Model Bangunan Pendukung Pintu Air Pak Tani Berbahan Jenis Kayu Dan Ban Sebagai Pintu Irigasi

ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di
lapangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Aliran saluran terbuka terjadi saat air mengalir karena gravitasi hanya tertutup
sebagian oleh batas padatnya. Dalam aliran saluran terbuka, air yang mengalir
memiliki permukaan yang bebas, dan air tersebut tidak dalam tekanan yang
berasal dari berat sendiri dan tekanan atmosfer. Beberapa aliran saluran terbuka
terjadi secara alami pada anak sungai dan batang air, yang umumnya memiliki
arah aliran yang tidak beraturan. Aliran saluran terbuka juga sering berupa tiruan,
seperti flume. Saluran ini memiliki bentuk-bentuk tertentu, seperti : segiempat,
segitiga maupun trapesium. Aliran saluran terbuka juga dapat terjadi dalam kanal,
jika kanal tersebut alirannya tidak penuh. Aliran normal sistem saluran
pembuangan lebih sedikit dan oleh karenanya didesign sebagai saluran terbuka
(Giles, R.V., dkk, 1995).
2.2 Teori Hidrolika dan Aliran Terbuka
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka (open channel
flow) maupun aliran pipa (pipe flow). Kedua jenis aliran tersebut sama dalam
banyak hal, namun berbeda dalam satu hal yang penting. Aliran saluran terbuka

harus memiliki permukaan bebas (free surface) sehingga dipengaruhi oleh tekanan
udara bebas (atmospheric pressure), sedangkan aliran pipa tidak demikian, karena
iair harus mengisi seluruh saluran. Aliran pipa, yang terkurung dalam saluran

16
Universitas Sumatera Utara

tertutup, tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara, kecuali oleh tekanan
hidrolik.

Gambar 2.1 Energi Aliran Saluran Terbuka dan Sketsa Tekanan Udara
(Chow,1992)
Jumlah energi dalam aliran di penampang berdasarkan suatu garis persamaan
adalah jumlah tinggi tempat z diukur dari garis dasar saluran, tinggi tekan y dan
tinggi kecepatan

, dengan v adalah kecepatan rata-rata aliran. Terlihat bahwa

energi yang hilang dari penampang 1 ke penampang 2 dinyatakan dengan
2.2.1


.

Klasifikasi Aliran Saluran Terbuka

2.2.1.a Klasifikasi Aliran berdasarkan Perilaku Aliran
Keadaan atau perilaku aliran saluran terbuka pada dasarnya ditentukan oleh
pengaruh kekentalan dan grabitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran.
Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi
perilaku aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran
terbuka pada umumnya yang ditemui dalam dunia perekayasaan.
Menurut ilmu mekanika fluida aliran fluida khususnya air diklasifikasikan
berdasarkan perbandingan antara gaya-gaya inersia (inertial forces) dengan gaya-

17
Universitas Sumatera Utara

gaya akibat kekentalannnya (viscous forces) menjadi tiga bagian yaitu: aliran
laminer, aliran transisi dan aliran turbulen. Variabel yang dipakai untuk klasifikasi
ini adalah bilangan Reynolds yang didefinisikan sebagai :

........................................................................................................... (2.1)
Dimana :
V
L
v

= Karakteristik kecepatan aliran (m/detik)
= Panjang karakteristik (m)
= kekentalan kinematik (m/detik2)

Kekentalan kinematik didefinisikan sebagai :
................................................................................................................. (2.2)
Dimana :
µ
ρ

= kekentalan dinamik dengan satuan kg/m.d
= kerapatan air dengan satuan kg/m3

Untuk air, perubahan kekentalan kinematik terhadap temperatur dapat

diperkirakan dengan persamaan berikut ini.
................. . (2.3)
Kerapatan air juga mengalami perubahan dengan perubahan temperatur. Dari suhu
C sampai 100C, besarnya ρ air = 1000 kg/m. Kenaikan temperatur menyebabkan
turunnya harga kerapatan air. Untuk temperatur 150C sampai 1000C air turun dari
999 kg/m3 menjadi 958 kg/m3 .
Klasifikasi aliran berdasarkan bilangan Reynolds dapat dibedakan menjadi
tiga kategori seperti berikut ini.


Re < 500



500 <

aliran laminer
12.500

aliran turbulen


Umumnya aliran pada saluran terbuka mempunyai Re > 12.500 sehingga
alirannya termasuk dalam kategori aliran turbulen.
2.2.1.b Klasifikasi Aliran berdasarkan Asalnya
Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran
terbuka. Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam
(natural) dan saluran buatan (artificial). Saluran alam meliputi semua alur air
yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di
pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai ke muara
sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan bebas juga dianggap sebagai
saluran terbuka alamiah.
Saluran buatan adalah saluran yang dibentuk oleh manusia seperti saluran
pelayaran, saluran pembangkit listrik, saluran irigasi, saluran banjir, termasuk
model saluran yang dibuat di laboratorium untuk keperluan penelitian. Sifat-sifat
hidrolik saluran semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk
memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk
saluran buatan dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi
sesungguhnya, dan dengan demikian cukup teliti untuk keperluan perancangan
praktis.
Pada berbagai keadaan praktek teknik saluran terbuka buatan diberi istilah yang

berbeda-beda seperti “saluran” (canal), “talang”(flume), “got miring”(chute),
“terjunan”(drop), “gorong-gorong”(culvert), “terowongan air terbuka”(open flow
tunnel) dan sebagainya. Namun istilah-istilah ini tidak diterapkan secara ketat dan
hanya didefinisikan secara umum. Saluran, biasanya panjang dan merupakan

