Artikel SNPTE 2012 Istanto WD

Kontribusi Manajemen Pengetahuan dalam Pengembangan
Keprofesionalan Guru Sekolah Menengah Kejuruan *)
Istanto Wahju Djatmiko
istanto_wj@staff.uny.ac.id
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak: Makalah ini merupakan sebagian dari hasil penelitian berjudul
“Pengembangan Keprofesionalan Guru Sekolah Menengah Kejuruan”.
Makalah ini dicuplik dengan tujuan untuk memberikan wawasan dan
pengaruh manajemen pengetahuan dalam pengembangan keprofesionalan
bagi guru sekolah menengah kejuruan (SMK). Penelitian ini merupakan
penelitian korelasional dengan pendekatan expost facto research. Penelitian
ini dilaksanakan di SMK Negeri dan Swasta Bidang Studi Keahlian
Teknologi dan Rekayasa di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan sampel
penelitian sebanyak 315 orang guru program produktif. Data dikumpulkan
dengan instrumen penelitian jenis angket. Analisis data dilakukan dengan
analisis deskriptif dan uji t dengan taraf signifikansi sebesar 0,05. Hasil
penelitian diketahui sebagian besar guru cenderung memiliki kemampuan
manajemen pengetahuan termasuk katergori amat baik dalam rangka
kegiatan pengembangan keprofesionalan, sedangkan pengembangan
keprofesionalan sebagian guru termasuk katergori baik. Namun,

kemampuan manajemen pengetahuan guru diketahui memberikan
sumbangan yang relatif kecil dalam pengembangan keprofesionalan.

Pendahuluan
Berbagai negara saling bersaing ketat dalam berbagai bidang sebagai dampak dari
globalisasi. Peningkatan daya saing tersebut terutama dalam mengedepankan
pengembangan sumber daya manusia (SDM) daripada pengembangan sumber daya
alam (SDA). Sumber daya alam yang dimiliki suatu negara tidak akan dapat
mensejahterakan rakyat dan bangsanya jika SDM yang dimiliki tidak mampu mengubah
kekayaan tersebut menjadi potensi yang bermanfaat. Menurut wikipedia (2012), jumlah
penduduk Indonesia sebanyak 238.400.000 jiwa dan termasuk peringkat keempat
dengan jumlah penduduk terbesar dunia setelah Amerika Serikat, yaitu: Cina sebanyak
1.350.660.000 jiwa, India sebanyak 1.203.710.000 jiwa, dan Amerika Serikat sebanyak
313.490.000 jiwa, serta jumlah penduduk Indonesia akan terus bertambah di masa
mendatang yang diperkirakan sebanyak 273 juta jiwa pada tahun 2025. Jumlah
penduduk Indonesia yang banyak tersebut merupakan aset yang sangat menguntungkan
bagi negara jika kualitas penduduk memiliki tingkat pendidikan yang memadai.
Pengembangan SDM Indonesia masih belum memenuhi harapan. Menurut
laporan pembangunan manusia (Human Development Report - HDR) United Nations
Development Programme (2011), Indeks Pengembangan Manusia (Human

Development Index – HDI) Indonesia berada pada peringkat ke-124 dari 184 negara di
dunia dengan indeks sebesar 0,617, jauh di bawah Brunei Darussalam pada peringkat 33
*)

Disampaikan dalam Seminar Nasional Jurusan Pendidikan Teknik Elektro –SNPTE 2012,
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta – 22 September 2012.

1

dengan indeks 0,839, Malaysia pada peringkat 61 dengan indeks 0,761, Thailand pada
peringkat 103 dengan indeks 0,682, dan Philipina pada peringkat 112 dengan indeks
0,644. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi bangsa Indonesia untuk melakukan
persaingan di tingkat global. Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya peran dan
kontribusi pendidikan dalam pengembangan SDM.
Dampak masih lemahnya peran pendidikan dalam mengembangkan SDM melalui
pemerataan kesempatan pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan secara terpadu
dapat diketahui dari outcome pendidikan yang lebih banyak menjadi masyarakat pencari
pekerja, bukan masyarakat pencipta lapangan kerja atau masyarakat pewirausaha. Hal
ini menunjukkan bahwa pendidikan masih belum menjadi pemicu utama dalam
pengembangan SDM, tapi justru menjadi kontributor utama dalam peningkatan jumlah

