Studi Perbandingan Daya Serap Zeolit Aktif Dengan Zeolit Termodifikasi Edta Sebagai Adsorben Ion Campuran Cu(Ii), Ni(Ii),Dan Zn(Ii)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Zeolit Alam

2.1.1. Struktur Zeolit

Zeolit adalah mineral kristal aluminosilikat terhidrasi, natural atau sintetik, yang
memiliki struktur (Cn+) x [(AlO 2 ) nxx (SiO 2 ) y ].m(H 2 O) yang banyak digunakan sebagai
adsorben, pertukaran ion, dan katalis. Struktur zeolit terdiri dari kerangka tiga dimensi
tetrahedral SiO 4 dan AlO 4 . Ion aluminium dalam jumlah yang kecil menutup posisi
tengah tetrahedron dari 4 atom oksigen dan penggantian isomorf Si4+ oleh Al3+
menghasilkan muatan negative pada kisi – kisinya.
(R.M.Barer,1987;D.W,Breck.,1974).

Gambar 2.1.
Tetrahedral alumina dan Silika pada struktur zeolit (unit bangun primer)


2.1.2. Jenis Zeolit Alam

Zeolit alam adalah zeolit yang ditambang langsung dari alam. Dengan demikian
harganya jauh lebih murah daripada zeolit sintesis. Zeolit alam merupakan mineral

Universitas Sumatera Utara

yang jumlahnya banyak tetapi distribusinya tidak merata, seperti klipnotilolit.
Mordenit, phillipst, chabazit dan laumontit.
Zeolit alam dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Zeolit yang terdapat di antara celah – celah batuan atau di antara lapisan batuan
zeolit jenis ini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama – sama
dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit, fluorit dan mineral sulfida.
b. Zeolit yang berupa batuan , hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk batuan,
diantaranya adalah : klipnotilolit, analsim, laumontit, mordenit, filipsit, erionit,
kabasit, dan heulandit.
Zeolit alam memiliki kelemahan, diantaranya mengandung banyak pengotor
seperti Na, K, Ca, Mg, dan Fe serta kristalinitasnya kurang baik. Keberadaan pengotor
tersebut mengurangi aktivitas dari zeolit. Untuk memperbaiki karakter zeolit alam
sehingga dapat digunakan sebagai katalis, adsorben, atau aplikasi lainnya, biasanya

dilakukan aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu. Salah satu kelebihan dari zeolit
adalah memiliki luas permukaan dan keasaman yang mudah dimodifikasi
(Yuanita,2010).
Zeolit alam yang digunakan didalam penelitian ini diambil dari Sarulla Kecamatan
Pahae Jae Tapanuli Utara dan telah diperiksa di Laboratorium Pengujian tekMIRA,
Bandung. Zeolit alam ini memiliki komposisi mineral monmorilonit dan anorrnit.
Data dilampirkan pada lampiran 1.

2.1.3. Pengaktifan Mineral Zeolit

Sebelum digunakan sebagai adsorben , zeolit alam harus diaktifkan terlebih dahulu
agar jumlah pori – pori yang terbuka lebih banyak sehingga luas permukaan pori –
pori bertambah. Proses aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
fisis dan kimiawi. Aktivasi secara fisis berupa pemanasan zeolit dengan tujuan untuk
menguapkan air yang terperangkap dalam pori – pori kristal zeolit sehingga luas
permukaan pori – pori bertambah. Pemanasan dilakukan pada oven biasa pada suhu
300 – 400 oC (untuk skala laboratorium) atau menggunakan tungku putar dengan
pemanasan secara penghampaan selama 3 jam atau penghampaan selama 5 – 6 jam
(untuk skala besar). Aktivasi secara kimia dilakukan dengan menggunakan larutan
asam H 2 SO 4 atau basa NaOH dengan tujuan untuk membersihkan permukaan pori,


Universitas Sumatera Utara

membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dipertukarkan.
Pereaksi kimia ditambahkan kepada zeolit yang telah disusun dalam tanki dan di aduk
dalam jangka waktu tetentu. Zeolit kemudian dicuci dengan air sampai netral dan
selanjutnya dikeringkan (Sutarti,M.,1994).
Dalam penelitian ini, aktivasi zeolit alam dilakukan secara fisis dan kimiawi.
Aktivasi secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan asam klorida 15% yang
diikuti dengan pengadukan selama 12 jam, kemudian zeolit alam tersebut di cuci
dengan akuades hingga bebas klorida dan dikeringkan. Aktivasi secara fisis dilakukan
dengan kalsinasi pada suhu 300oC dengan menggunakan tanur listrik selama 3 jam,
yang kemudian di dinginkan didalam desikator selama 1 jam.