19
Universitas Sumatera Utara

selokan landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu maupun tidak,
atau beton, semen, kayu maupun aspal. Talang, merupakan selokan dari kayu
logam, beton atau pasangan batu, biasanya disangga atau terletak di atas
permukaan tanah, untuk mengalirkan air berdasarkan perbedaan tinggi tekan. Got
miring, adalah selokan yang curam. Terjunan sama dengan got miring namun
perubahan tinggi air terjadi dalam jarak pendek. Gorong-gorong, merupakan
selokan tertutup yang pendek, dipakai untuk mengalirkan air melalui tanggul jalan
kereta api maupun jalan raya. Terowongan air terbuka, adalah selokan tertutup
yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit atau setiap
gundukan tanah.
2.2.1.c Konsistensi Bentuk Penampang dan Kemiringan Dasar
Suatu saluran yang penampang melintangnya dibuat tidak berubah-ubah dan

kemiringan dasarnya tetap, disebut saluran prismatik (prismatic channel). Bila
sebaliknya, disebut saluran tak prismatik (nonprismatic channel). Contohnya
adalah pelimpah tekanan yang memiliki lebar berubah-ubah dengan trase
melengkung. Saluran yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah prismatik.
2.2.2

Kecepatan Aliran pada Aliran Seragam

Di dalam aliran seragam, dianggap bahwa aliran adalah mantap dan satu dimensi.
Aliran tidak mantap yang seragam hampir tidak ada di alam. Dengan anggapan
satu dimensi berarti kecepatan aliran di setiap titik pada penampang melintang
adalah sama. Contoh aliran seragam adalah aliran melalui saluran irigasi yang
sangat panjang dan tidak ada perubahan penampang. Aliran di saluran irigasi yang
dekat bangunan irigasi tidak lagi seragam karena adanya pembendungan atau
terjunan, yang menyebabkan aliran menjadi tidak seragam (non uniform). Pada

20
Universitas Sumatera Utara

umumnya aliran seragam di saluran terbuka adalah turbulen, sedang laminer

jarang terjadi.
Kecepatan aliran pada saluran terbuka dapat ditentukan dengan rumus Chezy, dan
rumus Manning atau rumus Strickler. Kedua rumus tersebut hanya dibedakan
pada nilai koefisien kekasarannya. Rumus Chezy menggunakan nilai koefisien
kekasaran kekasaran C yang ditentukan oleh Ganguillet dan Kutter, H. Bazin, atau
Powell (Chow dkk., 1992). Sedangkan rumus Manning yang memiliki nilai
koefisien kekasaran n yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, tetumbuhan,
ketidakteraturan saluran, trase saluran, pengendapan dan penggerusan, hambatan,
ukuran dan bentuk saluran, serta taraf dan debit air (Chow dkk.,1992).
Coefisien C dapat diperoleh dengan menggunakan:

C =

......................................................................................... (2.4)

C =

( Kutter ) .......................................................... (2.5)

C =


( Manning ) ........................................................ (2.6)

C =

( Bazin ) .......................................................... (2.7)

C = -42 log (

) ( Powell ) ......................................................... (2.8)

2.2.2.a Formula Manning

21
Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1889 seorang insinyur asal Irlandia, Robert Manning mengemukakan
sebuah rumus yang akhirnya menjadi rumus yang sangat dikenal dengan
................................................................................................. (2.9)


Dimana:
v
n
R
I

= Kecepatan aliran (m/detik)
= Koefisien Kekasarang Manning
= Jari-jari hidraulis (m)
= Kemiringan dasar saluran

Akibat sederhananya rumus ini dan hasilnya sangat memuaskan dalam pemakaian
praktis, rumus Manning menjadi sangat banyak dipakai dibandingkan dengan
rumus aliran seragam lainnya.
Discharge (Q) untuk aliran steady uniform, pada pola formula Manning:

)

Q = AV = A (
Q = AV = A (


)

............................................................... (2.10)
.................................................................. (2.11)

Q dalam m3/s jika A dalam m2 dan R dalam m.
Loss Head ( hL) ditunjukkan dalam formula Manning:

hL =

menggunakan S = hL / L .............................. (2.12)

untuk aliran tidak seragam, nilai V dan R dapat digunakan untuk alas an yang
akurat. Untuk saluran yang panjang, jika pendek kedalamannya dapat diganti pada
magnitude yang sama.

2.2.2.b Penentu Koefisien Kekasaran Manning

22
Universitas Sumatera Utara

Kesulitan terbesar dalam pemakaian rumus Manning adalah menentukan koefisien
kekasaran n, sebab tidak ada cara tertentu untuk pemilihan nilai n. Pada tingkat
pengetahuan saat ini. Memilih suatu nilai n sebenarnya berarti memperkirakan
hambatan aliran pada

saluran tertentu, yang benar-benar tidak dapat

diperhitungkan.
Untuk sekedar tuntutan bagi penentuan yang wajar mengenai koefisien kekasaran,
akan dibahas 4 pendekatan umum, yakni (1) memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai n dan hal ini memerlukan suatu pengetahuan dasar mengenai
persoalannya dan kadar perkiraannya; (2) mencocokkan tabel dari nilai- nilai n
untuk berbagai tipe saluran; (3) memeriksa dan memahami sifat beberapa saluran
yang koefisien kekasarannya telah diketahui; (4) menentukan nilai n dengan cara
analitis berdasarkan distribusi kecepatan teoritis pada penampang saluran dan data
pengukuran kecepatan maupun pengukuran kekasaran. Berikut ini adalah tabel 2.1
nilai koefisien kekasaran Manning yang lazim digunakan.
Tabel 2.1 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (Triatmodjo, 1993)
Bahan
Koefisien Manning (n)
Besi Tuang Dilapis
0.014
Kaca
0.010
Saluran Beton
0.013
Bata Dilapisi Mortar
0.015
Pasangan Batu Disemen
0.025
Saluran Tanah Bersih
0.022
Saluran Tanah
0.030
Saluran Dengan Dasar Batu dan Tebing Rumput
0.040
Saluran pada Galian Batu Padas
0.040
(Sumber: Hidaulika II, Triatmodjo, 1993)

2.2.2.c Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Kekasaran Manning

23
Universitas Sumatera Utara

Suatu saluran tidak harus memiliki satu nilai n saja untuk setiap keadaan.
Sebenarnya nilai n sangat bervariasi dan tergantung pada berbagai faktor. Dalam
memilih nilai n yang sesuai untuk berbagai kondisi perancangan maka adanya
pengetahuan dasar tentang faktor-faktor tersebut akan sangat banyak membantu.
Faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap koefisien kekasaran baik
bagi saluran buatan maupun alam diuraikan sebagai berikut.


