ProdukHukum BankIndonesia

(1)

P ERKEMB ANGAN EKONOMI KEUANGAN

DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

TRIWULAN I 2 0 0 2

P a s a r K e u a n g a n d a n

P a s a r K o m o d i t a s

Artikel

Perkembangan Ekonomi

Dunia

P e r k e m b a n g a n K e r j a

S a m a I n t e r n a s i o n a l


(2)

PERKEMBANGAN EKONOMI KEUANGAN

DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

TRIWULAN I 2002

Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

Bank Indonesia

Perkembangan Ekonomi

Dunia

Pasar Keuangan dan

P a s a r K o m o d i t a s

Perkembangan Kerja

S a m a I n t e r n a s i o n a l


(3)

Tulisan dalam Tinjauan Triwulanan Perkembangan Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama Internasional ini bersumber dari berbagai publikasi dan pendapat pribadi para penulis dan bukan merupakan pendapat dan kebijakan Bank Indonesia. Pengutipan diizinkan dengan menyebutkan sumbernya.

Redaksi sangat mengharapkan komentar, saran, dan kritik demi perbaikan terbitan ini. Redaksi juga mengharapkan sumbangan artikel, karangan, atau laporan untuk dapat dimuat dalam terbitan ini.

Alamat Redaksi: Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Gedung B, Lantai 20 Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 Telepon: (021) 381-8227, 381-7335, 381-8250 ; Faksimili: (021) 345-2917; E-mail: difi@bi.go.id


(4)

Pengantar Redaksi

Perekonomian global dalam triwulan I 2002 mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang ditandai oleh membaiknya kondisi dua kekuatan ekonomi dunia yaitu ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara Euro. Kombinasi antara kebijakan moneter dan fiskal yang sangat ekspansif serta rendahnya harga minyak dunia sepanjang tahun 2001 telah memberikan stimulus terhadap bangkitnya ekonomi Amerika Serikat. Sementara itu, bangkitnya kembali perekonomian Amerika Serikat telah membantu pulihnya kondisi ekonomi Euro antara lain melalui pangsa ekspor Euro di Amerika Serikat. Sementara itu, ditengah membaiknya kinerja ekonomi di Amerika Serikat dan Euro, kondisi ekonomi Jepang masih dihadapkan ketidakpastian menyusul kontraksi yang terjadi pada tiga triwulan terakhir tahun 2001. Kendati perekonomian Jepang pada tahun 2001 masih tumbuh positif sebesar 0,4%, namun kontraksi yang mulai terjadi sejak triwulan II 2001 terus meningkat hingga triwulan IV 2001 dan diperkirakan akan terus berlangsung hingga triwulan I 2002.

Sejalan dengan membaiknya ekonomi Amerika Serikat dan Euro, perekonomian negara-negara di Asia dan Amerika Latin juga memperlihatkan kondisi yang semakin membaik, kecuali Argentina. Di negara-negara Asia terutama yang terkena imbas oleh melemahnya perekonomian global, indikasi pemulihan semakin terlihat terutama pada sektor industri elektronik yang mengalami “rebound”, yang ditunjang oleh kebijakan moneter dan fiskal yang longgar. Sementara itu, perekonomian di negara-negara Amerika Latin, khususnya Meksiko, Brazil dan Chili juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang disebabkan oleh meningkatnya ekspor negara tersebut ke Amerika Serikat selama dua bulan pertama tahun 2002. Dapat ditambahkan bahwa sebagian besar ekspor Meksiko, Brazil dan Chile ditujukan ke Amerika Serikat. Berbeda dengan negara-negara Amerika Latin lainnya, kontraksi yang terjadi di Argentina pada triwulan IV 2001 diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan I 2002. Perubahan kepemimpinan yang terjadi pada bulan Januari 2002 yang mendevaluasi mata uang peso sebesar 29% dan mengakhiri sistem Currency Board System (CBS) telah menimbulkan ketidakpastian terhadap per-ekonomian Argentina.

Selanjutnya Bab II akan membahas dampak perkembangan ekonomi dan kebijakan ekonomi terhadap pasar uang, pasar valuta asing, pasar saham dan pasar obligasi. Selain itu,


(5)

Bab II juga mengulas perkembangan harga komoditas internasional terutama minyak dan emas. Mulai pulihnya perekonomian dunia yang ditopang oleh kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif yang diterapkan sebelumnya di berbagai negara telah menyebabkan stance kebijakan moneter dan fiskal di berbagai negara bergeser dari longgar menjadi lebih netral. Namun, pelaku pasar ternyata memberikan reaksi yang berlainan di berbagai negara terhadap pergeseran stance kebijakan tersebut.

Dalam Bab III, dibahas hasil sidang pada berbagai lembaga dan fora regional dan internasional. Sepanjang triwulan I 2002, Indonesia telah menghadiri berbagai forum internasional mengenai kerja sama ekonomi, moneter, dan keuangan internasional; kerja sama pembangunan ekonomi regional/internasional; dan integrasi perekonomian dan perdagangan internasional. Kerja sama ekonomi, moneter, dan keuangan internasional dalam periode tersebut telah dibahas dalam forum SEACEN dan EMEAP. Kerja sama pembangunan ekonomi regional/ internasional dibahas dalam Konferensi Financing for Development. Sementara integrasi perekonomian dan perdagangan internasional dibahas dalam forum APEC Economic Committee dan G-15 Expert Group.

Bab terakhir (Bab IV) menyajikan beberapa artikel yang berjudul Fostering Sustained

Growth, Melemahnya Yen Serta Dampaknya Terhadap Ekonomi Asia, dan Tinjauan Umum

Dampak “the New Basel Accord” Terhadap Perekonomian.

Dalam kesempatan ini tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak khususnya rekan-rekan di Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter-Bank Indonesia, mahasiswi dari Universitas Sam Ratulangi Menado, Sdri. Christine Henny Lydia Pepah dan Sdri. Indira Maya Kader, dan Direktorat Luar Negeri serta satuan kerja lain yang telah membantu dan berperan serta dalam penyusunan laporan PEKKI triwulan I 2002.


(6)

PENDAHULUAN

Lesunya perekonomian dunia yang terjadi sejak pertengahan tahun 2000 mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Perkembangan ini ditandai dengan mulai membaiknya kondisi dua kekuatan ekonomi dunia yaitu ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara Euro. Sejalan dengan membaiknya ekonomi Amerika Serikat, perekonomian negara-negara Amerika Latin kecuali Argentina dan beberapa negara Asia juga semakin memperlihatkan kondisi yang membaik. Sinyal membaiknya perekonomian dunia juga ditandai oleh menguatnya kembali harga saham dan komoditas dalam skala global. Sementara itu, di tengah membaiknya kinerja ekonomi di berbagai kawasan, kondisi ekonomi Jepang masih dihadapkan ketidakpastian menyusul kontraksi ekonomi yang terjadi pada triwulan IV 2001. Mulai terlihatnya indikasi pemulihan ekonomi dunia pada triwulan laporan terutama merupakan dampak positif dari ditempuhnya kebijakan moneter dan fiskal yang sangat ekspansif di berbagai kawasan terutama di Amerika Serikat dan beberapa negara industri baru di Asia. Ruang gerak bagi ekspansi kebijakan makroekonomi tersebut semakin terbuka karena beberapa indikator memperlihatkan kondisi yang kondusif seperti, inflasi yang rendah, posisi fiskal yang kuat, serta berkurangnya tingkat kerentanan (vulnerability). Kondisi tersebut telah memungkinkan otoritas moneter dan fiskal melakukan respon terhadap situasi yang sangat sulit khususnya paska tragedi 11 September 2001.

Pada tahun 2001, perekonomian dunia tumbuh sebesar 2,5%, dimana negara-negara maju sebagai penyumbang utama mengalami pertumbuhan sebesar 1,1%. Sementara itu, negara-negara berkembang mengalami pertumbuhan sebesar 4,0%. Selanjutnya, pada tahun 2002 perekonomian dunia diperkirakan akan terus membaik dengan tumbuh sekitar 2,7%. Dalam hal ini, negara industri maju diperkirakan akan tumbuh sekitar 1,4%, sementara negara-negara berkembang diperkirakan akan tumbuh sekitar 4,3%. Di negara-negara-negara-negara industri maju, kebijakan moneter dan fiskal diperkirakan masih akan diarahkan guna mempertahankan kesinambungan pemulihan ekonomi.


(7)

Kendati mulai mem-perlihatkan perbaikan, po-tensi risiko (downside risk) yang dihadapi perekonomian dunia masih tetap perlu diwaspadai1. Pertama, ma-sih terjadinya ketimpangan (economic imbalance) dalam perekonomian global yang terutama ditandai dengan masih tingginya defisit tran-saksi berjalan dan rendahnya

saving rate di Amerika

Serikat, nilai tukar US dollar yang overvalue dan nilai tukar euro yang undervalue, serta tingginya tingkat utang rumah tangga dan korporasi di sejumlah negara. Dengan mulai pulihnya ekonomi Amerika Serikat, kondisi ketimpangan tersebut dalam jangka pendek diperkirakan akan semakin melebar. Oleh karena itu, diperlukan berbagai langkah struktural dan kerjasama internasional guna mengatasi ketim-pangan tersebut sehingga dapat mempertahankan kesinambungan pemulihan ekonomi global.