pengangguran. Di sini berarti guru merupakan kunci pengembangan SDM dalam unit
terkecil di dalam kelas yang dilakukan dalam bentuk kegiatan belajar mengajar.
Menurut E. Mulyasa (2008), guru merupakan komponen yang paling berpengaruh
terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Pendapat senada
dinyatakan Stronge (2006) bahwa the core of education is teaching and learning, and
teaching-learning connection works best when we have effective teachers working with
every student every day. Pernyataan ini menunjukkan bahwa guru mempunyai peran
yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan tujuan nasional pendidikan, khususnya
penyelenggaraan pendidikan formal di sekolah. Penyelenggaraan pendidikan tidak lepas
dari kegiatan belajar-mengajar dan guru memegang peran penting dalam proses belajarmengajar tersebut.
Pemerintah telah menghargai guru sebagai tenaga profesi sebagaimana dengan
diterbitkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Namun
dalam implementasinya, profesi guru masih belum memenuhi sebagaimana harapan di
atas. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Djohar MS yang menyatakan bahwa sekitar
100 orang guru, sebanyak 25 persen diantaranya belum menunjukkan perilaku yang
profesional (Kedaulatan Rakyat, 2009). Indikasi ini menunjukkan bahwa
pengembangan keprofesionalan secara berkelanjutan bagi guru perlu memperoleh
perhatian dari berbagai pihak agar profesi guru memperoleh pengakuan sebagaimana
jabatan profesi lainnya, seperti dokter, notaris, apoteker, pengacara, akuntan, dan
sebagainya.

Pengembangan keprofesionalan diperlukan bagi guru agar mampu menjaga dan
meningkatkan kompetensi, karer, serta mampu beradaptasi terhadap perubahan
teknologi dan lingkungan kerja. Pengembangan keprofesionalan bagi guru merupakan
tuntutan yang harus diakui sebagai suatu kegiatan yang sangat fundamental guna
meningkatkan mutu pendidikan. Pengembangan keprofesionalan merupakan proses
belajar berkelanjutan bagi guru dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan nilai serta menerapkan hasilnya dalam melaksanakan profesinya. Dengan demikian,
unsur utama dalam pengembangan keprofesionalan adalah mengumpulkan berbagai
informasi sehingga menjadi pengetahuan dan keterampilan yang bermakna bagi guru
untuk melaksanakan tugasnya. Hal ini berarti guru harus memiliki kemampuan
mengelola
pengetahuan
(knowledge
management)
dalam
pengembangan
keprofesionalan sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat disimpan, didiseminasikan,
dan dimanfaatkan untuk keperluan ilmiah lain ketika melaksanakan tugas dan
profesinya.
2


Pengembangan Keprofesionalan Guru SMK
Sebagai penyelenggara pendidikan pada jenjang pendidikan, SMK harus mampu
menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi, baik perubahan teknologi, ilmu
pengetahuan,
maupun
struktur
ketenagakerjaan,
sehingga
SMK
dapat
menyelenggarakan proses pendidikan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan pada
jamannya. Guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran di sekolah memiliki
tanggungjawab untuk mengatasi perubahan tersebut.
Sebagaimana dinyatakan Craft (1996) bahwa guru saat ini dihadapkan pada
perubahan yang cepat, permintaan standar yang tinggi, dan tuntutan peningkatan mutu,
sehingga mengharuskan guru untuk meng-update dan meningkatkan keterampilan
mereka melalui pembelajaran yang dilaksanakan dengan kegiatan pendidikan dan
pelatihan dalam jabatan (in-service education and training). Pengembangan
keprofesionalan merupakan salah satu bentuk dari pembelajaran dalam jabatan yang

