M01522

(1)

Abstrak

MEMBANGUN KURIKULUM PENDIDIKAN DALAM KEMARTABATAN BANGSA INDONESIA

Bambang Ismanto

Email :bam_ismanto@yahoo.com

Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Paper ini mengkaji implementasi kurikulum Tahun 2013 dalam tata kemartaban bangsa Indonesia yang berdaulat dan menjadi arsitektur hubungan internasional. Hal ini berimplikasi penataan sumber daya dilakukan manajemen sekolah, siswa, orang tua, masyarakat dan para pemangku kepentingan termasuk institusi bimbingan belajar dalam untuk mewujudkan lulusan yang produktif produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran dengan logika induktif – deduktif agar terbentuk abstraksi berpikir dengan membangun interrelasi dengan lingkungan melalui riset, hingga jaringan mata pelajaran. Pendidikan harus membentuk perilaku penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Kemartabatan bangsa Indonesia memerlukan SDM yang memiliki mental intelektual yang handal, dengan seperangkat keahlian yang akuntabel dan komitmen yang mendalam dalam mempertahankan Kedaulatan Negara, UUD 1945, Pancasila dalam Kebhinekaan suku, budaya dan sumber daya. Kurikulum menjadi perangkat pendidikan strategis dalam menyiapkan SDM bermutu, handal, berdaya saing dan bermartabat. Kesadaran dan komitmen masyarakat dalam menempatkan pendidikan sebagai program strategis penyiapan SDM perlu direspon dengan kurikulum yang tidak bernuansa politik jangka pendek. Dinamika kurikulum terus berjalan dan berkembang ditengah kedaulatan bangsa dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam Kemartabatan bangsa terdapat mutu kehidupan pribadi dan kedaulatan ke Indonesiaan menjadi pembelajaran tematis dalam pendekatan saintifik. Tata kelola kurikulum Tahun 2013 tidak berhenti hingga penyiapan manajemen sekolah, guru dan sarana prasarana pendidikan. Kurikulum Indonesia harus menjadi arsitektur perangkat pendidikan yang mendinamiskan kemartabatan dan kedaulatan bangsa.

Kata kunci : Kurikulum, Arsitektur Pendidikan. Kemartabatan Bangsa,

Pendahuluan

Korupsi, Kolusi dan nepotime (KKN) menjadi masalah multi dimensi sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Potret buruk kehidupan bangsa ini sebagai akibat kegagalan tata kelola sumber daya dan kepemimpinan di Indonesia. Pendidikan menjadi strategis dalam pemecahan persoalan KKN dengan menyiapkan SDM yang berpengetahuan, berkeahlian dan menguasai nilai-nilai kehidupan yang relevan dengan Pancasila dan UUD 1945. Berbagai program Pendidikan diharapkan akan merubah dan mengembangkan pola


(2)

pikir, sikap dan keahlian peserta didik sebagai SDM yang mandiri, kritis dan bertanggung jawab.

Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika memberikan landasan filosofis serta berbagai prinsip dasar pendidikan di Indonesia. Landasan filosofis tersebut, menjadi acuan dalam merancang program pendidikan yang relevan dalam membentuk SDM yang berharkat dan bermartabat serta menjadi manusia yang bermoral, jujur, berbudi luhur, berakhlak mulia, mempunyai karakter dan jati diri bangsa, serta menghargai keragaman budaya.

Pendidikan merupakan hak asasi memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan dan Kebudayaan merupakan upaya menjadikan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut: (Renstra Kemendiknas Tahun 2009-2014)

a. norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari, baik sebagai

b. makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk individu, maupun makhluk sosial; c. norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka

memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan

e. nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk diskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial.

Kemartabatan menjadi pertimbangan dalam pengembangan kurikulum dalam program pembangunan pendidikan di Indonesia. Berbagai persoalan bangsa Indonesia terutama


(3)

semakin merebaknya KKN dan menurunnya rasa cinta terhadap keutuhan bangsa menjadi persoalan yang perlu menjadi fokus pendidikan. Disamping itu menurut BSNP (2010), dalam konteks globalisasi, pendidikan harus mampu mempertahankan budaya dan jati diri bangsa di tengah-tengah gencarnya gempuran beragam budaya dan peradaban bangsa lain. Sebagai sebuah negara yang kaya akan suku budaya yang beraneka ragam (heterogen), Indonesia harus mampu menjadi bangsa yang mandiri dalam arti sanggup memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat sesuai dengan harapan, cita-cita, dan impiannya.

