FENOMENA GADIS CABE-CABEAN DAN BALAP LIAR : STUDI TENTANG LATAR BELAKANG MUNCULNYA DAN PERAN GADIS CABE-CABEAN DALAM AJANG BALAP LIAR DI JALAN TOL DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG.

(1)

FENOMENA GADIS CABE-CABEAN DAN BALAP LIAR

( Studi Tentang Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean

Dalam Ajang Balap Liar di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

ULIL ALBAB

NIM. B05211067

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

PERSETUJUAI{ PEMBIMBING

Setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi terhadap penulisan skripsi yang ditulis oleh:

Nama

: ULIL ALBAB

NIM

:805211067

Program

Studi

: Sosiologi

yang berjudul: Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar 66 Studi Tentang Latar

Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten jombang

"

saya berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah diperbaiki dan dapat diujikan dalam rangka memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Sosiologi.

Surabaya, 29 Juli20l5 Pembimbing

n

ll

n

^

Aw),'

\v

Moch.Ilyas Rolis. S.Ag. M.Si


(4)

PERNYATAAN

PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI

B is mil lahirr ahm ani r r ahi m

Yang berlanda tangan di bawali ini, saya: Nama

NIM

Program Studi

: ULIL ALBAB :805211061 : Sosiologi

Judul Skripsi : Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang Latar Belakang MLrnculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap liar di Jalan Tol Desa Blirnbing Kecamatan Kesamben I(abupaten Jornbang

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1) Skripsi

ini

tidak pemah dikumpulkan pada lernbaga pendidikan rrana pun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan merupakan plagiasi atas karya orang iain.

Apabila skripsi

ini

dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan sebagai hasil plagiasi, saya bersedia rnenanggung segala konsekuensi hukum yang terjadi.

Surabaya,29 juli2015

Yang menyatakan

NIM: 805211067 2)

3)


(5)

ABSTRAK

Ulil Albab, 2015, Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang

Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam ajang Balap Liar ( di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Fenomena, Cabe-cabean dan Balap Liar

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini hanya lah satu yakni bagaimana fenomena cabe-cabean yang terjadi di arena balap liar di daerah sekitar jalan tol segunung Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Namun dari satu rumusan masalah tersebut terdapat sebuah sub pembahasan didalamnya, antara lain pembahasan mengenai latar belakang dan peran gadis cabe-cabean di arena balap liar tersebut.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi pada maraknya gadis cabe-cabean, serta munculnya aksi balap liar di kawasan tersebut. ini adalah teori Fenomenologi Edmund Husserl dan Alfred Schutz .

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: (1) latar belakang munculnya gadis cabe-cabean dan balap liar di karenakan pergaulan, pengaruh dari daerah pertama munculnya istilah cabe-cabean di Jakarta pusat dan lemahnya pengawasan dari orang tua, serta pihak berwajib yang kurang adanya pembinaan. (2) peran dari gadis cabe-cabean yang melekat pada aksi balap liar tersebut. Peran-peran tersebut akibat pengaruh dan kesepakatan yang terbentuk dengan sendirinya di dalam lingkungan balap liar yang disepakati oleh kedua pihak, yakni gadis cabe-cabean dan pihak yang terlibat di ajang balap liar itu.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI .. vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Definisi Konseptual ... 14

F. Telaah Pustaka ... 8

G. Metode Penelitian ... 18

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 18

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 19

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 19

5. Teknik Pengumpulan Data ... 21

6. Teknik Analisis Data ... 23

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 25

H. Sistematika Pembahasan ... 26

BAB II : TEORI FENOMENOLOGY EDMUND HUSSERL ... 30

A. Asal Usul Teori Fenomenologi ... 30

B.Fenomenologi ... 36

C. Pendekatan Fenomenologi Husserl ... 40

D. Subkultur Pemuda ... 45

BAB III : LATAR BELAKANG MUNCULNYA DAN PERAN GADIS CABE-CABEAN DALAM AJANG BALAP LIAR A.Karakteristik Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang ... 47

1. Letak Geografis Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang ... 47

a. Struktur Pemerintahan Desa Blimbing ... 47

b. Luas Wilayah Desa Blimbing ... 49


(7)

d. Orbitasi Desa Blimbing ... 52

e. Kondisi Topografi ... 53

f. Kondisi Klimatologi ... 53

g. Kondisi Hidrologi ... 53

h. Geologi ... 54

i.Karakteristik Jalan ... 54

2. Sejarah Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Jombang... 55

3. Karakteristik Arena Balap ... 58

4. Kajian Sosial Terhadap Pembangunan Jalan Tol ... 58

B. Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar ... 59

1. Latar Belakang Munculnya Gadis Cabe-cabean di Jalan Tol Non Aktif Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Jombang ... 59

2. Ciri-ciri Gadis Cabe-cabean di Arena Balap Liar ... 67

3. Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar... 72

4. Potret Perlakuan Gadis Cabe-cabean di Arena Balap Liar ... 77

5. Proses Balap Liar ... 78

6. Upaya yang Dilakukan Oleh Pihak Berwajib ... 79

C. Fenomena Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar Analisis Teori Fenomenologi Edmund Husserl ... 83

1. Identitas dan Temporalitas ... 85

2. Simbolis dan Intuitif ... 87

3. Tekstur dan Struktur ... 87

4. Perpepsi atau Konsepsi ... 88

5. Masalah waktu ... 88

BAB IV : PENUTUP ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara 2. Jadwal Penelitian

3. Surat Keterangan (Bukti melakukan penelitian) 4. Dokumentasi Penelitian dan Dokumen yang relevan 5. Biodata Peneliti


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kehidupan yang berada pada setiap tatanan masyarakat tentunya akan mengalami suatu perubahan. Perubahan itu sendiri bertujuan untuk memberikan nilai-nilai baru dan mengubah kehidupan serta tatanan masyarakat. Menurut Ginsberg, “perubahan sosial itu sendiri sebagai suatu perubahan penting dalam struktur sosial, pola perilaku, dan sistem interaksi sosial, termasuk didalamnya perubahan norma, nilai, dan kultur budaya”.1 Sangatlah alamiah bahwa di setiap daerah akan mengalami proses perubahan sosial. Karena proses perubahan sosial itu sendiri bisa terjadi kapan saja. Proses perubahan sosial ada yang bersifat dinamis (Cepat) dan statis (Lambat). Perubahan sosial bisa meliputi perubahan didalam bidang perekonomian, pendidikan, budaya, pembangunan, pola pikir masyarakat.

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, manusia sudah disebut dengan makhluk sosial, di dalam kehidupannya manusia tidak dapat hidup dalam kesendirian. salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain yang tentunya dengan cara berkomunikasi.

1


(9)

2

Sebutan Cabe-cabean tidak asing lagi di kalangan masyarakat, Cabe-cabean ini dapat pula disebut profesi yang terbentuk karena pergaulan bebas khususnya perempuan di bawah umur yang bisa dikatakan telah mengenal bisnis prostitusi khususnya di tempat balap liar. Tak terelakan fenomena cabe-cabean ini merupakan dampak dari tidak berfungsinya atau penyimpangan fungsi (disfungsi) oleh agen-agen sosialisasi yang berperan sebagai agen untuk proses sosialisasi. Malinowski memandang bahwa di setiap aspek dalam kehidupan masyarakat itu,satu sama lain saling berhubungan dan menjadi penggerak bagi perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, dalam rangka berbagai pemenuhan kebutuhan kelompok dan individu yang ada di mayarakat.2

Pergantian tahun 2013 menuju 2014 remaja Indonesia kedatangan istilah baru. Setelah istilah “alay” dan “lebay” telah mulai surut kini istilah “cabe -cabean” yang mulai ramai diperbincangkan tidak hanya di kalangan ABG atau remaja tetapi juga di kalangan seluruh masyarakat. Istilah cabe-cabean ini sangat cepat dikenal oleh masyarakat luas karena dianggap mencerminkan perilaku sejumlah remaja zaman sekarang.

Alay atau "anak layangan" atau "anak lebay" adalah sebuah istilah yang menggambarkan suatu fenomena perilaku remaja di Indonesia yang menggambarkan anak-anak ABG atau remaja yang terlihat dengan dandanan yang berlebihan dan mencolok. Selain itu alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan dan selalu berusaha memaksa untuk menarik perhatian orang lain. Sedangkan “cabe-cabean” semula digambarkan untuk anak-anak

2


(10)

3

ABG yang tergabung dalam kelompok balapan liar dan pemenang balapan bisa mengencani si gadis “cabe-cabean”, Kini arti “cabe-cabean” sudah semakin meluas mencakup perilaku remaja perempuan yang masih duduk di bangku SMP ataupun SMA bisa saja dijadikan "mainan".

Pada era globalisasi dan modern sekarang ini, gaya hidup atau life style merupakan hal yang sangat penting dan kerap menjadi ajang untuk menunjukkan identitas diri. Modernisasi secara signifikan membawa begitu banyak perubahan dalam berbagai bidang kehidupan. apalagi pembangunan perkotaan merupakan upaya mempercepat proses kemajuan yang semakin pesat, antara lain ditandai dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan transformasi sebagaimana ditunjukkan dalam perkembangan dan kemajuan di daerah mojokerto dan jombang

Di Kota Jombang dan Mojokerto sekarang ini semakin banyak masyarakat yang menggunakan sepeda motor dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penggunaan sepeda motor di Indonesia sangat populer karena harganya yang relatif murah, terjangkau untuk beberapa kalangan dan penggunaan bahan bakarnya irit serta biaya operasionalnya juga sangat rendah. Setiap sudut kota dipadati oleh kendaraan ini dari pagi hingga malam hari. Pertumbuhan kepemilikan warga kota terhadap kendaraan roda dua sangat tinggi, baik kalangan muda dan dewasa.