menggambarkan gerakan peningkatan pengetahuan atau keterampilan guru.
Blandford (2003) mendefinisikan pengembangan keprofesionalan guru sebagai
penguatan pengetahuan dan pemahaman, serta kemampuan dan keterampilan untuk
meningkatkan kualitas belajar mengajar. Secara praktis, pengembangan keprofesionalan
merupakan istilah yang menekankan berbagai pengalaman atau proses yang dapat
membantu seseorang meningkatkan potensi dirinya secara penuh. Selanjutnya,
Grollmann (2009) menyampaikan profil keprofesionalan guru pendidikan kejuruan,
yaitu: (1) guru mengajar di sekolah formal dan mengajarkan mata pelajaran kejuruan,
dan (2) guru melaksanakan pengalaman di industri dalam rangka pendidikan dan latihan
untuk meningkatkan keahlian dan kemampuan bekerja. Pendapat ini menunjukkan
bahwa guru pendidikan kejuruan dituntut untuk melakukan pengembangan diri agar
mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan demikian, pengembangan keprofesionalan guru merupakan salah satu bagian
dari pengembangan diri yang tidak dapat dipisahkan dari peran sekolah.
Menurut Finch dan McGough (1982), pengembangan personil (personnel
development) merupakan bagian penting dalam pendidikan kejuruan, terutama bagi guru
dalam rangka peningkatan keterampilannya. Pengembangan personil bagi guru
pendidikan kejuruan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: pengembangan
keprofesionalan (professional development), pengembangan teknis (technical
development), dan pengembangan umum (general development). Pengembangan

keprofesionalan merupakan usaha peningkatan kemampuan guru yang diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan. Pengembangan teknis
merupakan usaha peningkatan kemampuan keteknikan guru agar dalam proses
pembelajaran relevan dengan perkembangan dunia kerja. Pengembangan umum
merupakan peningkatan kemampuan guru yang berkaitan dengan komunikasi tertulis
maupun lisan. Uraian ini menunjukkan bahwa pengembangan keprofessionalan
merupakan peningkatan kemampuan guru yang diperlukan bagi setiap guru, sedangkan
pengembangan teknis dan pengembangan umum lebih bersifat khusus sesuai dengan
kebutuhan masing-masing guru. Di sini berarti guru harus memiliki kemandirian dalam
proses pembelajaran yang berarti guru bertindak sebagai pembelajar (learner). Kualitas
hasil pengembangan keprofesionalan bagi guru pendidikan kejuruan dipengaruhi tingkat
3

penguasaan manajemen pengetahuan (management knowledge) yang dimiliki masingmasing guru.
Pentingnya pengembangan keprofesionalan bagi guru sebagaimana dinyatakan
dalam Wikipedia (2009) bahwa professional development refers to skills and knowledge
attained for both personal development and career advancement. Individuals may
participate in professional development because of an interest in lifelong learning, a
sense of moral obligation, to maintain and improve professional competence, enhance
career progression, keep abreast of new technology and practice. Uraian ini

mengindikasikan bahwa pengembangan keprofesionalan sangat diperlukan bagi guru
agar mampu menjaga dan meningkatkan kompetensi, karer, serta mampu beradaptasi
terhadap perubahan teknologi dan lingkungan kerja. Secara kontras, Diaz-Maggioli
(2004) memberikan penjelasan perbedaan sifat-sifat pengembangan keprofesionalan
yang visioner dengan pengembangan keprofesionalan tradisional sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 1. Dengan memperhatikan perbedaan kedua pengembangan
keprofesionalan tersebut, sifat-sifat pengembangan keprofesionalan visioner dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan
keprofesionalan guru pada masa mendatang.
Tabel 1 Sifat-sifat Pengembangan Keprofesionalan Visioner dan
Pengembangan Keprofesionalan Tradisional
Sifat-sifat Pengembangan
Keprofesionalan Tradisional
 Pengambilan keputusan bersifat
top-down
 Menggunakan pendekatan
berdasarkan kebutuhan (fix-it)
 Guru kurang merasa memiliki
program yang dikembangkan
 Pemikiran bersifat preskriptif


Sifat-sifat Pengembangan
Keprofesionalan Visioner
o Pengambilan keputusan bersifat
kolaboratif
o Menggunakan pendekatan
berdasarkan pertumbuhan (growthdriven)
o Program dikembangkan bersama

o Pemikiran bersifat permintaan
(inquiry-based)
o Menggunakan teknik sesuai
 Menggunakan teknik satu ukuran
dengan permintaan (tailor-made)
untuk semua
 Menggunakan metode penyampaian o Menggunakan metode
penyampaian yang bervariasi dan
yang tetap dengan waktu tak tentu
terjadwal.
o Didukung sistem yang memadai

 Tidak ada tindak-lanjut
o Program bersifat kontekstual
 Program bersifat dekontekstual
o Penilaian bersifat proaktif
 Penilaian kurang tetap
o Pembelajaran bersifat andragogis
 Pembelajaran bersifat pedagogis
(Sumber: Diaz-Maggioli, 2004:6)
Manajemen Pengetahuan
4