Kedua, menyusul terjadinya “rebound” sejak akhir tahun 2001, harga saham secara global

memperlihatkan kembali gejala ke arah “overpricing” atau dihargai terlalu tinggi sebagai akibat terjadinya ekspektasi yang berlebihan terhadap kemungkinan peningkatan laba yang diraih perusahaan di sejumlah negara. Apabila realisasi perolehan laba perusahaan-perusahaan tersebut mengecewakan, maka sangat besar kemungkinan terjadi kemerosotan kepercayaan di pasar keuangan yang sangat tajam, yang pada gilirannya akan kembali menimbulkan negative wealth effect secara mendadak. Hal ini karena di negara-negara industri, harga asset khususnya harga saham semakin berperan penting sebagai determinan pengeluaran

Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Proyeksi

1999 2000 2001 2002 2003

Output Dunia 3,6 4,7 2,5 2,7 4,1

Negara Industri Maju 3,0 3,5 1,1 1,4 2,8

Amerika Serikat 4,1 4,1 1,2 2,3 3,4

Jepang 0,8 2,2 –0,4 –1,0 0,8

Jerman 1,8 3,0 0,6 0,7 2,7

Perancis 3,0 3,4 2,0 1,3 3,0

Italia 1,6 2,9 1,8 1,2 2,8

Inggris 2,3 3,0 2,4 2,0 2,8

Kanada 5,1 4,4 1,5 2,0 3,8

Negara Berkembang 3,9 5,7 4,0 4,3 5,7

Afrika 2,5 2,9 3,7 3,4 4,2

Asia 6,1 6,7 5,6 5,8 6,6

China 7,1 8,0 7,3 7,0 7,8

India 6,8 5,4 4,1 5,1 5,5

ASEAN-4 2,8 5,0 2,5 3,1 4,4

Laju Inflasi

Negara Maju 1,4 2,3 2,2 1,2 1,8

Negara Berkembang 6,8 6,1 5,7 5,7 4,6

Volume Perdagangan Dunia 5,3 12,4 0,3 2,1 6,6

Impor

Negara Maju 7,7 11,6 -1,1 1,9 6,4

Negara Berkembang 2,1 15,9 3,2 6,0 7,9

Ekspor

Negara Maju 5,0 11,7 -1,1 0,6 6,2

Negara Berkembang 4,6 15,2 3,0 4,4 7,0

Sumber : World Economic Outlook (Maret 2002)


(8)

konsumsi. Di sejumlah negara maju, perkembangan harga saham tersebut semakin memegang peranan penting dalam perumusan kebijakan makroekonomi. Ketiga, risiko regional dan global yang timbul karena dampak negatif (adverse effect) dari kesulitan ekonomi yang masih dihadapi Jepang dan Argentina, meskipun masing-masing tengah menghadapi permasalahan ekonomi yang berbeda. Melemahnya yen secara berkelanjutan sebagai respon terhadap resesi ekonomi yang dihadapi Jepang semakin mengurangi daya saing produk beberapa negara industri baru di Asia.

Pada triwulan laporan, perekonomian Amerika Serikat sebagai lokomotif ekonomi dunia mulai memperlihatkan indikasi pemulihan yang lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini terlihat dari semakin menguatnya kepercayaan dunia usaha dan konsumen (business

and consumer confidence) serta pasar modal, meningkatnya konsumsi rumah tangga secara

signifikan, meningkatnya kembali penyerapan tenaga kerja, serta semakin stabilnya kinerja produksi industri sektor manufaktur.

Kombinasi antara kebijakan moneter dan fiskal yang sangat ekspansif serta rendahnya harga minyak dunia sepanjang tahun 2001 telah memberikan stimulus terhadap bangkitnya ekonomi Amerika Serikat tersebut. Sebagaimana diketahui, kebijakan moneter yang ekspansif tersebut ditempuh dengan penurunan suku bunga Fed Fund oleh Federal Reserve sepanjang tahun 2001 dari 6.5% menjadi 1.75%. Sedangkan, kebijakan fiskal yang ekspansif ditempuh antara lain melalui penurunan pajak.

Meskipun berbagai indikator dalam perekonomian Amerika Serikat mulai membaik, kewaspadaan masih diperlukan terhadap kemungkinan timbulnya beberapa risiko yang dapat membuat proses pemulihan ekonomi Amerika Serikat terganggu (unsustainable). Hal ini terutama apabila perolehan laba perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat tidak setinggi dari yang diharapkan, ekses kapasitas produksi yang dapat menimbulkan hambatan terhadap peningkatan investasi, serta kesinambungan peningkatan harga saham tidak dapat dipertahankan. Menyikapi kondisi ekonomi seperti itu, Federal Reserve diperkirakan akan tetap menempuh kebijakan moneter yang cenderung netral sampai terlihat perbaikan kondisi ekonomi cukup sustainable. Sementara itu, kebijakan fiskal dipekirakan akan lebih dititik beratkan pada upaya untuk mencapai keseimbangan fiskal dalam jangka menengah dan mengatasi tekanan-tekanan yang berasal dari sistem jaminan sosial.

Di kawasan Euro, tanda-tanda perbaikan ekonomi terlihat dari tingkat kepercayaan dunia usaha yang mulai menguat dan produksi sektor industri yang mulai memperlihatkan


(9)

peningkatan. Pada triwulan I 2002 pertumbuhan ekonomi kawasan Euro meningkat sebesar 0,7%, jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan kontraksi sebesar 0,2% yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Menyikapi perkembangan situasi ekonomi terakhir, stance kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB) dalam beberapa bulan mendatang diperkirakan akan tetap

“neutral bias” dengan tetap mempertahankan suku bunga pada tingkat 3,25% sementara

menunggu arah perkembangan ekonomi selanjutnya. Di sisi fiskal, negara-negara yang mengalami defisit diperkirakan akan berupaya untuk memperkuat posisi fiskal pada saat pemulihan ekonomi semakin kuat. Hal ini ditempuh guna menyediakan ruang gerak agar proses

“automomatic stabilizer” dapat berfungsi ketika perekonomian kembali mengalami perlambatan.

Berbeda dengan membaiknya kondisi perekonomian di dua kekuatan ekonomi dunia di atas, kinerja perekonomian Jepang justru semakin terpuruk, —menyusul kontraksi sebesar 2,2% pada triwulan IV 2001—, yang ditandai dengan semakin melemahnya tingkat kepercayaan dan memburuknya kondisi sektor perbankan. Kemajuan restrukturisasi sektor perbankan dan perusahaan tetap menjadi kunci utama bagi pemulihan kepercayaan dan terciptanya prospek pertumbuhan ekonomi Jepang yang sustainable.

Dalam skala makro, kemerosotan ekonomi Jepang disebabkan oleh masih lemahnya permintaan baik domestik maupun eksternal. Melemahnya permintaan domestik tersebut antara lain tercermin dari perkembangan retail sales yang mengalami kontraksi dalam kurun waktu satu tahun terakhir, dimana kontraksi terbesar terjadi pada bulan Februari 2002 sebesar 6,8%. Melemahnya permintaan domestik tercermin pula pada kecenderungan deflasi yang hingga kini masih terus berlangsung. Kondisi ini tidak mendorong sektor produksi untuk meningkatkan produksinya. Disisi lain, kemerosotan ekonomi Jepang juga diakibatkan oleh melemahnya permintaan dunia terhadap produk Jepang, yang pada gilirannya mengakibatkan penurunan surplus neraca perdagangan Jepang secara terus menerus dalam dua tahun terakhir.

Mulai membaiknya kondisi ekonomi di negara-negara industri maju berperan besar dalam menopang kegiatan ekonomi di negara-negara berkembang, sejalan dengan berbagai langkah yang terus ditempuh guna memperkuat struktur fundamental ekonomi, mengurangi kerentanan terhadap kejutan (shock), serta meningkatkan produktivitas. Tanda-tanda pemulihan ekonomi semakin tampak di beberapa negara Asia, seperti Cina, Korea Selatan dan beberapa negara ASEAN. Selain itu, beberapa negara di kawasan Amerika Latin seperti Chili, Brazil dan Meksiko juga menunjukkan perkembangan positif. Demikian pula dengan Rusia, Australia dan Selandia Baru yang memperlihatkan kinerja ekonomi yang mulai membaik.


(10)

Di negara-negara Asia terutama yang terkena imbas oleh melemahnya perekonomian global –kecuali Cina dan India—, indikasi pemulihan ekonomi semakin terlihat terutama pada sektor industri elektronik yang mengalami rebound, yang ditopang dengan kebijakan moneter dan fiskal cukup longgar di sejumlah negara. Hal yang paling menonjol dari kondisi perekonomian Asia adalah semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi Cina yang mengalami pertumbuhan spektakuler yakni sebesar 7,5% pada triwulan laporan, menyusul ekspansi sebesar 6,6% pada triwulan IV 2001. Kendati demikian, kekhawatiran mulai merebak di dalam negeri Cina sehubungan dengan masuknya Cina menjadi anggota organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization) yang diperkirakan akan meningkatkan jumlah pengangguran karena meningkatnya tuntutan efisiensi, yang pada gilirannya akan berdampak pada rendahnya pengeluaran konsumen.

Sementara itu, sejalan dengan mulai membaiknya perekonomian Amerika Serikat — sebagai tujuan utama ekspor—, sejumlah negara Amerika Latin juga menunjukkan perbaikan, kecuali ekonomi Argentina yang pada tahun 2002 diperkirakan masih akan mengalami kontraksi. Dampak penularan (contagion effect) akibat krisis ekonomi yang mengguncang Argentina terhadap perekonomian negara-negara di kawasan Amerika Latin dan kawasan lainnya dalam kenyataannya sangat terbatas. Perekonomian Meksiko dan Brazil yang memiliki hubungan perdagangan yang sangat erat dengan Amerika Serikat memperlihatkan kinerja mulai membaik. Pada tahun 2002, perekonomian Meksiko dan Brazil masing-masing diperkirakan tumbuh sebesar 1,7% dan 2,5%. Sedangkan perekonomian Argentina diperkirakan masih akan mengalami kontraksi sebesar 8,4%, setelah berturut-turut mengalami kontraksi sebesar 0,8% dan 3,7% pada tahun 2000 dan 2001.

Dalam pada itu, perekonomian di negara-negara Oceania khususnya perekonomian Australia dan Selandia Baru juga memperlihatkan perbaikan melalui pertumbuhan yang sama sebesar 2,4%. Membaiknya perekonomian Australia pada triwulan laporan terutama sebagai akibat meningkatnya permintaan domestik yang ditopang oleh tingkat suku bunga yang sangat rendah.

PERKONOMIAN NEGARA-NEGARA INDUSTRI MAJU Amerika Serikat

Perekonomian Amerika Serikat (AS) pada triwulan pertama tahun 2002 diperkirakan tumbuh sebesar 5,0% (q-o-q), pertumbuhan tertinggi selama dua tahun terakhir. Pertumbuhan


(11)

Grafik Perkembangan Indeks PMI di AS (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 Ju n-90 Ap

r-91 Feb-92

De s-9 2 Ok t-9 3 Ag s-94 Ju n-95 Ap

r-96 Feb-97

De s-9 7 Ok t-9 8 Ag s-99 Ju n-00 Ap

r-01 Feb-02 Grafik

PDB, Inflasi dan Tingkat Pengangguran AS (%)

ekonomi tersebut meningkat lebih pesat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2001 yang mencapai 1,7% (q-o-q). Hal tersebut didukung oleh kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif, yang men-dorong pengeluaran konsumsi masya-rakat, investasi, dan ekspor. Peningkatan kegiatan investasi ini terlihat terutama di sektor manufaktur dan pendukungnya. Fenomena ini di dukung pula oleh penurunan inventory yang lebih kecil yang mengindikasikan pulihnya aktivitas bisnis setelah pada triwulan IV 2001 mengalami stagnasi. Pada triwulan II 2002, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi sebesar 5,0% (q-o-q). Walaupun dalam triwulan III dan IV 2002 laju pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan, pengeluaran konsumen diharapkan masih akan meningkat pada paruh kedua tahun 2002 seiring dengan meningkatnya lapangan pekerjaan dan pendapatan masyarakat.