Trase saluran, kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar
akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, seadngkan kelengkungan
yang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan memperbesar nilai n.



Kekasaran Permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran
bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek hambatan
terhadap aliran. Hal ini sering dianggap sebagai satu-satunya faktor dalam
memilih koefisien kekasaran, tetapi sebenarnya hanyalah satu dari
beberapa faktor utama lainnya. Secara umum dikatakan bahwa butiran
halus mengakibatkan nilai n yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki
nilai n yang tinggi.



Tetumbuhan, digolongkan sebagai jenis kekasaran permukaan, tetapi hal
ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran.



Ketidakteraturan saluran, mencakup pula ketidakteraturan keliling basah
dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran.



Taraf air dan debit, nilai n pada saluran umumnya erkurang bila taraf dan
debitnya bertambah. Bila air rendah, ketidakteraturan dasar saluran akan
menonjol dan efeknya kelihatan. Namun nilai n dapat pula besar pada taraf
air yang tinggi bila dinding saluran kasar dan berumput.

24
Universitas Sumatera Utara



Hambatan, adanya balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya cenderung
memperbesar n. Besarnya kenaikan ini tergantung pada sifat alamiah
hambatan, ukuran, bentuk, banyaknya dan penyebarannya.

2.3 Sedimen
Proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan
(deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Proses
tersebut berjalan sangat kompleks. Hal ini berakibat pada berkurangnya layanan
waduk karena pendangkalan dan penurunan kapasitas. Sedimentasi dapat
diakibatkan oleh adanya longsoran di daerah tampungan waduk maupun akibat
angkutan sedimen. Diperlukan suatu cara untuk menangkap potensi sedimen yang
ada pada anak-anak sungai didaerah hulu sebelum masuk kedalam tampungan
waduk (Puslitbang Pengairan Balitbang PU, 1995-1996).
2.3.1

Pembagian Sedimen

Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan sedimen
yang terbawa oleh aliran sungai, material tersebut dapat terangkut kembali apabila
kecepatan aliran cukup tinggi. Besarnya volume angkutan sedimen tergantung
dari kecepatan aliran dan adanya kegiatan di palung sungai. Sebagai akibat dari
perubahan volume angkutan sedimen adalah terjadinya pergerusan di beberapa
tempat dan akan mengendap di tempat lain pada dasar sungai. Sehingga denga
demikian bentuk dasar sungai akan selalu berubah. Untuk memperkirakan
perubahan dasar sungai tersebut telah dikembangkan banyak rumus berdasarkan
percobaan di lapangan maupun di laboratorium. Walaupun demikian perhitungan
angkutan sedimen tidak teliti, karena (Loebis, 1993):

25
Universitas Sumatera Utara

1. Interaksi antara aliran air dan angkutan sedimen adalah sangat komplek
dan oleh karena itu sulit untuk dirumuskan secara matematis.
2. Pengukuran angkutan sedimen sulit dilaksanakan dengan teliti, sehingga
rumus angkutan sedimen tidak dapat dicek dengan baik.
Angkutan sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan pembagian sebagai berikut
(Loebis, 1993):
Angkutan
Material
Dasar

bed Load
Berdasar
kan
Mekanis
me
Sedimen

Berdasar
kan
Sumber
Sedimen
Suspended
Load

Wash Load

Gambar 2.2 Diagram Klasifikasi Angkutan Sedimen
Aliran air akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut
mekanisme pengangkutannya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu
(Sosrodarsono, 1985):
a. Muatan dasar (bed load)
Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara menggelinding,
meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar sungai.
b. Muatan melayang (suspended load)
Terdiri dari butiran halus yang ukurannya lebih kecil dari 0,1 mm dan senantiasa
melayang di dalam aliran sungai. Partikel cendrung mengendap apabila kecepatan
aliran melambat dan akan bergerak kembali karena turbulen aliran air sungai.
Lebih-lebih butiran yang sangat halus, walaupun air tidak lagi mengalir, tetapi
26
Universitas Sumatera Utara

butiran tersebut tetap tidak mengendap dan airnya akan tetap saja keruh dan
sedimen semacam ini disebut muatan kikisan (wash load) .
Untuk membedakan muatan laying dan muatan dasar cukup sulit. Kriteria umum
untuk menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (U*)
dan kecepatan jatuh (W), yaitu apabila U*/W > 1,5 maka termasuk sebagai
muatan melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel
pada saat pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran
diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang .
2.3.2

Angkutan Sedimen

Pengertian umum angkutan sedimen adalah sebagai pergerakan butiran-butiran
material dasar saluran yang merupakan hasil erosi yang disebabkan oleh gaya dan
kecepatan aliran sungai. Di dalam perhitungan sifat-sifat sedimen yang dipakai
adalah: ukuran, kerapatan atau kepadatan, kecepatan jatuh dan porositas. Laju
angkutan sedimen, perubahan dasar dan tebing saluran, perubahan morfologi
sungai dapat diterangkan jika sifat sedimennya diketahui.
Beban sedimen yang diangkut melewati suatu penampang alur sungai terdiri atas
beban bilas (Wash Load), Beban laying (Suspended Load) dan beban alas (Bed
Load). Prinsip dasar angkutan sedimen yaitu untuk mengetahui perilaku sedimen
pada kondisi tertentu, apakah keadaan sungai seimbang, erosi, maupun
sedimentasi. Juga untuk prediksi kuantitas sedimen dalam proses tersebut. Proses
yang terjadi secara alami ini kuantitasnya ditentukan oleh gaya geser aliran serta
diameter butiran sedimen. Laju pengangkutan sedimen merupakan besarnya
sedimen yang diukur sesaat. Jika debitnya tidak berubah secara cepat, maka satu