Istilah pengetahuan (knowledge) ini seringkali rancu dengan istilah ilmu
pengetahuan (science). Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang teratur dan sistematik yang
dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya, sedangkan pengetahuan belum tentu dapat
diterapkan, karena pengetahuan dalam sebuah organisasi/lembaga sangat terkait dengan
nilai, budaya, dan kondisi dari organisasi tersebut. Menurut Groff dan Jones (2003),
pengetahuan merupakan gabungan antara informasi, pemahaman, dan kemampuan yang
hidup dalam pikiran seseorang yang diilustrasikan pada Gambar 1. Dengan demikian,
pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan
kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang

diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar.
Informasi
(information)

Kemampuan
(capability)
Pengetahuan
(knowledge)

Pemahaman
(understanding)

Gambar 1 Hubungan antara Informasi dan Pengetahuan
(Sumber: Groff dan Jones, 2003:3)
Salis dan Jones (2002) juga membedakan pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu:
pengetahuan tacit dan pengetahuan explicit. Pengetahuan tacit merupakan pengetahuan
yang bersifat pribadi dan tidak mudah disampaikan kepada orang lain, sedangkan
pengetahuan explicit merupakan pengetahuan yang mudah diartikulasikan dan
ditransmisikan. Pengetahuan tacit disebut pula dengan pengetahuan pribadi (personal
knowledge) karena berkaitan erat dengan kesadaran dan pengalaman pribadi seseorang
sesuai dengan budaya dan tata nilainya. Pengetahuan tacit umumnya merupakan
pengetahuan dengan konteks tertentu dan hanya dapat diekspresikan dan
dikomunikasikan kepada orang lain melalui kiasan (metaphor) dan kemiripan
(analogy). Karenanya, pengetahuan ini dapat membantu pribadi dalam memahami
dirinya dan berpengaruh terhadap keyakinan dan tata nilai pada dirinya. Selanjutnya,
pengetahuan eksplisit merupakan pengetahuan yang dapat dikaji secara bersama
(sharing) dan dapat dikembangkan menjadi pengetahuan baru. Senada dengan pendapat
di atas, Raelin (2008), pengetahuan tacit merupakan komponen pengetahuan yang tidak
dapat dilaporkan ketika diperoleh melalui keterlibatan langsung secara mendalam dari
suatu tindakan dalam konteks yang khusus. Pengetahuan explicit merupakan komponen
pengetahuan yang disusun dari kebiasaan yang disampaikan secara formal dan
sistematis. Dengan kata lain, meskipun seseorang telah memiliki pengetahuan dari apa
yang telah dikerjakan, ada kemungkinan mereka tidak dapat menyampaikan apa yang
mereka ketahui. Pengetahuan tacit dan explicit ini dibutuhkan dalam pembelajaran
berbasis pekerjaan (work-based learning).
Agar pengetahuan tacit dan explicit menjadi bermakna untuk melaksanakan
pekerjaan yang menjadi keahlian atau profesinya, seseorang dituntut memiliki
kemampuan manajemen pengetahuan (knowlegde management). Wikipedia (2011)
mendefinisikan manajemen pengetahuan adalah kumpulan perangkat, teknik, dan
strategi untuk mempertahankan, menganalisa, mengorganisir, meningkatkan, dan
5