2.1.4.

Sifat Zeolit

Zeolit memiliki sifat – sifat kimia sebagai berikut :
1.


Zeolit sebagai penukar ion
Sifat penukar ion pada zeolit berhubungan dengan ion-ion yang berada pada
rongga-rongga. Ion – ion rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga
kenetralan zeolit. Ion – ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion
yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat
sebagai penukar ion pada zeolit tergantung dari sifat kation , suhu dan anion.
Penukaran kation dapat menyebabkan perubahan beberapa sifat zeolit seperti
stabilitas terhadap panas , sifat adsorbsi dan aktivitas katalisis (Narita
Indriati,2012)

2.

Zeolit sebagai katalis
Zeolit sebagai katalis hanya mempengaruhi laju reaksi tanpa mempengaruhi
kesetimbangan reaksi karena mampu menaikkan perbedaan lintasan molekular
dari reaksi. Katalis berpori dengan pori – pori sangat kecil akan memuat molekul
kecil tetapi mencegah molekul besar masuk. Selektivitas molekuler seperti ini
disebut molecular sieves yang terdapat dalam substansi zeolit alam
(Ginting,2007)


Universitas Sumatera Utara

3.

Zeolit sebagai bahan penyerap
Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air
yang berada disekitar kation. Bila Kristal tersebut dipanaskan selama beberapa
jam, biasanya pada temperature 200-300oC,

tergantung dari jenis mineral

zeolitnya, maka molekul – molekul air pada rongga – rongga tersebut akan
keluar, sehingga zeolit yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai penyerap gas
atau cairan (Khairinal,2000).

4.

Zeolit sebagai penyaring molekul
Zeolit dapat menyaring molekul karena adanya rongga zeolit yang berukuran

molekul. Molekul dapat tersaring karena adanya perbedaan ukuran, bentuk , dan
polaritas molekul yang dapat tersaring dan

ada molekul yang tidak dapat

tersaring bergantung dari besarnya ukuran molekul. Karenanya zeolit dapat
digunakan sebagai penyaring molekul yang selektif (Narita Indriati,2012).

2.1.5. Aplikasi Zeolit

Pada saat ini bidang pertanian merupakan pemakai zeolit terbesar di Indonesia.
Disamping untuk "slow release fertilizer", zeolit juga digunakan untuk sebagai carrier
pestisida/herbisida dan fungisida. Namun ada keraguan penambahan zeolit pada
pupuk akan terjadi akumulasi zeolit pada lahan pertanian. Jumlah penambahan zeolit
ini akan tergantung pada jenis tanah setempat.
Dalam bidang peternakan, zeolit juga digunakan sebagai "food supplement"
pada ternak ruminansia dan non-ruminansia masing-masing dengan dosis 2.5 - 5%
dari rasio pakan perhari yang dapat mneningkatkan produktivitas baik susu, daging
dan telur, laju pertumbuhan serta memperbaiki kondisi lingkungan kandang dari bau
yang tidak sedap. Dalam hal fauna laut, zeolit berperan sebagai pengontol pH air dan

penyerap NH 3 NO 3 - dan H 2 S, filter air masuk ke tambak, pengontrol kandungan
alkali, oksigen dan perbaikan lahan dasar tambak melalui penyerapan logam berat Pb,
Fe, Hg, Sn, Bi dan As. Selektivitas penyerapan ion sangat penting ditentukan
mengingat kompleksnya komposisi kimia air (air tanah, permukaan, air limbah) yang
diperlakukan terhadap zeolit baik dalam penggunaannya pada bidang pertanian dan