Kurikulum Dalam Inovasi Manajemen Pendidikan Yang Bermartabat

Pendidikan menjadi bagian amanat konstisional negara Indonesia. Menurut UUD 1945 Pasal 28C, ayat 1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapatkan pendidikan, memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya dalam Pasal 31 ayat 2) dinyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Hak mendapatkan pendidikan dasar bagi pnduduk usia 7 – 12 tahun tidak terkecuali laki dan perempuan menjadi komitmen global dalam tujuan pembangunan pendidikan milinium (Millinium Debeloments Goals). Program pendidikan untuk semua ( Education for All) yang inklusif diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal . Keberpihakan ini diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan sekolah khusus, pendidikan layanan khusus, ataupun pendidikan nonformal dan informal.

Sebagai bangsa yang mempunyai harga diri, berbudaya, dan menghargai kepelbagaian akan selalu melakukan pembaharuan hidup berkebangsaan dengan ekonomi dalam perwujudan masyarakatberdaya cipta, mandiri dan kritis.

Kurikulum merupakan instrumen dalam mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum juga menjadi wahana dalam falsafah hidup bangsa, oleh karana ke arah mana dan bagaimana pendidikan dalam mengembangkan SDM ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Nilai sosial, kebutuhan dan tuntutan masyarakat cenderung/selalu mengalami perubahan antara lain akibat dari kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Kurikulum harus dapat mengantisipasi perubahan tersebut, sebab pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.


(4)

Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan (Hamalik, Oemar. 2005: 65). Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian kurikulum menjadi strategis dalam menyiapkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan nasional.

Menurut Sudjana (1993 : 37), perubahan struktural kurikulum menyangkut komponen: (a) Perubahan dalam tujuan; (b) Perubahan isi dan struktur. (c) Perubahan strategi kurikulum; (d) Perubahan sarana kurikulum. (e) Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

1. Perenialismelebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

2. Essensialismemenekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?

4. Progresivismemenekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.


(5)

5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses

Pendekatan dalam implementasi kurikulum secara spesifik berkaitan dengan tindakan/upaya para pelaksana kurikulum di lapangan (guru, kepala sekolah, administratur pendidikan dan stakeholders terkait) untuk mengoptimalkan implementasi kurikulum sehingga memperoleh hasil secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pandangan tentang impelementasi kurikulum, yang menyebutkan bahwa implementasi kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses penerapan konsep, ide, program, atau tatanan kurikulum ke dalam praktik pembelajaran, yang keberhasilannya setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (a) karakteristik kurikulum; (b) strategi implementasi; dan (c) karakteristik pengguna/pelaksana di lapangan. Pendekatan dalam implementasi kurikulum dijelaskan oleh Jackson dalam Samsudi (1991: 404) ada tiga yaitu: (1) fidelity perspective; (2) mutual adaptation; dan (3)curriculum enactment.

Arsitektur Kurikulum Pendidikan Yang Bermartabat

Manusia adalah segala hal dibalik pendidikan. Awal, proses dan akhir dari program pendidikan adalah peningkatan kemartabatan manusia. Melalui pendidikan, peserta didik memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang kemampuan kognitif, efektif dan psikomotornya sesuai potensinya. Peserta didik sebagai subyek sejak tahapan identifikasi kebutuhan, perencanaan, implementasi dan evaluasi program pendidikan.

