Pemanfaatan Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) pada Pembuatan Bioplastik Menggunakan Plasticizer Sorbitol dan Pengisi Kitosan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Komposit
Komposit adalah perpaduan dari bahan yang dipilih berdasarkan

kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan
material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum
dicampur dan terjadi ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun
[17]. Komposit mempunyai keunggulan yaitu: daya tahan terhadap lingkungan
korosif yang baik, rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi, sifat mekanik,
instalasi listrik yang baik serta dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Sedangkan
kekurangan komposit yaitu: tidak dapat digunakaan pada temperatur lebih dari
400 oF, kekakuan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan logam dan harga bahan
baku yang relatif tinggi [18]. Komposit mempunyai tiga komponen yaitu
reinforcement (penguat), matriks, dan interface.

2.1.1 Reinforcement/Filler (Penguat)
Reinforcement berfungsi sebagai penguat atau pengeras material dari suatu

komposit [19]. Penguat komposit pada umumnya mempunyai sifat kurang ulet
tetapi lebih kaku serta lebih kuat. Fungsi utama dari penguat adalah sebagai
penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit
sangat tergantung dari penguat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan
pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada penguat,
sehingga penguat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu
penguat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih
tinggi daripada matrik penyusun komposit [20].
Berdasarkan bahan penguatnya komposit terbagi 3 bagian yaitu komposit
serat (fibrous composite), komposit berlapis (lamellar composite), dan komposit
partikel (particulate composite). Bahan yang sering digunakan sebagai filler
adalah serbuk atau tepung kayu, serat selulosa pendek, bubuk mika, asbestos,
pasir silica, aluminum okside dan serbuk perak. Jenis filler dari serbuk kayu

Universitas Sumatera Utara

sangat ekonomis dalam pemakaiannya, karena mudah didapat dan murah, juga
sifatnya dapat mencegah terjadinya slip didalam resin serta dapat diikat dengan
baik oleh resin [21].


2.1.2 Matriks
Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi
volume terbesar (dominan). Matrik, umumnya lebih ulet tetapi mempunyai
kekuatan dan kekakuan yang lebih rendah. Matriks mempunyai fungsi sebagai
berikut :
• Mentransfer tegangan ke serat.
• Membentuk ikatan koheren, permukaan matrik/serat.
• Melindungi serat.
• Memisahkan serat.
• Melepas ikatan.
• Tetap stabil setelah proses manufaktur [20].
Selain itu matriks berfungsi untuk menjaga Reinforcement agar tetap pada
tempatnya didalam strutur, membantu distribusi beban mengendalikan sifat
elektrik dari kimia komposit [21]. Komposit berdasarkan bahan pengikat (matrik)
yaitu : Polymer matriks composite (PMC), Metal matriks composite ( MMC) dan
Ceramic matriks composite (CMC) [22].

2.1.3 Interface
Interface adalah gaya ikat (adhesi) antara matriks – penguat yang
merupakan suatu variable yang perlu dioptimalkan untuk mendapatkan sifat dan

performa terbaik dari suatu material komposit. Gaya ikat dari suatu interphase
tidak hanya merupakan suatu interaksi fisik dan kimia antara matriks dan penguat,
namun juga struktur dari matriks dan penguat di daerah dekat interface. Dalam
komposit, penguat dan matriks menghasilkan kombinasi sifat mekanik yang
berbeda dengan sifat dasar dari masing-masing matriks maupun penguat karena
adanya interface antara kedua komponen tersebut. Interface antara matrikspenguat dalam pembuatan komposit sangat berpengaruh terhadap sifat akhir dari
komposit yang terbentuk, baik sifat fisik maupun sifat mekanik. Pengertian dari

Universitas Sumatera Utara

interface yaitu daerah antar permukaan matriks dan penguat yang mengalami
kontak dengan keduanya dengan membuat suatu ikatan antara keduanya untuk
perpindahan beban. Ikatan yang terjadi pada interface matriks – penguat terbentuk
saat permukaan penguat telah terbasahi oleh matriks. Interface yang ada pada
komposit ini berfungsi sebagai penerus (transmitter) beban antara matriks dan
penguat [23].