Sebuah organisasi, kelompok, atau komunitas – komunitas terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut


(11)

4

terhadap masyarakat. Berawal dari kesamaan aktivitas dan kecintaan terhadap gaya hidup glamour mendorong munculnya komunitas-komunitas yang mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok-kelompok gadis cabe-cabean dan kelompok balap liar.

Fenomena “cabe-cabean” yang berkembang saat ini sudah banyak menyita perhatian masyarakat luas terutama masyarakat kota Jombang dan Mojokerto. Karena selain Jakarta, kota Mojokerto menjadi kota yang termasuk cepat atau “up to date”dalam menanggapi maupun menerima hal-hal yang baru termasuk istilah dan fenomena “cabe-cabean” ini terutama bagi kalangan remaja. Remaja yang umumnya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berusia 13-19 tahun. Pada usia-usia tersebut setiap manusia sedang mengalami masa-masa mencari jati diri yang jika tidak diarahkan maka hidupnya bisa terjerumus ke dalam hal yang tidak baik.

Balapan liar adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil, yang dilakukan di atas lintasan umum. Artinya kegiatan ini sama sekali tidak digelar di lintasan balap resmi, melainkan di jalan raya. Biasanya kegiatan ini dilakukan pada tengah malam sampai menjelang pagi saat suasana jalan raya sudah mulai lenggang. Lomba balap sepeda motor tidak hanya bisa kita saksikan melalui siaran televisi, tetapi aktivitas sejenis juga banyak digemari remaja di daerah perkotaan. Salah satu di antaranya adalah aktivitas balap liar yang terdapat di beberapa tempat di Kota Mojokerto, Jombang dan sekitarnya. Tulisan ini akan mengulas seputar balapan liar yang pada saat sekarang ini banyak digandrungi para remaja dan anak muda di Jawa


(12)

5

timur khususnya di Mojokerto - Jombang. Di sebut balap liar karena kegiatan tersebut tidak memiliki izin dari aparat yang berwenang. Meskipun tergolong masih sangat amatiran dibanding perlombaan balap motor yang kita tonton di TV, namun jika dilihat lebih dekat lagi, mungkin kita akan terkesima, karena ternyata banyak kesamaan antara balap yang berlabel “Moto GP“ dengan yang berlabel “Balap Liar“. Mungkin kalau ditanya mengenai perbedaan, pasti kebanyakan kita sudah tahu, karena yang ditayangkan di TV adalah pembalap profesional, bergaji, dikontrak dan lain sebagainya, sedangkan pembalap liar tentu kebalikannya. namun siring berjalanya waktu, balap liar kini pun dihiasi oleh wajah-wajah cantik para gadis- gadis malam yang liar seperti balab liar yaitu cabe-cabean .

Balap liar kali ini pun semakin ramai dan seru dengan adanya gadis cabe-cabean. Cabe-cabean memiliki makna konotasi negatif. Ia dikenal sebagai remaja perempuan yang sering keluar malam dan ikut atau sekedar lihat acara balapan liar dengan mengenakan pakaian ketat dan minim. Terkadang mereka digoda dan diajak berbuat sebagai taruhan seks oleh para pria atau pemuda-pemuda pengemar balap liar.3

Kebiasaan lain yang sering dilakukan cabe-cabean adalah bonceng tiga, keluar malam, ikut menyaksikan bahkan menjadi taruhan pada acara balapan. Dengan menggunakan celana pendek dan mengeakan kaos yang menggoda pria dan remaja yang melihatnya. Selain itu, cabe-cabean juga sering diartikan sebagai Anak Baru Gede (ABG) yang labil dan masih belum mempunyai pendirian, yang masih terpengaruh oleh teman-temanya.Gadis cabe-cabean

3


(13)

6

sering menjadi bahan taruhan dalam balapan liar atau hanya menjadi pemanis di dalam acara balap liar tersebut, terkadang menjadi penyemangat joki balap sehingga menjadi bersemangat untuk memenangkan balapan tersebut.

Berbagai konotasi negatif ini membuat sebagian dari mereka enggan mengaku sebagai cabe-cabean karena biasanya mereka menyembunyikan identitasnya sebagai gadis cabe-cabean. Dari berbagai ciri cabe-cabean yang ditulis, saya melihat dua ciri utama yang menjadi sorot akan hadirnya fenomena ini. Yakni menjadi bahan taruhan dan sering ikut serta dalam acara balap liar tersebut. Bahkan hal lain yang baru baru ini muncul joki balap liar wanita yang gaya balapannya tidak kalah dengan para remaja laki-laki.

Adapun dasar hukum dari aksi tersebut hanya diatur secara umum pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan, yakni pada pasal 115 huruf b yang menyatakan: 4

“Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang berbalapan dengan Kendaraan Bermotor Lain.”

Pengertian Jalan pada pasal 115 di atas, diatur pada pasal 1 ayat (12) yang menyatakan:

“Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.”

4


(14)

7

Selanjutnya dipertegas lagi dengan adanya ancaman pidana bagi yang melanggar pasal 115 huruf b, yakni pada pasal 297 undang-undang tersebut, yang menyebutkan:

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).”

Balap liar dan Cabe-cabean memang 2 hal yang tidak dapat dari dipisahkan dari anak-anak racing atau pemuda pemuda yang menyukai balap liar tersebut. Dasar hukum dari pihak berwajib sudah sangat tegas untuk mengatasi balap liar dan gadis cabe-cabean tersebut. Namun berbagai macam aturan dan tindakan tegas dari pihak berwajib tersebut tidak membuat jera remaja-remaja itu untuk meninggalkan atau membuat jera untuk tidak melakukan balapan liar .

B.Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari fokus berbagai macam fakta dan masalah agar nantinya lebih terarah dalam hal penulisan maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Apakah yang melatarbelakangi munculnya Gadis cabe-cabean dalam ajang balap liar di jalan tol segunung Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Jombang?


(15)

8

C.Tujuan penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian ini yang terkait dengan

Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang Latar Belakang

Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar di Jalan

Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang.” peneliti

mempunyai beberapa tujuan yang berhubungan dengan diadakannya penelitian ini diantaranya.

1. Untuk mengetahui peran dan latar belakang munculnya fenomena balab

liar dan gadis cabe-cabean di jalan tol non aktif desa blimbing yang seringkali mebuat para remaja menjadi tak terkontrol,melawan hukum dan keluarga.

2 . Untuk mempelajari dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh pihak

Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan yang dilakukan oleh remaja.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian yang berjudul “Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar di Jalan Tol Desa

Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang”. Peneliti juga memiliki

manfaat dari penelitian yang telah dilakukan. Sebagaimana peneliti berharap bahwa hasil dari penelitian tersebut dapat menjadikan masukan dan dapat memberikan manfaat.


(16)

9

Adapun kegunaan penelitian dari penelitian yang dilakukan ini dimaksudkan sebagai berikut :

1. Secara Teoritik :

Diharapkan agar dapat menjadi salah satu bahan referensi dan kepustakaan bagi rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan kalangan yang berminat mengkaji lebih lanjut, khusunya menambah khasanah perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Secara praktis a. Bagi Peneliti

Peneliti dapat memahami fenomena sosial yang telah terjadi di dalam masyarakat dan dapat meningkatkan kewaspadaan di dalam kontrol terhadap pemuda.

b. Bagi Masyarakat

Dapat mengetahui akan fenomena yang telah terjadi sebagaimana fenomena sosial yang berada di arena balap liar dan berkumpulnya gadis cabe-cabean yang mana dapat memberikan kewaspadaan bagi masyarakat sekitar untuk menjadi lebih berkembang.

c. Bagi Pemerintah

Dapat meningkatkan kontrol terhadap munculnya gadis cabe-cabean dan balap liar yang telah terjadi di arena balap jalan tol non aktif Desa Blimbing .


(17)

10

d. Bagi Program Studi Sosiologi

Dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan khusunya dalam fenomena sosial yang berada di dalam tatanan masyarakat.

E. Definisi konseptual

Dalam definisi konseptual yang mana merupakan penjelasan dari setiap kata dalam judul penelitian yang membutuhkan sebuah penjelasan yang lebih lanjut. Definisi konsep itu sendiri berguna untuk menjelaskan kepada setiap pembaca. Yang mana tujuannya adalah menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan maksud dari judul penelitian tersebut.

Untuk menghindari adanya kesalahan pengertian dalam memahami judul. Maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang telah terdapat dalam judul penelitian itu sendiri. Oleh sebab itu peneliti akan memberikan definisi yang ada di dalam setiap kata yang digunakan dalam judul tersebut. Dan agar diketahui makna nya. Dengan judul “Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan

Kesamben Kabupaten Jombang”. Adapun definisi konseptualnya adalah

sebagai berikut. 1. Fenomena

merupakan hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah seperti fenomena alam, sosial dan budaya Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin


(18)

11

ilmu tertentu. Fenomena juga bisa disebut hal yang luar biasa dalam kehidupan di dunia dan dapat terjadi dengan tidak terduga dan tampak mustahil dalam pandangan manusia.