Implementasi Kurikulum 2013 yang sarat dengan paradigma pembelajaran bermakna ("konstruktivistik") yakni pembelajaran berbasis saintifik melalui discovery, problem based learning, project based learning, dan inkuiri membutuhkan guru-guru yang inovatif, kreatif, dan selalu melakukan pengembangan diri sebagai guru profesional. Pengembangan perangkat pembelajaran bermakna di sekolah merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan guru dalam menyiapkan pembelajaran yang bermutu (Sutadji). Kerangka Kompetensi Abad 21 sebagai dasar pengembangan kurikulum tahun 2013 menunjukkan bahwa berpengetahuan


(6)

[melaluicore subjects] saja tidak cukup, harus dilengkapi : -Berkemampuan kreatif –kritis, -Berkarakter kuat [bertanggung jawab, sosial, toleran, produktif, adaptif]. Disamping itu didukung dengan kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi. Terdapat 3 bagian besar yang akan menjadi fokus dalam pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurikulum 2013 yaitu (Kemendikbud 2013)

- Kehidupan dan Karir (life and carrer skills), dengan kemampuan : Berinisiatif dan mandiri; Keterampilan sosial dan budaya; Produktif dan akuntabel; Kepemimpinan dan tanggung jawab

- Pembelajaran dan Inovasi (learning and inovation skills), dengan kemampuan : Kreatif dan inovasi; Berfikir kritis; dan Komunikasi dan kolaborasi

- Informasi, Media and Teknologi (Information, Media, and Technology skills), dengan kemampuan : Melek informasi, Melek Media dan Melek TIK

Pendidikan abad 21 menjadi fokus dalam kerangka pikir dan pengembangan komponen dalam kurikulum tahun 2013. Tantangan kehidupan era globalisasi meliputi : Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA, Masalah lingkungan hidup, Kemajuan teknologi informasi, Konvergensi ilmu dan teknologi, Ekonomi berbasis pengetahuan, Kebangkitan industri kreatif dan budaya, Pergeseran kekuatan ekonomi dunia, Pengaruh dan imbas teknosains, Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan dan Materi TIMSS dan PISA. Kompetensi yang dikembangkan kurikulum 2013, meliputi :Kemampuan berkomunikasi,berpikir jernih dan kritis,mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, menjadi warga negara yang bertanggungjawab, mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, hidup dalam masyarakat yang mengglobal dan Memiliki minat luas dalam kehidupan, kesiapan untuk bekerja,kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya dan Memiliki rasa tanggungjawab terhadap lingkungan. Kerangka kompetensi abad 21 menjadi format pengembangan kurikulum 2013 seperti berikut.


(7)

Gambar : 1.Kerangka Kompetensi Abad 21 Dalam Pengembangan Kurikulum 2013

Tema kurikulum tahun 2013, adalah Kurikulum yang dapat menghasilkan insan indonesia yang : Produktif, Kreatif, Inovatif, Afektif melalui penguatan Sikap, Keterampilan, dan Pengetahuan yang terintegrasi. Elemen perubahan kurikulum 2013 meliputi standar kompetensi lulusan, standar proses, isi dan standar penilaian.


(8)

-Rehab Gedung Sekolah -Penyediaan Lab dan

Perpustakaan -Penyediaan Buku

Kurikulum 2013

-BOS -Bantuan Siswa Miskin -BOPTN/Bidik Misi (di PT)

Manajemen Berbasis Sekolah -Peningkatan Kualifikasi &

Sertifikasi -Pembayaran Tunjangan

Sertifikasi -Uji Kompetensi dan

Pengukuran Kinerja

Pengembangan Pendidikan Mengacu Pada 8 Standar (PP 19/2005)

[Setiap standar memiliki: Tantangan, Persoalan, danSolusi masing-masing]

Sedang Dikerjakan Telah dan terus Dikerjakan

STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

STANDAR PEMBIAYAAN

Gambar 2. Pengembangan 8 Standar Nasional Pendidikan.