Universitas Sumatera Utara

lingkungan.
Zeolit juga pernah ditaburkan dari pesawat terbang diatas reaktor Chernobil untuk
maksud menyerap hasil fisi yang terdapat dalam jatuhan debu radioaktif (fall out)
akibat kebakaran reaktor Sovyet tahun 1985. Di Jepang, klinoptilolit digunakan untuk
filler kertas, karet dan polimer untuk memperoleh material "low density". Di Amerika
Serikat, zeolit alam juga digunakan untuk campuran pada semen dan Tchernev telah
mendemonstrasikan penggunaan zeolit yang sama untuk "solar heating/cooling" pada
panel energi cahaya matahari berdasarkan adsorpsi/desorpsi molekul air diwaktu siang
dan malam hari.
Tsitsisvii (1980) dan Blanchard (1984) menemukan klinoptilolit yang dapat
memisahkan logam berat (Pb, Cu, Cd, Zn, Co, Ni dan Hg) baik dalam limbah industri.
Akhir-akhir ini, para peneliti banyak mempelajari prospek zeolit dalam pengelolaan

limbah

industri.

Klinoptilolit

dan

mordernit

dapat

memisahkan

99%

ammoniak/ammonium dari limbah industri ( http://w ww.batan .go.id/ptlr/1 1id/?q
=content/potensi-zeolit-untuk-mengolah-limbah-industri-dan-radioaktif ).
Aplikasi zeolit didalam penelitian ini adalah untuk menurunkan kadar logam borat Cu,
Ni, dan Zn dengan menggunakan zeolit termodifikasi EDTA dan zeolit tanpa

modifikasi.

2.2.

Logam Berat

Logam berat adalah bahan-bahan alami yang termasuk bahan penyusun lapisan tanah
bumi. Logam berat tidak dapat diurai atau dimusnahkan. Logam berat dapat masuk ke
dalam tubuh mahluk hidup melalui makanan, air minum, dan udara. Logam berat
berbahaya karena cenderung terakumulasi di dalam tubuh mahluk hidup. Laju
akumulasi logam-logam berat ini di dalam tubuh pada banyak kasus lebih cepat dari
kemampuan tubuh untuk membuangnya. Akibatnya keberadaannya di dalam tubuh
semakin tinggi, dan dari waktu ke waktu memberikan dampak yang makin merusak.
Beberapa definisi terkait logam berat telah diusulkan oleh para ahli, ada yang
mendasarkan pada densitas, ada yang mendasarkan pada nomor atom atau berat atom,
dan definisi yang lain lagi menggolongkan logam berat ini berdasarkan sifat toxic nya.
Definisi yang umum digunakan saat ini menggolongkan logam berat sebagai
golongan logam yang memiliki densitas melebihi 5,000 kg/m3. Pada dasarnya mahluk

Universitas Sumatera Utara


hidup juga memerlukan logam berat dengan jumlah takaran yang bervariasi. Manusia
misalnya membutuhkan besi, kobalt, tembaga, mangan, molybdenum, dan seng pada
jumlah tertentu. Akan tetapi, pada jumlah berlebih, keberadaan logam berat tersebut
mengakibatkan dampak yang merusak pada organ tubuh.
Saat ini para ahli mulai mengklasifikasikan jenis-jenis logam berat terutama
yang perlu menjadi fokus perhatian paling tinggi untuk dikendalikan keberadaannya di
lingkungan. Logam-logam berat tersebut diantaranya adalah Ag, As, Cd, Co, Cr,
Cu, Hg, Mn, Mo, Ni, Pb, Sn, dan Ti.
Beberapa dari logam berat ini , pada takaran jumlah yang sedikit, sebenarnya
berguna bagi mahluk hidup (Co, Cu, Cr, Ni) dan beberapa yang lain bersifat
karsinogen (penyebab kanker) atau beracun/ berefek negatif pada organ-organ
tertentu, seperti pada sistem saraf pusat (Hg, Pb, As), organ ginjal atau liver (Hg, Pb,
Cd,

Cu),

serta

kulit,


tulang,

atau

gigi

(Ni,

Cd,

Cu,

Cr)

(http://www.icempo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=64:logam
-berat-heavy-metal&catid=37:teknologi&Itemid=65).
Logam berat yang dipelajari didalam penelitian ini adalah logam Cu, Ni, dan Zn yang
akan dibahas secara singkat berikut ini.

