

Td*) 40,35 798,97

Td*) 39,75 855,36

Kriteria
Masam Tinggi Tinggi Sangat rendah
Sangat tinggi Sangat tinggi

Hasil analisis dari kedua sampel tanah gambut menunjukkan pH tanah

termasuk dalam kriteria masam, dimana pH gambut fibris yaitu 5,81 dan pH pada

tanah gambut hemis 5,87. Menurut Barchia (2006) kemasaman tanah gambut

disebabkan tingginya asam fenolat dan asam-asam organik lain hasil dekomposisi bahan organik yang banyak mengandung lignin. Tapak pertukaran tanah gambut didominasi ion hidrogen yang merupakan kation yang berperan dalam pertukaran kation (KTK). Kation gambut akan mengikat basa-basa yang umumnya adalah hara yang dibutuhkan tanaman. Jumlah ion H+ yang tinggi menyebabkan hara terikat semakin tinggi serta diikuti pula dengan penurunan pH. Penurunan pH akan diikuti kejenuhan basa yang rendah. Hal ini juga berarti ketersediaan hara yang semakin kecil.
Hasil analisis kapasitas tukar kation (KTK) tanah menunjukkan dari kedua sempel tanah yang digunakan termasuk sangat tinggi, Hal ini disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH yang sebagian besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol. Menurut Andriesse (1988) KTK tanah gambut di Indonesia sebagian besar ditentukan oleh fraksi lignin dan senyawa humat. Terutama tanah gambut ombrogen mempunyai komposisi vegetasi penyusun gambut yang didominasi oleh tumbuhan yang berasal dari bahan kayu-kayuan. Bahan kayu-kayuan umumnya banyak mengandung senyawa lignin yang dalam proses degradasinya akan menghasilkan asam-asam fenolat, sehingga menyebabkan pH tanah rendah dan sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah relatif sulit terserap oleh akar tanaman.
Selain sebagai sumber nutrisi, bahan organik berperan dalam menentukan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan berpengaruh terhadap kemampuan mempengaruhi pH tanah hal ini dikarenakan asam–asam organik melepaskan ion H+ yang mempengaruhi pH tanah. Semakin banyak H+ yang dilepaskan maka pH tanah akan semakin masam. Penurunan pH ini akan diikuti peningkatan KTK

tanah. Hal ini disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH yang sebagian besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol. Menurut Andriesse (1988) KTK tanah gambut di Indonesia sebagian besar ditentukan oleh fraksi lignin dan senyawa humat. Terutama tanah gambut ombrogen mempunyai komposisi vegetasi penyusun gambut yang didominasi oleh tumbuhan yang berasal dari bahan kayu-kayuan. Bahan kayu-kayuan umumnya banyak mengandung senyawa lignin yang dalam proses degradasinya akan menghasilkan asam-asam fenolat.
Ketersediaan fosfat dalam tanah sangat dipengaruhi pH karena P sangat rentan diikat pada kondisi masam maupun alkalin. Ketersediaan fosfat akan menurun pada pH 7,0. Pada kondisi masam aktivitas besi dan aluminium yang tinggi menjadi unsur pengikat P yang utama. Pada kondisi aktivitas fiksasi atau jerapan dilakukan oleh kalsium dan magnesium yang banyak tersedia dan larut. Menurut poerwowidodo (2000), umumnya ketersediaan fosfat dalam tanah maksimum dijumpai pada kisaran pH 5,5-7,0.
Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3- 4,5 dimana gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0–5,1) dari pada gambut dalam (pH 3,1–3,9). Hasil analisis menunjukkan kandungan N-total pada gambut fibris sebesar 0,70 % dan gambut hemis sebesar 0,73 %, kategori ini termasuk tinggi, tetapi pada umumnya tidak tersedia bagi tanaman. Tidak tersedianya bagi tanaman disebabkan oleh N tersimpan dalam bentuk senyawa organik, oleh karena rasio C/N yang tinggi (Wibisono et al., 2005). Bila pH tanah dinaikkan, maka P akan berubah menjadi tersedia kembali. Pada pH diatas netral, P juga kurang tersedia bagi tanaman karena diikat oleh Ca menjadi senyawa yang kurang tersedia. Unsur