27
Universitas Sumatera Utara

kali pengukuran laju pengangkutan sedimen sudah cukup untuk menentukan laju
rata-rata dalam satu hari (Soemarto, 1999)
Angkutan sedimen dapat menyebabkan terjadinya perubahan dasar sungai.
Angkutan pada suatu ruas sungai akan mengalami erosi atau pengendapan
tergantung dari besar kecilnya angkutan sedimen yang terjadi. Beberapa Faktor
yang mempengaruhi angkutan sedimen adalah :
2.3.2.a Ukuran Partikel Sedimen
Pengukuran ukuran butiran tergantung pada jenis bongkahan, untuk berangkal
pengukuran dilakukan secara langsung, untuk kerikil dan pasir dilakukan dengan
analisa saringan sedangkan untuk lanau dan lempung dilakukan dengan analisa
sedimen. sedimen alami adalah campuran dari berbagai ukuran partikel yang
berbeda dan bentuk. Ukuran partikel distribusi biasanya diwakili oleh sebidang
persentase berat total sampel, yang lebih kecil dari ukuran tertentu diplot sebagai
fungsi dari ukuran partikel (Chanson H, 2004).
2.3.2.b Berat Spesifik Sedimen
Berat spesifik adalah berat sedimen per satuan volume dari bahan angkutan
sedimen. Dirumuskan sebagai berikut:
......................................................................................... (2.13)
Dimana:
ϓ = massa jenis air (kg/m3)

2.3.2.c Kecepatan Jatuh ( Fall Velocity )

28
Universitas Sumatera Utara

Karakteristik dari sedimen adalah kecepatan jatuhnya atau fall velocity (ω), yang
mana adalah kecepatan maksimum yang dicapai oleh suatu partikel akibat gaya
gravitasi. Ukuran pasir yang tersuspensi dalam suatu sungai akan tergantung
kepada nilai fall velocity-nya. Dalam fluida ideal, partikel tersuspensi (lebih berat
daripada air) jatuh: yaitu memiliki ke bawah (vertikal) gerakan. Kecepatan jatuh
awal adalah kecepatan partikel pada kesetimbangan, jumlah gaya gravitasi, daya
apung dan gaya gesek cairan yang sama dengan nol. Dalam saluran terbuka,
kecepatan partikel jatuh lebih lanjut dipengaruhi oleh turbulensi aliran dan
interaksi dengan partikel sekitarnya (Chanson H, 2004).
Untuk suatu ukuran butiran sedimen yang besar, akan jatuh dengan cepat dan akan
lebih sedikit mendapat tahanan dari air dibandingkan dengan butiran sedimen
yang lebih halus (Helena M.T, 2010).
Penentuan kecepatan endap amat penting karena sangat berpengaruh terhadap
dimensi kantong lumpur. Ada dua metode yang bisa digunakan untuk menentukan
kecepatan endap (KP-02):

Persamaan umum untuk mencari nilai fall velocity :
............................................................................................... (2.14)
Dimana :
ω = kecepatan jatuh (m/det)
= massa jenis sedimen (kg/m3)
= massa jenis air (kg/m3)
d = diameter sedimen (mm)
v = viskositas kinematic (m2/det)

29
Universitas Sumatera Utara

Nilai fall velocity (ω) juga dapat diketahui apabila diketahui diameter sedimen (d),
temperatur air (°C) dan shape factor dari sedimen.
2.3.3

Persamaan Angkutan Sedimen

Pemodelan angkutan sedimen dipilih dari beberapa persamaan empiris dan profil
aliran/hidrolika menggunakan persamaan dasar aliran satu dimensi, dimana salah
satu datanya adalah data geometri. Angkutan sedimen ditentukan dari ukuran
butiran material bed load. Model juga dipersiapkan untuk melakukan simulasi
kecenderungan perilaku erosi dan pengendapan dalam jangka panjang, dengan
melakukan perubahan frekuensi dan durasi data debit atau perubahan geometri
saluran yang diteliti
Rumus-rumus yang dipakai dalam perhitungan angkutan sedimen adalah
persamaan-persamaan Engelund and Hansen, Yang’s, Shen and Hung’s, Metode
Sampling Meyer Petter Muller (Yang C.T, 1996)..

2.4 Mekanika Fluida dan Hidraulika
Mekanika Fluida dan hidraulika merupakan cabang mekanika terapan yang terurai
dari perilaku fluida saat bergerak maupun diam. Dalam fluida statis, berat spesifik
sangat penting, sedangkan dalam fluida dinamis, massa jenis dan viskositas
merupakan komponen utama.
Fluida merupakan zat yang mampu mengalir dan menyesuaikan bentuknya
dengan bejana. Fluida diklasifikasikan sebagai cair atau gas.

2.4.1

Sifat-Sifat Air
30
Universitas Sumatera Utara

Tahanan fluida terhadap perubahan bentuk sangat kecil, sehingga fluida
dapat dengan mudah mengikuti bentuk ruangan/tempat yang membatasinya.
Fluida dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu zat cair dan zat gas.
Zat cair dan zat gas mempunyai sifat-sifat serupa, yang terpenting adalah
sebagai berikut ini:
1. Kedua zat ini tidak melawan perubahan bentuk, dan
2. Kedua zat tidak mengadakan reaksi terhadap gaya geser, yaitu gaya yang
bekerja sejajar dengan permukaan lapisan-lapisan zat cair atau gas yang
mencoba untuk menggeser lapisan-lapisan tersebut antara satu terhadap yang
lain. Oleh karena itu apabila ada sentuhan sedikit saja, dua lapisan yang saling
berdampingan akan bergerak antara satu terhadap lainnya.

Sedang perbedaan utama antara zat cair dan gas adalah sebagai berikut :
1.

Zat cair mempunyai permukaan bebas, dan massa zat cair hanya akan mengisi
volume yang diperlukan dalam suatu ruangan, sedangkan gas tidak
mempunyai permukaan bebas dan massanya akan mengisi seluruh ruangan,
dan

2.