2.2.1. Tembaga (Cu)

Tembaga atau copper (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami
dan merupakan unsur essensial bagi tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan, termasuk
algae, tembaga berperan sebagai penyusun plastocyanin yang berfungsi dalam
transpor elektron dalam proses fotosintesis. Kadar tembaga pada kerak bumi sekitar
50 mg/kg. Sumber alami tembaga adalah chalcopyrite (CuFeS 2 ), copper sulfida
(CuS 2 ), malachite [Cu 2 (CO 3 )(OH) 2 , dan azurite [Cu 3 (CO 3 ) 2 (Oh) 2 ]
Tembaga banyak digunakan pada industri metalurgi, tekstil, elektronika, dan
sebagai cat anti karat (anti fouling). Tembaga (CuSO 4 .5H 2 O) juga digunakan sebagai
algasida untuk membasmi algae yang tumbuh secara berlebihan di perairan. Tembaga
karbonat digunakan sebagai molusida yang berfungsi untuk membunuh Moluska.

Universitas Sumatera Utara

Defisiensi tembaga dapat mengakibatkan anemia, namun kadar tembaga yang
berlebihan dapat mengakibatkan air menjadi berasa jika diminum dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada hati. Kadar tembaga yang tinggi juga dapat
mengakibatkan korosi pada besi dan aluminium. Menurut Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup kep-202/MENLH/10/1995, baku mutu air limbah bagi kegiatan
penambangan bijih emas dan atau tembaga adalah 2 mg/L (Achmad,R.2004).

2.2.2. Nikel (Ni)

Nikel berwarna putih keperak-perakan , bersifat keras, mudah ditempa, dan
merupakan konduktor yang agak baik terhadap panas dan listrik. Nikel tergolong
dalam group logam besi – kobal, yang dapat menghasilkan alloy yang sangat berharga
(http://blogibnuseru.blogspot.com/2011/12/nikel-nikel-adalah-unsur-kimiametalik.html).
Nikel dan senyawanya tidak memiliki karakteristik bau atau rasa. Nikel
terdapat di udara, menetap di tanah atau dikeluarkan dari udara dalam hujan. Sumber
utama nikel adalah asap tembakau, knalpot mobil, pupuk, superfosfat, pengolahan
makanan, dihidrogenasi lemak-minyak, limbah industri, peralatan masak stainless
steel, pengujian perangkat nuklir, baking powder, pembakaran bahan bakar minyak,
perawatan gigi dan jembatan. Efek yang ditimbulkan logam nikel adalah serangan
asma, bronkitis kronis, sakit kepala, pusing, sesak napas, muntah, nyeri dada, batuk,
sesak napas, kejang, bahkan kematian (http://id.wikipedia.org/wiki/Toksisitas_logam).

2.2.3. Seng (Zn)

Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, keras dan rapuh pada
kebanyakan suhu, namun menjadi dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 oC.
Seng juga mampu menghantarkan listrik. Dibandingkan dengan logam-logam lainnya,
seng memiliki titik lebur (420 °C) dan tidik didih (900 °C) yang relatif rendah. Dan
sebenarnya pun, titik lebur seng merupakan yang terendah di antara semua logamlogam transisi selain raksa dan kadmium. Kadar komposisi unsur seng di kerak bumi

Universitas Sumatera Utara

adalah sekitar 75 ppm (0,007%). Hal ini menjadikan seng sebagai unsur ke-24 paling
melimpah di kerak bumi
Seng dilepaskan ke lingkungan oleh proses alam, namun sebagian besar
berasal dari kegiatan manusia seperti pertambangan, produksi baja, pembakaran batu
bara, dan pembakaran sampah. Sebagian besar zink di dalam tanah tetap terikat pada
partikel tanah. Toksisitas akut yang ditimbulkan oleh zink adalah kekeringan
tenggorokan,

batuk,

kelemahan,

menggigil,

demam,

mual

dan

muntah

(http://www.chem-is-try.org/tabel_periodik/tembaga/)

2.3.