Laju inflasi - Indeks Harga Konsumen (IHK)- pada triwulan I 2002 diperkirakan mencapai 1,3% (y-o-y), lebih rendah dibanding inflasi pada triwulan IV 2001 yang naik sebesar 1,9% (y-o-y). Inflasi ini merupakan terkecil sejak tahun 1986. Untuk tahun 2003, inflasi -IHK-diprakirakan akan mengalami kenaikan sebesar 2,5%. Sementara itu, indeks harga produsen diperkirakan akan me-ningkat sebesar 0,7% (m-o-m) di bulan Maret 2002 melesat tajam dibandingkan bulan Desember 2001 yang mengalami deflasi sebesar 0,6% (m-o-m). Pening-katan harga pada bulan Maret tersebut terutama dipengaruhi oleh melonjaknya harga minyak mentah seiring dengan situasi yang memanas antara Palestina dengan Israel. Selain itu, peningkatan -2 0 2 4 6 8 10 J u n-90 Ma r-9 1 De s -9 1 S ep-92 J u n-93 Ma r-9 4 De s -9 4 S ep-95 J u n-96 Ma r-9 7 De s -9 7 S ep-98 J u n-99 Ma r-0 0 De s -0 0 S ep-01 P D B , I n fl a s i, Ti n g k a t P e nga n ggur a n


(12)

harga juga dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas dan perkiraan menguatnya permintaan. Pengeluaran masyarakat pada triwulan I 2002 terlihat meningkat cukup tajam dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun kembali menunjukkan penurunan terutama menjelang akhir bulan Maret 2002 akibat naiknya harga minyak mentah dunia dan perkiraan naiknya suku bunga seiring dengan menguatnya tekanan inflasi. Namun demikian pengeluaran konsumsi masyarakat yang merupakan dua pertiga dari perekonomian Amerika Serikat diharapkan masih akan cukup baik seiring dengan tetap tingginya keyakinan akan pemulihan ekonomi Amerika Serikat mulai triwulan I 2002.

Di sisi tenaga kerja, kondisi pada bulan Maret 2002 masih belum menggembirakan karena tingkat pengangguran masih mencapai level 5,7% dari jumlah angkatan kerja atau tidak berubah dibandingkan bulan Desember 2001. Kondisi ini diperkirakan berada pada posisi yang sama pada bulan April sampai Juni 2002 dan selanjutnya akan membaik dalam bulan-bulan berikutnya.

Di sisi eksternal, posisi neraca berjalan Amerika Serikat untuk tahun 2002 diperkirakan masih mengalami defisit sebe-sar –4,0%, sedikit lebih baik dari tahun 2001 yang mengalami defisit sebesar –4,1%. Meskipun ekonomi dunia yang mulai membaik pada triwulan I 2002 akan men-dorong peningkatan ekspor Amerika Serikat, di sisi lain impor di Amerika juga akan meningkat tajam. Pola ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2003. Jika kondisi ini menjadi kenyataan, maka diperkirakan defisit neraca berjalan mencapai US$ 413 miliar pada tahun 2002 (sama dengan level pada tahun 2001) dan terus meningkat menjadi US$ 477 miliar pada tahun 2003 (4,2% dari nilai PDB).

Dengan memperhatikan recovery ekonomi yang masih berlangsung, dan

-40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 Ja n-92 Se p-92 Me i-9 3 Ja n-94 Se p-94 Me i-9 5 Ja n-96 Se p-96 Me i-9 7 Ja n-98 Se p-98 Me i-9 9 Ja n-00 Se p-00 Me i-0 1 Ja n-02

Grafik Neraca Perdagangan AS

Grafik Suku Bunga Fed Fund April 1999 - Maret 2002

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 4 /30/ 199 9 6 /30/ 199 9 8 /31/ 199 9 29 /1 0/ 9 9 12 /3 1/ 1 99 9 2 /29/ 200 0 4 /28/ 200 0 6 /30/ 200 0 8 /31/ 200 0 10 /3 1/ 2 00 0 12 /3 0/ 2 00 0 2 /28/ 200 1 30 /0 4/ 0 1 29 /0 6/ 0 1 31 /0 8/ 0 1 31 /1 0/ 0 1 31 /1 2/ 0 1 28 /0 2/ 0 2 P er sen

Fed Fund Target


(13)

diwarnai oleh angka pengangguran yang masih tinggi, maka hingga pertengahan tahun 2002 ini diperkirakan Fed Res masih belum menaikkan suku bunga Fed Fund yang saat ini mencapai 1,75%. Fed Res diperkirakan akan mempertimbangkan kenaikan Fed Fund sebesar 25 bp pada FOMC tanggal 27 Juni 2002 mendatang untuk mencegah perekonomian mengalami

overheating.

Eropa Barat

Negara-negara Euro

Pada triwulan laporan, kinerja ekonomi negara-negara yang tergabung dalam Euro mulai menunjukkan perbaikan ditandai oleh ekspansi sebesar 0,7%, setelah kontraksi sebesar -0.2% pada triwulan IV 2001. Membaiknya kondisi ekonomi Euro tidak terlepas dari bangkitnya kembali perekonomian Amerika Serikat, yang pada dasarnya merupakan negara tujuan ekspor utama sebagian besar negara-negara Euro, yaitu menyerap sekitar seperlima ekspor Euro. Tanda-tanda perbaikan ekonomi terlihat dari kepercayaan dunia usaha dan konsumen yang menguat, yang salah satunya tercermin dari peningkatan German IFO index secara berturut-turut dalam empat bulan sejak Desember 2001.

Secara keseluruhan tahun 2002 perekonomian Euro diperkirakan tumbuh sebesar 1,2%, lebih rendah dibanding tahun 2001 yang tumbuh sebesar 1,5%. Pada tahun 2003 perekonomian diperkirakan akan mengalami percepatan dengan laju pertumbuhan sekitar 2,3%. Membaiknya perekonomian Euro terutama pada pertengahan tahun 2002 ditopang oleh kebijakan moneter yang longgar dan kondisi eksternal yang menguntungan. Meskipun stimulus kebijakan moneter dalam perekonomian Euro tidak sebesar perekonomian Amerika Serikat, perekonomian Euro secara umum menghadapi ketimpangan makroekonomi yang lebih ringan sehingga risiko yang dapat mengganjal proses pemulihan ekonomi yang sustainable diper-kirakan relatif akan lebih kecil. Sementara itu tingkat profitabilitas perusahaan-perusahaan di Euro relatif lebih kuat dibandingkan di Amerika Serikat, yang pada gilirannya diperkirakan akan menjadi penopang bangkitnya kembali kegiatan investasi. Kendati demikian, beberapa risiko diperkirakan berpotensi menghadang proses pemulihan ekonomi seperti, kemungkinan tertundanya kebangkitan ekonomi Jerman, serta berbagai kelemahan struktural terutama di pasar tenaga kerja.

Sementara itu tekanan laju inflasi tampak masih cukup kuat. Dalam tiga bulan pertama tahun 2002, laju inflasi masih tetap bergerak di atas ceiling rate yang ditetapkan bank sentral


(14)

Eropa sebesar 2,0% (y-o-y). Pada bulan Januari 2002 laju inflasi mencapai 2,7% (m-o-m), yang merupakan level tertinggi sejak bulan Juni 2001. Tingginya laju inflasi tersebut terutama disum-bang oleh meningkatnya pajak, harga makanan, serta harga barang dan jasa yang terkait dengan pemanfaatan momentum pengenalan penggunaan uang kertas Euro, seperti harga maka-nan di restoran dan tiket bioskop. Pada bulan Februari 2002, inflasi mengalami penurunan menjadi 2,4%, dan selanjutnya mening-kat kembali mencapai 2,5% pada bulan Maret 2002, sebagai akibat melonjaknya harga minyak sebesar 38%. Secara keseluruhan, laju inflasi diperkirakan akan mencapai 1,5% (y-o-y) pada tahun 2001 dan akan menurun menjadi 1,2% (y-o-y) pada tahun 2002. Menyikapi kegiatan ekonomi yang mulai membaik dan tekanan laju infalsi yang masih kuat, bank sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga pada tingkat 3,25% dalam triwulan II 2002. Peningkatan suku bunga diperkirakan akan terjadi apabila harga minyak terus melambung.

Perekonomian Jerman pada tahun 2001 mengalami ekspansi sebesar 0,6%, yang merupakan pertumbuhan ekonomi terendah sejak tahun 1993. Pada tahun 2002, perekonomian diperkirakan akan tetap melaju lambat pada tingkat sekitar 0,75%. Pemulihan ekonomi diharapkan akan terjadi mulai semester kedua tahun 2002, sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi pada tahun 2003 yang diperkirakan akan tumbuh 2,2%. Salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi tahun 2002 ini adalah merosotnya manufacturing order yang dipicu oleh lemahnya permintaan factory dan demand goods.

Sementara itu, laju inflasi di Jerman pada bulan Januari 2002 memperlihatkan tekanan, mencapai 2,2% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan bulan Desember 2001 yang mencapai 1,5% (y-o-y). Tekanan inflasi tersebut terutama bersumber dari kondisi cuaca yang mempengaruhi harga buah dan sayur. Untuk tahun 2003, tingkat inflasi diperkirakan akan sedikit mengalami peningkatan menjadi 1,5%.

Grafik

PDB, Inflasi dan Tingkat Pengangguran Kawasan Euro (%)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Se p-96 Ma r-9 7 Se p-97 Ma r-9 8 Se p-98 Ma r-9 9 Se p-99 Ma r-0 0 Se p-00 Ma r-0 1 Se p-01 Ma r-0 2 P DB, I n fl a s i 0 2 4 6 8 10 12 Ti ng k a t P e ng a n g gu ra n


(15)

Tingkat pengangguran di Jerman diperkirakan mengalami penu-runan pada bulan Maret 2002, pertama kalinya dalam 15 bulan terakhir. Penu-runan tingkat pengangguran disebab-kan oleh antisipasi perusahaan-perusahaan terhadap kemungkinan pulihnya ekonomi. Jumlah pengang-gur turun sebanyak 140.000 orang, menjadi 4,16 juta orang. Keyakinan makin menurunnya tingkat pengang-guran juga diperkuat dengan semakin membaiknya business confidence di Jerman. Tingginya

business confidence ini didorong oleh semakin membaiknya perekonomian Amerika Serikat

yang merupakan 10% pasar ekspor Jerman.