2.2 Bioplastik
Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik
konvensional, namun akan terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi air dan

gas karbondioksida yang dapat dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang
dapat kembali kealam, bioplastik termasuk bahan plastik yang ramah lingkungan
(Febrianto dkk., 2014). Bioplastik adalah polimer yang dapat berubah menjadi
biomassa, H2O, CO2, dan atau CH4 melalui tahapan depolimerisasi dan
mineralisasi. Depolimerisasi terjadi karena kerja enzim ekstraseluler (terdiri atas
endo dan ekso enzim). Endo enzim memutuskan ikatan internal pada rantai utama
polimer secara acak, dan ekso enzim memutus unit monomer pada rantai utama
secara berurutan. Bagian-bagian oligomer yang terbentuk dipindahkan kedalam
sel dan menjadi mineralisasi. Proses mineralisasi membentuk CO2, CH4, dan N2,
air, garam-garam, mineral, dan biomassa [24]. Defenisi polimer biodegradable
dan hasil akhir yang terbentuk dapat beragam tergantung pada polimer, organism,
dan lingkungan [12].
Plastik berbahan dasar tepung pati (amilum) dan polisakarida telah
diproduksi oleh beberapa perusahaan dunia. Plastik starch-based ini seringkali
bersifat menyerap air sehingga semakin mudah didegradasi. Beberapa plastik
terdiri atas tepung pati saja, ada juga yang memadukan tepung pati dengan
komponen biodegradable lain. Plastik ini dibentuk dari bahan-bahan alam yang
dapat diperbaharui daripada dibuat dari bahan bakar fosil yang sulit diperbaharui
[15]. Bioplastik merupakan suatu material polimer yang berubah kedalam
senyawa berat molekul rendah dimana paling sedikit satu tahap pada proses

degradasinya melalui metabolism organism sencara alami [12]. Bioplastik akan
terurai oleh aktivitas pengurai melalui proses biodegradasi. Kemudian hasil

Universitas Sumatera Utara

biodegradasi berupa mineral dan air akan diolah tanaman dan tanaman akan
berfotosintesis. Sebagian hasil fotosintesis akan disimpan dalam bentuk cadangan
makanan, salah satunya berupa umbi. Kemudian umbi dapat diolah kembali
menjadi bioplastik. Gambar 2.1 dibawah menunjukkan siklus produksi dan
degradasi polimer biodegradabel dimana sampah dari kemasan bioplastik
dikumpulkan dan menjadi kompos terdegradasi menjadi CO2, H2O, dan biomassa
yang kemudian difotosintesis oleh matahari sebagai cadangan makanan dari
produk agrikultur dengan sumber pati yang tinggi. Lalu setelah itu tanamantanaman kaya akan zat pati diekstrak untuk diambil kandungan-kandungan
material yang dapat diperbaharui seperti pati, minyak, dan lain-lain untuk diolah
dan diproses menjadi bioplastik kembali.

Gambar 2.1 Siklus Produksi dan Degradasi Polimer Biodegradabel [25]
Bioplastik dikelompokkan menjadi dua kelompok dan empat keluarga
berbeda. Kelompok utama adalah agro-polimer yang terdiri dari polisakarida,
protein, dan sebagainya; kedua biopoliester (biodegradable polyesters) seperti

poli asam laktat (PLA), polyhydroxyalkanoate (PHA), aromatic dan alifatik copoliester. Agro-polimer adalah produk-produk biomaasa yang diperoleh dari
bahan-bahan pertanian, seperti polisakarida, protein, dan lemak. Biopolister dapat
dikelompokkan berdasarkan

sumbernya. Kelompok polyhydroxy-alkanoate

Universitas Sumatera Utara

(PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme yang didapatkan dengan cara
ekstraksi.

Contoh

PHA

diantaranya

PolyQiydroxybutyrate)

(PHB)


dan

PolyQiydroxybutyrate co-hydroxyvalerate) (PHBV). Kelompok lainnya adalah
biopoliester yang diperoleh dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesis secara
konvensional monomer-monomer yang diperoleh secara biologi, yang disebut
kelompok polilaktida. Contoh polilaktida adalah poli asam laktat. Kelompok
terakhir diperoleh dari produk-produk petrokimia yang disintesis secara
konvensional dari monomer-monomer sintetis. Kelompok ini terdiri dari
polycaprolactones (PCL), poly ester amides, aliphatic co-polyesters dan aromatic
co-polyesters [26].

2.2.1 Produksi Plastik Biodegradabel dari Penggunaan Pati
Indonesia kaya akan sumberdaya alam, diantaranya pati-patian yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan plastik biodegradabel. Pengkajian pemanfaatan
sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradabel dapat dilakukan
melalui 3 cara yaitu :
1.

Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati

Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer

berkecepatan tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk
melelehkan polimer listrik. Plastik yang digunakan dapat berupa plastik
biodegradabel (PCL, PBS, atau PLA) maupun plastik koonvemsional (polietilen).
Sedangkan pati yang digunakan dapat berupa pati mentah mentah berbentuk
granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi. Sifat mekanik dari plastik
biodegradabel yang dihasilkan tergantung dari keadaan penyebaran pati dalam
fase plastik, dimana bila pati tersebar merata dalam ukuran mikron dalam fase
plastik, maka produk plastik biodegradabel yang didapat akan mempunyai sifat
mekanik yang baik.
2.

Modifikasi kimiawi pati
Untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering

digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung
daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati. Jika polimer yang
dicangkokkan adalah polimer yang bersifat biodegradabel, maka produk yang


Universitas Sumatera Utara

dihasilkan juga akan bersifat biodegradabel. Namun demikian, biasanya sifat
biodegradabilitas pati akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali dengan
proses modifikasi kimiawi.
3.

Penggunaan

pati

sebagai

bahan

baku

fermentasi

menghasilkan


monomer/polimer plastik biodegradabel
Pati dapat dipakai sebagai bahan baku fermentasi untuk menghasilkan
asam laktat (monomer dari PLA), 1,4 butanediol (monomer dari PBS) atau
poliester mikroba (PHB) atau biopolimer lainnya seperti pullulan [27].
Penggunaan pati sebagai bahan baku pembuatan bioplastik yang
ditambahkan pengisi kitosan dan pemlastis sorbitol menurut metode Weiping Ban
(2005) adalah sebagai berikut: Larutan pati dipanaskan di water bath sambil
diaduk dengan stirrer. Kemudian ditambahkan larutan kitosan dan diaduk selama
25 menit. Ditambahkan larutan sorbitol dan diaduk hingga homogen. Setelah
homogen larutan didinginkan dan dituang ke cetakan. Selanjutnya dikeringkan
dengan oven pada suhu 60oC selama 24 jam. Setelah dikeringkan di dalam oven
diangkat dan dimasukkan ke dalam desikator (dikondisikan selama 72 jam).
Kemudian plastik dikeluarkan dari cetakan [4].

2.2.2

Gelatinisasi Pati
Gelatinisasi adalah suatu proses pemecahan bentuk kristalin granula pati,


sehingga setiap lapisan permukaan molekulnya dapat menyerap air atau larut dan
bereaksi dengan bahan lain, dan kondisinya tidak dapat kembali seperti semula.
Beberapa manfaat gelatinisasi pada pati yaitu: (1) mampu meningkatkan
penyerapan sejumlah air; (2) dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis
(amilase) untuk memecah ikatan pati menjadi bentuk lebih sederhana yang mudah
larut, dan (3) meningkatkan konversi dan kecernaan pakan [28].

2.3 Pati
Pati atau amilum adalah karbohidrat polisakarida yang terdiri dari sejumlah
besar unit glukosa bergabung bersama-sama oleh ikatan glikosidik. Pati terdiri
dari amilosa dan amilopektin dalam bentuk makromolekul. Pati diproduksi dari
semua tanaman hijau untuk menyimpan energi dan merupakan sumber energi