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, fenomena diartikan sebagai hal-hal yang dinikmati oleh panca indra dan dapat ditinjau secara ilmiah.5 Fenomena juga diartikan sebagai berikut :

a) Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam) atau gejala. Contoh : Gerhana adalah salah satu ilmu pengetahuan.

b) Fenomena diartikan sebagai sesuatu yg luar biasa atau keajaiban. Contoh : Sementara masyarakat tidak percaya akan adanya pemimpin yang berwibawa, yakni tokoh itu tersendiri.

c) Fenomena diartikan sebagai fakta dan kenyataan. Contoh : Peristiwa itu merupakan sejarah yg tidak dapat diabaikan. Kata Fenomena juga diartikan sebagai keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara, keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal, soal atau perkara. 2. Gadis

Gadis cabe-cabean merupakan anak perempuan yang sudah akil balig dan anak perempuan yang belum kawin, perawan. Nama Gadis artinya adalah anak dara yang diberikan untuk seorang anak Perempuan. Nama Gadis berasal dari Indonesia, dengan huruf awal G dan

5


(19)

12

terdiri atas 5 huruf. Kata Gadis memiliki pengertian, definisi, maksud atau makna anak dara, bisa digunakan untuk nama bayi (nama anak), nama perusahaan, nama merek produk, nama tempat, dan lain sebagainya. Kata Gadis yang bermakna anak dara serta berasal dari Indonesia ini boleh anda gunakan selama arti Gadis tidak berkonotasi negatif di lingkungan anda.6 3. Cabean-cabean

Sendiri merujuk pada remaja perempuan yang kebanyakan masih duduk di bangku SMP dan SMA, yang memang senang keluar malam dan tak memiliki tujuan yang jelas. Cabe-cabean identik dengan sexualitas, gaya hidup glamour, kebahagiaan duniawi. 7

4. Balap liar

Balap liar adalah kegiatan adu kecepatan motor atau sepeda motor yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bertujuan untuk mencoba kecepatan dan memperoleh keuntungan.yang dilakukan dengan sembarang tanpa ada aturan resmi atau melanggar aturan yang sudah di tetapkan. Balap Liar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara tidak terorganisasi dalam melakukan peraduan sepeda motor berdasarkan jenis, kecepatan, dan kapasitas mesin. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai ajang adu gengsi antara pemilik motor atau bengkel yang memiliki motor balap. Balap motor liar dilakukan di area yang sepi biasanya bertempat di jalan di tengah perkampungan atau jalan tol yang belumb dioperasikan. Balap liar ini di

6

Retna Dewi, ABG Perspektif Gender, (Yogyakarta: Kanisius), 2012, h. 143

7

www.cewek cabe-cabean, sisi lain dunia malam jakarta, di akses 12 juli 2015. Education.ttl.act.html


(20)

13

laksanakan antara 2 bela pihak yang sudah mempunyai kesepakatan waktu, tempat dan jumlah taruhanya. 8

Balap motor liar merupakan suatu ajang peraduan balap motor dimana balap motor ini dilakukan tanpa izin resmi dan diselenggarakan di jalan raya yang termasuk fasilitas umum yang tentunya juga banyak dilalui oleh kendaraan umum lainnya. Kegiatan ini biasanya dilakukan tanpa menggunakan standar keamanan yang diperlukan dan kebanyakan menggunakan motor pretelan yang tentunya sangat membahayakan, baik nyawa pelaku maupun nyawa penonton ataupun pengguna jalan lainnya. Ajang balap motor ini kebanyakan dilakukan oleh remaja usia sekolah dikarenakan oleh beberapa faktor seperti rasa gengsi yang masih tinggi, ingin menarik perhatian lawan jenis atau bahkan tergiur oleh besarnya uang taruhan yang didapatkan. Memang dunia balap motor tidak dapat dipisahkan oleh taruhan atau perjudian. Taruhan itu dilakukan oleh pelaku maupun penonton.

F. Telaah pustaka

Berdasarkan pada gambaran umum tema penelitian yang berhubungan dengan judul yang diangkat oleh peneliti yaitu “Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang Peran dan Latar Belakang Munculnya Cabe-cabean di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Sebagaimana gambaran umum di dalam tema penelitian tersebut adalah yang berhubungan dengan fenomena sosial dan gadis cabe-cabean. Fenomena sosial ini dapat dilihat secara nyata di dalam masyarakat.

8


(21)

14

gadis cabe-cabean ini dianggap sebagai fenomena yang banyak membawa hal negatif di masyarakat, karena mereka di dalam berinteraksi dengan masyarakat seringkali tidak menceriminkan sebagai wajarnya wanita atau gadis di masyarakat. Berbusana minim dan berperilaku layaknya turis luar negeri yang bebas tanpa aturan. Fenomenna sosial menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman-pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi sesungguhnya. hal ini dipahami sebagai cara pada umumnya individu berpartsipasi dalam kehidupan sosial, menggunakan pengetahuan yang diterima apa adanya (taken for granted), mengasumsikan objektivitasnya, dan melakukan tindakan yang sebelumnya telah ditentukan (direncanakan). Bahasa, budaya, dan common sense yang muncul dalam sikap alamiah merupakan ciri objektif dari dunia eksternal yang dipelajari aktor dalam proses kehidupannya 9

Sebagaimana fenomena sosial dan gadis cabe-cabean yang dikaji oleh peneliti, peneliti juga mengkaji akan pola interaksi yang terjadi di antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana diketahui bahwa kemunculan gadis cabe-cabean di masyarakat merupakan awal dari kemunculan permasalahan sosial yang baru. Pola interaksi yang menjadi salah satu ranah kajian peneliti memiliki pengaruh bagi perubahan sosial yang terjadi di jalan tol non aktif Desa Blimbing Kesamben Jombang , sebagaimana peneliti melihat ketika

9

Sindung Haryanto, Spektrum Teori Sosial ( Dari Klasik hingga Postmodern ),(Jogyakarta: Ar-Ritz Meia, 2012), hal- 129.


(22)

15

sudah menjadi kawasan yang mulai dikenal sebagai arena balap liar yang terdapat banyak gadis cabe-cabean . Dapat dilihat didalam penelitian terdahulu yang mana bisa dijadikan sebagai acuan untuk menunjukkan orisinalitas penelitian dan dianggap cukup relevan.

1. Dalam skripsi yang penulis temukan, yang membahas tentang fenomena cabe-cabean penulis menemukan skripsi yang berjudul PERILAKU KOMUNIKASI CABE-CABEAN DALAM LINGKUNGAN PERGAULANYA ( Study Deskriptif Mengenai perilaku komunikasi Cabe-cabean di Lingkungan Balapan Liar Kota Bandung ) ( Fakultas Ilmu Sosial dan Politik , Ananda Safitri Wibowo, 2014). 10Dimana dalam skripsi ini memfokuskan permasalahan perilaku komunikasi Gadis Cabe-canean di dalam acara balap liar, hanya bagaimanakah perilaku dan gaya komunikasi cabe-cabean di lingkungan balap liar Bandung , sementara yang penulis bahas di sini menfokuskan semua aspek gadis cabe-cabean di dalam lingkungan balap liar meliputi :

a. Latar belakang munculnya cabe-cabean b. Proses perekrutan

c. Perilaku gadis cabe-cabean

d. Interaksi gadis cabe-cabean di lingkungan balap liar.

2. Sementara judul skripsi yang membahas tentang Balap Liar disini judul skripsi yang penulis temukan berjudul POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PADA KASUS BALAPAN LIAR (Studi

10

Ananda Safitri, Perilaku Komunikasi Cabe-cabean di dalam Lingkungan Pergaulanya studi Deskriptif tentang Perilaku Cabe-cabean di Lingkungan Balap Liar kota Bandung, ( Skripsi, Unikom Bandung, 2014.


(23)

16

Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Yang Bekerja Dengan Anak Pada Kasus Balapan Liar di Surabaya) ( Fisip : Ilmu Komunikasi, Angga Setyo Hadrianto, 2013 ).11 skripsi ini membahas permasalahan balapan liar di Surabaya tersebut nampaknya disebabkan kurangnya empati antara orang tua dan remaja, hal ini yang kemudian menimbulkan jarak antara remaja dan orang tua, orang tua dianggap kurang mampu memahami jiwa remaja sedangkan remaja dianggap oleh orang tua kurang mengerti keadaan orang tua. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan menciptakan komunikasi yang efektif antara remaja dan orang tua. Komunikasi disini bukan sekedar menyangkut kuantitas dari komunikasi yang dilakukan remaja dan orang tua namun lebih dititikberatkan pada pemahaman yang dilandasi sikap keterbukaan, empati dan sikap positif. sementara yang mana penulis bahas menfokuskan tentang perilaku dan hubungan balap liar dengan gadis cabe-cabean .

3. Skripsi yang ditulis oleh Alexander sarwo edi yang berjudul “ Peran Polisi dalam Upaya Menanggulangi Aksi Balap Liar di Wilayah Kabupaten Sleman‟‟ dengan lokasi di daerah jalan lintas kabupaten sleman.12 Pada tahun 2012 yang berasal dari jurusan hukum Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta dengan menggunakan metode kualitatif. bedasarkan hasil penelelitian oleh Alexander Sarwo Edi ditemukan bahwa dalam aksi balap liar jika terus berlanjut maka

11Angga Setyo Hadriyanto, “POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PADA

KASUS BALAPAN LIAR (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Yang Bekerja Dengan

Anak Pada Kasus Balapan Liar di Surabaya” ( Skripsi, Unesa Surabaya, 2013).

12

Alexander Sarwo Edi, “ Peran Polisi dalam Upaya Menanggulangi Aksi Balap Liar di Wilayah Kabupaten Sleman‟‟ dengan lokasi di daerah jalan lintas kabupaten sleman.” (Skripsi, Universitas


(24)

17

anak akan mencari pelarian yang lainnya, misalnya narkoba dan yang lainnya yang akan membuat anak semakin jauh menyimpang dari kehidupan yang lebih baik bagi masa depannya, padahal aksi balapan liar tersebut terbilang sangat nekat karena belum tentu joki yang sudah terlatih dalam bidang otomotif apa lagi banyak dari joki tidak memakai helm dan pakaian yang khusus diperuntukan untuk balapan mereka hanya memakai celana panjang dan kaos, betapa nekatnya mereka semua belum lagi polusi suara yang ditimbulkan karena rata-rata dari para oknum pembalap liar memakai knalpot yang menimbulkan suara yang sangat berisik dan menganggu warga yang memiliki rumah di daerah sekitar sangat menganggu para pengguna jalan, ternyata dari pengalaman mereka bahwa balapan liar tersebut sudah sengaja diadakan yang dikoordinir oleh pemilik bengkel agar mereka mau dibujuk untuk memodifikasi mesin motor mereka sekalipun motor mereka masih belum lunas. Pihak berwajib khususnya polresta sleman pun masih kerepotan mengatasi aksi balap liar di daerah Sleman Yogyakarta tersebut. Tetapi dengan berberapa tindakan dan sangsi untuk para pembalap liar berangsur-angsur membuat jera mereka.