Perekonomian Perancis pada tahun 2001 hanya tumbuh 2%, selanjutnya untuk tahun 2002 diperkirakan tumbuh sebesar 1,5%, yang merupakan pertumbuhan paling lambat sejak tahun 1996. Sementara itu, pada triwulan I 2002, ekonomi Perancis diperkirakan tumbuh 0,3%, dan pada triwulan II 2002 diperkirakan tumbuh sebesar 0,5%.

Sementara itu, pada tahun 2001 laju inflasi mencapai 1,6%. Laju inflasi diperkirakan menurun menjadi 1,4% pada tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi 1,8% pada tahun 2003. Di sektor eksternal, setelah mengalami penurunan drastis sejak tahun 1998, neraca perdagangan Perancis pada tahun 2001 mengalami surplus dan diperkirakan akan terus berlanjut. Bahkan untuk periode 2002-2003, surplus tersebut diperkirakan akan meningkat seiring dengan membaiknya terms of trade. Sementara itu, surplus neraca transaksi berjalan diperkirakan akan tetap berlangsung, didukung oleh surplus pendapatan jasa dan investasi. Surplus transaksi berjalan Perancis diperkirakan mengalami kenaikan dari 2% (dari PDB) pada periode 2001-2002, menjadi 2,7% pada tahun 2003.

Pada tahun 2002 perekonomian Italia diperkirakan hanya akan tumbuh 1,2%, dan selanjutnya akan meningkat menjadi 2,8% pada tahun 2003. Sedangkan pada tahun 2000 dan 2001, perekenomian Italia tumbuh masing-masing sebesar 2,9% dan 1,8%. Penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi pada perode 2001-2002, yaitu lesunya perekonomian

Grafik Produksi di Sektor Industri Kawasan Euro (%)

-8.00 -6.00 -4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 31 /0 1/ 92 30 /0 9/ 92 31 /0 5/ 93 31 /0 1/ 94 30 /0 9/ 94 31 /0 5/ 95 31 /0 1/ 96 30 /0 9/ 96 31 /0 5/ 97 31 /0 1/ 98 30 /0 9/ 98 31 /0 5/ 99 31 /0 1/ 00 30 /0 9/ 00 31 /0 5/ 01 31 /0 1/ 02


(16)

dunia dan lambatnya pertumbuhan investasi akibat belum jelasnya insentif yang diberikan oleh pemerintahan baru. Sementara itu, permintaan domestik tetap ditopang oleh peningkatan konsumsi swasta, akibat naiknya tingkat penyerapan tenaga kerja dan dampak pemotongan pajak oleh pemerintah.

Pada bulan Maret 2002, laju infla-si Italia mencapai 2,6% (y-o-y) dan 0,2% (m-o-m), meningkat dari 2,5% (y-o-y) pada bulan Februari. Tekanan inflasi terutama bersumber dari melonjaknya harga minyak, harga makanan, serta pengenalan mata uang Euro. Kendati demikian, untuk keseluruhan tahun 2002 laju inflasi diperkirakan akan mencapai 2,1%, lebih rendah dari tahun 2001 yang mencapai 2,7%.

Defisit perdagangan Italia untuk Januari 2002 mencapai 1,643 miliar euro, naik dari posisi 1,143 miliar euro pada bulan Januari 2001. Sementara itu, surplus transaksi berjalan untuk tahun 2001 mencapai 0,3%, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 0,6% pada tahun 2002.

Pada tahun 2001 perekonomian Belgia melambat menjadi 1,1% dan diperkirakan akan terus melambat mencapai 0,7% pada tahun 2002. Melambatnya ekonomi Belgia salah satunya merupakan akibat melemahnya kinerja sektor perdagangan di mana surplus transaksi berjalan tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 3,8% dari PDB, dibandingkan dengan surplus tahun 2000 yang mencapai 4,6%.

Di pihak lain, tekanan laju inflasi terus meningkat, mencapai 2,4% pada tahun 2001. Sementara itu, sejalan dengan melonjaknya harga minyak dan makanan, tekanan laju inflasi diperkirakan akan terus menguat pada tahun 2002.

Tingkat pengangguran di Belgia pada bulan Maret 2002 mencapai 10,8%. IMF telah mendesak pemerintah Belgia untuk berusaha mengurangi tingginya tingkat pensiun awal dan memastikan bahwa program tenaga kerja pemerintah tidak merugikan program tenaga kerja sektor swasta. -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 Ja n-92 Se p-92 Ma y-93 Ja n-94 Se p-94 Ma y-95 Ja n-96 Se p-96 Ma y-97 Ja n-98 Se p-98 Ma y-99 Ja n-00 Se p-00 Ma y-01 Ja n-02


(17)

Pada tahun 2001, perekonomian Belanda tumbuh 1,1% dan diperkirakan akan meningkat menjadi 1,4% pada tahun 2002. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2002 ditopang oleh kemungkinan perbaikan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa. Rendahnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 terutama akibat dari biaya upah yang tinggi dan resesi dunia yang menyebabkan berkurangnya permintaan untuk barang dan jasa Belanda.

Sementara itu, laju inflasi Belanda pada tahun 2001 mencapai 5,1%, namun diperkirakan akan menurun menjadi 2,7% pada tahun 2002. Sumber utama penyebab inflasi adalah melonjaknya harga minyak dan tingginya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Belanda. Sementara itu, tingkat pengangguran tahun 2001 berada pada level 2% dan diperkirakan akan terus mengalami kenaikan, mencapai 2,4% untuk tahun 2002.

Inggris

Dalam triwulan I 2002, perekonomian Inggris mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, terutama sejak bulan Februari 2002. Hal ini tercermin dari pertumbuhan produksi industri manufaktur yang mulai tercatat positif (0,4%) pada bulan Februari 2002. Kenaikan di bulan Februari ini adalah awal kenaikan tingkat produksi yang selama lima bulan terakhir ini mengalami penurunan terus-menerus. Hal tersebut disebabkan semakin banyaknya perusahaan di Inggris memproduksi bahan kimia dan komputer. Produksi bahan kimia mengalami kenaikan sebesar 2,4% pada bulan Februari 2002. Tanpa kenaikan tersebut, keuntungan keseluruhan untuk manufaktur hanya mencapai 0,1%. Sementara itu produksi komputer dan peralatan proses informasi (information-processing equipment) lainnya mengalami pertumbuhan 1,7% untuk Februari 2002 (m-o-m). Kondisi ini meningkatkan optimisme produsen atas pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Dengan perbaikan produksi pada bebe-rapa sektor penting, terutama produksi bahan kimia, dan information related equipment, laju pertumbuhan PDB pada triwulan I 2002 diperkirakan sebesar 0,2% (q-o-q). Pelaku usaha optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tri-wulan II akan lebih baik, seiring dengan

Grafik PDB dan Inflasi Inggris (%)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Ma r-9 7 Sep-97 Ma r-9 8 Sep-98 Ma r-9 9 Sep-99 Ma r-0 0 Sep-00 Ma r-0 1 Sep-01 Jan-02 PD B 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 In fl asi PDB Inflasi


(18)

Grafik

PDB, Inflasi dan Tingkat Pengangguran Jepang (%)

kecenderungan perbaikan perekonomian dunia, khususnya Amerika Serikat yang akan mendorong kenaikan permintaan terhadap barang-barang produksi Inggris. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama Inggris yang menyerap 14% dari ekspor Inggris. Amerika Serikat juga merupakan investor asing terbesar di Inggris. Dengan perkembangan yang menggembirakan ini, Bank of England memprediksi bahwa perekonomian Inggris akan tumbuh sekitar 2% dalam paruh pertama tahun 2002.

Tanda-tanda percepatan pertumbuhan ekonomi Inggris meningkatkan ekspektasi bahwa BOE akan meningkatkan suku bunga benchmark-nya dalam tahun ini, setelah sejak bulan November 2001 hingga akhir Maret 2002 suku bunga benchmark Inggris bertahan pada tingkat 4%. Sementara itu, laju inflasi tahunan Inggris dalam triwulan I 2002 cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, dimana pada bulan Januari dan Februari 2002 masing-masing sebesar 2,6% (y-o-y) dan 2,2% (y-o-y), mendekati target laju inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 2,5% (y-o-y).

Jepang

Perkembangan ekonomi Jepang masih belum menunjukkan tanda-tanda meng-gembirakan, bahkan nampaknya semakin memburuk. Kondisi perekonomian Jepang semakin menurun sejak pertengahan tahun 2000, bahkan dalam tiga triwulan terakhir tahun 2001 terus-menerus mengalami kontraksi. Kontraksi terbesar terjadi dalam triwulan IV 2001 yang mencapai -2,2% (y-o-y) setelah dalam dua triwulan sebelumnya berturut-turut mengalami kontraksi sebesar -0,4% (y-o-y) dan -0,5% (y-o-y). Dengan

demikian, sepanjang tahun 2001 ekonomi Jepang mengalami kontraksi sebesar -0,4%. Kontraksi ekonomi Jepang semakin diperparah dengan berlanjutnya kecen-derungan deflasi yang dalam bulan Januari dan Februari 2002 masing-masing men-capai –0,8% (y-o-y), sedikit membaik dibandingkan dengan bulan Desember 2001 sebesar –0,9% (y-o-y).

Memburuknya perekonomian Jepang terutama disebabkan oleh

rendah--3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Ma

r-9

7

S

ep-97

Ma

r-9

8

S

ep-98

Ma

r-9

9

S

ep-99

Ma

r-0

0

S

ep-00

Ma

r-0

1

S

ep-01

Jan-02


(19)

nya permintaan domestik. Melemahnya permintaan domestik antara lain tercermin dari pertumbuhan retail sales yang terus-menerus mengalami kontraksi dalam kurun waktu satu tahun terakhir, dimana kontraksi terbesar terjadi dalam bulan Desember 2001 dan Februari 2002 masing-masing sebesar -6,8% (y-o-y).

Dalam hal ini, terdapat beberapa faktor penyebab masih lemahnya permin-taan domestik. Pertama, fungsi intermediasi perbankan belum sepenuhnya pulih. Terhambatnya fungsi intermediasi perbankan disebabkan oleh besarnya kredit bermasalah yang mengakibatkan bank-bank mengalami kerugian besar sehingga memaksa mereka lebih bersikap hati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Tahun lalu, perbankan dan pemerintah Jepang telah menghapusbukukan kredit bermasalah sekitar 70 triliun yen atau 12% dari PDB Jepang sehingga posisinya tinggal 33 triliun yen per 31 Maret 2001.