Universitas Sumatera Utara

yang penting bagi manusia. Pati dapat ditemukan dalam kentang, gandum, beras
dan makanan lainnya, dan bervariasi bentuknya, tergantung pada sumbernya.
Dalam bentuk yang tidak dimodifikasi, pati terbatas penggunaanya dalam industri
makanan. Secara umum, pati menghasilkan pasta kental saat gel dipanaskan [29].
Pati dibawah mikroskop berupa granul yang berwarna putih, sangat kecil
dengan ukuran antara 2 – 100 µm. Pati merupakan senyawa terbanyak kedua yang
dihasilkan oleh tanaman setelah selulosa. Pati bukan merupakan senyawa yang
homogen. Sebagian besar pati tersusun dari 2 komponen polimer glukosa yang
utama, yaitu:
1. Molekul dengan rantai linear yang dikenal sebagai amilosa
Amilosa merupakan fraksi pati yang larut dalam air, tidak larut dalam n-butanol
atau pelarut organik polar lainny, tersusun dari rantai lurus D-glukosa
yang berikatan α-(l,4) dengan derajat polimerisasi antara 100-400,
memiliki BM 4000-150.000. Amilosa akan memberikan warna biru
tua bila direaksikan dengan iodin.
2. Polimer glukosa rantai bercabang yang dikenal sebagai amilopektin
Amilopektin adalah fraksi pati yang tidak larut dalam air, yang selain tersusun
dari rantai lurus D-glukosa juga berikatan dengan α-(l,4) serta
memiliki rantai cabang α-(l,6). Amilopektin memiliki BM ±500.000
dan apabila ditambahkan iodin maka akan memberikan warna coklat
violet.
Gambar 2.2 dibawah merupakan gambar struktur yang terdapat dalam pati
dimana pati terdiri dari amilosa (fraksi pati yang larut dalam air) dan amilopektin
(fraksi pati yang tidak larut dalam air). Termoplastik dari bahan pati diperoleh
dari tepung pati yang dicampurkan dengan plasticizer agar mudah hancur dan
meleleh pada suhu dekomposisi. Termoplastik ini merupakan sistem yang
kompleks, karena strukturnya tergantung dari kondisi proses yang beragam. Sejak
beberapa dekade terakhir, beberapa usaha dilakukan untuk mendapatkan material
plastik dengan penggunaan biopolimer alami yang murah
terbiodegradasi, seperti pati, selulosa, kitin, dan sebagainya.

dan mampu
Biopolimer

khususnya pati bersifat murah, mudah didapat, dapat diperbaharui, dan dapat
terbiodegradasi. Biasanya, bahan pati akan dikompositkan dengan bahan pembuat

Universitas Sumatera Utara

plastik sintetis yang non-biodegradable. Komposit dengan perbandingan material
pati yang lebih banyak daripada material sintetis lebih banyak dipilih karena
mampu meningkatkan sifat biodegradasinya [15].

(a)

(b)
Gambar 2.2 Struktur Pati (a) Amilosa (b) Amilopektin [15]
Termoplastik dari bahan pati diperoleh dari tepung pati yang dicampurkan
dengan plasticizer agar mudah hancur dan meleleh pada suhu dekomposisi.
Termoplastik ini merupakan sistem yang kompleks, karena strukturnya tergantung
dari kondisi proses yang beragam. Sejak beberapa dekade terakhir, beberapa
usaha dilakukan untuk

mendapatkan material plastik dengan penggunaan

biopolimer alami yang murah dan mampu terbiodegradasi, seperti pati, selulosa,
kitin, dan sebagainya. Biopolimer khususnya pati bersifat murah, mudah didapat,
dapat diperbaharui, dan dapat terbiodegradasi. Biasanya, bahan

pati akan

dikompositkan dengan bahan pembuat plastik sintetis yang non-biodegradable.
Komposit dengan perbandingan material pati

yang lebih banyak daripada

material sintetis lebih banyak dipilih karena mampu

meningkatkan sifat

biodegradasinya [15].

Universitas Sumatera Utara

2.4 Pati Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus)
Nangka merupakan tanaman buah yang pohon dan buahnya berukuran besar.
Di Indonesia nangka memiliki beberapa nama daerah antara lain nongko/nangka
(Jawa,

Gorontalo),

langge

(Gorontalo),

anane

(Ambon),

lumasa/malasa

(Lampung), nanal atau krour (Irian Jaya), nangka (sunda). Beberapa nama asing
yaitu: jacfruit, jack (Inggris), nangka (Malaysia), kapiak (Papua Nugini), liangka
(Filipina), peignai (Myanmar), khnaor (Kamboja), mimiz, miiz hnang (laos),
khanun (Thailand), mit (Vietnam). Nangka adalah tanaman pohon yang bercabang
banyak. Daunnya kaku dan lonjong, permukaan bagian atas daun lebih licin dan
berwarna terang daripada bagian

bawah daun. Buahnya berukuran besar,

berbentuk bulat lonjong permukaannya kasar

dan berduri. Ketinggian pohon

nangka mencapai 10-20 meter. Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur tiga
tahun. Panjang buah berkisar antara 30-90 cm, sedangkan bijinya berukuran lebih
kurang 3,5 cm. Spesies tanaman nangka yakni Arthocarphus heterophilus, Genus
Arthocarpus, Familia Moracea, Ordo Urtilcales,

dan Subklas Dicotyledonae.