Zat cair merupakan zat yang praktis tak termampatkan, sedang gas adalah zat
yang bisa dimampatkan.
Perilaku zat cair, terutama air, banyak dipelajari dalam bidang teknik sipil, sedang
gas banyak dipelajari dalam bidang teknik mesin, kimia, aeronotika, dan
sebagainya. Zat cair mempunyai beberapa sifat berikut ini :
1. Apabila ruangan lebih besar dari volume zat cair, akan terbentuk permukaan
bebas horizontal yang berhubungan dengan atmosfer,

31
Universitas Sumatera Utara

2. Mempunyai rapat massa dan berat jenis,
3. Dapat dianggap tidak termampatkan (incrompressible),
4. Mempunyai viskositas (kekentalan)
5. Mempunyai kohesi, adhesi, dan tegangan permukaan.
Diantara sifat-sifat tersebut, yang terpenting adalah rapat massa, berat jenis, dan
viskositas. Aliran zat cair dapat diklasifikasikan menjadin beberapa macam seperti
berikut :
1. Aliran Invisid dan Viskos

(a)

(b)

Gambar 2.3 (a)Aliran Viskos dan (b)Aliran Invisid
Aliran invisid adalah aliran di mana kekentalan zat cair ,µ ,dianggap nol (zat cair
ideal). Sebenarnya zat cair dengan kekentalan nol tidak ada di alam, tetapi dengan
anggapan tersebut akan sangat menyederhanakan permasalahan yangb sangat
kompleks dalam hidraulika. Karena zat cair tidak mempunyai kekentalan maka
tidak terjadi tegangan geser antara partikel zat cair dan antara zat cair dengan
kekentalan kecil seperti air.
Aliran viskos adalah aliran di mana kekentalan diperhitungkan (zat cair
rill). Keadaan ini menyebabkan timbulnya tegangan geser antara partikel zat cair
yang bergerak dengan kecepatan berbeda. Apabila zat cair rill mengalir melalui
bidang batas yang diam, zat cair yang berhubungan langsung dengan bidang batas
tersebut akan mempunyai kecepatan nol (diam). Kecepatan zat cair akan
32
Universitas Sumatera Utara

bertambah sesuai dengan jarak dari bidang tersebut. Apabila medan aliran sangat
dalam/lebar, di luar suatu jarak tertentu dari bidang batas, aliran tidak lagi
dipengaruhi oleh hambatan bidang batas. Pada daerah tersebut kecepatan aliran
hamper seragam. Bagian aliran yang berada dekat dengan bidang batas, di mana
terjadi perubahan kecepatan yang besar dikenal dengan lapis batas (boundary
layer). Di daerah lapis batas ini tegangan geser terbentuk di antara lapis-lapis zat
cair yang bergerak dengan kecepatan berbeda karena adanya kekentalan zat cair
dan turbulensi yang menyebabkan partikel zat cair bergerak dari lapis yang satu
ke lapis lainnya. Di luar lapis batas tersebut pengaruh tegangan geser yang terjadi
karena adanya bidang batas dapat diabaikan dan zat cair dapat dianggap sebagai
zat cair ideal.
2. Aliran Kompresibel dan Tak Kompresibel
Semua fluida kompresibel sehingga rapat massanya berubah dengan
perubahan tekanan. Pada aliran mantap dengan perubahan rapat massa kecil,
sering dilakukan penyederhanaan dengan menganggap bahwa zat cair adalah tak
kompresibel dan rapat massa adalah konstan. Oleh karena zat cair mempunyai
kemampatan yang sangat kecil, maka dalam analisis aliran mantap sering
dilakukan anggapan zat cair tak kompresibel. Tetapi pada aliran tak mantap
melalui pipa di mana bisa terjadi perubahan tekanan yang sangat besar, maka
kompresibilitas zat cair harus diperhitungkan.
Untuk gas di mana kemampatannya besar, maka perubahan rapat massa
karena adanya perubahan tekanan harus diperhitungkan.
3. Aliran Laminer dan Turbulen

33
Universitas Sumatera Utara

Aliran viskos dapat dibedakan dalam aliran laminer dan turbulen. Aliran Laminar
umumnya terjadi pada aliran saluran terbuka, dengan nilai Reynold sebesar 2000
atau lebih kecil. Aliran disebut laminar bila Re = 10000. Untuk aliran terbuka, Re
= 4RV/v, dimana R adalah radius hidraulik, V = kecepatan aliran, dan v =
viskositas kinematic.
Aliran laminer adalah apabila partikel-partikel zat cair bergerak teratur dengan
membentuk garis lintasan kontinyu dan tidak saling berpotongan. Apabila zat
warna diinjeksikan pada suatu titik dalam aliran, maka zat warna tersebut akan
mengalir menurut garis aliran yang teratur seperti benang tanpa terjadi difusi atau
penyebaran.
Pada aliran turbulen Gambar 2.4.b partikel-partikel zat cair bergerak tidak
teratur dan garis lintasannya saling berpotongan. Zat warna yang dimasukkan
pada suatu titik dalam aliran akan terdifusi dengan cepat ke seluruh aliran. Aliran
turbulen terjadi apabila kecepatan aliran besar, saluran besar, dan zat cair
mempunyai kekentalan kecil.

(a)

(b)

Gambar 2.4 (a) aliran laminar dan (b) aliran turbulen
4. Aliran Mantap dan Tak Mantap

34
Universitas Sumatera Utara

Aliran mantap (steady flow) terjadi jika variabel dari aliran seperti kecepatan V,
tekanan p, rapat massa ρ, penampang aliran A, debit Q, dsb, di sembarang titik
pada zat cair tidak berubah dengan waktu.
Dalam aliran turbulen, gerak partikel zat cair selalu tidak beraturan. Di sembarang
titik selalu terjadi fluktuasi kecil dari kecepatan. Tetapi jika nilai reratanya pada
suatu periode adalah konstan maka aliran tersebut adalah permanen.

Gambar 2.5 Menunjukkan Kecepatan Sebagai Fungsi Waktu Pada Suatu Titik
Dalam Aliran Turbulen Untuk (a) Aliran Mantap dan (b) Tak Mantap
Aliran tak mantap (unsteady flow) terjadi jika variabel aliran pada setiap
titik berubah dengan waktu.
Gambar 2.5.b menunjukkan kecepatan sebagai fungsi waktu pada suatu titik
dalam aliran turbulen dan tak mantap. Analisis dari aliran ini adalah sangat
kompleks,

biasanya

penyelesaiannya

dilakukan

secara

numerik

dengan

menggunakan komputer.
Aliran steady uniform meliputi 2 kondisi aliran. Aliran steady, didefenisikan
sebagai under closed-conduit, mengacu pada kondisi dimana karakteristik aliran
di berbagai titik tidak dipengaruhi oleh waktu. Uniform flow mengacu pada
kondisi dimana kedalaman, kemiringan, kecepatan dan penampang cenderung
konstan terhadap panjang saluran.