Kedua, beban utang baik utang swasta maupun utang pemerintah masih cukup besar. Kelesuan

ekonomi membuat dunia usaha semakin sulit untuk mengembalikan utang kepada perbankan sehingga meningkatkan jumlah kredit macet. Sementara itu, utang pemerintah juga semakin bertambah guna membiayai ekspansi fiskal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Besarnya utang tersebut menyebabkan dunia usaha dan pemerintah lebih bersikap hati-hati dalam mengalokasikan pengeluarannya. Dengan pembatasan utang pemerintah sebesar 30 triliun yen untuk tahun fiskal 2002/2003 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Jepang, maka total outstanding utang pemerintah pada bulan Maret 2003 diperkirakan mencapai 693 triliun yen atau lebih dari 40% PDB Jepang. Ketiga, kondisi ketenaga-kerjaan kian memburuk. Resesi ekonomi berkepanjangan telah menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran sehing-ga menurunkan potensi pendapatan sektor rumah tangga. Hal ini pada gilirannya

Grafik Pertumbuhan Retail Sales Jepang April 1997 - Februari 2002 (%YoY)

-10.0 -8.0 -6.0 -4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 30/ 04/ 1997 31/ 08/ 1997 31/ 12/ 1997 30/ 04/ 1998 31/ 08/ 1998 31/ 12/ 1998 30/ 04/ 1999 31/ 08/ 1999 31/ 12/ 1999 30/ 04/ 2000 31/ 08/ 2000 31/ 12/ 2000 30/ 04/ 2001 31/ 08/ 2001 31/ 12/ 2001

Grafik Tankan Manufacturing Survey Index

-60.0 -50.0 -40.0 -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30/ 06/1 997 31/ 12/1 997 30/ 06/1 998 31/ 12/1 998 30/ 06/1 999 31/ 12/1 999 30/ 06/2 000 31/ 12/2 000 30/ 06/2 001 31/ 12/2 001


(20)

menurunkan daya beli masyarakat dan selanjutnya berdampak pada menurunnya tingkat konsumsi yang menyumbang 60% terhadap PDB Jepang.

Dari sisi sektor produksi, merosotnya perekonomian Jepang dipicu oleh melemahnya aktivitas produksi industri teknologi informasi dan industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Penurunan aktivitas di kedua sektor industri tersebut menimbulkan dampak negatif berantai terhadap kinerja sektor-sektor lainnya terutama industri nonmanufaktur. Implikasi selanjutnya adalah menurunnya pendapatan dunia usaha, menurunnya pengeluaran investasi, meningkatnya pengangguran, berkurangnya pendapatan pekerja, dan akhirnya tingkat konsumsi juga mengalami penurunan. Dunia usaha nampaknya masih pesimis terhadap prospek ekonomi Jepang. Hal ini terlihat dari hasil survei Tankan dalam bulan Maret 2002 yang menghasilkan indeks –38, tidak berubah dibandingkan bulan Desember 2001 dan merupakan indeks terendah dalam 3 tahun terakhir.

Selain melemahnya permintaan domestik, menurunnya permintaan luar negeri juga berdampak buruk terhadap perekonomian Jepang. Menurunnya permintaan luar negeri terhadap produk-produk ekspor Jepang terlihat dari pertumbuhan surplus neraca perdagangan Jepang yang masih mengalami kontraksi dan mencapai –11,3% (y-o-y) dalam bulan Februari 2002. Penurunan permintaan tersebut merupakan dampak dari kondisi ekonomi dunia yang sedang lesu khususnya ekonomi Amerika Serikat dan Eropa Barat sebagai pasar terbesar produk-produk ekspor Jepang. Namun demikian, melihat trend pertumbuhan surplus neraca perdagangan Jepang sejak awal tahun 2001 yang menunjukkan kecenderungan kontraksi yang mengecil, ke depan nampaknya dimungkinkan untuk tumbuh positif. Hal ini sejalan dengan mulai pulihnya perekonomian Amerika

Serikat, Eropa, dan beberapa negara

emerging lainnya dalam triwulan I 2002

sehingga kinerja sektor eksternal Jepang diharapkan terus membaik.

Berbagai kebijakan telah ditempuh baik oleh Pemerintah maupun Otoritas Moneter Jepang dalam rangka membawa Jepang keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Dari sisi fiskal, pemerintah terus-menerus melakukan ekspansi melalui

Grafik Pertumbuhan Neraca Perdagangan Jepang April 1997 - Februari 2002 (%)

-150 -100 -50 0 50 100 150 200 250 30/ 04/ 1997 31/ 07/ 1997 31/ 10/ 1997 28/ 02/ 1998 31/ 05/ 1998 31/ 08/ 1998 30/ 11/ 1998 28/ 02/ 1999 31/ 05/ 1999 31/ 08/ 1999 30/ 11/ 1999 29/ 02/ 2000 31/ 05/ 2000 31/ 08/ 2000 30/ 11/ 2000 28/ 02/ 2001 31/ 05/ 2001 31/ 08/ 2001 30/ 11/ 2001


(21)

paket stimulus fiskal yang dibiayai dengan penjualan obligasi pemerintah. Akibatnya, defisit fiskal terus membengkak dan menempatkan Pemerintah Jepang sebagai pengutang terbesar di dunia sehingga peringkat obligasi Pemerintah Jepang terancam turun. Dari sisi moneter, Bank of Japan juga telah berupaya menempuh kebijakan moneter yang longgar dengan menurunkan official discount rate menjadi 0,1%, sementara suku bunga antarbank diarahkan mendekati level 0% (near-zero interest rate policy). Namun, berbagai langkah kebijakan tersebut nampaknya belum mampu mengeluarkan Jepang dari krisis ekonomi sehingga Pemerintah Jepang mencanangkan program reformasi secara menyeluruh dari mulai sektor fiskal, keuangan, dunia usaha, dan birokrasi.

PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASIA (NON-JEPANG) C i n a

Perekonomian Cina –negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia— diperkirakan akan mengalami kenaikan cukup signifikan pada triwulan I 2002, sehingga target pertumbuhan sebesar 7% sepanjang tahun 2002 akan terpenuhi. Pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan I 2002 tersebut diperkirakan akan mencapai 7,5% (y-o-y), naik dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2001 yang mencapai sebesar 6,6%. Membaiknya pertumbuhan ekonomi Cina terutama didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian Amerika Serikat, serta meningkatnya investasi asing yang masuk ke Cina setelah negara tersebut masuk dalam keanggotaan World Trade Organiza-tion. Selain kedua aspek tersebut, tingginya pertumbuhan ekonomi Cina pada triwulan I 2002 juga didukung oleh relatif tingginya pengeluaran pemerintah dan masyarakat. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang mengesankan tersebut nampaknya masih belum cukup besar untuk menyerap seluruh tenaga kerja. Seiring dengan membaiknya per-ekonomian, tingkat pengangguran di Cina juga menunjukkan peningkatan

Grafik PDB dan Inflasi Cina (%)

0 2 4 6 8 10 12 14 Ma r-9 4 De s-94 S ep-95 Jun-96 Ma r-9 7 De s-97 S ep-98 Jun-99 Ma r-0 0 De s-00 S ep-01 PD B -5 0 5 10 15 20 25 30 Inf la si PDB Inflasi Mar-02


(22)

cukup signifikan. Pemerintah Cina mencatat kenaikan pengangguran di perkotaan sebesar 3,6% pada akhir tahun 2001. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah Cina untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan menurunkan suku bunga pada bulan Februari 2002. Penurunan tingkat suku bunga tersebut merupakan yang pertama kalinya, setelah lebih dari dua setengah tahun, dalam rangka meningkatkan pengeluaran dan investasi pada paruh kedua tahun 2002.

Membaiknya kondisi perekonomian Amerika akhir-akhir ini berdampak cukup signifikan terhadap kinerja ekspor Cina. Pada dua bulan pertama triwulan I 2002, ekspor Cina tumbuh pesat. Pada periode Januari-Februari 2002, ekspor mengalami pertumbuhan sebesar 14,1% dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, pada periode yang sama impor tumbuh 3,2%, jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 8,2%. Dengan perkembangan ekspor dan impor tersebut, surplus neraca perdagangan Cina pada triwulan I 2002 tercatat sebesar USD 6 milyar. Kenaikan ekspor tersebut diperkirakan akan mendorong kenaikan tingkat harga akibat berkurangnya kelebihan supply yang dapat dijual di pasar lokal.

Problem deflasi yang selama beberapa periode dialami Cina, nampaknya masih akan terjadi pada triwulan I 2002, bahkan pada bulan Januari 2002, Indeks Harga Konsumen turun sebesar 1%, yang merupakan penurunan terbesar dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Kecenderungan turunnya harga tersebut berlanjut pada bulan kedua triwulan I 2002, Laju inflasi di Cina, pada awal triwulan I 2002 menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya. Kecenderungan turunnya indek harga konsumen tersebut tidak berlanjut pada bulan Februari, sebagai dampak naiknya permintaan konsumen berkaitan dengan perayaan tahun baru. Namun, untuk bulan-bulan selanjutnya Cina diperkirakan masih akan dilanda deflasi sejalan dengan kecenderungan masyarakat untuk meningkatkan tabungan dan mengurangi konsumsi menyusul masuknya Cina dalam WTO, serta meningkatnya jumlah pengangguran. Sebagai ilustrasi, Cina Petroleum & Chemical Corp. atau Synopec, telah merencanakan untuk mem-PHK-kan sekitar 37,000 pekerja pada tahun 2002, Province Liaoning di Cina akan mem-PHK-kan lebih dari separuh pegawai sipil (540,000 pekerja) akibat ditutupnya perusahaan metal dan tambang. Kondisi tersebut diperburuk dengan tindakan dunia usaha menurunkan tingkat harga untuk mempertahankan daya saing produk mereka.