Umumnya buah nangka dijadikan hidangan setelah makan [10].
Biji nangka berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang
beratnya sepertiga dari berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Jumlah
biji per buah 150-350. Hingga saat ini biji nangka masih merupakan bahan nonekonomis dan sebagai limbah buangan konsumen nangka [30]. Buah nangka
memiliki biji berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil dan berkeping dua.
Biji terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar berwarna kuning agak lunak, kulit
liat berwarna putih, dan kulit ari berwarna cokelat yang membungkus daging biji
[31].
Biji buah nangka memiliki kandungan karbohidrat sebesar 36,7 gram
setiap 100 gram biji nangka dan setiap 36,7 gram karbohidrat mengandung pati
yang tinggi sebesar 94,5 % [5] protein (4,2 g/100 g), dan energi (165 kkal/100 g),
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan panganyang potensial. Biji nangka
juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral per 100 gram biji
nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1,0 mg). Selain dapat
dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah

menjadi tepung.

Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan

olahan.

Universitas Sumatera Utara

Kandungan glukosa biji nangka setelah difermentasi pada varietas bubur sebesar
58% lebih tinggi dibandingkan dengan varietas salak sebesar 39,68%.
Kandungan karbohidrat pada biji nangka yang tinggi, dapat dimanfaatkan
dalam proses pembuatan alkohol dengan cara difermentasikan. Kandungan
proteinnya juga tinggi [30]. Kandungan amilosa pada tepung dan pati biji nangka
yang cukup tinggi, yaitu di atas 20%, menunjukkan tepung dan pati biji nangka
dapat digunakan sebagai bahan pembuat plastic [8].
Tabel 2.1 dibawah menunjukkan komposisi kandungan gizi pada nangka
muda, nangka masak, dan biji nangka dalam 100 gram. Energi yang dimiliki
nangka muda sebesar 51 kkal, nangka masak 106 kkal dan paling besar biji
nangka yaitu sebesar 165 gram. Kandungan karbohidrat terbesar juga terdapat
pada biji nangka yaitu sebesar 36,7 gram dibaanding dengan nangka muda dan
nangka masak masing masing sebesar 11,3 gram dan 27,6 gram. Selain itu biji
nangka juga memiliki kandungan air paling sedikit yaitu sebesar 57,7 gr
dibanding dengan nangka muda dan nangka masak masing masing sebesar 85,4
gram dan 70 gram.
Tabel 2.1 Komposisi Gizi per 100 gram Nangka Muda, Nangka Masak dan Biji
Nangka [32]
Kandungan

Nangka

Nangka

Biji

Gizi

Muda

Masak

Nangka

Energi (kkal)

51

106

165

Protein (g)

2,0

1,2

4,2

Lemak (g)

0,4

0,3

0,1

11,3

27,6

36,7

Kalsium (mg)

45

20

33

Fosfor (mg)

29

19

200

Besi (mg)

0,5

0,9

1,0

Vitamin A (SI)

25

330

0

Vitamin B (mg)

0,07

0,07

0,20

Vitamin C (mg)

9

7

10

85,4

70

57,7

Karbohidrat (g)

Air

Universitas Sumatera Utara

2.5 Sorbitol
Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang
ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer,
sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer. Plasticizer larut
dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul
polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas (Tg), suhu kristalisasi atau
pelelehan dari polimer. Pada daerah transisi diatas Tg, bahan polimer
menunjukkan sifiat fisik dalam keadaan lunak (soft) seperti karet (rubbery),
sebaliknya dibawah Tg polimer dalam keadaan stabil seperti gelas (glassy).
Plasticizer juga akan bekerja sebagai internal lubricant dengan mereduksi gaya
(frictional forces) diatara rantai polimer, yang akan menyebabkan perubahan
karakteristik mekanik dari polimer. Plasticizer didefenisikan sebagai bahan non
volatile, bertitik didih tinggi jika ditambahkan pada material lain dapat merubah
sifat material tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan
intermolekuler meningkatkan fleksibilitas film menurunkan sifat barrier film.
Gliserol dan sorbitol merupakan Plasticizer