Etilendiamin Tetra Asetat (EDTA)

Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexon III, Sequesterene, Nullapon, Trilon
B, Idranat III dengan struktur :

Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mendonorkan elektron dari atom
oksigen maupun donor dari atom nitrogen sehingga dapat menghasilkan khelat
bercincin sampai dengan enam. EDTA stabil, mudah larut dalam air, dan
menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu (S.M.Khopkar,2008).
EDTA memiliki rumus H 4 Y, garam natriumnya adalah Na 2 H 2 Y, dan
membentuk ion pembentuk kompleks H 2 Y2- dalam larutan air, ia bereaksi dengan
semua logam dalam rasio 1:1. Reaksi dengan kation , misalnya M2+ dapat ditulis
sebagai:
M2+`+ H 2 Y2- 

MY2- +

2H+

(1)

Untuk kation lain, reaksi dapat dinyatakan sebagai :
M3+

+

H 2 Y2- 

MY-

+

2H+

(2)

M4+

+

H 2 Y2- 

MY

+

2H+

(3)

Universitas Sumatera Utara

Atau Mn+

+

H 2 Y2- 

(MY)(n-4)+

+

2H+

(4)

Satu mol H 2 Y2- yang membentuk kompleks akan bereaksi dengan satu mol ion logam,
dan menghasilkan dua mol ion hidrogen. Nampak dari persamaan (4) bahwa disosiasi
senyawa kompleks akan ditentukan oleh pH larutan

pH Minimum adanya kompleks

Logam Pilihan

1–3

Zr(IV) ; Hf(IV) ; Th(IV) ; Bi(IV); Fe(III)

4–6

Pb(II) ; Cu(II) ; Zn(II) ; Co(II) ; Ni(II) ; Mn(II)
; Fe(II) ; Al(III) ; Cd(II) ; Sn(II)

8 – 10

Ca(II); Sr(II) ; Ba(II) ; Mg(II)

Jadi dapat dilihat bahwa pada umumnya, kompleks EDTA dengan ion logam divalen
adalah stabil dalam larutan basa atau sedikit asam, sementara kompleks dengan ion
logam tri- dan tetravalent, dapat terbentuk dalam larutan – larutan dengan keasaman
yang jauh lebih tinggi (J.Bassett,1991).
Didalam penelitian ini, EDTA digunakan untuk memodifikasi zeolit alam
untuk menurunkan kadar logam berat Cu, Ni, dan Zn setelah zeolit terlebih dahulu
diaktivasi secara fisis dan kimiawi.

2.4. Inductively Coupled Plasma (ICP)
2.4.1. Defenisi

Inductively Coupled Plasma merupakan salah satu jenis nyala yang mampu mencapai
temperatur yang sangat tinggi dan digunakan untuk spektroskopi emisi.
Temperaturnya yang tinggi serta kestabilannya menjadikan alat ini mampu
menghilangkan gangguan – gangguan dan sumber kesalahan yang sering dialami pada
peralatan nyala konvensional. (Harris,D.,1982).
ICP dapat digunakan untuk menentukan jasad – jasad renik dengan jumlah
sampel yang sangat banyak dalam satu kali operasi. ICP-AES dapat mendeteksi lebih
banyak elemen pada konsentrasi rendah daripada metode emisi atom atau metode
serapan atom lainnya. Misalnya pada konsentrasi 1 -10 ppm, ICP-AES dapat

Universitas Sumatera Utara

mengukur lebih dari 30 elemen, sedangkan Atomic Emission Spectromety dan Atomic
Absorbtion Spektrometry terbatas hanya 10 elemen (Kealey,D.2002).
ICP secara skematis dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2. Bagan Alat dari ICP-AES spektrometer (Kealey,D.,2002)
2.6.2. Prinsip Alat