Upaya meningkatkan pengeluaran masyarakat untuk menahan meningkatnya pengangguran dan mengatasi pertumbuhan ekonomi yang menurun telah mendorong anggaran Pemerintah Cina kemungkinan mencatat defisit sebesar 19% menjadi 309,8 miliar yuan pada


(23)

tahun laporan. Pemerintah pusat Cina merencanakan akan melakukan pengeluaran sebesar 1,37 triliun yuan pada tahun 2002 atau 10,1% lebih besar dari tahun 2001. Penerimaan pajak diharapkan tumbuh sebesar 7,7% menjadi 1,06 triliun yuan, melambat dari 21% kenaikan pada tahun lalu. Penerimaan pajak Pemerintah Cina pada dua bulan pertama 2002 tercatat meningkat 13% menjadi 266 miliar yuan ($32 miliar). Selama dua bulan pertama, Pemerintah Cina telah menerima 18,8 miliar yuan dari pajak pendapatan perorangan, lebih besar 29,3% dari tahun lalu dan, sebesar 11,9 miliar yuan dari pajak pendapatan perusahaan, lebih besar 45,9% dari tahun lalu.

Menyadari bahwa akan terjadi kelebihan penawaran di pasar, maka dalam rangka mendorong pengeluaran, Pemerintah Cina akan terus menaikkan gaji pegawai berpendapatan rendah dan para petani. Disamping itu upaya Pemerintah Cina untuk mendorong permintaan domestik juga dilakukan dengan menambah uang di proyek-proyek publik dan kesejahteraan masyarakat. Konsekuensi utama dari kebijakan tersebut adalah membesarnya defisit anggaran pemerintah, yang diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 19% dari tahun sebelumnya, hingga mencapai USD37,4 miliar, senilai 3% dari PDB.

Hong Kong

Setelah mengalami kinerja yang buruk dalam dua triwulan terakhir tahun 2001, kinerja ekonomi Hong Kong pada triwulan I 2002 tampaknya belum menunjukkan perkembangan yang signifikan, meskipun tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat di Hong Kong. Hal tersebut antara lain di tandai oleh belum pulih-nya kinerja ekspor dan consumer

spending, yang mendorong

tertahan-nya pemulihan ekonomi Hong Kong pada triwulan I 2002. Namun, muncul-nya tanda-tanda pemulihan ekonomi di Hong Kong terutama pada bulan terakhir triwulan I 2002 dan membaik-nya perekonomian global tahun ini tampaknya telah mendorong keyaki-nan pemerintah bahwa ekonomi Hong Kong akan tumbuh 1% tahun 2002,

Grafik PDB dan Inflasi Hong Kong (%)

-10 -5 0 5 10 15 20 S ep-96 M ar-9 7 S ep-97 M ar-9 8 S ep-98 M ar-9 9 S ep-99 M ar-0 0 S ep-00 M ar-0 1 S ep-01 M ar-0 2 PD B -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 In fl a s i PDB Inflasi


(24)

lebih tinggi dari angka pertumbuhan tahun lalu sebesar 0,1%. Tanda pemulihan ekonomi tersebut dicerminkan antara lain oleh membaiknya beberapa indikator ekonomi seperti membaiknya aktivitas bisnis, maupun mulai meningkatnya output, order dan purchasing.

Dari sisi domestik, kegiatan ekonomi yang menurun yang dialami Hong Kong selama tiga triwulan terakhir tahun lalu serta melemahnya domestic demand yang terus berlangsung sampai dengan triwulan I 2002, mendorong tingkat harga di Hong Kong kembali mengalami penurunan. Setelah mengalami periode deflasi sejak tahun 1998, pada bulan Februari tahun 2002 Composite Price index (CPI) masih menunjukkan kecenderungan menurun dan mencapai -2,3 % (y-o-y) pada periode tersebut.

Kecenderungan menurunnya tingkat harga tersebut tidak terlepas dari semakin memburuknya kondisi lapangan kerja seiring dengan penurunan kegiatan ekonomi selama ini. Meningkatnya angka pengangguran, yang pada dua bulan pertama tahun 2002 mencapai angka tertinggi yakni 6,7% dan 6,8% pada bulan Januari dan Februari 2002, serta melemahnya permintaan terhadap sektor properti telah mendorong domestic demand di Hong Kong semakin melemah.

Sementara itu, di sisi eksternal, kinerja ekonomi Hong Kong yang belum membaik pada triwulan I 2002 tercermin pada kinerja ekspor yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Sampai dengan bulan Februari tahun ini, ekspor Hong Kong masih terus mengalami penurunan meskipun sedikit melambat dan mencatat penurunan 9,1% (y-o-y) pada periode tersebut. Penurunan ekspor pada bulan tersebut merupakan penurunan terendah sejak bulan Agustus tahun lalu. Namun demikian, membaiknya kondisi ekonomi global tahun ini diharapkan akan mendorong ekspor Hong Kong semakin membaik.

Di sisi lain, dalam bulan yang sama, impor mencatat penurunan sebesar 19,8% dibanding periode yang sama tahun lalu didorong oleh menurunnya permintaan konsumen menyusul tingginya angka pengangguran di Hong Kong. Dengan perkembangan tersebut, defisit perdagangan Hong Kong pada bulan Februari mencapai HK$2,8 miliar, menurun dari HK$17,6 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Menurunnya ekspor Hong Kong yang terus berlangsung saat ini, diperkirakan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Salah satu penyebab kecilnya pengaruh tersebut adalah struktur ekspor Hong Kong yang sebagian besar merupakan import-dependent. Dengan kondisi tersebut, neraca pembayaran diperkirakan akan tetap mengalami surplus sebesar 2,6% tahun 2002 dan sedikit menurun menjadi 2,1% pada tahun 2003.


(25)

Sementara itu, seiring dengan kegiatan ekonomi yang menurun, defisit anggaran pemerintah Hong Kong terus meningkat hingga mencapai dua puluh kali lebih besar dari perkiraan semula. Dalam tahun anggaran yang berakhir tanggal 31 Maret 2002, defisit anggaran mencapai HK$65,6 (USD8,4 miliar) atau mencapai 5,2% dari PDB. Angka tersebut membengkak dari defisit tahun fiskal sebelumnya yang hanya mencapai HK$7,8 miliar. Diperkirakan defisit anggaran akan terus berlangsung dalam tahun-tahun mendatang setelah pemerintah mengisyaratkan akan menunda kenaikan pajak sampai dengan tahun 2006 seiring dengan kegiatan ekonomi yang masih melemah dan angka pengangguran yang tinggi. Dalam rangka memperkecil defisit anggaran, selain menerapkan kenaikan pajak, pemerintah juga telah merencanakan untuk : (i) memotong pembayaran pegawai sipil sebesar 4,75% pada 1 Oktober 2002, (ii) menaikkan pajak minuman keras, (iii) menghapus duty-free pada tembakau dan minuman keras lainnya, serta (iv) mengenakan pajak HK$18 bagi mereka yang datang maupun pergi dari wilayah kepabean Hong Kong. Dengan kebijakan tersebut, pemerintah mengharapkan dapat memperkecil defisit sampai dengan HK$45,2 miliar pada tahun anggaran 2002/2003.

Korea Selatan

Perekonomian Korea menunjukkan pertumbuhan yang semakin membaik. PDB triwulan IV 2001 tumbuh sebesar 3,7% (y-o-y), jauh di atas laju pertumbuhan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 1,8%, sehingga sepanjang tahun 2001 PDB tumbuh sebesar 3%. Walaupun pertumbuhan PDB Korea melambat, setelah pada tahun 2000 mampu tumbuh sebesar 9,3%, namun perekonomian Korea termasuk salah satu yang dapat ‘survive’ di tengah terjadinya

global economic slowdown. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2001 tersebut didorong

oleh pengeluaran domestik yang kuat, termasuk pengeluaran pemerintah, sehingga secara agregat pengeluaran domestik mampu mengkompensasi penurunan ekspor yang terjadi pada periode yang sama.

Perkembangan ekonomi Korea pada triwulan I 2002 diwarnai oleh penurunan aktivitas perdagangan internasional. Nilai ekspor Korea sepanjang triwulan I 2002 kembali terkontraksi walaupun dengan laju yang melambat, yaitu sebesar 10,4% (y-o-y), sementara impor terkontraksi 11,4% (y-o-y). Dengan perkembangan tersebut surplus neraca perdagangan Korea pada 2 bulan pertama triwulan I 2002 mencapai US$760,3 juta.

Setelah menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2001, angka penjualan retail dan wholesale mengalami penurunan pada 2 bulan pertama triwulan I 2002.


(26)

Indeks penjualan retail menurun dari 144,4 pada akhir tahun 2001 menjadi 131,8 pada bulan Januari 2002, dan menurun lagi menjadi 130,7 pada bulan Februari 2002. Indeks penjualan

wholesale juga menurun dari 134,5

menjadi 128,6 pada bulan Januari 2002, dan menjadi 118,8 pada bulan Februari 2002. Menurunnya penjualan retail dan wholesale juga diikuti oleh turunnya produksi sektor manufaktur. Indeks produksi melambat dari 164,7 pada akhir tahun 2001 menjadi 142,5 pada bulan Februari 2002.

Namun penurunan angka penjualan dan produksi tersebut tidak menurunkan persepsi dan ekspektasi konsumen dan kalangan bisnis di Korea, karena penurunan tersebut merupakan fenomena musiman. Indeks consumer confidence yang menggambarkan persepsi konsumen terhadap kondisi perekonomian menunjukkan peningkatan dari 89,2 pada bulan Desember 2001 menjadi 100,5 pada bulan Februari 2002. Sementara itu indeks consumer expectation meningkat dari 100,9 menjadi 107,7.

Optimisme kalangan bisnis juga meningkat dengan melonjaknya indeks business

confidence. Indeks yang pada akhir 2001 sebesar 105,1 bahkan sempat meningkat mencapai

141,90 pada bulan Februari 2002, sebelum sedikit terkoreksi menjadi 140,8 pada bulan Maret 2002. Indikator sektor bisnis lainnya, jumlah persediaan barang (inventories) menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, yaitu menurun menjadi 118 dari level 124,5. Kombinasi perkembangan meningkatnya consumer confidence, consumer expectation, dan business

confidence, serta menurunnya persediaan barang mengindikasikan bahwa aktivitas produksi

sektor industri manufaktur akan segera meningkat.

Perkembangan sektor moneter diwarnai dengan meningkatnya jumlah uang beredar. M1 sepanjang triwulan I 2002 meningkat sebesar 5,06%, sementara M2 meningkat 2,77%. Peningkatan jumlah uang beredar tersebut mendorong kenaikan harga barang-barang konsumsi sebesar 1,63%. Sementara itu, Bank of Korea tetap mempertahankan benchmark suku bunga

Grafik PDB dan Inflasi Korea (%)

-10 -5 0 5 10 15 M ar-9 7 Se p-97 M ar-9 8 Se p-98 M ar-9 9 Se p-99 M ar-0 0 Se p-00 M ar-0 1 Se p-01 M ar-0 2 PD B 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 In fl asi PDB Inflasi


(27)

pada level 4%, dan diperkirakan akan menaikkan suku bunga untuk meredam laju inflasi segera setelah perekonomian semakin membaik.

