Artikel Review: Pengaruh Tradisi Arab Pra Islam Terhadap Hukuman Rajam | Maini Asri | OJS Center 1532 2953 1 PB

ARTICLE REVIEW
Judul
: Pengaruh Tradisi Arab Pra Islam Terhadap Hukuman Rajam
Penulis
: Ali
Reviewer
: Fiesca Maini Asri
Penerbit
: Jurnal Ilmiah Islam Futura
Alamat web: http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/79/74
Jumlah hlm : 20 hlm
--------------------------------------------------------------------------------------------------A.Isi Artikel
Salah satu fenomena dalam hukum Islam yang berkembang saat ini adalah
prokontra pelaksanaan hukuman rajam di berbagai negara, baik yang dilakukan
melalui peraturan perundang-undangan maupun oleh berbagai elemen masyarakat
(tanpa undang-undang). Hukuman rajam yang dikemukakan di dalam hadits Nabi,
tidak dikemukakan di dalam Al-qur‘an;Al-qur‘an hanya mengemukakan hukuman
cambuk (Qs.An-Nur:2). Salah satu tokoh di Indonesia yang menolak hukum rajam
ialah Hazirin yang menyatakan bahwa rajam adalah hukum taurat, sedangkan
hukum al-qur‘an adalah cambuk1.
Dari sisi urutan, belum jelas mana yang lebih duluan turun, peristiwa

hukuman rajam atau an-Nur ayat 2, sehingga ada kemungkinan hukuman rajam
(hadits) telah di nasakh oleh hukuman cambuk (al-qur‘an). Di dalam buku-buku
tafsir yang ada tidak memuat asbab an-nuzul surat An-Nur ayat ; 2 tersebut.
Namun demikian, faktanya riwayat-riwayat yang ada menunjukan bahwa
setelah Nabi Muhammad wafat, para sahabat tetap menjatuhkan dan melaksankan
hukuman rajam. Setidaknya pada masa pemerintahan empat khalifah pertama
tercatat melaksankan hukuman ini. Ini diperkuat oleh pernyataan Umar sendiri
yang tampaknya begitu kuat ingin mempertahankan eksitensi hukuman rajam
sehingga menganggapnya seolah-olah pernah ada di dalam al-Qur‘an.
Karena telah menjadi praktik sahabat, ulama mazhab mengadopsi
hukuman ini ke dalam khazanah kitab-kitab mereka tanpa banyak penjelasan
tentang kesahihan sanad, matan, substansi dan konteks hadits-hadits yang memuat
hukuman tersebut . di dalam buku-buku tafsir dikemukakan bahwa hadits-hadits
1

Ali, ―Pengaruh Tradisi Arab Pra Islam Terhadap Hukuman Rajam‖ dalam
http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/79/74

1


rajam menjadi mukhasis terhadap ayat cambuk. Namun demikian, catatan penting
tentang keberadaan hadits-hadits rajam adalah bahwa hukuman rajam pertama
dikenakan kepada pelaku orang Yahudi dan didasarkan pada Taurat. Belum
banyak ditemukan kajian khusus tentang hukuman zina,lebih-lebih tentang rajam.
Materi ini memang telah dimuat dalam buku-buku fikih jinayat secara umum.2

Hukuman Zina sebelum Islam
Dalam

hal hubungan laki-laki dan perempuan, sebagian orang Arab

terpengaruh oleg faham ―serba halal‖ yang berasal dari persia kuno. Karena itu
ada yang memperistrikan anak perempuannya sendiri, seperti luqait bin zararah,
pemuka kabilah Bani Tamim yang menikahi anaknya bernama dakhnatus.
Demikian juga jika ditilik ke keadaan romawi dan bangsa-bangsa lain pada abad
ke-7 Masehi yang memandang perempuan sebagai barang kepunyaan pria, dapat
dipahami mengapa di tanah Arab, pengundikan, perbuatan mesum, dan pelacuran
juga dilakukan dibanyak tempat dan dilakukan secara terang-terangan. Keadaan
ini memungkinkan untuk menyatakan bahwa adalah hal wajar jika dalam catatan
sejarawan tidak ditemukan adanya aturan tentang hukuman zina dalam agama