Sebagaimana dapat dilihat akan letak perbedaan kajian yang peneliti angkat dari penelitian terdahulu. Peneliti menggunakan penelitian terdahulu dengan tujuan untuk membandingkan antara kajian yang peneliti ambil dengan kajian yang terdapat pada penelitian terdahulu. Di dalam penelitian yang peneliti kaji tentang perubahan sosial itu sendiri juga menggunakan persfektif dalam teori fenomenologi yang mana berkaitan


(25)

18

dengan fenomena sosial yang berada di lokasi penelitian, sehingga dapat diketahui perbedaan dari penelitian tersebut.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses yang digunakan di dalam melakukan penelitian. Sebagaimana metode penelitian dibutuhkan oleh peneliti untuk tahapan didalam melakukan penelitian. Menurut Dedy Mulyanna metode adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.13

1. pendekatan dan Jenis penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif, yakni metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang sedang diteliti.14 Sedangkan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah, studi kasus yang langsung dilakukan di lapangan (Field Research), yaitu terjun langsung ke objek penelitian untuk memperoleh data primer.

2. Lokasi dan waktu penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret 2015 sampai bulan Juni 2015. Penulis melakukan observasi partisipatoris dan wawancara

13

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Sosial lainnya (Bandung: PT remaja Rosdakarya,2008) ,145.

14


(26)

19

mendalam kepada para remaja pembalap liar dan gadis cabe-cabean .Adapun tempat penelitian yaitu di jalan tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Jombang .

3. Pemilihan subyek penelitian

Subjek penelitian adalah merujuk kepada individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.15 Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah remaja yang melakukan aksi balap liar dan gadis yang biasa dipanggil secara langsung maupun tidak sebagai cabean. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan para pebalab dan cabe-cabean akan tetapi contoh yang diambil, Meliputi :

a. Remaja pelaku balap liar b. Gadis-gadis remaja

c. Bengkel dan Mekanik motor balap d. Masyarakat dan perangkat desa e. Pihak berwajib ( polisi )

4. Tahap-tahap penelitian

Dari beberapa pendapat tersebut, maka penulis mencoba untuk membahas tahap-tahap penelitian kualitatif itu meliputi langkah-langkah sebagai berikut;

a. Menyusun rancangan penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berangkat dari permasalahan dalam lingkup peristiwa yang sedang terus

15

Sanafiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 109


(27)

20

berlangsung dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada saat berlangsungnya penelitian.

b. Memilih lapangan

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka dipilih lokasi penelitian yang digunakan sebagai sumber data, dengan mengasumsikan bahwa dalam penelitian kualitatif, jumlah (informan) tidak terlalu berpengaruh dari pada konteks. Juga dengan alas-aanlasan pemilihan yang ditetapkan dan rekomendasi dari pihak yang berhubungan langsung dengan lapangan .

c. Mengurus perizinan

Mengurus berbagai hal yang diperlukan untuk kelancaran kegiatan penelitian. Terutama kaitannya dengan metode yang digunakan yaitu kualitatif, maka perizinan dari birokrasi yang bersangkutan biasanya dibutuhkan karena hal ini akan mempengaruhi keadaan lingkungan dengan kehadiran seseorang yang tidak dikenal atau diketahui. Dengan perizinan yang dikeluarkan akan mengurangi sedikitnya ketertutupan lapangan atas kehadiran kita sebagai peneliti.

d. Menjajagi dan menilai keadaan

Saat administrasi diperoleh sebagai bekal legalisasi kegiatan kita, maka hal yang sangat perlu dilakuan dalam proses penjajagan lapangan dan sosialisasi diri dengan keadaan, karena kitalah yang menjadi alat utamanya maka kitalah yang akan


(28)

21

menentukan apakah lapangan merasa terganggu sehingga banyak data yang tidak dapat digali tersembunyikan disembunyikan, atau sebaliknya bahwa lapangan menerima kita sebagai bagian dari anggota mereka sehingga data apapun dapat digali karena mereka tidak merasa terganggu.

e. Memilih dan memanfaatkan informan

Ketika kita menjajagi dan mensosialisasikan diri di lapangan, ada hal penting lainnya yang perlu kita lakukan yaitu menentukan patner kerja sebagai “mata kedua” kita yang dapat memberikan informasi banyak tentang keadaan lapangan. Informan yang dipilih harus benar-benar orang yang independen dari orang lain dan kita, juga independen secara kepentingan penelitian atau kepentingan karier .

5. Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian lapangan ini adalah :

a. Observasi (pengamatan)

Yaitu pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diteliti.16 Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung yang memungkinkan peneliti menarik kesimpulan ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Dengan teknik ini, peneliti akan dapat melihat sendiri kenyataan di lapangan, baik

16

Imam Suprayogo, Misi Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. 2001), 13


(29)

22

langsung maupun dari sudut pandang nara sumber atau responden yang mungkin tidak didapati dari wawancara.

Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang diteliti.17

Observasi dilakukan bila belum banyak keterangan yang dimiliki tentang masalah yang diselidiki. Dari hasil observasi, dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkan.18

Penggunaan metode observasi dalam penelitian ini, antara lain: pertama, untuk mengamati fenomena sosial sebagai peristiwa aktual yang memungkinkan peneliti memandang fenomena tersebut sebagai proses kedua, untuk menyajikan kembali gambaran dari fenomena sosial-keagamaan dalam laporan penelitian dan penyajiannya dan ketiga, untuk melakukan eksplorasi atas setting sosial di mana fenomena itu terjadi. Sementara Cholid Narbuko ( 1997: 70 )mengemukakan bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta rekaman gambar. Observasi dapat dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Observasi langsung dapat mengambil peran maupun tidak berperan. Penulis akan menjelaskan bahwa peran peneliti dalam metode observasi dapat dibagi

17

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 70

18


(30)

23

menjadi: (1). Tak berperan sama sekali, (2). Berperan aktif, (3). Berperan pasif, dan (4). Berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga atau anggota kelompok yang sedang diamati.

b. Wawancara

Yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui pertanyaan– pertanyaan lisan secara terstruktural dan sistematis. Cara menghimpun bahan–bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah satu tujuan yang telah ditentukan.19 Di sini penulis juga menggunakan tehnik wawancara secara mendalam kepada para responden untuk mendapatkan kevalidan data yang ada pada penelitian ini.

c. Dokumentasi

Dengan penambahan bahan informasi dan berbagai sumber maka perolehannya dengan studi kepustakaan, yaitu dengan memperoleh informasi dari berbagai sumber, seperti buku–buku, jurnal dan Internet yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini.

6. Teknik analisis data

Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah proses mengorganisasikan dari mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

19

M. Hariwijaya, Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, untuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Yogyakarta:Elmatera Publishing, 2007), 72


(31)

24

Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademik dan ilmiah.20

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal yang penting. Data hasil mengihtiarkan dan memilah-milah berdasarkan satuan konsep, tema, dan kategori tertentu akan memribkaen gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai tambahan atas data sebelumnya yang diperoleh jika diper lukan.21 b. Penyajian Data

Penyajian data peneliti kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.

c. Verifikasi atau Penyimpulan Data

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti yang kuat yang mendukung dan menguatkan pada tahap berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan di awal, dan didukung oleh berberapa bukti yang valid dan kosisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan

20

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. 2002), 192

21


(32)

25

data, maka kesimpulan yang ada di dekukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

7. Teknik pemeriksaan keabsahan data

Dalam melakukan penelitian kualitatif, instrumen penelitian utamanya adalah manusia, karena itu yang diteliti dan diperiksa adalah keabsahan datanya. Untuk menguji kredibilitas data penelitian peneliti menggunakan beberapa teknik-teknik diantaranya :

Pertama : teknik triangulasi adalah menjaring data dengan berbagai metode dan cara dengan menyilangkan informasi yang diperoleh agar data yang didapatkan lebih lengkap dan sesuai dengjan yang diharapkan. Setelah mendapatkan data yang jenuh yaitu keterangan yang didapatkan dari sumber-sumber data telah sama maka data yang didapatkan lebih kredibel.

Model penelitian triangulasi data yang mengarahkan peneliti dalam mengambil data harus menggunakan beragam sumber data yang berbeda. Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih teruji keabsahanya apabila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Oleh karena itu triangulasi data sering disebut juga triangulasi sumber.22

Adapun untuk meberikan kepercayaan itu , maka di tempuh langkah sebagai berikut :

a. Membandingkan data hasil penelitian dengan data hasil wawancara.

22

Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, penelitian Kualitatif : Pendidikan Anak Usia Dini(Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2012), 87.


(33)

26

b. Membandingkan apa yang dikatakan oleh orang di depan umum dengan apa yang dikatakan oleh perorangan secara pribadi.

c. Membandingkan apa kata yang dikatakan oleh oarang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. d. Membandingkan hasil penelitian atau wawancara suatu dokumen

yang berkaitan.

Jadi setelah penulis melakukan penelitian dengan mengunakan metode wawancara,observasi dan dokumentasi kemudian data hasil dari penelitian itu di gabungkan sehingga saling melengkapi.