Indikasi akan meningkatnya aktivitas sektor riil yang didukung oleh perkembangan di sektor moneter tersebut akan sangat menunjang pencapaian perkiraan Pemerintah mengenai pertumbuhan ekonomi Korea sebesar 4% pada tahun 2002.

Singapura

Perkembangan ekonomi Singapura pada triwulan IV 2001 diwarnai dengan pertumbuhan PDB sebesar 5,6% (qoq) atau lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebesar 4,3%. Dengan demikian PDB sepanjang tahun 2001 terkontraksi sebesar 2%.

Membaiknya perekonomian pada triwulan IV didorong oleh permintaan domestik dan sedikit membaiknya ekspor. Kuatnya permintaan domestik tercermin pada meningkatnya penjualan retail. Indeks penjualan retail meningkat dari 133,6 pada akhir triwulan III menjadi 166,8 pada akhir triwulan IV. Meningkatnya penjualan retail mendorong aktivitas produksi sektor manufaktur dimana indeks produksi pada periode yang sama meningkat dari 99,5 menjadi 100,3. Lebih jauh lagi, persepsi kalangan bisnis juga menjadi semakin optimis yang tercermin pada meningkatnya purchasing manager index dari 45,6 menjadi 48,3.

Ekspor Singapura pada triwulan IV meningkat 3,43% (qoq) dibandingkan triwulan III terkontraksi sebesar 5,96%, namun dibanding tahun sebelumnya masih terkontraksi 18,13%. Sementara itu, impor masih terkontraksi walaupun dengan laju kontraksi yang menurun, yaitu dari 2,70% menjadi 1,05%. Dengan perkembangan ini, surplus neraca perdagangan Singapura meningkat dari S$7.495 juta menjadi S$8.026 juta, sehingga posisi neraca pembayaran membaik dari defisit S$2.230 juta menjadi surplus S$3.959 juta. Posisi cadangan devisa juga meningkat dari S$137,55 miliar menjadi S$140 miliar.

Namun perkembangan positif tersebut tidak diikuti secara langsung oleh angka pengangguran. Perusahaan-perusahaan masih terus melakukan pengurangan tenaga kerja sejalan dengan masih lesunya ekspor, sehingga angka pengangguran tetap meningkat menjadi 4,7% pada akhir tahun 2001 dari sebesar 3,8% pada akhir triwulan III 2001.

Perkembangan ekspor, yang merupakan kontributor utama terhadap seluruh pere-konomian Singapura, yang masih lemah mengakibatkan Pemerintah memperkirakan PDB masih akan terkontraksi sebesar 2% pada triwulan I 2002. Ekspor pada bulan Februari 2002 kembali


(28)

terkontraksi sebesar 19,2% (y-o-y). Menurunnya ekspor, disamping karena masih lemahnya permintaan pasar inter-nasional, juga disebabkan oleh apresiasi dollar Singapura yang mengakibatkan harga barang-barang Singapura relatif lebih mahal. Dollar Singapura pada sepanjang bulan Januari – Februari 2002 terapresiasi 0,76% menjadi S$1,8314/USD, sebelum kembali melemah menjadi S$1,8432/USD

pada akhir triwulan I 2002. Menurunnya ekspor secara tidak langsung menekan impor, mengingat sebagian besar impor Singapura merupakan impor bahan baku dari produk ekspor, sehingga impor bulan Februari 2002 ikut menurun sebesar 18,2% (y-o-y). Disamping itu, hadirnya produk-produk serupa dari negara pesaing, seperti Cina yang memiliki biaya produk-produksi relatif rendah sehingga harga produknya lebih murah, semakin menekan ekspor Singapura.

Faktor-faktor lain yang menunjukkan kecenderungan akan terjadinya kontraksi PDB tersebut adalah sedikit menurunnya penjualan retail yang pada triwulan IV 2002 merupakan penggerak perekonomian. Indeks penjualan retail bulan Februari 2002 menurun menjadi 91,9.

Namun, Pemerintah tetap optimis perekonomian akan segera bangkit pada triwulan-triwulan berikutnya sejalan dengan perkiraan membaiknya perekonomian Amerika, sehingga sepanjang tahun 2002 ini perekonomian akan tumbuh antara 1% - 3%. Optimisme pemerintah tersebut didasari oleh sedang dilakukannya negosiasi kesepakatan perdagangan bebas dengan Amerika yang memasuki tahap akhir. Proses negosiasi yang dimulai pada bulan November 2001 tersebut diperkirakan akan mencapai kesepakatan yang penandatanganannya akan dilakukan oleh kedua pihak dalam waktu dekat. Sebelumnya Singapura telah menjalin perdagangan bebas dengan Jepang, Australia, New Zealand, Canada, Mexico dan Eropa

(European Free Trade Area).

Dalam kesepakatan tersebut pihak Amerika akan melonggarkan persyaratan “rules of

origin” (produk ekspor harus diproduksi di dalam negeri) bagi eksportir Singapura, sehingga

eksportir Singapura dapat menekan biaya produksi dengan merelokasi pabriknya ke luar negeri yang upah buruh dan sewa tanahnya lebih murah, seperti Indonesia, Vietnam, Kamboja, dan

Grafik PDB dan Inflasi Singapura (%)

-10 -5 0 5 10 15 Ju n-96 De c-96 Ju n-97 De c-97 Ju n-98 De c-98 Ju n-99 De c-99 Ju n-00 De c-00 Ju n-01 De c-01 PD B -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 In fl as i PDB Inflasi Mar-02


(29)

sebagainya. Selain itu Singapura juga akan membuka pasar industri jasa, termasuk perbankan, pendidikan dan kesehatan, terhadap perusahaan-perusahaan Amerika, sehingga investasi di sektor jasa diperkirakan akan meningkat. Implementasi kesepakatan perdagangan bebas dengan Amerika diperkirakan akan mendongkrak PDB Singapura sebesar 0,7 percentage point.

Disamping itu, pemerintah juga sedang mempersiapkan kebijakan untuk melakukan pemotongan pajak atas perusahaan dan perorangan. Hal ini ditujukan untuk menarik investasi baru, terutama investasi di sektor jasa. Dengan mendorong sektor jasa, pemerintah mencoba memperbaiki struktur perekonomian Singapura untuk mengurangi ketergantungan perekonomian terhadap ekspor produk IT, yang terbukti rentan terhadap external shocks.

Monetary Authority of Singapore atau bank sentral Singapura secara paralel juga melakukan upaya untuk mendorong aktivitas perekonomian dengan terus memompa likuiditas ke dalam perekonomian. Jumlah uang beredar, baik M1, M2 dan M3 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 7,95%, 2,79% dan 2,59% (y-o-y), pada bulan Februari 2002. Pertumbuhan jumlah uang beredar tersebut sedikit meningkatkan harga barang-barang konsumsi sebesar 0,1% dalam dua bulan pertama triwulan I 2002. Namun, dibandingkan tahun sebelumnya masih terjadi deflasi sebesar 0,6% (y-o-y), sedikit lebih tinggi dibandingkan deflasi bulan sebelumnya sebesar 1,1%.

Taiwan

Setelah mengalami kontraksi pada tahun 2001, perekonomian Taiwan pada tahun 2002 ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 2,5%. Optimisme bahwa perekonomian Taiwan akan semakin membaik mulai terlihat di awal triwulan I 2002, yang ditandai dengan meningkatnya ekspor di bulan Januari sebesar 9,2% (y-o-y) dibandingkan tahun sebelumnya. Membaiknya kinerja ekspor Taiwan tersebut sempat terganggu dengan terhentinya pengiriman barang ke luar negeri berkaitan dengan libur tahun baru. Meningkatnya ekspor tersebut ternyata tidak berlanjut pada bulan-bulan berikutnya. Ekspor Taiwan cenderung semakin turun sepanjang bulan Februari akibat turunnya pengiriman barang ekspor karena libur tahun baru. Dampak libur tahun baru tersebut adalah turunnya ekspor Taiwan di bulan Februari sebesar 28,1% dari tahun sebelumnya. Penurunan tersebut lebih besar dari yang diperkirakan, yaitu sebesar 20,5%. Dengan demikian, pada dua bulan pertama triwulan I 2002 ekspor Taiwan turun sebesar 11,1% dari tahun sebelumnya.


(30)

Memasuki bulan Maret, kinerja ekspor Taiwan diprediksikan akan membaik didorong oleh perkiraan naiknya permintaan perangkat kom-puter dan telepon seluler seiring dengan membaiknya kondisi pereko-nomian Amerika Serikat. Berdasarkan perkiraan pemerintah Taiwan, kenai-kan permintaan tersebut akenai-kan men-dorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2002 ke level 2,3%. Optimisme terhadap kenaikan permintaan ekspor

semakin besar di akhir triwulan I 2002 hingga akhir triwulan II 2002. Meningkatnya permintaan ekspor dari Amerika Serikat tersebut, diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2002 sebesar 0,5%.

Memasuki triwulan I 2002, laju inflasi di Taiwan menunjukkan kenaikan menyusul kebijakan pemerintah Taiwan untuk menurunkan subsidi bagi alkohol dan rokok, sebagai konsekuensi keanggotaan Taiwan dalam World Trade Organization. Indeks harga konsumen pada Januari 2002 naik 0,5% dari bulan Desember 2001, namun jika dibandingkan tahun sebelumnya, laju inflasi di bulan Januari tersebut turun sebesar 1,7%. Pada bulan Februari, laju inflasi di Taiwan masih menunjukkan kenaikan sebesar 0,4% dari bulan Januari atau naik 1,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terutama didorong oleh kenaikan permintaan konsumen menjelang perayaan Tahun Baru Cina (Imlek).

Meskipun sempat mengalami kenaikan pada dua bulan pertama tahun 2002, laju inflasi di Taiwan diperkirakan akan mengalami penurunan pada beberapa bulan mendatang, akibat belum pulihnya kondisi perekonomian sebagian besar negara di dunia dan relatif tingginya angka pengangguran di Taiwan. Kondisi tersebut mulai nampak di akhir triwulan I 2002, dimana pada bulan Maret terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen di Taiwan sebesar 0,3% dibandingkan bulan Februari. Prediksi bahwa Indeks Harga Konsumen akan cenderung turun sepanjang tahun 2002, memberikan peluang bagi bank sentral Taiwan untuk melanjutkan kebijakan penurunan tingkat suku bunga pada tahun 2002, atau minimal mempertahankan tingkat suku bunga untuk tidak berubah.