35
Universitas Sumatera Utara

Dalam kasus tertentu, kelas garis energi, kelas garis hidraulik dan dasar aliran
ialah sama. Hal ini tidak serupa untuk aliran steady tidak seragam (Schaum,
1995).
Dalam saluran terbuka, perhitungan untuk aliran steady (mantap) dapat
dinyatakan berdasarkan persamaan energi berikut ini (Chow,1997).
.............................................................. (2.15)
Dimana :

hf
he
v
a
z

g
= Percepatan gravitasi (m/detik2)
= Kehilangan energi akibat gesekan (m)
= Kehilangan energi akibat perubahan penampang (m)
= Kecepatan rerata (m/detik)
= Koefisien distribusi kecepatan
= Tinggi energi dari datum (m)

Gesekan dan perubahan penampang sungai dapat mengakibatkan kehilangan
tinggi energi. Kehilangan akibat gesekan merupakan hasil dari kemiringan garis
energi (Sf) dan panjang (L), seperti persamaan berikut:
.......................................................................................................... (2.16)
........................................................................................................ (2.17)
..................................................................................................... (2.18)
Dimana:
hf
L
Sf
Q

= Kehilangan energi akibat gesekan (m)
= Jarak antar sub bagian (m)
= Kemiringan garis energi (friction slope)
K
= Pengangkutan aliran tiap sub bagian
= Debit air (m3/detik)

Pada umumnya perhitungan pada aliran-saluran terbuka hanya digunakan pada
aliran tetap dengan debit Q dinyatakan sebagai.
Q = A.v ............................................................................................................ (2.19)

36
Universitas Sumatera Utara

Dengan:
Q
A
V

= Debit aliran (m3/detik)
= Luas Penampang melintang saluran (m2)
= Kecepatan aliran (m/detik)

5. Aliran Seragam dan Tak Seragam
Aliran tidak seragam terjadi saat kedalaman aliran berubah disepanjang panjang
dari saluran terbuka. Aliran saluran tidak seragam bisa tenang atau tidak tenang.
Bisa diklasifikasikan menjadi tenang, cepat atau kritikal.Aliran disebut seragam
(uniform flow) apabila tidak ada perubahan besar dan arah dari kecepatan suatu
titik ke titik yang lain di sepanjang aliran (Gambar 2.6.a). Demikian juga dengan
variabel-variabel lainnya seperti tekanan, rapat massa, kedalaman, debit, dsb.
Aliran tak seragam (nonuniform flow) terjadi jika semua variabel aliran berubah
pada jarak tertentu (Gambar 2.6.b)

Gambar 2.6 (a) Aliran Seragam dan (b) Aliran Tak Seragam
Pada aliran tidak seragam, biasanya saluran terbuka dibagi terhadap panjang, L.
Untuk menghitung kurva air yang ditahan, persamaannya ialah

L =

=

=

......................................................... (2.20)

Dimana:

37
Universitas Sumatera Utara

S0
S

= kemiringan dasar saluran dan
= kemiringan batas level energy

gradient energy S dapat ditulis
S = (

)2 ............................................................................................. (2.21)

Atau
........................................................................................................... (2.22)
Profil permukaan untuk aliran kondisi bervariasi secara bertahap dalam lebar
saluran segiempat dapat dianalisis menggunakan persamaan berikut:
=

.............................................................................................. (2.23)

Istilah dy/dL mewakili kemiringan permukaan air relative terhadap dasar saluran.
Jika dy/dL positif, maka kedalaman meningkat ke hilir (Giles, R.V., dkk, 1995).
6. Aliran Satu, Dua dan Tiga Dimensi
Dalam aliran satu dimensi, kecepatan di setiap titik pada tampang lintang
mempunyai besar dan arah yang sama. Sebenarnya jenis aliran semacam ini
sangat jarang terjadi. Tetapi dalam analisa hidraulika, aliran tiga dimensi dapat
disederhanakan menjadi aliran satu dimensi berdasarkan beberapa anggapan,
misalnya mengabaikan perubahan kecepatan vertical dan melintang terhadap
kecepatan pada arah memanjang. Keadaan pada tampang lintang adalah nilai ratarata dari kecepatan, rapat massa, dan sifat-sifat lainnya. Perubahan kecepatan
hanya terjadi pada arah aliran.
Dalam aliran dua dimensi, semua partikel dianggap mengalir dalam bidang
sepanjang aliran, sehingga tidak ada aliran tegak lurus pada bidang tersebut
(Gambar 2.7.b). Bidang tersebut bisa mendatar atau vertikal tergantung pada
masalah yang ditinjau. Apabila distribusi vertikal dari kecepatan atau sifat-sifat

38
Universitas Sumatera Utara

yang lain adalah penting daripada arah melintang maka aliran dapat dianggap dua
dimensi vertikal. Sedang aliran di saluran yang sangat lebar, misalnya di pantai,
maka anggapan aliran dua dimensi mendatar adalah lebih sesuai.
Kebanyakan aliran di alam adalah tiga dimensi, di mana komponen kecepatan u,
v, w adalah sangat sulit. Gambar 2.7.c menunjukkan aliran tiga dimensi.

Gambar 2.7 (a) Aliran 1 Dimensi, (b) Aliran 2 Dimensi, dan
(c) Aliran 3 Dimensi
7. Aliran Rotasional dan Tak Rotasional
Aliran rotasonal adalah bila setiap partikel zat cair mempunyai kecepatan sudut
terhadap pusat massanya.
Gambar 2.8.a. menunjukkan distribusi kecepatan suatu aliran turbulen dari zat cair
rill melalui dinding batas lurus. Karena distribusi kecepatan yang tidak merata,
partikel zat cair akan berotasi. Suatu partikel yang semula kedua sumbunya saling
tegak lurus setelah mengalami rotasi akan terjadi perubahan sudut. Pada aliran tak
rotasional, distribusi kecepatan di dekat dinding batas adalah merata (Gambar
2.8.b). Suatu partikel zat cair tidak berotasi terhadap pusat massanya.