membagikan pengertian dan pengalaman. Pengertian dan pengalaman ini terbangun atas
pengetahuan, baik yang terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di
dalam proses dan aplikasi nyata dalam suatu organisasi (sekolah). Definisi senada
dijelaskan Groff dan Jones (2003) bahwa manajemen pengetahuan merupakan alat,
teknik, dan strategi untuk menguasai, menganalisis, mengorganisasikan, meningkatkan,
dan berbagi keahlian karena pengetahuan merupakan aset yang tak terbatas (infinite
asset) yang akan meningkat jika pengetahuan tersebut disampaikan kepada orang lain.
Secara singkat, Sallis dan Jones (2002: 3) mendefinisikan menajemen pengetahuan
sebagai learning to know what we know. Hal ini berarti, kunci dari manajemen
pengetahuan adalah menemukan cara-cara baru untuk menyalurkan data mentah ke
bentuk informasi yang bermanfaat sehingga menjadi pengetahuan.
Menurut Nonaka dan Tekeuchi sebagaimana dikutip Bahra (2001), bahwa
pengetahuan tacit maupun pengetahuan explicit dapat dikonversikan dalam empat
proses, yaitu: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi. Sosialisasi
merupakan proses menyampaikan pengetahuan tacit dari seseorang kepada orang lain.
Eksternalisasi merupakan proses untuk membuat pengetahuan tacit menjadi
pengetahuan eksplisit. Kombinasi merupakan proses untuk mewujudkan pengetahuan
eksplisit untuk kepentingan lembaga. Internalisasi merupakan proses menyampaikan
pengetahuan tacit dari suatu kelompok kepada seseorang. Terkait dengan
pengembangan keprofesionalan guru, Diaz-Maggioli (2004:17) menyatakan bahwa
pengetahuan yang diperlukan guru dalam pengembangan keprofesionalan antara lain:
pengetahuan materi ajar (content knowledge), pengetahuan pedagogis (pedagogical
knowledge), dan pengetahuan kontekstual (contextual knowledge). Dalam konteks
pendidikan kejuruan, menurut Harteis (2009) guru melakukan pengembangan
keprofesionalan melalui pembelajaran kemampuan profesional (professional learning)
dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional sesuai dengan tambahan
pengetahuan yang diperlukannya. Pengetahuan yang harus mampu dikelola guru dalam
kompetensi profesional terdiri dari pengetahuan khusus (specific knowledge) dan
pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Pengetahuan khusus terdiri dari
pengetahuan yang bersifat teoritis, praktik, dan pengalaman. Pengetahuan prosedural
terkait dengan pengetahuan tentang bagaimana sesuatu dapat bekerja atau bagaimana
sesuatu saling berhubungan dengan lainnya. Uraian di atas dapat dinyatakan bahwa
manajemen pengetahuan yang bersifat teoritis maupun praktis diperlukan guru
pendidikan kejuruan dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional melalui
pengembangan keprofesionalan.
Metoda dan Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan pendekatan expost facto
research. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri dan Swasta Bidang Studi Keahlian
Teknologi dan Rekayasa di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan sampel penelitian
sebanyak 315 orang guru program produktif. Data dikumpulkan dengan instrumen
penelitian jenis angket. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan uji t
dengan taraf signifikansi sebesar 0,05.
Hasil penelitian secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa sebagian guru SMK
(55,6%) memiliki kemampuan manajemen pengetahuan termasuk kategori amat baik
dan kualitas pengembangan keprofesionalan sebagian guru SMK (71,1%) termasuk
6

kategori baik. Kemampuan manajemen pengetahuan guru memberikan kontribusi
sebesar 26,8% terhadap pengembangan keprofesionalan guru. Kemampuan manajemen
pengetahuan guru diukur melalui indikator mengorganasasikan pengetahuan pedogogi,
mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilan, mengaktualisasikan pengetahuan
kontekstual, serta mengaktualisasikan pengalaman diri dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas, sedangkan pengembangan keprofesionalan merupakan upaya
yang dilakukan guru untuk mengikuti proses pembelajaran yang berguna bagi
peningkatan kompetensi dan keprofesionalan dirinya serta peningkatan mutu sekolah
sebagai tempat kerjanya yang diukur melalui indikator identifikasi dan analisis
kebutuhan, perancangan dan implementasi pengembangan keprofesionalan, dan
pemantauan dan evaluasi terhadap dampaknya.
Berdasarkan analisis kecenderungan data antar indikator dari kemampuan
manajemen pengetahuan guru dapat diketahui bahwa kecenderungan data indikator
mengorganisasikan pengetahuan pedagogik lebih dominan (83,9%) dibandingkan tiga
indikator lainnya, yaitu: mengaktualisasikan pengetahuan teori dan praktik (78,1%),
mengaktualisasikan pengetahuan pengalaman (77,3%), dan mengaktualisasikan
pengetahuan kontekstual (67,6%), dengan ilustrasi grafik seperti Gambar 2.
Data di atas menunjukkan bahwa keempat indikator tersebut sangat mendukung
ketercapaian guru dalam mengelola pengetahuan dan keterampilan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Harteis (2009) dalam konteks pendidikan kejuruan bahwa peningkatan
kompetensi profesional dan tambahan pengetahuan diperlukan bagi guru dan dapat
dilakukan melalui pembelajaran profesional (professional learning). Pengetahuan yang
harus mampu dikelola guru dalam kompetensi profesional terdiri dari pengetahuan
khusus (specific knowledge) dan pengetahuan prosedural (procedural knowledge).
Pengetahuan khusus merupakan pengetahuan yang bersifat teoritis, praktik, dan
pengalaman,sedangkan pengetahuan prosedural terkait dengan pengetahuan tentang
bagaimana sesuatu dapat bekerja atau bagaimana sesuatu saling berhubungan dengan
lainnya.
100,0%
83,9%