Pada temperatur normal elektron pada atom berada pada level energi potensial yang
rendah. Atom tersebut berada dalam keadaan dasar. Jika energi diberikan kepada atom
, sebagai contoh dari nyala atau arus listrik yang tinggi, beberapa elektron akan
mengabsorbsi energi dan akan naik ke level energi potensial yang lebih tinggi
menjauhi inti atom. Elektron tersebut berada dalam keadaan tidak stabil dan akan
kembali lagi ke keadaan dasar. Pada saat mengalami emisi, elektron tersebut akan
memancarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang dilihat sebagai
spektrum UV dan Visibel. Panjang gelombang yang dihasilkan dari energi emisi
bergantung pada selisih energi potensial pada saat elektron berada dalam keadaan
dasar dan keadaan tereksitasi.
Jumlah total radiasi yang dipancarkan merupakan spektrum emisi atom dari
elemen yang di analisa. Sumber energi yang tinggi akan menghasilkan spektrum emisi
yang sempurna (Lewis,G.,1985).
2.6.3.

Cara Kerja inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectroscopy (
ICP-OES)

Universitas Sumatera Utara

Sampel harus berada dalam bentuk larutan. Jika senyawa yang dianalisa tidak dapat
larut dalam air, ia dilarutkan dengan asam seperti asam klorida sehingga analit
tersedia dalam bentuk larutan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam nebulizer yang
mengubah larutan menjadi kabut halus (aerosol), sama seperti pada spektrofotometri
serapan atom. Kabut dengan ukuran yang lebih kecil akan dibawa oleh gas, sementara
kabut dengan ukuran yang lebih besar akan dibuang dari ruang semprot. Suatu pompa
peristaltik digunakan untuk menghisap larutan kedalam alat. Pelarut dengan viskositas
yang tinggi harus dihindari. Kabut sampel kemudian dihembuskan kedalam tabung
plasma.
Alat ini terdiri dari tiga tabung kuarsa konsentris. Sampel yang telah
dinebulisasi dibawa oleh aliran gas argon kedalam tabung bagian dalam. Argon murni
(gas pembentuk plasma) dilewatkan pada tabung kedua. Nitrogen atau Argon di
alirkan pada bagian luar tabung sebagai lapisan pendingin karena seluruh peralatan
dapat meleleh karena temperatur yang dihasilkan sangat tinggi (Lewis,G.,1985)

Gambar 2.3. Skematik pada tungku ICP (Manning,J.T.,1997)

Gas argon dialirkan sebanyak 10 – 15L/menit melalui tiga tabung kuarsa
konsentris di dalam tungku. Aliran gas tangensial pada luar tabung mengandung
plasma, sedangkan pada bagian tengah tabung membawa sampel yang telah diuapkan
dan telah bercampur dengan gas argon (Kealey,D.2002).
Kelebihan dari ICP adalah suhunya mampu mencapai sekitar 10.000 oK,
sehingga aerosol akan menguap dengan cepat (Hou.X,2000).

Universitas Sumatera Utara

Temperatur plasma yang sangat tinggi berfungsi untuk menghilangkan pelarut
(desolvasi), aerosol yang terbentuk adalah partikel garam berukuran mikroskopic.
Langkah selanjutnya adalah mengubah partikel garam menjadi molekul gas
(vaporation) yang kemudian terdisosiasi kedalam bentuk atom (atomisasi). Proses
yang terjadi pada zona pemanasan awal (preheating zone) merupakan proses yang
sama yang terjadi pada nyala pembakar pada AAS.
Setelah sampel aerosol telah di desolvasi, diuapkan dan diatomisasi, maka
fungsi plasma yang selanjutnya adalah pada proses eksitasi dan ionisasi. Proses
eksitasi dan ionisasi terjadi pada zona radiasi awal (IRZ) dan zona analitikal normal
(NAZ). NAZ merupakan daerah plasma dimana emisi dari analit akan diukur.