39
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 (a) Aliran Rotasional dan (b) Tak Rotasional

8. Aliran Kritis, Subkritis, dan Superkritis
Aliran kritis merupakan kondisi aliran yang dipakai sebagai pagangan dalam
menentukan dimensi bangunan ukur debit. Pada kondisi tersebut, yang disebut
sebagai keadaan aliran modular ialah pada suatu kondisi debitnya maksimum dan
energi spesifiknya adalah minimum.
Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi aliran subkritis,
kritis, dan super kritis. Aliran disebut sub kritis apabila gangguan (misalnya batu
dilemparkan ke dalam aliran sehingga menimbulkan geombang) yang terjadi di
suatu titik pada aliran dapat menjalar ke arah hulu. Aliran sub kritis dipengaruhi
oleh kondisi hilir, dengan kata lain keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di
sebelah hulu. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang
terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran disebut super kritis. Dalam hal ini
kondisi di hulu akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Apabila kecepatan
aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka
aliran adalah super kritis.Penentuan tipe aliran dapat didasarkan pada nilai
bilangan Froude Fr, yang mempunyai bentuk:
.......................................................................................................... (2.24)

40
Universitas Sumatera Utara

Dengan:
Fr
g
y

= Bilangan Froude
v
= Kecepatan aliran (m/detik)
= Percepatan gravitasi (m/detik2)
= Kedalaman aliran (m)

Fenomena aliran modular pada pintu yang diletakkan di atas ambang untuk satu
energi spesifik yang konstan (

dapat diidentifikasi melalui tiga kondisi seperti

berikut :

Grafik 2.9 Hubungan Antara Debit dan Tinggi Air pada Kondisi Energi Spesifik
konstan

Gambar 2.10 Gelombang (a) air diam (b) Aliran Sub Kritis, (c) Aliran Kritis,
dan (d) Aliran Super Kritis (Triatmodjo,1993)

41
Universitas Sumatera Utara

Aliran subkritis dan aliran superkritis dapat diketahui melalui nilai bilangan
Froude (F). Bilangan Froude tersebut membedakan jenis aliran menjadi tiga jenis
yaitu aliran kritis, subkritis, dan superkritis (Queensland Department of Natural
Resources and Mines, 2004). Ketiga jenis aliran dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Aliran subkritis, jika bilangan Froude lebih kecil dari 1 (Fr1). Untuk aliran
superkritis kedalaman relatif lebih kecil dan kecepatan relatif tinggi.
Contoh penerapan aliran kritis, subkritis, dan superkritis yaitu aliran melalui pintu
sorong/gerak. Kondisi aliran melalui pintu sorong (sluice gate) akan tampak jelas
apakah dalam kondisi aliran bebas atau tenggelam, tergantung dari kedalaman air
di hilir pintu yang secara bergantian ditentukan oleh kondisi aliran dihilir pintu
tersebut. Kondisi aliran bebas (free flow) dicapai bila aliran di hulu pintu adalah
subkritis, sedangkan aliran di hilir pintu adalah superkritis.
Lompatan hidraulik terjadi saat aliran superkritis berubah menjadi aliran subkritis.
Dalam beberapa kasus, elevasi permukaan aliran meningkat tiba-tiba dalam aliran
yang memiliki arah. Untuk aliran konstan pada saluran segiempat, persamaannya
ialah
= y1y2 (

) ............................................................................................ (2.25)

42
Universitas Sumatera Utara

2.4.2

Pemodelan Hidrolika

Dalam pelaksaan kegiatan penelitian mengenai model bangunan pendukung ini,
ada beberapa teori-teori pendukung akan hal-hal yang dapat mempengaruhi
pemodelan terhadap penelitian.
Gaya hela (drag force) yang mendesak suatu benda padat yang bergerak melalui
fluida terdiri dari dua komponen yaitu surface drag dan form drag.

Gambar 2.11 Surface Drag & Form Drag
Gaya hela total dinyatakan sebagai berikut :
F  Cd . A

 .V 2
2

............................................................................................... (2.26)

Dimana :
F
Cd
A
Ρ
V

= Gaya hela total
= Drag coefficient
= Luas tampang benda padat
= Density fluida
= Kecepatan benda padat

Untuk surface drag disekeliling sebuah benda bunda r:

Cd 

24
24

........................................................................................... (2.27)
 .D.V Re



Dimana :
43
Universitas Sumatera Utara

Re
D



= Reynolds number dari bola yang bergerak melalui fluida tersebut
= Diameter bola
= Koefisien viskositas dinamis fluida

Dari hukum stokes:



3
2  y s  y f r
.......................................................................................... (2.28)
9
v

Dimana :
ys
yf
r

= Specific weight benda
= Specific weight fluida = ρ.g
= Radius bola

Drag Coeficient untuk benda bundar :

Cd 

8  s   f .r
.......................................................................................... (2.29)
2
3
 .V
Karena sifat hubungan rumit antara Cd dan bilangan Reynold tidak

dapat secara langsung diintegrasikan.

Gambar 2.12 Pengaliran Diatas Broad Crested Weir
Untuk pengaliran di atas broad crested weir berlaku persamaan Bernouli, yaitu:
H = Hc +

44
Universitas Sumatera Utara

V=

........................................................................................ (2.30)

Dimana:
H = Tinggi muka air hulu di atas weir
Hc = dc = Kedalaman air kritis
V = Kecepatan aliran pada hc
G = Percepatan gravitasi

Apabila lebar weir adalah B dan koefisien debit adalah Cd, maka debit yang
mengalir melalui broad crested weir adalah:

Q  Cd .B.hc.V
Q  Cd .B.hc. 2 g.( H  hc)
Q  Cd .B. 2 g.( H .hc 2  hc3 )

.......................................................................... (2.31)

Dengan pengaliran di hilir weir jatuh bebas, maka kedalaman di atas weir adalah
kedalaman yang memberikan debit maksimum sehingga harga (H.hc2 – hc3) juga
maksimum. Maka diperoleh:
d ( H .hc 2  hc 3 )
0
dhc
2.H .hc  3hc 2  0
2
hc  .H
3