Kedua : ketekunan pengamatan, teknik ini dikemukakan untuk memahami pola perilaku, situasi, kondisi, dan proses tertentu sebagai pokok penelitian hal tersebut berarti peneliti secara mendalam serta tekun dalam mengamati bebagai faktor dan aktivitas tertentu. Ketekunan pengamatan ini dimaksudkan menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang di cari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, atau dengan kata lainpeneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menojol sehingga pada tahap pemeriksaan awal tampak salah satu faktor yang sudah di telaah sudah bisa dipahami dengan cara biasa.

F. Sistematika pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan urutan di dalam pembahasan yang berada di laporan penelitian. Dengan adanya sistematika pembahasan


(34)

27

tersebut segala bentuk laporan didalam penelitian dapat tersusun dengan terarah dan mempermudah didalam penulisan laporan penelitian.

BAB I

Pada Bab I ini merupakan gambaran yang berhubungan dengan penelitian yang mana menjelaskan tentang obyek yang diteliti. Memuat gambaran tentang latar belakang yang menjelaskan tentang alasan atau sebab dan akibat peneliti menggangkat permasalahan tersebut, menentukan rumusan masalah yang mana memuat permasalahan yang akan dijawab didalam penelitian. Telaah pustaka sebagaimana berhubungan dengan gambaran secara umum tema penelitian yang diangkat oleh peneliti dan penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pedoman akan perbedaan kajian penelitian yang diangkat oleh peneliti. Tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai tahapan didalam melakukan penelitian, yang mana meliputi pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu didalam penelitian, tahap penelitian, tahap pengumpulan data, tahap analisis data serta pemeriksaan keabsahan data.

BAB II

Pada Bab II kali ini peneliti mengkaji tentang teori yang digunakan di dalam penelitian tersebut. Sebagaimana teori yang sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti. Teori yang sudah ada direleavansikan dengan permasalahan yang sudah diangkat oleh peneliti.


(35)

28

BAB III

Didalam Bab III ini peneliti mengkaji tentang penyajian dan Analisis Data. Sebagaimana didalam analisis data tersebut peneliti menjelaskan tentang data yang telah diperoleh dilapangan sebagaimana dapat menjawab permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Hasil data yang sudah ditemukan oleh peneliti dibentuk dengan analisis deskriptif, dengan mendeskripsikan hasil penelitian. Kemudian setelah dianalisis dikorelasikan dengan teori yang relavan atau sesuai. Penyajian data tersebut meliputi data yang diperoleh dilapangan baik berhubungan dengan profil lokasi penelitian, gambaran peristiwa yang mana mendukung konteks penelitian.

1. Gambaran tentang fenomena balab liar dan cabe-cabean di Tol Desa Blimbing Kesamben Jombang, meliputi :

a. Karakteristik sirkuit tol segunung di desa blimbing kcamatan kesamben jombang.

b. Latar belakang munculnya balap liar dan gadis Cabe-cabean c. Proses balapan liar.

d. Proses perekrutan dan perlakuan terhadap para pembalap liar dan gadis Cabe-cabean .

e. Upaya yang dilakukan oleh pihak berwajib untuk mengatasi acara balap liar dan gadis Cabe-cabean tersebut .

f. Peran dari pelaku balap liar di setiap bagian-bagian dalam aktifitas dan perilaku balab liar dan cabe-cabean .


(36)

29

BAB IV

Pada Bab IV ini berisi penutup, yang mana berisi kesimpulan dari hasil penelitian. Kesimpulan pada Bab ini menjadi sangat penting karena berisi intisari dari hasil akhir penelitian di dalam penelitian. Saran bisa ditujukan kepada subyek penelitian atau pihak terkait dan berisikan informasi dari peneliti tentang penelitian yang sudah dilakukan.


(37)

BAB II

TEORI FENOMENOLOGY

EDMUND HUSSERL

A. Asal usul teori fenomenology

Fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainomenon yang merujuk pada arti “yang menampak”. Fenomena adalah fakta yang disadari dan masuk ke dalam pemahaman manusia. Sehingga, suatu objek ada dalam relasi kesadaran. Dewasa ini, fenomenologi dikenal sebagai aliran filsafat sekaligus metode berpikir yang mempelajari fenomena manusiawi (human phenomena) tanpa mempertanyakan penyebab dari fenomena tersebut serta realitas objektif dan penampakannya. Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat pertama kali dikembangkan di universitas-universitas Jerman sebelum Perang Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian dilanjutkan oleh Martin Heidegger dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre. Selanjutnya Sartre memasukkan ide-ide dasar fenomenologi dalam pandangan eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus eksistensialisme adalah eksplorasi kehidupan dunia mahluk sadar atau jalan kehidupan subjek-subjek sadar. 23

Menurut Hegel, fenomena yang kita alami dan tampak pada kita merupakan hasil kegiatan yang bermacam-macam dan runtutan konsep kesadaran manusia serta bersifat relatif terhadap budaya dan sejarah. Husserl menolak pandangan Hegel mengenai relativisme fenomena budaya dan sejarah,

23

Engkus Kuswarno, Metodologi Penelitian Komunikasi, Fenomenologi:Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), 34-45


(38)

31

namun dia menerima konsep formal fenomenologi Hegel serta menjadikannya prinsip dasar untuk perkembangan semua tipe fenomenologi: fenomenologi pengalaman adalah apa yang dihasilkan oleh kegiatan dan susunan kesadaran kita.

Menurut Husserl, fenomena adalah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subyek dengan realitas, karena realitas itu sendiri yang tampak bagi subyek. Dengan pandangan seperti ini, Husserl mencoba mengadakan semacam revolusi dalam filsafat Barat. Hal demikian dikarenakan sejak Descartes, kesadaran selalu dipahami sebagai kesadaran tertutup, artinya kesadaran mengenal diri sendiri dan hanya melalui jalan itu dapat mengenal realitas. Sebaliknya Husserl berpendapat bahwa kesadaran terarah pada realitas, dimana kesadaran bersifat intensional, yakni realitas yang menampakkan diri.

Sebagai seorang ahli fenomenologi, Husserl mencoba menunjukkan bahwa melalui metode fenomenologi mengenai pengarungan pengalaman biasa menuju pengalaman murni, kita bisa mengetahui kepastian absolut dengan susunan penting aksi-aksi sadar kita, seperti berpikir dan mengingat, dan pada sisi lain, susunan penting obyek-obyek merupakan tujuan aksi-aksi tersebut. Dengan demikian filsafat akan menjadi sebuah ilmu setepat-tepatnya dan pada akhirnya kepastian akan diraih.

Lebih jauh lagi Husserl berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang dan manusia dapat mencapainya. Dan untuk menemukan kebenaran ini, seseorang harus kembali kepada realitas sendiri. Dalam bentuk


(39)

32

slogan, Husserl menyatakan kembali kepada benda-benda itu sendiri, merupakan inti dari pendekatan yang dipakai untuk mendeskripsikan realitas menurut apa adanya. Setiap obyek memiliki hakekat, dan hakekat itu berbicara kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima. Kalau kita mengambil jarak dari obyek itu, melepaskan obyek itu dari pengaruh pandangan-pandangan lain, dan gejala-gejala itu kita cermati, maka obyek itu berbicara sendiri mengenai hakekatnya, dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.

Namun demikian, yang perlu dipahami adalah bahwa benda, realitas, ataupun obyek tidaklah secara langsung memperlihatkan hakekatnya sendiri. Apa yang kita temui pada benda-benda itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakekat. Hakekat benda itu ada dibalik yang kelihatan itu. Karena pemikiran pertama (first look) tidak membuka tabir yang menutupi hakekat, maka diperlukan pemikiran kedua (second look). Alat yang digunakan untuk menemukan pada pemikiran kedua ini adalah intuisi dalam menemukan hakekat, yang disebut dengan wesenchau, yakni melihat (secara intuitif) hakekat gejala-gejala.

Dalam melihat hakekat dengan intuisi ini, Husserl memperkenalkan pendekatan reduksi, yakni penundaan segala pengetahuan yang ada tentang obyek sebelum pengamatan itu dilakukan 24. Reduksi ini juga dapat diartikan sebagai penyaringan atau pengecilan. Reduksi ini merupakan salah satu prinsip dasar sikap fenomenologis, dimana untuk mengetahui sesuatu, seorang fenomenolog bersikap netral dengan tidak menggunakan teori-teori atau

24


(40)

33

pengertian-pengertian yang telah ada sehingga obyek diberi kesempatan untuk berbicara tentang dirinya sendiri.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu menunjuk ke luar atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran Kita, karena selalu berada dalam kesadaran Kita. Maka dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni. Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman-pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi sesungguhnya.25

Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi kesadaran, Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar esensi-esensi tersebut tetap pada kemurniannya, karena sesungguhmya Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman-pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi sesungguhnya, dan tanpa terkontaminasi kecenderungan psikologisme dan naturalisme. Husserl mengajukan satu prosedur yang dinamakan epoche atau (penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi memunculkan esensi). Tanpa penundaan

25

Bernard Delfgaauw, Filsafat Abad 20, Alih Bahasa Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988), 75


(41)

34

asumsi naturalisme dan psikolgisme, Kita akan terjebak pada dikotomi (subyek-obyek yang menyesatkan atau bertentangan satu sama lain).

Contohnya, saat mengambil gelas, Kita tidak memikirkan secara teoritis (tinggi, berat, dan lebar) melainkan menghayatinya sebagai wadah penampung air untuk diminum. Ini yang hilang dari pengalaman kita, menganut asumsi naturalisme. Dan ini yang kembali dimunculkan oleh Husserl. Akar filosofis fenomenologi Husserl ialah dari pemikiran gurunya, Franz Brentano. Dari Brentano-lah Husserl mengambil konsep filsafat sebagai ilmu yang rigoris (sikap pikiran di mana dalam pertentangan pendapat mengenai boleh tidaknya suatu tindakan atau bersikeras mempertahankan pandangan yang sempit dan ketat). Sebagaimana juga bahwa filsafat terdiri atas deskripsi dan bukan penjelasan kausal. Karena baginya fenomenologi bukan hanya sebagai filsafat tetapi juga sebagai metode, karena dalam fenomenologi Kita memperoleh langkah-langkah dalam menuju suatu fenomena yang murni.