Dalam hubungan ini kita ditantang untuk mencipta tata-pendidikan yang dapat ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu secara mandiri ikut membangun tatanan sosial dan ekonomi sadar-pengetahuan seperti laiknya warga abad XXI. Mereka harus terlatih mempergunakan kekuatan argumen dan daya pikir, alih-alih kekuatan fisik konvensional. Dan yang tak kalah pentingnya, dengan kenyataan bahwa penguasaan serta akses tekno-sains yang bukan lagi didominasi oleh dunia akademis, mereka harus memiliki kreativitas tinggi yang diperlihatkan dengan kentalnya sifat inovatif dan inventif dalam karya-karya orisinil mereka. Tentu saja dalam memandang ke depan dan merancang langkah kita tidak boleh sama sekali berpaling dari kenyatan yang mengikat kita dengan realita kehidupan. Indonesia masih menyimpan banyak kantong-kantong kemiskinan, wilayah kesehatan umum yang tidak memadai dan kesehatan kependudukan yang rendah serta mutu umum pendidikan yang belum dapat dibanggakan. Ini memerlukan perhatian dan upaya yang serius, taat azas dan, tidak kurang pentingnya, dana. Kita juga masih menyandang kewajiban luhur membawa kelompok-kelompok terpencil dan belum terendus pendidikan dalam pengertian berbangsa. Kewajiban kita adalah mengangkat dan mengajak mereka agar dapat bersama-sama merasakan kenyamanan zaman baru, apakah itu manfaat dari energi, komunikasi, layanan kesehatan maupun hak dalam alam demokrasi dan hak di hari tua. Ketimpangan ekonomi jelas berpotensi memperkuat terjadinya


(9)

ketegangan antar kelompok. Keadaan menjadi semakin rentan manakala garis batas antar kelompok sosial ini menjadi menebal akibat sekat-sekat sosial seperti etnis, ras, agama, atau pun asal daerah terintegrasi menjadi satu. Berbagai kelompok berbeda satu sama lain, tidak saja karena perbedaan ekonominya, namun juga etnis, ras, agama dan asal daerahnya (BSNP :2010)

Arus globalisasi yang ternyata sering bersifat paradoksikal, yakni di satu sisi membawa efek penyeragaman, tapi di sisi lain menumbuhkan kuatnya kesadaran identitas kelompok, ternyata juga menambah tajam fragmentasi sosial. Akibat keadaan inilah, kini Indonesia terus diwarnai oleh konflik-konflik antara kelompok-kelompok yang bersifat emosional dan brutal. Konflik-konflik sosial politik yang telah memakan begitu banyak korban telah terjadi di terjadi di banyak tempat lain di Indonesia. Dengan demikian, semangat persatuan, rasa kebangsaan, rasa nasionalisme luhur atau tumbuhnyacivic nationalism, yakni “loyalitas terhadap seperangkat cita-cita politik dan kelembagaan yang dianggap adil dan efektif” dalam bingkai suatu negara (Snyder, 2000: 24) jelas bukanlah suatu yang secarataken for granted ada dan terbangun. Rasa kebangsaan dapat menguat dan melemah atau bahkan dapat hilang sama-sekali tergantung bagaimana bangsa itu mengelolanya. Karena itu, prosesnation buildingtidak boleh terhenti.

Kebijakan di bidang pendidikan harus terkait dengan tujuan menumbuhkan rasa persatuan dan rasa kebangsaan. Rumusan kurikulum pengajaran maupun arah penelitian dan kegiatan sosial (pengabdian masyarakat) yang dicanangkan di sekolah maupun kampus, harus terkait langsung dengan upaya nation building secara terus-menerus, yakni mendorong tumbuhnya integrasi nasional dan integrasi sosial yang kuat,

Sebagaimana pembangunan watak (character building), proses pembangunan rasa kebangsaan juga tak mungkin hanya diemban oleh lembaga pendidikan formal (sekolah maupun perguruan tinggi) semata. Keterlibatan keluarga dan komunitas yang bersifat responsif juga sangat menentukan. Karena itu, adalah tugas pemerintah untuk menciptakan komunitas-komunitas responsif ini yang di dalamnya mengemban misi kebangsaan. Keseluruhan proses pendidikan ini harus selaras dengan strategi nasional dalam menjalankannation buildingtersebut. Prinsip-prinsip dasar strategi nasional untuk tujuan ini dapat dirumuskan dengan memperhatikan hal-hal berikut : (BSNP :2010)

Berdasarkan “21st Century Partnership Learning Framework”, terdapat beberapa

kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh SDM abad XXI, yaitu: (BSNP:2010) a. Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving

Skills)–mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;

b. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication andBCollaboration Skills) -mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;


(10)

c. Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills)–mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;

d. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills) -mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;

e. Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) – mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif;

f. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy) – mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari;

g. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi;

h. Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) – mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.