.......................................................................................... (2.32)

Jadi :

Q  Cd .B. 2 g.( H .hc 2  hc 3
2
 2

Q  Cd .B 2 g  H ( H ) 2  ( H )3 
3
 3


45
Universitas Sumatera Utara

Q  C d .B. 2 g (

4
H )3
27
3

Q  C d .B.1,705.H 2

................................................................................... (2.33)

Maka debit melalui broad crested weir adalah :
Q = 1,705.Cd.B.H3/2 ......................................................................................... (2.34)
Dimana :
Q = Debit aliran (m3/ detik)
H = Tinggi muka air hulu ambang (m)
Cd = Koefisien debit
B = Lebar ambang (m)

Jika dimensi jarak di buat dalam satuan (mm) maka persamaan debit menjadi :
Q = 53.91.Cd.B.H3/2 ......................................................................................... (2.35)
Dimana :
Q = Debit aliran (mm3/detik)
H = Tinggi muka air hulu ambang (mm)
Cd = Koefisien debit
B = Lebar ambang (mm)

Dengan adanya ambang, akan terjadi efek pembendungan di sebelah hulu
ambang. Efek ini dapat dilihat dari naiknya permukaan air bila dibandingkan
dengan sebelum di pasang ambang. Dengan demikian, pada penerapan di
lapangan harus diantisipasi kemungkinan banjir di hulu ambang.
Secara teori naiknya permukaan air ini merupakan gejala alam dari aliran dimana
untuk memperoleh aliran air yang stabil, maka air akan mengalir dengan kondisi

46
Universitas Sumatera Utara

aliran subkritik, karena aliran jenis ini tidak akan menimbulkan gerusan (erosi)
pada permukaan saluran terjunan atau kemiringan saluran yang cukup besar,
setelah melewati ambang aliran dapat pula berlaku sebagai aliran superkritik
(Helena, 2010)
Pada penerapan dilapangan apabila kondisi super kritik ini terjadi maka akan
sangat membahayakan, dimana dasar tebing saluran akan tergerus. Strategi
penanganan aliran misalnya dengan memasang lantai beton atau batu – batu cukup
besar di hilir ambang. Pada

saat melewati ambang biasanya aliran akan

berperilaku sebagai aliran kritik, selanjutnya aliran akan mencari posisi stabil.
2.4.2.a Model Hidraulik
Model hidraulik, umumnya memiliki semua karakteristik yang signifikan dari
prototype yang diskalakan berupa kesamaan dinamik dan kinematika.
2.4.2.b Geometrik Similitude
Geometrik similitude berada diantara model dan prototype jika ratio semua
dimensi korespondensi dan prototypenya sama. Beberapa ratio dapat ditulis
sebagai berikut:
= Lratioatau

= Lr ........................................................................ (2.36)

dan
=

= L2ratio = L ............................................................... (2.37)

Dimana :
= panjang model (m)
= panjang prototype (m)
= luas model ( )
= luas prototipe ( )
47
Universitas Sumatera Utara

2.4.2.d Kinematik Similitude
Kinematik Similitude berada pada model dan prototype jika perpindahan partikel
sama secara geometrik dan jika ratio kecepatan partikel yang sama adalah sejajar.
Kecepatan :

=

Percepatan :

=

Discharge :

=

=

:
=
=

=

......................................................... (2.37)

:
:

=
=

.............................................. (2.38)
........................................... (2.39)

Dimana :
= panjang model (m)
= panjang prototype (m)
= kecepatan pada model (
= kecepatan pada prototipe (
= waktu pada model (s)
= waktu pada prototipe (s)
= percepatan pada model (m/ )
= percepatan pada prototipe (m/ )
= debit pada model (
= debit pada prototipe (

2.4.2.d Dinamik Similitude
Dinamik similitude berada diantara sistem kesamaan kinematis dan geometrikal
jika rasio dari semua gaya dalam model sama dan prototipe adalah sama.
Kondisi yang dibutuhkan untuk melengkapi similitude adalah dikembangkan dari
hukum kedua Newton, ƩFx = Max. Perwakilan gaya menjadi salah satu, atau
beberapa kombinasi, seperti : gaya lekat, gaya tekan, gaya gravitasi, gaya
tegangan permukaan dan gaya elastisitas:
=

.. (2.40)

Dimana :

48
Universitas Sumatera Utara

= Massa model (kg)
= Massa prototipe (kg)
= percepatan pada model (m/ )
= percepatan pada prototipe (m/ )
 Rasio Gaya Inersia :
Fr = ρr Lr2 Vr2 =

r

Ar2 Vr2 ............................................................................. (2.41)

Dimana :
Fr = Rasio Gaya Inersia (N)
ρr = rasio massa jenis (kg/m³)
Lr = rasio panjang (m)
Vr = rasio kecepatan (
Ar = rasio luas ( )
Persamaan ini menunjukkan hukum dasar dari kesamaan dinamis antara model
dan prototipe dan mengacu pada persamaan Newton.
 Rasio Gaya Tekan Inersia :
=

=

=

=

............................................. (2.42)

Dimana :
M
a

= massa (kg)
= percepatan (m/ )
= tekanan (Pa)
= massa jenis (kg/m³)
= luas ( )
= panjang (m)
= waktu (s)
= kecepatan (m/s)

A

V

 Rasio Gaya Inersia Gravitasi :
=

=

............................................................................................. (2.43)

Dimana :
M
a

= massa (kg)
= percepatan (m/ )

49
Universitas Sumatera Utara

g

V

= percepatan gravitasi (m/s2)
= massa jenis (kg/m³)
= panjang (m)
= kecepatan (m/s)

 Rasio Waktu :
Tr =

....................................................................................................... (2.44)

Dimana :
Tr = rasio waktu (sekon)
= rasio panjang (m)
= rasio elastisitas (N/m2 atau Pascal)
= rasio massa jenis (kg/m³)
Rasio waktu digunakan untuk pola aliran yang disebabkan oleh viskositas,
gravitasi, tegangan permukaan dan elastisitas, dengan masing-masingnya (Giles,
R.V., dkk ,1995).

50
Universitas Sumatera Utara