yang efektif karena memiliki

kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekul
[33].
Di Indonesia sorbitol (C6 H14 O6) paling banyak digunakan sebagai pemanis
pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah. Di
Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Manihot
Utillissima Pohl) yang termasuk keluarga Euphoribiaceae. Selain itu sorbitol juga
dapat ditemui pada alga merah Bostrychia scorpiodes yang mengandung 13,6%
sorbitol. Tanaman beri dari spesies Sorbus Americana mengandung 10% sorbitol.
Famili Rosaceae seperti buah pir, apel, ceri, prune, peach, dan aprikot juga
mengandung sorbitol. Sorbitol juga diproduksi dalam jaringan tubuh manusia
yang merupakan hasil katalisasi dari D-glukosa oleh enzim aldose reductase,
yang mengubah struktur aldehid (CHO) dalam molekul glukosa menjadi alkohol
(CH2OH).
Sorbitol dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa pada penderita penyakit
diabetes. Nilai kalori makanan yang mengandung sorbitol sama tinggi dengan
gula, tapi rasa manisnya kira-kira hanya 60 persen rasa manis sukrosa. Kerugian

Universitas Sumatera Utara

sorbitol adalah bila dipakai dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya diare. Sorbitol merupakan gula yang diabsorbsi sangat sedikit oleh usus
halus, sehingga sorbitol akan langsung masuk ke usus besar dan dapat menunjang
terjadinya diare dan perut kembung. Sorbitol (C6 H14 O6) berasal dari golongan
gula alkohol. Gula alkohol merupakan hasil reduksi dari glukosa di mana semua
atom oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk
kelompok hidroksil, sinonim dengan polyhidric alcohol (polyols). Polyols dapat
dibagi menjadi dua yaitu polyols asiklik dan polyols siklik. Sorbitol termasuk
dalam kelompok polyols asiklik dengan enam rantai karbon [34]. Struktur kimia
sorbitol dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur kimia sorbitol

2.6 Kitosan
Kitosan dibuat dari hasil proses deasetilasi dari senyawa khitin yang banyak
terdapat pada kulit luar hewan golongan Crustaceae. Kitosan berbentuk serbuk
hanya dapat dilarutkan dengan menggunakan asam asetat. Fungsi kitosan dalam
pembuatan plastik dapat menghasilkan lapisan plastik yang licin dan transparan.
Menurut Permanasari et al (2010) polimer dengan kelimpahan terbesar kedua
setelah selulosa adalah kitosan. Kitosan dapat diperoleh dari cangkang kepiting
atau

udang. Pemanfaatan kitosan dalam proses adsorpsi disebabkan karena

adanya gugus amina dan hidroksil sehingga kitosan memiliki reaktifitas kimia
tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation yang dapat berperan sebagai
penukar ion (ion exchange) dan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi logam
berat ataupun limbah organik dalam air limbah. Adapun Mutu Standar
Internasional kitosan dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara

pada Tabel 2.2.
Menurut Firdaus et al (2008) yang telah melakukan penelitian tentang
pembuatan film kemasan dari pati tropis dan pla kitosan, hasil uji
biodegaradasinya

menunjukkan bahwa pada film kemasan tersebut terdapat

kerusakan akibat oleh

jamur dan bakteri pengurai. Berdasarkan hasil uji

ketahanan film kemasan yang disintesis dari pati tropis khitosan tersebut, dapat
ditarik sebuah informasi penting bahwa film kemasan yang dihasilkan tidak
menimbulkan permasalahan sampah bagi lingkungan (eco-friendly packaging)
[35]. Tetapi hal itu menjadi titik kelemahan film kemasan yang dihasilkan karena
ternyata khitosan yang ditambahkan tidak mampu melindungi pati tropis dari
serangan mikroba pngurai sehingga tidak mampu bertahan

dalam kondisi

ekstrim. Jadi, film plastik tersebut pada aplikasinya sebagai kemasan menjadi
terbatas dalam kondisi tertentu saja [10].
Tabel 2.2 merupakan standar internasional dari kitosan dengan beberapa
parameternya. Standar internasional dari kitosan harus memilki bentuk partikel
seperti butiran bubuk < 2 mm, dimana kadar air dan kadar abu masing-masing
harus lebih kecil dari 10 % dan lebih kecil dari 2 %. Tidak berbau dan berwarna
jernih, derajat deasetilasi minimal 70 %, dan viskositas kitosan berkisar 200 – 799
cps.
Tabel 2.2. Parameter Karakteristik Kitosan Standar Internasional [36]
Parameter

Karakterisasi Kitosan
Standar Internasional

Bentuk partikel

Butiran bubuk < 2 mm

Kadar air (% w)

< 10 %

Kadar abu (% w)