Kreativitas menjadi salah satu output dalam proses pembelajaran kurikulum Tahun 2013 (Kemendikbud 2013). Perlunya merumuskan kurikulum berbasis proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba [observation based learning] untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Disamping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning. Kemampuan kreativitas diperoleh melalui: (1) Observing [mengamati], (2)Questioning [menanya]; (3)Associating [menalar]; (4)Experimenting [mencoba] dan (5)Networking [Membentuk jejaring]. Pembelajaran berbasis intelejensia tidak akan memberikan hasil siginifikan (hanya peningkatan 50%) dibandingkan yang berbasis kreativitas (sampai 200%).


(11)

Gambar 3. Kerangka Kerja Penyusunan Kurikulum 2013

Strategi pencapaian Pendidikan Nasional abad XXI dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkeanekaragaman geo-demografis, budaya, dan memperhatikan tantangan global dan lokal tentang budaya – karakter bangsa, serta adanya potensi, harus mencakup tanggung jawab pemangku kepentingan terkait dalam menentukan kebijakan dan kemauan politik untuk menghadapi tantangan perubahan paradigma. Dalam konteks ini, beberapa teknologi masa depan yang sedang dan akan mengubah paradigma adalah: (BSNP:2010)

a. Nanosains dan Teknologi nano. Pada saat yang bersamaan dengan perintisan teori DNA, fisikawan Feineman mengutarakan gagasan tentang inti dari proses manipulasi materi atom dan molekul dengan menggunakan kehandalan materi itu sendiri. Dengan bantuan teknologi pemberdayaan yang sesuai dengan ukuran nano tersebut, diharapkan masalah gravitasi tidak menjadi kendala, sedangkan tegangan permukaan dan gaya tarik bekerjanya menjadi semakin signifikan.

b. Neurosains kognitif. Istilah neurosains kognitif berasal dari "kognisi" yaitu proses mengetahui, dan "neurosains" yaitu ilmu yang mempelajari sistem saraf. Ilmu ini berupaya untuk melokalisir bagian-bagian otak sesuai dengan fungsinya dalam kognisi. Oleh karena itu fokusnya adalah otak dan sistem saraf yang berkaitan dengan fungsi otak.

c. Teknologi pencitraan. Studi tentang optik mengantarkan pada penelitian yang lebih jauh mengenai pencitraan. Di antara teknologi pencitraan yang paling memberikan sumbangan besar pada kehidupan abad XXI adalah serat optik, hologram, dan Realitas Virtual.


(12)

d. Hologram/Holografi. Hologram adalah produk dari teknologi holografi. Hologram terbentuk dari perpaduan dua sinar cahaya yang koheren dan dalam bentuk mikroskopik. Hologram bertindak sebagai gudang informasi optik. Informasi informasi optik itu kemudian akan membentuk suatu gambar, pemandangan, atau adegan.

e. Teknologi Informasi. Dunia kehidupan dan pendidikan khususnya pada abad XXI ini telah dicirikan oleh hadirnya teknologi informasi, yang dampaknya telah mengubah berbagai sendi kehidupan yang bersifat mendasar.

Kemartabatan SDM ditandai dengan sikap menjunjung tinggi dan mengembangkan dirisebagai pribadi yang jujur, cinta tanah air dan bangsa, taat hukum, mengakui HAM dan melaksanakan prinsip-prinsip keimanan dari agama yang diyakini. Output pendidikan akan meluluskan peserta didik yang dewasa, bermutu dan berkarakter. Dalam arsitektur pengembangan kurikulum pendidikan dalam kemartabatan bangsa Indonesia, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Pendidikan sebagai hak dasar setiap WNI tanpa diskriminasi

2. Pendidikan mendapatkan perlindungan hukum melalui UU, Peraturan dalam implementasi program pendidikan

3. Pendidikan mendapatkan dukungan SDM (pendidik dan tenaga kependidikan), sarana prasarana, pembiayaan, penjaminan mutud peningkatan mutu kehidupan SDM

4. Dinamika pendidikan global dalam abad 21 5. Pembelajaran inovatif dan bermartabat

Dari pemikiran ini dapat disajikan kerangka arsitektur kurikulum pendidikan dalam kemartabatan bangsa Indonesia.