jahiliah
Seperti ajaran Islam, dalam agama Yahudi juga, hubungan seksual antara
orang-orang yang tidak terikat perkawinan yang sah sangat dilarang. Dizaman pra
islam,dalam kode hukum Mesir Kuno, pidana rajam sudah dipraktikkan dengan
kejam, terutama terhadap kaum wanita yaitu ditemukan ketentuan kehilangan
hidung bagi setiap wanita yang berzina, tetapi tidak ada ketentuan untuk pelaku
laki-laki. Menurut Bettany, dalam hukum Hammurabi, pelaku zina laki-laki dan
perempuan diancam pidana mati dengan cara diikat dan ditenggelamkan ke dalam
air. Tetapi dari teks undang-undang yang dapat ditemukan, hukuman untuk pezina
laki-laki tidak disebutkan. 3

2

Jamal Fauzun, ―STUDI KRITIS METODE KOMPARASI ‗ALI AL-MĀDINĪ DALAM
MENILAI KUALITAS RIJÂL AL-ḤADĪTS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PERIWAYATAN,‖ Jurnal Ilmiah Islam Futura 13, no. 2 (2014): 127–41.
3
Anton Widyanto, Dilema Syari’at Di Negeri Syari’at (Banda Aceh: Ar-Raniry Press,
2014).


2

If the wife of a seignior has been caught while lying with another man,they
shall bind them and throw them into water. If the husband of the woman wishes to
spare his wife, then the king in turn may spare his subject.(Hammurabi,law 129)
Dalam perjanjian lama, hukuman delik seputar zina dikemukakan banyak
tempat dan cenderung rinci karena mengatur banyak hal. Dalam injil imamat 20
dikemukakan beragam kejahatan zina, yatu berzina dengan istri orang lain (10),
berzina dengan seorang istri ayah (11), berzina dengan menantu perempuan (12)
dan lain-lan. Demikian juga hukuman untuk delik ini juga bermacam-macam
yaitu hukuman mati (sebagian dengan redaksi ―dilenyapkan‖), dibakar, dan
diancam tidak akan beranak.
Hal yang menarik dari perjanjian lama ialah bahwa rajam dikenakan pada
pelaku yang ―ghayr muhsan” (ulangan 22:23-24) sedangkan pada pelaku
―muhsan‖ dikenakan hukuman mati (Imamat 20). Memang tidak ada penjelasan
bahwa yang dimaksud dengan hukuman mati tersebut juga adalah rajam.
Sekiranya yang dimaksud memang sama, maka tidak ada perbedaan muhsan dan
ghayr muhsan.ini berbeda dengan hadits-hadits Nabi tampaknya menganggap
hukuman zina dalam kiab Yahudi tersebut tidak adil sehingga harus diberlakukan
sebaliknya; rajam sampai mati untuk Muhsan dan untuk ghayr Muhsan lebih

ringan yaitu cambuk 100 kali.
Dari penelusuran dalam Alkitab bahwa keseluruhan kasus kejahatan yang
dihukum rajam dalam perjanjian lama dan perjajian baru berjumlah paling tidak
11 jenis.bahkan rajam tidak hanya berlaku untuk manusia yang berbuat kejahatan
tertentu, tetapi juga berlaku untuk sapi yang menanduk manusia hingga tewas
(keluaran 21:28, 29 dan 32), dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rajam
tampaknya sangat khas Yahudi.ini sangat berbeda dengan Alqur‘an yang
menempatkan hukuman dengan batu ini hanya dalam catatan sejarah kaum nabi
Luth dan tentara Abrahah, yaitu QS.11:82, 15:74, 51:33 terkait hukuman terhadap
kaum Luth yang melakukan delik homoseks, dan QS.105:4 berisi peristiwa
penghancuran tentara abrahah dengan batu yang terbakar.
Penggunaan kata rajam dalam Al-qur‘an lebih menunjukan kebiasaan
masyarakat yang menjadikannya sebagai ancaman terhadap seseorang yang ia

3

benci, kecuali pada QS.67:5 yang berisi informasi tentang setan-setan dilangit
yang dilempari dengan batu.
Dengan demikian hukuman rajam bukanlah milik Islam. Hukuman ini
sudah dimuat di dalam kitab-kitab ajaran agama sebelum Islam. Islam kemudian

mengadopsinya karena hukuman itulah yang eksis waktu itu. Hal yang lebih
penting, pelaksanaan hukuman rajam pada masa Nabi dikenakan pada orang
Yahudi dan berdasarkan Taurat. Nabi sendiri mengakui bahwa hukuman yang
diterapkan waktu itu adalah dalam rangka menghidupkan hukum yahudi yang
tidak mau dilaksanakan oleh umatnya karena tidak diinginkan oleh penguasa.