Memahami fenomena sebagaimana adanya merupakan usaha kembali kepada sebagaimana penampilannya dalam kesadaran. Usaha kembali pada fenomena tersebut memerlukan pedoman metodik. Tidak mungkin untuk melukiskan fenomena-fenomena sampai pada hal-hal yang khusus satu demi satu. Yang pokok adalah menangkap hakekat fenomena-fenomena. Oleh karena itu metode tersebut harus dapat menyisihkan hal-hal yang tidak hakiki, agar hakekat ini dapat menungkap diri sendiri. Bukan suatu abstraksi melainkan intuisi mengenai hakekat sesuatu


(42)

35

Sebagai metode penelitian, fenomenologi sering dikenal sebagai metode deskriptif kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Sesuai dengan asumsi ontologis yang ada dalam paradigma konstruktivisme, peneliti yang menggunakan metode ini akan memperlakukan realitas sebagai konstruksi sosial kebenaran. Realitas juga dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya relatif, yaitu sesuai dengan konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para actor sosial.

Secara epistemologi, ada interaksi antara peneliti dan subjek yang diteliti. Sementara itu dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian. Peneliti merupakan fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksi realitas sosial.

Pemikiran filsafat terbagi ke dalam dua kelompok besar yang saling bertolak belakang, yakni aliran empirisme dan aliran rasionalisme. Pada masa pertentangan aliran tersebut, muncullah filsuf Immanuel Kant yang mencoba untuk menjembatani perbedaan tersebut.Immanuel Kant berpendapat bahwa pengetahuan merupakan apa yang tampak pada diri kita, atau dikenal dengan istilah fenomena. Fenomena diartikan sebagai sesuatu yang terlihat atau muncul dengan sendirinya. Auguste Comte menjelaskan bahwa fenomena adalah fakta atau keadaan yang harus diterima dan dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.26 Fenomenologi semakin berkembang ketika Hegel menggunakannya untuk menjelaskan pengertian tesis dan anthesis yang

26

Holloway daymon, Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relation dan Marketing Komunikasi , (Yogyakarta: Bentang, 2002 ), 116


(43)

36

kemudian melahirkan sintesis . Pada dasarnya, akar fenomenologi adalah pandangan-pandangan filsafat mengenai sebuah fenomena.

Fenomenologi merupakan filosofi dan sekaligus suatu pendekatan metodologi dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Hakekatnya, fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian, dunia intersubyektif (dunia kehidupan) atau juga disebut lebenswelt. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata phanamenon yang berarti fenomena atau sesuatu yang tampak dan terlihat. Dalam bahasa Indonesia, biasa dipakai istilah gejala. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heinrick Lambert, sedangkan tokoh pelopor fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938).27

Metodologi kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi merupakan riset terhadap dunia kehidupan orang-orang, pengalaman subjektif mereka terhadap kehidupan pribadi sehari-hari. Periset secara konsisten akan melakukan bracketing atau mengurung asumsi-asumsi pribadi peneliti sehingga peneliti mampu melihat fenomena dari sudut pandang responden. Fenomenologi berusaha mendekati objek kajian secara konstrukvis serta pengamatan yang cermat, dengan tidak menyertakan prasangka oleh konsepsi-konsepsi manapun sebelumnya.

B. Fenomenologi

Menurut Husserl, fenomenologi adalah pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif

27


(44)

37

pokok dari seseorang. Fenomenologi memiliki riwayat cukup panjang dalam penelitian sosial, termasuk psikologi, sosiologi, dan pekerjaan sosial. Fenomenologi adalah pandangan berpikir yang menekankan pada fokus interprestasi dunia. Dalam hal ini, para peneliti fenomenologi ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain.

Fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berhubungan dengan pertanyaan, seperti bagaimana pembagian antara subjek dan objek muncul dan bagaimana suatu hal didunia ini diklasifikasikan. Para fenomenolog juga berasumsi bahwa kesadaran bukan dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu yang lainnya dirinya sendiri. Ada tiga yang memengaruhi pandangan fenomenologi, yaitu Edmund Husserl, Alfred Schultz, dan Weber. Weber memberi tekanan verstehen, yaitu pengertian dari interpretatif terhadap pemahaman manusia. Fenomenologi dengan demikian merupakan salah satu teori yang menentang paradigma yang menjadi mainstream dalam sosiologi, yakni struktural fungsional. Filsuf Edmund Husserl (1859-1938) yang dikenal sebagai founding father fenomenologi mengembangkan ide tentang dunia kehidupan (lifeworld). Ia menggunakan filsafat fenomenologi untuk mengetahui bagaimana sebenarnya struktur pengalaman yang merupakan cara manusia mengorganisasi realitasnya sehingga menjadi terintegrasi dan autentik. Bagi Husserl, dunia kehidupan menyediakan dasar-dasar harmoni kultural dan aturan-aturan yang menentukan kepercayaan-kepercayaan yang diterima apa adanya (taken forgranted) dalam sebuah tata kelakuan sistematik.


(45)

38

Fenomenologi secara esensial merupakan perspektif modern tentang manusia dan dunianya. Gerakan filsafat sangat dekat berhubungan dengan abad 20. Perspektif ini seperti semua gerakan-gerakan filsafat lainnya dapat ditelusuri dari naskah-naskah kuno dan yang lebih penting lagi berakar dari filsafat skolastik abad pertengahan. Meskipun demikian, para teori fenomenologi, ada umumnya berkiblat pada karya-karya Edmund Husserl sebagai titik pijakan (point of departure), dan Husserl mengulangi apa yang menjaadi perhatian Rene Descrates dan filsafat sebelumnya sebagai permulaan perspektif fenomenologi secara meyakinkan.

Fenomenologi memfokuskan studinya pada masyarakat berbasis makna yang dilekatkan oleh anggota. Apabila filsafat Edmund Husserl yang memfokuskan pada pemahaman fenomena dunia, fenomenologi yang diterapkan dalam sosiologi, khususnya Alfred schutz (1962) yang bekerja sama dengan teori yang memegang teguh pragmatisme Mead, dan menjelaskan mengenai sosiologi kehidupan sehari-hari. Schutz dan Mead, keduanya memfokuskan pada proses sosialisasi yang menjadi “cadangan pengetahuan

umum” (common stock of knowledge) dari anggota masyarakat, kemampuan

mereka berinteraksi (perspektif resiprositas), dan relevansi pemahaman makna yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomenologi merupakan perspektif sosiologi yang concern pada kehidupan sehari-hari selain interaksionisme simbolik, dramaturgi, teori labeling, ethnometodologi, sosiologi eksistensial, dan sosiologi postmodern. Di antara persepektif-perspektif teoritis tersebut terdapat ide yang sama, yakni dengan mempertahankan integritas fenomena. Peneliti harus mencurahkan


(46)

39

waktu dengan anggota masyarakat yang ditelitinya untuk memperoleh sebuah pemahaman tentang bagaimana pandangan kelompok dan menjelaskan kehidupan sosial tempat anggota masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Peneliti tidak boleh menyertakan asumsi teoritis dalam studinya akan tetapi menderivikasikan ide-ide yang berasal dari anggota masyarakat. Jadi, seluruh sosiologi kehidupan sehari-hari menggunakan observasi partisipan, wawancara mendalam, atau keduanya dan juga penalaran induktif untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan meminimalkan distorsi dari fenomena yang ditelitinya.

Tugas utama fenomenologi sosial adalah mendemonstrasikan interaksi resiprokal di antara proses-proses tindakan manusia, penstrukturan situasional, dan konstruksi realitas. Tidak seperti kaum positivis yang melihat setiap aspek sebagai suatu faktor kasual, fenomenolog melihat bahwa semua dimensi sebagai pembentuk realitas. Biasanya, para fenomenolog menggunakan istilahrefleksivitas untuk menandai cara ketika dimensi-dimensi unsur pokok berfungsi, baik sebagai fondasi maupun konsekuensi dari seluruh aspek kehidupan manusia. Tugas fenomenologi kemudian adalah untuk mengungkapkan (menjadikan sebagai suatu yang manifes) refleksivitas tindakan, situasi, dan realitas dalam berbagai modal dari “ sesuatu yang ada di dunia” (being in the world). Fenomenolog memulai dengan suatu analisis sikap alamiah (natural attitude), hal ini dipahami sebagai cara pada umumnya individu berpartsipasi dalam kehidupan sosial, menggunakan pengetahuan yang diterima apa adanya (taken for granted), mengasumsikan objektivitasnya, dan melakukan tindakan yang sebelumnya telah ditentukan (direncanakan).


(47)

40

Bahasa, budaya, dan common sense yang muncul dalam sikap alamiah merupakan ciri objektif dari dunia eksternal yang dipelajari aktor dalam proses kehidupannya.

Fenomenologi merupakan teori sosiologi yang mempunyai pengaruh yang luas. Dalam sosiologi kontemporer, pengaruhnya dapat dilihat dari meningkatnya humanisasi, baik dalam kerangka teori, metodologi riset, serta prosedur penilaian, dan model-model instruksional dalam pendidikan. Pemikiran fenomenologi juga mempunyai pengaruh terhadap teori postmodern, poststrukturalisme, situasinalisme, dan revleksivitas, yang menjadi core fenomenologi juga dikena dalam teori-teori di atas.