Eksternal - Global

SDM

- Bermartabat

- Dewasa

- Bermutu

- Berkarakter

Landasan Pancasila dan UUD 1945

Kebijakan Pendidikan Lingkungan Input

Pendidikan

PBM

PBM


(13)

Gambar 4. Arsitektur Kurikulum Pendidikan Bermartabat

Kurikulum dibangun berdasarkan landasan filosofis bangsa Indonesia yakni Pancasila dan UUD 1945 dalam perwujudan SDM yang bermartabat. Sementara itu, output pendidikan sesuai Sistem Pendidikan Nasional wajib mengutamakan lulusan yang dewasa, bermutu dan berkarakter. Lingkungan yang wajib diperhatikan meliputi lingkungan internal (input) pendidikan, lingkungan eksternal – global dan kebijakan pendidikan. Perubahan masyarakat internasional dan aplikasi Teknologi Informasi menjadi strategis dalam menyiapkan SDM bangsa ditengah-tengah laju globalisasi. Lingkungan pendidikan meliputi peserta didik, guru, tenaga kependidikan, sarana prasarana, sumber referensi, media, dan evaluasi. Perwujudan output pendidikan dilakukan melalui berbagai tahapan PBM. Kurikulum merupakan keputusan politik dan atau pemegang kekuasaan Pemerintah Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam bentuk UU, PP dan regulasi dalam mengatur kompetensi lulusan, isi, dan pembiayaan serta perlindungan terhadap keberadaan dan perkembangan pendidikan Indonesia.

Referensi

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2010, Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI,

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), 2013, Perubahan Pola Pikir dalam Kurikulum 2013

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), 2013, Pengembangan Kurikulum 2013

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) 2010 Reformasi Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional, Sub Penguatan Organisasi, Kemendiknas, Jakarta.

Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T.Remaja Rosdakarya.Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007

Samsudi, tt, Model Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis Dukungan Stakeholders pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah http://etalase.unnes.ac.id/files/81c1ce20554306de6fccaf3f541525aa.pdf, diunduh 22 September 2014


(14)

Sudjana, Nana. 1989. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah Kejuruan. Bandung: PT SInar Baru.

Sutadji , Eddy Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bermakna Melalui Lesson Study: Solusi Tepat Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, diunduh 22 September 2014


(1)

ketegangan antar kelompok. Keadaan menjadi semakin rentan manakala garis batas antar kelompok sosial ini menjadi menebal akibat sekat-sekat sosial seperti etnis, ras, agama, atau pun asal daerah terintegrasi menjadi satu. Berbagai kelompok berbeda satu sama lain, tidak saja karena perbedaan ekonominya, namun juga etnis, ras, agama dan asal daerahnya (BSNP :2010)

Arus globalisasi yang ternyata sering bersifat paradoksikal, yakni di satu sisi membawa efek penyeragaman, tapi di sisi lain menumbuhkan kuatnya kesadaran identitas kelompok, ternyata juga menambah tajam fragmentasi sosial. Akibat keadaan inilah, kini Indonesia terus diwarnai oleh konflik-konflik antara kelompok-kelompok yang bersifat emosional dan brutal. Konflik-konflik sosial politik yang telah memakan begitu banyak korban telah terjadi di terjadi di banyak tempat lain di Indonesia. Dengan demikian, semangat persatuan, rasa kebangsaan, rasa nasionalisme luhur atau tumbuhnyacivic nationalism, yakni “loyalitas terhadap seperangkat cita -cita politik dan kelembagaan yang dianggap adil dan efektif” dalam bingkai suatu negara (Snyder, 2000: 24) jelas bukanlah suatu yang secarataken for granted ada dan terbangun. Rasa kebangsaan dapat menguat dan melemah atau bahkan dapat hilang sama-sekali tergantung bagaimana bangsa itu mengelolanya. Karena itu, prosesnation buildingtidak boleh terhenti.