Gambar 2.4. Proses yang terjadi ketika uap sampel dimasukkan kedalam ICP
(Lewis,G.,1985).
Pada puncak alat terdapat kawat induksi. Ia terbuat dari tabung tembaga
berongga yang didinginkan oleh air. Gas argon terionisasi membentuk plasma karena
terkena arus tegangan yang tinggi (Lewis,G.,1985).
Elemen analit dibebaskan sebagai atom bebas kedalam fase gas. Selanjutnya,
eksitasi akibat tumbukan oleh energi dari plasma terhadap atom, membuat mereka
berada dalam keadaan tereksitasi (Hou.X,2000). Gambar berikut menunjukkan proses
yang berada pada ICP – torch.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Urutan proses yang terjadi pada ICP-torch dan gulungan kawat induksi.
a. Gas argon dialirkan melalui tungku; b. Energi RF diberikan pada gulungan kawat
induksi; c. Percikan api menghasilkan elektron bebas pada argon d. Elektron bebas
mengalami percepatan pergerakan oleh medan RF yang kemudian mengalami ionisasi
dan membentuk plasma ; e. Sampel aerosol yang dibawa dari nebulizer dialirkan
kedalam plasma (Boss,C.B., 1997).

Energi yang cukup dibutuhkan untuk mengubah atom menjadi ion – ion dan
kemudian mendorong ion – ion ke keadaan tereksitasi. Sejumlah foton diemisikan dan
dikumpulkan dengan sebuah lensa cekung. Fokus optik membentuk suatu spektrum
pada ICP melalui monokromator sesuai dengan panjang gelombang tertentu. Panjang
gelombang akan melewati monokromator dan akan diubah menjadi sinyal elektronik
oleh fotodetektor.
Radiasi yang dipancarkan di analisa dengan menggunakan monokromator dan
dan dideteksi oleh photomultiplier tube (PMT) atau detektor polikromator. Output ini
kemudian di olah dan ditampilkan di bawah kontrol komputer seperti ICP-AES.
Panjang gelombang dari foton dapat digunakan untuk mengidentifikasi element –
element. Total banyaknya foton sebanding dengan konsentrasi elemen dalam sampel
(Hou.X,2000).

2.6.4.

Pendeteksian emisi

Universitas Sumatera Utara

Pada ICP – OES, cahaya yang dipancarkan oleh atom dan ion yang tereksitasi pada
plasma diukur untuk mendapatkan informasi mengenai sampel. Karena komponen
yang tereksitasi di dalam plasma memancarkan cahaya dengan panjang gelombang
yang berbeda –beda. Emisi yang dihasilkan juga berbentuk polikromatis. Radiasi
polikromatis harus dipisahkan kedalam panjang gelombang monokromatis sehingga
emisi dari masing – masing komponen yang tereksitasi dapat diidentifikasi dan dapat
diukur tanpa adanya gangguan dari panjang gelombang emisi lainnya. Pemisahan
cahaya berdasarkan pada panjang gelombang umumnya menggunakan monokromator
, yang juga digunakan untuk mengukur cahaya pada satu panjang gelombang, atau
polikromator yang dapat digunakan untuk mengukur sekaligus cahaya pada panjang
gelombang yang berbeda – beda. Pendeteksian cahaya yang telah dipisahkan
berdasarkan panjang gelombang masing – masing adalah menggunakan suatu detektor
fotosensitif seperti photomultiplier tube (PMT), change-injection device (CID) atau
charge-coupled device (CCD).
Untuk mengetahui berapa kadar element dalam sampel dapat dihitung dengan
memplotkan intensitas emisi dengan konsentrasi, yang dinamakan dengan Kurva
Kalibrasi. Larutan yang konsentrasi elemen yang diinginkan sudah diketahui, yang
dinamakan larutan standar, dimasukkan kedalam ICP. Kemudian intensitas dari
panjang gelombang yang karakteristik dari masing – masing elemen diukur. Intensitas
ini di plotkan dengan konsentrasi dari larutan standar untuk membuat kurva kalibrasi
dari masing – masing elemen. Ketika intensitas emisi dari analit diukur , intensitas
tersebut disesuaikan dengan kurwa kalibrasi untuk menentukan konsentrasi analit
yang sesuai dengan intensitasnya (Boss,C.B.,1997).

Universitas Sumatera Utara