tersebut akan tersedia kembali bila pH diturunkan. Jadi ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH tanah.
Hasil pengukuran C-organik sampel tanah gambut fibris adalah 18,81 % dan tanah gambut hemis adalah 18,93 %. Nilai tersebut menggambarkan pada lahan gambut memiliki simpanan karbon yang tinggi. Kadar C-organik dapat memberi gambaran kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik sebagai sumber hara makro dan mikro tanaman juga menjadi sumber nutrisi bagi kehidupan mikroba tanah yang akan mempengaruhi populasi dan aktivitasnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ketersediaan fosfat dalam tanah pada tanah gambut fibris adalah 11,72 ppm dan gambut hemis sebesar 5,50 ppm ini menunjukkan bahwa kandungan P tersedia sangat rendah. Ketersediaan P ini sesuai dengan ketersediaan P pada tanah gambut secara umum. Mikroba tanah mampu menghasilkan enzim ekstraseluler yaitu kelompok enzim fosfatase dan fitase yang berperan dalam mekanisme pelarutan P-organik menjadi P-anorganik secara biologis. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rao (1994) yang menunjukkan bahwa mikroba pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan unsur P melalui aktivitas enzim. Enzim ini diproduksi selama proses dekomposisi bahan organik berlangsung. Dengan kata lain enzim fosfatase yang dihasilkan berbanding lurus dengan besar bahan organik yang didekomposisi.
Hasil pengukuran P-total sempel tanah gambut fibris adalah 39,56 dan tanah gambut hemis adalah 31,73, nilai tersebut menunjukkan bahwa kandungan P-totalnya tinggi. Kandungan bahan organik berhubungan dengan keadaan P-total serta hubungan antara bahan organik dengan lingkungan gambut. Bahan organik mengandung berbagai hara, termasuk fosfat yang akan terlepas selama

dekomposisi baik dalam bentuk P-terikat ataupun P-tersedia. Besarnya bahan organik yang terdekomposisi dipengaruhi keadaan lingkungan seperti pH dan keberadaan oksigen tanah. Jika lingkungan mendukung, jumlah dan aktivitas dekomposer akan meningkat yang diikuti pelepasan hara kedalam tanah. Gambut juga mengandung beragam asam organik bermanfaat serta derivate fenolat yang bersifat racun bagi tanaman.
Sampel tanah gambut yang di ambil merupakan lahan bekas perkebunan sawit yang sudah lama tidak di olah, sehingga keadaan tanah hanya ditutupi vegetasi tanaman tumbuhan bawah dan tergenang air. Hal ini yang menyebabkan kandungan Fe pada gambut fibris sangat tinggi yaitu 798,97 dan 855,36 pada gambut hemis, sementara kandungan Al-dd tidak terdeteksi.
Kandungan Fe tinggi disebabkan karena air hujan yang turun jatuh ke tanah dan mengalami infiltrasi masuk ke dalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan membentuk Fe (HCO3)2 dimana semakin dalam air yang meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut, pH air gambut akan terpengaruh terhadap kesadahan kadar besi dalam air gambut, apabila pH air gambut rendah akan berakibat terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan logam lainnya dalam air gambut, pH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam. Dalam keadaan pH rendah, besi yang ada dalam air gambut berbentuk ferro dan ferri, dimana bentuk ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air serta tidak dapat dilihat dengan mata sehingga mengakibatkan air gambut menjadi berwarna dan berbau.

Isolasi Jamur Pelarut Fosfat dari Bahan Tanah Gambut

Hasil isolasi Jamur Pelarut Fosfat (JPF) dan Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dari tanah gamb