Pembaruan Hukum Rajam
Ada beberapa pembaruan yang dibawa Nabi Muhammad dalam hukuman
rajam ini.
Pertama, tentang definisi rajam.Umumnya para ulama mendefinisikan
bahwa rajam adalah dilempar dengan batu sampai mati. Kedua, kasus-kasus yang
direkam hadits menunjukan ke arah bahwa rajam lebih sebagai salah satu bentuk
pertobatan dari pada hukum formal. Ketiga, tentang alat bukti, para ulama sepakat
bahwa rajam diberlakukan dengan alat bukti pengakuan, kesaksian atau
kehamilan.
Namun demikian, sebetulnya praktik Nabi cenderung kepada alat bukti
pengakuan saja. Ada beberapa alasan untuk ini .
1. Rajam dengan kesaksian hanya diperlakukan Nabi pada kasus orang
Yahudi dan didasarkan kepada kitab Taurat. Tidak ada hadits kasus
rajam atas Muslim yang dilakukan karena alat bukti kesaksian. Semua

kasus penjatuhan hukuman atas pelaku zina, baik rajam atau cambuk
dilakukan karena pengakuan pelaku, bukan kesaksian.
2. Untuk alat bukti kehamilan, masih terbuka luas kemungkinan
pemahaman berbeda terhadap hadits wanita yang punya anak tanpa
suami yang ditangkap oleh para Sahabat. Dalam hadits jelas
digambarkan bahwa walaupun para Sahabat menangkap wanita
tersebut dan dihadapkan kepada Nabi, pada akhirnya yang dihukum

4

bukanlah wanita tersebut tetapi laki-laki yang mengaku sebagai bapak
anak tersebut. Hadits ini tidak menyatakan wanita tersebut ikut di
rajam . memang,ada kemungkinan ia tidak dihukum karena bisa jadi
zinanya syubhat atau diperkosa.

B. Pembahasan/Analisis
Pada pembahasan pertama yaitu tentang Hukuman Zina sebelum islam,
pembahasan ini sangat menarik ketika kita menelusuri hukuman rajam pada masa
pra islam,. ternyata hukuman rajam terhadap pezina itu tidak ada pada zaman
jahiliah, karena sebagian orang Arab terpengaruh oleh paham ―serba halal‖ yang

berasal dari Persia Kuno. Dan perlu kita tambah informasi dalam artikel tersebut
bahwa pada masa pra Islam para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, wanita
bisa bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu di
namakan hubungan poliandri. Perzinaan mewarnai setiap lapisan masyarakat
semasa itu, perzinaan tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.4
Pada paragraf sepuluh dari bab pembahasan dikatakan bahwa mengenai
pidana rajam, di zaman pra Islam, sudah dipraktikkan dengan kejam, terutama
terhadap kaum wanita. Dalam kode hukum Mesir Kuno ditemukan ketentuan
kehilangan hidung bagi setiap wanita yang berzina, tetapi tidak ada ketentuan
untuk pelaku laki-laki. Dan dalam hukum Hammurabi, pelaku zina laki-laki dan
perempuan diancam pidana mati dengan cara diikat dan ditenggelamkan ke dalam
air. Sedangkan pada paragraf ketujuh dikatakan bahwa hal wajar jika dalam
catatan sejarawan tidak ditemukan adanya aturan hukuman zina dalam agama
jahiliah.5
Dari kedua paragraf tersebut pembaca yang awam akan kebingungan
karena pada paragraf sepuluh dikatakan hukuman pidana rajam sudah
dipraktikkan dan di paragraf ketujuh dikatakan tidak ditemukan aturan hukuman
4

Abu Su‘ud, Islamologi, Jakarta: PT Rineka Cipta,2003.hal.17


5

Lihat juga: Ibid.; Anton Widyanto, ―Pengembangan Fiqh Di Zaman Modern,‖ Jurnal
Ilmiah Islam Futura 10, no. 2 (2011): 82–100, doi:10.22373/JIIF.V10I2.46; Jabbar Sabil,
―Dinamika Teori Maq As Id,‖ Jurnal Ilmiah Islam Futura 10, no. 2 (2011): 36–49.