Pendekatan Fenomenologi adalah metode yang biasa diterapkan dalam kajian sosiologi untuk memahami dan menerangkan sebuah fenomena sosial. Ditegaskan bahwa tugas utama sosiologi, adalah berupaya memahami dan menjelaskan tetapi bukannya menghakimi aspek baik dan buruk maupun benar atau salah.

C. Pendekatan Fenomenologi Husserl

Husserl adalah pendiri dan tokoh utama dan aliran filsafat fenomenologi. Seperti telah disebutkan sebelumnya dalam sejarah fenomenologi, pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Franz Brentano, terutama pemikirannya tentang “kesengajaan”. Bagi Husserl fenomenologi adalah ilmu yang fundamental dalam berfilsafat. Fenomenologi adalah ilmu tentang hakikat dan bersifat apriori. Dengan demikian, makna fenomena menurut Husserl berbeda dengan makna fenomena menurut Immanuel Kant.


(48)

41

Jika Kant mengatakan bahwa subjek hanya mengenal fenomena bukan noumena, maka bagi Husserl fenomena mencakup noumena (pengembangan dan pemikiran Kant).28 Bila dibandingkan dengan konsep kesadaran dari Descartes yang bersifat tertutup, kesadaran menurut Husserl lebih bersifat terbuka. Husserl juga menolak pandangan Hegel mengenai relativisme fenomena budaya dari sejarah. Namun dia menerima konsep formal fenomenologi Hegel, serta menjadikannya sebagai dasar perkembangan semua tipe fenomenologi. Fenomena pengalaman adalah apa yang dihasilkan oleh kegiatan dan susunan kesadaran manusia.

Dalam Logical investigations (1900), Husserl menggarisbawahi sebuah sistem yang kompleks dari filsafat. Sistem tersebut bergerak dari logika ke filsafat bahasa baru kemudian ke ranah ontologi. Pembahasannya tidak berhenti sampai di sini, dari ontologi bergerak ke “kesengajaan” dan berakhir di fenomenologi pengetahuan. Barulah di Ideas I (1913), Husserl mengkhususkan pembahasannya pada fenomenologi, yang definisikannya sebagai ilmu mengenai pokok-pokok kesadaran (the science of the essence of consciousness). Selain mengemukakan definisi fenomenologi, Husserl banyak membahas mengenai ciri-ciri kesadaran dari orang pertama.

Sampai saat ini, kita dapat mengartikan fenomenologi sebagai studi tentang kesadaran dari beragam pengalaman yang ada di dalamnya. Menurut Husserl, dengan fenomenologi kita dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung,

28

Engkus Kuswarno, Metodologi Penelitian Komunikasi, Fenomenologi, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), hal. 9


(49)

42

seolah-olah kita mengalaminya sendiri. Fenomenologi tidak saja mengklasifikasikan setiap tindakan sadar yang dilakukan, namun juga meliputi prediksi terhadap tindakan di masa yang akan datang, dilihat dari aspek-aspek yang terkait dengannya. Semuanya itu bersumber dari bagaimana seseorang memaknai objek dalam pengalamannya.

Oleh karena itu tidak salah apabila fenomenologi juga diartikan sebagai studi tentang makna, di mana makna itu lebih luas dari hanya sekedar bahasa yang mewakilinya. Dalam Ideas I, Husserl merepresentasikan fenomenologi sebagai belokan transedental. Ia menentang metode “Transcendental Idealism” dan Kant, untuk mencari kemungkinan-kemungkinan dari kondisi “kesadaran dan pengetahuan”, selain juga untuk mencari realitas di balik fenomena. Pencarian ini mengantarkannya pada metode epoché (dan bahasa Yunani yang berarti menjauh dan percaya). Husserl berpendapat bahwa ilmu positif memerlukan pendamping pendekatan filsafat fenomenologis. Pemahamannya diawali dengan ajakan kembali pada sumber atau realitas yang sesungguhnya. Untuk itu perlu langkah-langkah metodis “reduksi” atau menempatkan fenomena dalam keranjang (bracketing) atau tanda kurung. Melalui reduksi, terjadi penundaan upaya menyimpulkan sesuatu dari setiap prasangka terhadap realitas. Adapun langkah Iangkah metodis yang dimaksud adalah Reduksi Eidetis, Reduksi Fenomenologi, dan Reduksi Transedental. Dengan menempatkan fenomena dalam tanda kurung, berarti kita menempatkan perhatian kita dalam struktur pengalaman sadar. Kata kuncinya adalah membedakan apakah kesadaran itu bagian dari kesengajaan, ataukah karena terhubung langsung dengan sesuatu. Misalnya kesadaran kita akan sebatang


(50)

43

pohon, dengan menempatkan pohon dalam tanda kurung, maka perhatian kita tidak harus kepada pohon secara fisik, namun bisa pada pohon dari makna pohon yang ada dalam struktur pengalaman kita.

Inilah yang oleh Husserl dinamakan dengan pengertian Noema dan Noematic dari pengalaman. Melalui reduksi transedental, Husserl menemukan adanya esensi kesadaran yang disebut intensionalitas. Setiap aktivitas intensionalitas (neotic) termasuk aktivitas menyadari sesuatu. Pengertian kesadaran selalu dihubungkan dengan kutub objektifnya, yakni objek yang disadari. Yang paling penting dalam reduksi ini, bukan terletak pada persoalan menempatkan penampakan fenomena dalam tanda kurung, melainkan pada bagaimana subjek memberikan interpretasi terhadap objek selanjutnya.

Pengamatan Husserl mengenai struktur intensionalitas kesadaran, merumuskan adanya empat aktivitas yang inheren dalam kesadaran,

yaitu (I) objektifikasi, (2) identifikasi, (3) korelasi, dan (4) konstitusi. Penyelidikan Husserl selanjutnya berhasil menemukan adanya dunia yang dihayati. Adapun struktur-strukturnya hanya dapat diamati dengan cara melepaskan diri dariprasangka-prasangka teoretis yang berasal dan latar belakang keilmuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Setiap subjek transedental mengkonstitusikan dunianya sendiri, menurut perspektifnya sendiri yang unik dan khas. Dunia tidak dipahami sebagai dunia objektif dalam pengertian fisik material, tetapi dunia sebagaimana dihayati oleh subjek sebagai pribadi. Dengan demikian dalam pandangan fenomenologi, dunia itu subjektif dan relatif. Tugas


(51)

44

fenomenologilah untuk menggali dunia yang dihayati tersebut, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai asumsi ilmu pengetahuan.

Fenomenologi Husserl pada prinsipnya bercorak idealistik, karena menyerukan untuk kembali kepada sumber asli pada diri subjek dan kesadaran. Ilmu komunikasi (komunikologi) akan mendapatkan landasan yang kokoh jika asumsi-asumsi ontologi dan epistemologinya didasarkan pada pengetahuan tentang esensi kesadaran. Konsepsi Husserl tentang “aku transedental” dipaharni sebagai subjek absolut, yang seluruh aktivitasnya adalah menciptakan dunia. Namun Husserl tidak menjelaskan bahwa dalam kehidupan yang sesungguhnya, subjek atau kesadaran itu selain mengkonstitusikan dunia, juga dikonstruksikan oleh dunia. Adapun pokok-pokok pikinan Husserl mengenai fenomenologi, adalah sebagai berikut ini:

1. Fenomena adalah realitas sendiri yang tampak.

2. Tidak ada batas antara subjek dengan realitas.

3. Kesadaran bersifat intensional.

4. Terdapat interaksi antara tindakan kesadaran (noesis) dengan objek yang disadari (noema).

Fenomenologi Husserl ini mempengaruhi filsafat kontemporer secara mendalam, terutama sekitar tahun 1950-an. Tokoh-tokoh seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Heidegger, Sartre, Scheler, Marleu-Ponty, dan Paul Ricoeur), menggunakan fenomenologi untuk memahami realitas. Namun tidak sedikit juga yang memperdebatkan pemikiran-pemikiran dari Husserl ini.


(52)

45

Termasuk murid pertamanya Adolf Reinach, yang memperdebatkan apakah fenomenologi harus berhubungan dengan realist ontology, ataukah tidak. Roman Ingarden, seorang tokoh fenomenologi yang menonjol setelah Husserl, melanjutkan penentangan Husserl terhadap transcendental idealismnya Kant. Walau demikian, ambisi Husserl menjadikan fenomenologi sebagai cabang filsafat yang mampu melukiskan seluk beluk pengalaman manusia.

D. Subkultur Pemuda

Makna subkultur adalah wilayah tempat definisi-definisi yang saling bertentangan ini bertarung dengan sangat dramatis. Dalam hal ini, gaya gadis cabe-cabean selalu dibicarakan oleh masyarakat luas karena gaya hidup gadis cabe-cabean hanya selalu identik dengan balapan liar, minuman keras, sexual bebas dan lain sebagainya. Ini menjadi budaya pemuda yang sifatnya sebagai posisi sosial atau posisi yang berada dimana saja, dan posisi tersebut berdampak pada institusi keluarga, pendidikan, karena dalam fase ini mereka dimungkinkan akan bergabung dengan dunia orang dewasa. Kultur adalah suatu konsep yang sangat tidak jelas seperti tampak pada definisi di atas disarikan dari berabad-abad pemakaian, kata ini telah mendapat sejumlah makna yang sangat berbeda-beda, malahan sering sampai bertentangan satu sama lain. Bahkan sebagai istilah sekalipun, ia mengacu baik pada proses (penumbuhan buatan organisme renik) maupun produk (organisme yang diproduksi dengan cara demikian).