Kebijakan di bidang pendidikan harus terkait dengan tujuan menumbuhkan rasa persatuan dan rasa kebangsaan. Rumusan kurikulum pengajaran maupun arah penelitian dan kegiatan sosial (pengabdian masyarakat) yang dicanangkan di sekolah maupun kampus, harus terkait langsung dengan upaya nation building secara terus-menerus, yakni mendorong tumbuhnya integrasi nasional dan integrasi sosial yang kuat,

Sebagaimana pembangunan watak (character building), proses pembangunan rasa kebangsaan juga tak mungkin hanya diemban oleh lembaga pendidikan formal (sekolah maupun perguruan tinggi) semata. Keterlibatan keluarga dan komunitas yang bersifat responsif juga sangat menentukan. Karena itu, adalah tugas pemerintah untuk menciptakan komunitas-komunitas responsif ini yang di dalamnya mengemban misi kebangsaan. Keseluruhan proses pendidikan ini harus selaras dengan strategi nasional dalam menjalankannation buildingtersebut. Prinsip-prinsip dasar strategi nasional untuk tujuan ini dapat dirumuskan dengan memperhatikan hal-hal berikut : (BSNP :2010)

Berdasarkan “21st Century Partnership Learning Framework”, terdapat beberapa kompetensi dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh SDM abad XXI, yaitu: (BSNP:2010) a. Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving

Skills)–mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;

b. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication andBCollaboration Skills) -mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;


(2)

c. Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills)–mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah;

d. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills) -mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak;

e. Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) – mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan yang inovatif;

f. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications Technology Literacy) – mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari;

g. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) – mampu menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan pribadi;

h. Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) – mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam pihak.

Kreativitas menjadi salah satu output dalam proses pembelajaran kurikulum Tahun 2013 (Kemendikbud 2013). Perlunya merumuskan kurikulum berbasis proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba [observation based learning] untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Disamping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning. Kemampuan kreativitas diperoleh melalui: (1) Observing [mengamati], (2)Questioning [menanya]; (3)Associating [menalar]; (4)Experimenting [mencoba] dan (5)Networking [Membentuk jejaring]. Pembelajaran berbasis intelejensia tidak akan memberikan hasil siginifikan (hanya peningkatan 50%) dibandingkan yang berbasis kreativitas (sampai 200%).


(3)

Gambar 3. Kerangka Kerja Penyusunan Kurikulum 2013

Strategi pencapaian Pendidikan Nasional abad XXI dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkeanekaragaman geo-demografis, budaya, dan memperhatikan tantangan global dan lokal tentang budaya – karakter bangsa, serta adanya potensi, harus mencakup tanggung jawab pemangku kepentingan terkait dalam menentukan kebijakan dan kemauan politik untuk menghadapi tantangan perubahan paradigma. Dalam konteks ini, beberapa teknologi masa depan yang sedang dan akan mengubah paradigma adalah: (BSNP:2010)

a. Nanosains dan Teknologi nano. Pada saat yang bersamaan dengan perintisan teori DNA, fisikawan Feineman mengutarakan gagasan tentang inti dari proses manipulasi materi atom dan molekul dengan menggunakan kehandalan materi itu sendiri. Dengan bantuan teknologi pemberdayaan yang sesuai dengan ukuran nano tersebut, diharapkan masalah gravitasi tidak menjadi kendala, sedangkan tegangan permukaan dan gaya tarik bekerjanya menjadi semakin signifikan.

b. Neurosains kognitif. Istilah neurosains kognitif berasal dari "kognisi" yaitu proses mengetahui, dan "neurosains" yaitu ilmu yang mempelajari sistem saraf. Ilmu ini berupaya untuk melokalisir bagian-bagian otak sesuai dengan fungsinya dalam kognisi. Oleh karena itu fokusnya adalah otak dan sistem saraf yang berkaitan dengan fungsi otak.

c. Teknologi pencitraan. Studi tentang optik mengantarkan pada penelitian yang lebih jauh mengenai pencitraan. Di antara teknologi pencitraan yang paling memberikan sumbangan besar pada kehidupan abad XXI adalah serat optik, hologram, dan Realitas