5

zina dengan melihat kondisi sosial saat itu. Bukankah yang disebut agama jahiliah
itu hidup pada pra islam juga. Di sini menurut saya perlu dijabarkan kembali
keduanya itu terjadi pada abad keberapa sebelum Islam agar tidak menimbulkan
kebingungan bagi pembaca.
Kemudian hal yang menarik pada perjanjian lama adalah bahwa rajam
dikenakan pada pelaku yang ―ghayr Muhsan‖ sedangkan pada pelaku muhsan
dikenakan hukuman mati. Memang tidak ada penjelasan bahwa yang dimaksud
dengan hukuman mati tersebut juga adalah rajam. Sekiranya yang dimaksud
memang sama, berarti tidak ada perbedaan muhsan dengan ghayr muhsan.
Berbeda dengan hadits-hadits Nabi tampaknya menganggap hukuman zina dalam
kitab Yahudi tersebut tidak adil sehingga harus diberlakukan sebaliknya; rajam

sampai mati untuk Muhsan dan untuk Ghayr Muhsan lebih ringan yaitu cambuk
100 kali.
Pada paragraf kedua terakhir Ali memberi kesimpulan bahwa, hukuman
rajam bukanlah asli milik Islam. Hukuman ini sudah dimuat di dalam kitab-kitab
ajaran agama sebelum Islam. Islam kemudian mengadopsinya karena hukuman
itulah yang eksis waktu itu.

Pelaksanaan hukuman rajam pada masa nabi

dikenakan pada orang Yahudi dan berdasarkan Taurat. menurut saya disini juga
perlu di buktikan sebuah hadits tentang Pelaksanaan hukuman rajam tersebut agar
lebih kongkret.6
Pembahasan yang kedua yaitu tentang Pembaruan Hukum rajam, disini Ali
mengatakan bahwa kasus- kasus yang direkam hadits bahwa para ulama
mendefinisikan rajam itu dengan lemparan batu hingga mati, dan bahwa hukuman
rajam di berlakukan dengan alat bukti pengakuan, kesaksian, atau kehamilan dan
menunjukkan sebagai salah satu bentuk pertobatan . namun demikian sebetulnya
praktik nabi cenderung kepada alat bukti pengakuan saja seperti kisah sahabat
Ma‘iz bin Malik. Sedangkan untuk kesaksian hanya diberlakukan Nabi pada kasus
orang Yahudi dan didasarkan kepada kitab Taurat.


6

Lihat juga Moh. Tamtowi, ―KESELARASAN ANTARA SYARIAH DAN FALSAFAH
Studi Pemikiran Ibn Rusyd Dalam Kitab Fasl Al-Maqal,‖ Jurnal Ilmiah Islam Futura 11, no. 1
(2011): 1–14.

6

Pada bab penutup Ali memberi kesimpulan bahwa tidak ditemukan adanya
aturan tentang hukuman zina dalam agama jahiliah,hukuman zina yang demikian
kejam ditemukan dalam kode Hukum Mesir kuno, hukum hammurabi dan
perjanjian lama. Secara global, di semenanjung Arabia dan pada bangsa-bangsa
yang memengaruhinya, seperti Bizantium dan Persia, pada masa jahiliah,
hubungan laki-laki dan perempuan cenderung bebas, sehingga jika ada aturan
tentang itu tetapi cenderung diabaikan. Karena itu dapat dikatakan bahwa
hukuman rajam bukanlah asli milik Islam.hukuman ini sudah dimuat di dalam
kitab-kitab agama sebelum islam. Kemudian Islam mengadopsinya dengan
perbaikan perbaikan dalam banyak sisi.jadi, praktik rasul adalah sebuah tahapan
penyesuaian ke arah hukum yang lebih ideal. hal terpenting yang harus diteliti
lebih lanjut dari hadits-hadits rajam ini adalah waktu terjadinya delik-delik zina
dan Asbab al-nuzul Qs.An-Nur:2 (cambuk). Sekiranya dapat dilakukan,
kemungkinan besar akan ditemukan bentuk hubungan Al-qur‘an dengan hadits
dalam masalah ini.
Saya pribadi juga sudah mencoba mencari asbab al-nuzul dari surat AnNur:2 di pustaka induk Uin ar-Raniry dan Pustaka Pasca tetapi tidak menemukan
asbab an-nuzul Qs.An-Nur:2, seperti di dalam buku Asbabun Nuzul yang ditulis
oleh H.A.A.Dahlan dan M.Zaka Alfarisi pada surat An-Nur langsung menulis
asbabunnuzul ayat ketiga sementara ayat ke satu dan kedua tidak ada, dan seperti
yang kita ketahui bahwa tidak semua ayat memiliki asbab al-Nuzulnya.7