Apa lagi, sejak lahir abad kedelapan belas, kultur telah dipakai para intelektual dan tokoh sastra untuk mengangkat secara kritis kisaran luas isu-isu


(53)

46

kontrovesial. Perkembangan kultur pemuda selayaknya dipandang sebagai bagian dari proses pengetuhan ini.29

Subkultur mempresentasikan “derau” (sebagai lawan dari suara): mengganggu keteraturan sekuen yang bergerak dari peristiwa dan fenomena nyata menuju representasi di media. Sebab itu kita tak boleh meremehkan daya pemaknaan yang dimiliki subkultur tontonan bukan saja sebagai metafora untuk potensi anarki di luar sana tapi sebagai mekanisme aktual dari kekacauan semantik: semacam blokade temporer dalam sistem representasi. Kalau berbicara tentang Geng Motor tentu bahasa yang dipakai atau digunakan untuk membingkai berbagai manifesto ini dipastikan berwatak pekerja keras (tegasnya, dengan santai ditaburi dengan kata makian), sedang kesalahan ketik dengan tata bahasa, salah eja, dan kacau-balaunya paginasi dibiarkan tak terkoreksi dalam proof akhir.

Secara sosiologis, sebuah subkultur adalah sekelompok orang yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk mereka. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya, ras, etnisitas, kelas sosial, dan/atau gender, dan dapat pula terjadi karena perbedaan aesthetik, religi, politik, dan seksual atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Karenanya, studi subkultur seringkali memasukan studi tentang simbolisme (pakaian, musik dan

29

Dick hebdige, Asal-usul & Ideologi subkultur Punk, Yogyakarta, Penerbit Buku Baik, 1999, hal-14


(54)

47

perilaku anggota sub kebudayaan) dan bagaimana simbol tersebut diinterpretasikan oleh kebudayaan induknya dalam pembelajarannya.

Secara harfiah, subkultur terdiri dari dua kata. Sub yang berarti bagian, sebagian dan kultur kebiasaan dan pembiasaan Tapi secara konseptual, subkultur adalah sebuah gerakan atau kegiatan atau kelakuan (kolektif) atau bagian dari kultur yang besar.

Yang biasanya digunakan sebagai bentuk perlawanan akan kultur mainstream tersebut Gadis cabe-cabean, musik underground, anak jalanan dan perilaku amoral lainnya. Padahal, kalaulah kita tahu dan sadar akan arti dan tujuan kata tersebut dialamatkan, maka kita akan sadar dengan sendirinya bahwa subkultur tidak selalu ditujukan untuk hal yang negatif.


(55)

BAB III

LATAR BELAKANG MUNCULNYA DAN PERAN GADIS CABE-CABEAN DALAM AJANG BALAP LIAR DI DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG : TINJAUAN

TEORI FENOMENOLOGI EDMUND HUSSERL

A. MASYARAKAT DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN

JOMBANG

1. Letak geografis Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten

Jombang.

a. Struktur pemerintahan desa blimbing

Lembaga formal di Desa Blimbing seperti perangkat desa.Pemerintahan desa adalah badan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah desa adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Berikut merupakan kondisi kelembagaan di Desa Blimbing 1) Perangkat Desa

Perangkat desa mempunyai masa jabatan selama 5 tahun. Kepala Desa dipilih langsung oleh masyarakat selama 5 tahun sekali

a) Kepala Desa

b) Memimpin dan menjalan kan pemerintahan desa yang merupakan kepala pemerintahan dalam struktur pemerintahan desa.dipilih


(1)

94

mata rantai dari sistem yang ada. Agen-agen sosial yang tidak melakukan fungsi sebagai mana mestinya (disfungsi) ditengarai merupakan penyebab dari fenomena pergaulan bebas dan mengaburnya nilai dan norma pada masyarakat (juggernaut). Agen-agen sosial itu adalah keluarga, lingkungan atau teman sebaya, lembaga pendidikan juga media masa yang turut memiliki andil dalam maraknya fenomena sosial ini.

Fenomena cabe-cabean ini relevan apabila dianalisis dengan teori fenomenology edmund husserl, fenomenologi atau paham yang menganggap bahwa sesuatu yang berbentuk benda (material) adalah penting. Huserl menjelaskan bahwa keadaan yang terjadi pada realitas sosial tidak terpengaruh oleh gagasan yang berasal dari individu, melainkan dari hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati oleh individu tersebut.

Pentingnya Pendidikan moral dan Pendidikan karakter seharusnya menjadi tanggung jawab dari berbagai pihak yaitu keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Menanamkan nilai pendidikan moral dapat dimulai dari lingkungan keluarga karena merupakan tempat pijakan awal anak belajar membentuk karakter moral dan keluarga sebagai fasilitator.

2. Peran sebagai gadis Cabe-cabean adalah wanita yang bekerja untuk memperoleh uang dengan memiliki banyak tujuan. Fenomena sosial ini tidak terlepas oleh karena menurunnya moral pada generasi muda di Indonesia, dan budaya konsumtivisme yang sesungguhnya meruntuhkan nilai-nilai luhur di Indonesia. Berbgai macam peran gadis cabe-cabean antara lain : Barang taruhan, Penyalur nafsu para pelaku balap liar, Penghias arena balap, Penyemangat para pembalap liar.berbagai peran yang


(2)

95

disebutkan penulis merupakan hasil realita yang ada di dalam kalangan gadis cabe-cabean. Peran itu terbentuk akibat interaksi dan kesepakatan yang terbentuk secara alami. Peran gadis cabe-cabean di dalam ajang balap merupakan hal yang sangat dibutuh oleh kalangan pembalap liar seperti barang taruhan. Barang taruhan yang ada dalam ajang balap tidak hanya uang melainkan gadis cabe-cabean itu, kepuasan yang yang di rasakan oleh pemenang dalam ajang tersebut. Peran gadis cabe-cabean yang melekat pada mereka pada dasarnya merupakan hasil ekploitasi para gadis untuk kesenangan pribadi atau golongan. Walapun timbal balik dari tugas atau peran gadis cabe-cabean itu berupa uang yang lebih dari pemberian orang tua tetapi tidak sebanding dengan resiko yang di dapat si gadis cabe-cabean tersebut baik dampak spositif atau dampak negatif.

B.SARAN

1. Di harapkan kepada orang tua lebih memprhatikan dan lebih menyanyangi anaknya agar anak tidak terjerat dalam lingkungan pergaulan yang salah seperti lingkungan para gadis cabe-cabean dan balap liar.

2. Di harapkan kepada pihak yang berwajib memberikan pengawasan dan perhatian kepada remaja gsdis cabe-cabean dan balap liar agar tidak melakukan aktifitas yang merugikan masyarakat.


(3)

94

94 DAFTAR PUSTAKA

Clark, Moustakas. Phenomenological Research Methods, California: SAGE,1994. Daymon, Holloway. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relation dan Marketing Komunikasi. Jogyakarta, 2002.

Delfgaauw, Bernard, Filsafat Abad 20, Alih Bahasa Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988.

Gahral, Adian, Doni, balap liar metropolitan, Jogjakarta: Jala Sutra, 2002. Gofar Hilman. Health Liputan6.com, 2013.

Hadriyanto, Angga Setyo, POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PADA KASUS BALAPAN LIAR Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Yang Bekerja Dengan Anak Pada Kasus Balapan Liar di Surabaya, Skripsi: Unesa Surabaya, 2013.

Hanafi, Maria Ulfah, Hubungan terpaan Sinetron remaja dengan sikap remaja terhadap pergaulan bebas Remaja di Surabaya, Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional Veteran, 2011.

Haryanto, sindung, Spektrum Teori Sosial Dari Klasik hingga Postmodern, Jogjakarta: Ar-Ruzz Meia, 2012.

Hebdige, Dick, Asal-usul & Ideologi subkultur Punk, Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 1999.

Husserl, Edmun, Ideas, General Introduction to Pure Phenomenology, New York: Collier Books, 1962.

Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Kuswarno, Engkus. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi: Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Bandung:Widya Padjadjaran, 2001.

Khozin Afandi, Abdullah, akhozinaffandi.blogspot.com, surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008.

Lhs desa blimbing, diakses 17 juni 2015 https://lhsdesablimbing.wpordpress.com/ bab 6 laporan-hasil-survei/.httml


(4)

95

M Hariwijaya. Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, untuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora, Yogyakarta: Elmatera Publishing, 2007.

Misnal, Munir, Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer, Yogyakarta: Lima, 2012.

Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Sosial lainnya, Bandung: PT remaja Rosdakarya, 2008.

Narbuko, Cholid., Achmadi, Abu. Metodologi Penelitian, Cet. 1 , Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Nazir, Nasrullah, Teori-teori Sosiologi, Bandung: Tim Widya Padjajaran, 2008.

Nusa, Putra. Dwilestari, Ninin, penelitian Kualitatif : Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.

Rohis, diakses 23 juni 2015, http://rohis-facebook.blogspot.com/2014/01/apa-itu-gadis-cabe-cabean-kenal-ciri.html.

Safitri, Ananda, Perilaku komunikasi cabe-cabean dalam lingkungan pergaulanya study deskriptif tentang perilaku cabe-cabean di lingkungan balap liar kota Bandung” , Skripsi: unikom bandung, 2014.

Sanafiah, Faisal. Format-Format Penelitian Sosial ,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

S Nasution. Metode Research, Edisi 1 , Bandung: Jemmars, 1982.

Setiawan ebta,kamus besar bahasa ndonesia online.jakarta,2012.

Soehartono, L Irawan. Metode Penelitian Sosial ,Bandung : PT. Rosdakarya, 2004.

Sudjiono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan, cet IV, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003

Sumarjan, Andi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakata: Grafindo, 1997.

Suprayogo, Imam, Misi Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2001.


(5)

96

96 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


(6)

97

Lampiran-lampiran Pedoman wawancara :

1. Bagaimana persepsi anda tentang balap liar ? 2. ...

3. .... 4. .... 5. .... 6. .... 7. ... 8. ... 9. .... 10.... dll