Persen

80,0%

78,1%

77,3%
67,6%

60,0%
40,0%

20,0%
0,0%
Mengorg.
Pengetahuan
Pedagogik

Mengakt.
Pengetahuan
Teori & Praktik

Mengakt.
Pengetahuan
Kontekstual

Mengakt.
Pengetahuan
Pengalaman

Indikator

Gambar 2 Histogram Kecenderungan Data Antar Indikator
Kemampuan Manajemen Pengetahuan
Selanjutnya, berdasarkan analisis kecenderungan data antar indikator pada
pengembangan keprofesionalan diketahui bahwa kecenderungan data indikator
pemanfaatan dan pemantauan dampak lebih dominan (67,4%) dibandingkan dua
indikator lainnya, yaitu: indentifikasi dan analisis kebutuhan (62,7%) dan perancangan
7

dan implementasi pengembangan keprofesionalan (56,9%), yang diilustrasikan
sebagaimana Gambar 3. Data indikator di atas menunjukkan bahwa guru SMK masih
perlu melakukan upaya peningkatan kualitas dalam kegiatan pengembangan
keprofesionalan. Hal ini selaras dengan kebijakan yang ditetapkan Kementerian
Pendidikan Nasional (2010) tentang pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru
sebagai upaya pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya, yang
diwujudkan dengan tiga kegiatan pokok, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah,
dan karya inovatif. Kegiatan pengembangan diri meliputi kegiatan mengikuti
pendidikan dan latihan fungsional dan melaksanakan kegiatan kolektif guru. Kegiatan
publikasi ilmiah meliputi kegiatan membuat publikasi ilmiah atas hasil penelitian dan
membuat publikasi buku. Kegiatan karya inovatif diwujudkan dalam empat bentuk
kegiatan: menemukan teknologi tepat guna, menciptakan karya seni,
membuat/memodifikasi alat pelajaran, mengikuti pengembangan penyusunan standar,
pedoman, soal dan sejenisnya.
100,0%
80,0%

Persen

62,7%
60,0%

67,4%
56,9%

40,0%
20,0%
0,0%
Identifikasi dan
Analisis Kebutuhan

Perancangan dan
Implementasi
Pengembangan
Keprofesionalan

Pemanfaatan dan
Pemantauan Dampak

Indikator

Gambar 3 Histogram Kecenderungan Data Antar Indikator
Pengembangan Keprofesionalan Guru
Hasil analisis uji t antara kemampuan manajemen pengetahuan terhadap
pengembangan keprofesionalan guru menunjukkan bahwa kemampuan manajemen
pengetahuan guru masih memberikan sumbangan yang relatif kecil (26,8%) terhadap
pengembangan keprofesionalan guru. Padahal, kemampuan manajemen pengetahuan
bagi guru sangat diperlukan dalam pengembangan keprofesionalan agar capaian
hasilnya lebih optimal.
Menurut Tummons sebagaimana dikutip Steward (2009) menyampaikan delapan
manfaat yang dapat digunakan guru untuk mengikuti pengembangan keprofesionalan,
yaitu: to update subject-specialist knowledge; to take account of changes to the
curriculum; to update organisational and procedural knowledge; to enhance
employment prospect; to take account of technology changes, to take account legislative
changes; to maintain a licence to practice; and to stay fresh and involved .
Pengembangan keprofesionalan sebagai bagian dari proses pembelajaran
keprofesionalan bagi guru memberikan manfaat peningkatan dan penguatan terhadap
keahlian, tugas dan karier guru dalam menghadapi perubahan yang terjadi, sehingga
kegiatan pengembangan keprofesionalan diperlukan bagi guru SMK. Hal ini
8