C. Simpulan
Kondisi sosial Masyarakat Arab pada masa Pra Islam yaitu perempuan
dan laki-laki bebas bergaul, perzinaan mewarnai setiap lapisan masyarakat, dan
bukan sebagai aib keturunan, sehingga hal wajar jika tidak ditemukan hukuman
rajam pada masa itu, adapun mengenai pidana rajam di zaman pra Islam, sudah
dipraktikan dengan kejam, terutama terhadap wanita . dalam hukum Mesir Kuno

7

H.A.A.Dahlan dan M.Zaka, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV penerbit Diponegoro,

2000),hlm.

7

ditemukan ketentuan kehilangan hidung bagi setiap wanita yang berzina, tetapi
tidak ada ketentuan untuk pelaku laki-laki.
Oleh karena itu tidak ditemukan adanya aturan tentang hukuman zina
dalam agama jahiliyah. Hukuman bagi pelaku zina, yang demikian kejam
ditemukan dalam Kode hukum Mesir Kuno, hukum Hammurabi dan perjanjian
lama.
Hal yang menarik pada perjanjian lama bahwa pelaku ghayr Muhsan di
hukum rajam, dan pelaku Muhsan dihukum mati. Tetapi tidak ada penjelasan
bahwa yang dimaksud dengan hukuman mati tersebut juga adalah rajam.
Praktik Nabi tentang hukuman rajam cenderung kepada alat bukti
pengakuan saja seperti kasus yang terekam dalam hadits

sahabat Ma‘iz bin

Malik, sedangkan rajam dengan bukti kesaksian hanya diberlakukan Nabi pada
kasus orang yahudi dan didasarkan pada kitab taurat.
Dan dapat dikatakan bahwa hukuman rajam bukanlah asli milik Islam,
hukuman ini sudah ada dalam kitab-kitab ajaran agama sebelum Islam. Islam
kemudian mengadopsinya dengan perbaikan-perbaikan dalam banyak sisi.

DAFTAR PUSTAKA
A.Dahlan dan M.Zaka, Asbabun Nuzul, Bandung: CV penerbit Diponegoro, 2000.
Ali, ―Pengaruh Tradisi Arab Pra Islam Terhadap Hukuman Rajam‖ dalam
http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/79/74
Abu Su‘ud, Islamologi, Jakarta: PT Rineka Cipta,2003.
Fauzun, Jamal. ―STUDI KRITIS METODE KOMPARASI ‗ALI AL-MĀDINĪ
DALAM MENILAI KUALITAS RIJÂL AL-ḤADĪTS DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PERIWAYATAN.‖ Jurnal Ilmiah Islam
Futura 13, no. 2 (2014): 127–41.
Sabil, Jabbar. ―Dinamika Teori Maq As Id.‖ Jurnal Ilmiah Islam Futura 10, no. 2
(2011): 36–49.
Tamtowi, Moh. ―KESELARASAN ANTARA SYARIAH DAN FALSAFAH
Studi Pemikiran Ibn Rusyd Dalam Kitab Fasl Al-Maqal.‖ Jurnal Ilmiah
Islam Futura 11, no. 1 (2011): 1–14.

8

Al-‗Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, Syarah Hadits Arba’in,
Jakarta:Pustaka Ibn Katsir,2014.
Widyanto, Anton. Dilema Syari’at Di Negeri Syari’at. Banda Aceh: Ar-Raniry
Press, 2014.
———. ―Pengembangan Fiqh Di Zaman Modern.‖ Jurnal Ilmiah Islam Futura
10, no. 2 (2011): 82–100. doi:10.22373/JIIF.V10I2.46.

9