(4)

d. Hologram/Holografi. Hologram adalah produk dari teknologi holografi. Hologram terbentuk dari perpaduan dua sinar cahaya yang koheren dan dalam bentuk mikroskopik. Hologram bertindak sebagai gudang informasi optik. Informasi informasi optik itu kemudian akan membentuk suatu gambar, pemandangan, atau adegan.

e. Teknologi Informasi. Dunia kehidupan dan pendidikan khususnya pada abad XXI ini telah dicirikan oleh hadirnya teknologi informasi, yang dampaknya telah mengubah berbagai sendi kehidupan yang bersifat mendasar.

Kemartabatan SDM ditandai dengan sikap menjunjung tinggi dan mengembangkan dirisebagai pribadi yang jujur, cinta tanah air dan bangsa, taat hukum, mengakui HAM dan melaksanakan prinsip-prinsip keimanan dari agama yang diyakini. Output pendidikan akan meluluskan peserta didik yang dewasa, bermutu dan berkarakter. Dalam arsitektur pengembangan kurikulum pendidikan dalam kemartabatan bangsa Indonesia, perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Pendidikan sebagai hak dasar setiap WNI tanpa diskriminasi

2. Pendidikan mendapatkan perlindungan hukum melalui UU, Peraturan dalam implementasi program pendidikan

3. Pendidikan mendapatkan dukungan SDM (pendidik dan tenaga kependidikan), sarana prasarana, pembiayaan, penjaminan mutud peningkatan mutu kehidupan SDM

4. Dinamika pendidikan global dalam abad 21 5. Pembelajaran inovatif dan bermartabat

Dari pemikiran ini dapat disajikan kerangka arsitektur kurikulum pendidikan dalam kemartabatan bangsa Indonesia.

Eksternal - Global

SDM

- Bermartabat - Dewasa - Bermutu - Berkarakter

Landasan Pancasila dan UUD 1945

Kebijakan Pendidikan

Lingkungan Input Pendidikan

PBM

PBM


(5)

Gambar 4. Arsitektur Kurikulum Pendidikan Bermartabat

Kurikulum dibangun berdasarkan landasan filosofis bangsa Indonesia yakni Pancasila dan UUD 1945 dalam perwujudan SDM yang bermartabat. Sementara itu, output pendidikan sesuai Sistem Pendidikan Nasional wajib mengutamakan lulusan yang dewasa, bermutu dan berkarakter. Lingkungan yang wajib diperhatikan meliputi lingkungan internal (input) pendidikan, lingkungan eksternal – global dan kebijakan pendidikan. Perubahan masyarakat internasional dan aplikasi Teknologi Informasi menjadi strategis dalam menyiapkan SDM bangsa ditengah-tengah laju globalisasi. Lingkungan pendidikan meliputi peserta didik, guru, tenaga kependidikan, sarana prasarana, sumber referensi, media, dan evaluasi. Perwujudan output pendidikan dilakukan melalui berbagai tahapan PBM. Kurikulum merupakan keputusan politik dan atau pemegang kekuasaan Pemerintah Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam bentuk UU, PP dan regulasi dalam mengatur kompetensi lulusan, isi, dan pembiayaan serta perlindungan terhadap keberadaan dan perkembangan pendidikan Indonesia.

Referensi

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2010, Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI,

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), 2013, Perubahan Pola Pikir dalam Kurikulum 2013

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), 2013, Pengembangan Kurikulum 2013

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) 2010 Reformasi Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional, Sub Penguatan Organisasi, Kemendiknas, Jakarta.

Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T.Remaja Rosdakarya.Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007

Samsudi, tt, Model Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis Dukungan Stakeholders pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah

http://etalase.unnes.ac.id/files/81c1ce20554306de6fccaf3f541525aa.pdf, diunduh 22


(6)

Sudjana, Nana. 1989. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah Kejuruan.

Bandung: PT SInar Baru.

Sutadji , Eddy Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bermakna Melalui Lesson Study: Solusi Tepat Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, diunduh 22 September 2014