menunjukkan bahwa pengembangan keprofesionalan terkait erat dengan kemampuan
manajemen pengetahuan yang dimiliki guru agar dicapai hasil yang optimal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan
di muka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru SMK cenderung memiliki
kemampuan manajemen pengetahuan termasuk katergori amat baik dalam rangka
kegiatan pengembangan keprofesionalan. Kecenderungan data indikator diketahui
bahwa indikator mengorganisasikan pengetahuan pedagogik lebih dominan
dibandingkan tiga indikator lainnya pada variabel ini, yaitu: mengaktualisasikan
pengetahuan teori dan praktik, mengaktualisasikan pengetahuan pengalaman, dan
mengaktualisasikan
pengetahuan
kontekstual.
Selanjutnya,
pengembangan
keprofesionalan sebagian guru SMK termasuk katergori baik. Kecenderungan data
indikator diketahui bahwa indikator pemanfaatan dan pemantauan dampak lebih
dominan dibandingkan dua indikator lainnya pada variabel ini, yaitu: indentifikasi dan
analisis kebutuhan, serta perancangan dan implementasi pengembangan
keprofesionalan. Namun demikian, hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan
manajemen pengetahuan guru masih memberikan sumbangan yang relatif kecil dalam
pengembangan keprofesionalan sehingga perlu ditingkatkan agar dapat tercapai manfaat
yang lebih optimal.
Daftar Pustaka
Bahra, N. (2001). Competitive knowledge management. New York: Palgrave.
Blandford, S. (2003) Professional development manual: A practical guide to planning
and evaluating successful staff development. London: Pearson Education Limited.
Craft, A. (1996). Continuing professional development: practical guide for teacher and
schools. New York: Routledge
Diaz-Maggioli, G. (2004). Teacher-centered professional development. Virginia:
Association for Supervision and Curriculum Development.
Djohar MS. (24 Agustus 2009). Banyak yang belum tunjukkan perilaku profesional:
kualitas guru belum sesuai harapan. Kedaulatan Rakyat, hal. 15, kolom 1-4.
E. Mulyasa. (2008). Standar kompetensi dan sertifikasi guru, Cetakan ketiga. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Finch, C.R., & McGough, R.L. (1982). Administering and supervising occupational
education. Englewood Cliff, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Groff, T. R., & Jones, T. P. (2003). Introduction to knowledge management: KM in
bussiness. Burlington: Butterworth-Heinemann
Grollmann, P. (2009). Professionalization of VET teachers and lecturers and practices in
TVET institutions in an international perspective. Dalam Maclean, R., & Wilson,
D. (Eds.). International handbook for changing world of work: Bridging academic
and vocational learning. Bonn: Springer

9

Harteis, C. (2009). Professional learning and TVET: Challenges and perspectives for
teachers and instructors. Dalam Maclean, R., & Wilson, D. (Eds.). International
handbook for changing world of work: Bridging academic and vocational learning .
Bonn: Springer
Istanto Wahju Djatmiko. (2012). Pengembangan Keprofesionalan Guru Sekolah
Menengah Kejuruan, Disertasi. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas
Negeri Yogyakarta
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pedoman kegiatan pengembangan
keprofesionalan berkelanjutan dan angka kreditnya, Buku 4 . Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
Raelin, J.A. (2008). Work-based learning: Bridging knowledge and action in the
workplace. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Company
Sallis, E. & Jones, G. (2002). Knowledge management in education: Enhancing
learning and education, 1st Edition. London: Kogan Page Limited
Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2005). Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
Stronge, J.H. (2006). Evaluating teaching: A guide to current thingking and best
practice, 2nd Edition. California: Corwin Press, A SAGE Publications Company.
United Nations Development Program. (2011). Human development report 2011,
Sustainability and equity: A better future for all. New York: United Nations
Development Program (UNDP).
Wikipedia. (2009). Professional development. Diambil pada tanggal 26 Agustus 2009,
dari http://en.wikipedia.org/wiki/Professional_development
Wikipedia. (2011). Knowledge management. Diambil pada tanggal 8 Oktober 2011, dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Knowledge_management.
Wikipedia. (2012). World population. Diambil pada tanggal 07 Mei 2012, dari
http://en.wikipedia.org/wiki/World_population.

10