Grafik PDB dan Inflasi Taiwan (%)

-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 Ju n-96 De c-96 Ju n-97 De c-97 Ju n-98 De c-98 Ju n-99 De c-99 Ju n-00 De c-00 Ju n-01 De c-01 PD B -2 -1 0 1 2 3 4 5 In fla s i PDB Inflasi Mar-02


(31)

Malaysia

Setelah mengalami pertumbuhan negatif dalam dua triwulan terakhir tahun lalu, ekonomi Malaysia pada triwulan I 2002 tampaknya akan sedikit membaik. Indikasi membaiknya ekonomi Malaysia semakin kuat menyusul membaiknya lingkungan eksternal seiring dengan tanda-tanda pemulihan ekonomi global. Sementara itu, pengaruh positif dari serangkaian kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan (pro-growth policy) yang diterapkan pemerintah sejak akhir tahun 1998, serta kebijakan untuk mendorong domestic demand sejak tahun lalu menyusul perlambatan ekonomi global, telah menjadi faktor lainnya yang mendorong optimisme tersebut. Menyusul perkembangan tersebut, Bank Negara Malaysia (BNM) memperkirakan ekonomi akan tumbuh 3,5% tahun 2002, meningkat dari angka pertumbuhan tahun lalu sebesar 0,4%. Optimisme atas pemulihan ekonomi Malaysia tersebut didukung oleh perkembangan ekonomi global yang semakin membaik pada triwulan pertama tahun ini, terutama di Amerika Serikat dan negara maju lainnya. Membaiknya lingkungan ekonomi global diharapkan akan memperbaiki kinerja ekspor barang semi-konduktor dan barang-barang elektronik lainnya yang selama ini menjadi tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Meskipun sektor eksternal dalam triwulan pertama tahun ini belum menunjukkan perbaikan signifikan, namun tanda-tanda membaiknya kinerja ekspor mulai tampak seiring dengan mulai meningkatnya order barang-barang elektronik yang merupakan produk unggulan ekspor Malaysia. Kenaikkan order tersebut dicerminkan oleh meningkatnya produksi industri pada bulan Februari 2002 setelah dalam satu tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada bulan Februari, produksi industri tumbuh 2,9% (y-o-y) meningkat dibanding bulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 6,7% (y-o-y). Sementara itu, pada bulan yang sama sektor manufaktur, yang menyumbang 2/3 terhadap produk industri, mengalami pertumbuhan 3,8%. Dari sisi domestik, tekanan permintaan yang masih lemah akibat belum membaiknya kinerja ekonomi domestik secara signifikan, telah mendorong tingkat inflasi di negara tersebut tetap berada pada level yang rendah. Rendahnya tingkat inflasi tersebut juga didorong oleh nilai tukar yang stabil dan harga barang-barang impor yang menurun. Meskipun inflasi pada bulan terakhir triwulan I 2002 meningkat menjadi 2,1% (y-o-y) dari 1,2% (y-o-y) pada bulan sebelumnya, inflasi selama tahun 2002 diperkirakan akan berada pada level 1,8%, lebih rendah dibanding target inflasi bank sentral sebesar 2%. Dengan tingkat inflasi yang moderat tersebut, Bank Negara Malaysia (BNM) mengesampingkan kekhawatiran pengaruh kenaikan harga minyak saat ini terhadap kenaikan harga di negara tersebut.


(32)

Meskipun tanda-tanda mem-baiknya kinerja ekspor semakin kuat, namun penurunan ekspor yang telah berlangsung sejak satu tahun terakhir masih berlangsung sampai dengan bulan Februari tahun ini. Pada bulan Februari, ekspor mengalami penuru-nan sebesar 15% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, seiring dengan perkembangan eko-nomi domestik masih lemah, impor mengalami penurunan 8,1% (y-o-y)

pada periode yang sama. Penurunan ekspor yang lebih besar dibanding penurunan impor tersebut telah menyebabkan mengecilnya surplus perdagangan Malaysia. Selama dua bulan pertama tahun 2002, surplus perdagangan menurun 11,4% menjadi 8,2 miliar ringgit. Namun, meningkatnya order atas barang ekspor diperkirakan akan memberi pengaruh positif atas kinerja ekspor Malaysia dalam triwulan mendatang. Menyusul perkembangan tersebut, serta pemulihan ekonomi global yang semakin menguat, pemerintah Malaysia memperkirakan ekspor akan tumbuh 4,4% tahun 2002.

Pada sisi lain, meningkatnya arus investasi ke negara tersebut pada triwulan I 2002, menyusul meningkatnya kegiatan FDI maupun porfolio investment terutama di pasar saham serta repatriasi hasil ekspor, telah mendorong surplus meningkatnya capital account. Seiring dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Malaysia per 30 Maret 2002 mengalami kenaikan hingga mencapai USD 32,7 miliar, angka tertinggi sejak September 2000. Cadangan devisa yang mencapai angka tersebut cukup untuk meng-cover lima kali utang luar negeri jangka pendek pemerintah.

Dengan jumlah cadangan devisa yang semakin meningkat, lembaga pemeringkat utang Moodys’s telah menaikkan outlook utang luar negeri Malaysia “Baa2” dari “stable” menjadi ‘positif’. Kenaikan rating sebelumnya juga telah dilakukan lembaga pemeringkat lain yaitu S&P setelah pemerintah Malaysia dinilai berhasil mempertahankan kebijakan nilai tukar ringgit yang di-peg terhadap US dollar maupun kemajuan yang telah dicapai negara tersebut dalam me-restrukturisasi sektor korporasi.

Grafik PDB Konstan dan Inflasi Malaysia (%)

-15 -10 -5 0 5 10 15 Se p-9 6 M ar-9 7 Se p-9 7 M ar-9 8 Se p-9 8 M ar-9 9 Se p-9 9 M ar-0 0 Se p-0 0 M ar-0 1 Se p-0 1 PD B 0 1 2 3 4 5 6 7 In fl a s i PDB Inflasi


(33)

Membaiknya rating Malaysia tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan di pasar modal internasional menyusul rencana Malayan Banking, bank terbesar di negara tersebut, dan perusahaan lainnya menjual obligasi dalam waktu dekat. Rencana tersebut dilakukan setelah Mahathir mendorong perbankan dan perusahaan lain untuk melakukan akuisisi dalam rangka meningkatkan daya saing. Sebelumnya, pada awal bulan Maret 2002, pemerintah telah menjual obligasi senilai USD750 juta.

Dari sisi fiskal, penjualan obligasi pemerintah tersebut merupakan bagian dari kebijakan ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk tahun 2002, pemerintah akan melanjutkan kebijakan ekspansi fiskal tersebut dengan tetap memperhatikan “fiscal prudence”. Kebijakan ekspansi fiskal yang berhati-hati tersebut tercermin dari rencana pemerintah untuk melakukan konsolidasi posisi fiskal pemerintah serta menurunkan target defisit fiskal dari 6,5% terhadap PDB pada tahun 2001 menjadi 5,1% tahun 2002.

Filipina

Filipina sempat mengalami penurunan PDB pada tahun 2001 namun masih lebih baik dibandingkan dengan ekonomi negara-negara Asia timur lainnya. PDB Filipina tahun 2001 mencapai 3,4% sedangkan perkiraan tahun ini mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 2,5% yang disebabkan oleh melemahnya ekspor. Pada dasarnya Filipina tidak bergantung pada ekspor hasil industri tapi bergantung pada sektor jasa dan pertanian, sehingga menurunnya ekspor industri tidak terlalu berdampak buruk terhadap perekonomian Filipina. PDB Filipina tahun 2003 diprakirakan akan meningkat sebesar 3,6% yang disebabkan oleh kenaikan ekspor dan menguatnya permintaan Amerika Serikat serta perbaikan pada sektor teknologi informasi (TI).

Inflasi bulanan terus menerus menurun pada paruh kedua tahun 2001, yang tercatat sebesar 6.1%. Inflasi Filipina pada tahun 2002 diperkirakan akan lebih rendah dari pada inflasi tahun 2001, yaitu sebesar 4-5%. Namun inflasi diperkirakan akan meningkat pada tahun 2003 sebesar 5,7%. Instabilitas mata uang peso, tingginya harga minyak dan meningkatnya biaya makanan sebagai akibat dari gangguan sementara di sisi penawaran telah mendorong meningkatnya inflasi pada paruh pertama tahun 2001.


(34)

Melambatnya tingkat inflasi telah menyebabkan bank sentral Filipina menurunkan suku bunga sebesar 6,25% sejak awal 2001 dalam rangka mendorong pinjaman dan pengeluaran. Namun seluruh tekanan tersebut kini telah berkurang. Meski-pun perekonomian Filipina pada tahun 2001 lebih baik dibandingkan dengan negara tetangganya, namun penuru-nan suku bunga oleh bank sentral masih diperlukan untuk mendorong

pengeluaran masyarakat dan meningkatkan pinjaman oleh sektor perbankan.

Filipina mengalami penurunan inflasi secara tak terduga di bulan Februari mencapai 3,4% sebagai akibat dari menguatnya mata uang peso yg menjadikan produk impor menjadi lebih murah. Faktor yang mempengaruhi inflasi rendah antara lain ekonomi yang lambat yang membatasi tekanan permintaan. Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam mengontrol harga minyak yang diperkirakan akan menurun tahun ini diharapkan dapat membantu mencapai target inflasi.

Sektor eksternal Filipina diperkirakan akan membaik di tahun 2002 seiring dengan pulihnya ekonomi Amerika. Dalam tahun 2002, pendapatan ekspor dan harga produk ekspor diperkirakan akan meningkat. Impor bahan mentah, barang setengah jadi dan barang modal meningkat menyusul mulai pulihnya kegiatan sektor manufaktur sebagai akibat dari pulihnya permintaan eksternal. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tahun 2003, dimana ekspor dipra-kirakan tumbuh sebesar 11,8%. Impor Filipina pada periode yang sama juga dipradipra-kirakan akan meningkat, sehingga surplus perdagangan akan meningkat menjadi US$1 miliar pada tahun 2003.

Thailand

Setelah mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2001 sebesar 1,8%, perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh sebesar 3% di tahun 2002, yang diharapkan bersumber dari ekspor. Mulai pulihnya perekonomian Amerika Serikat diharapkan akan

Grafik PDB dan Inflasi Filipina (%)

-3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 M ar-9 7 Se p-9 7 M ar-9 8 Se p-9 8 M ar-9 9 Se p-9 9 M ar-0 0 Se p-0 0 M ar-0 1 Se p-0 1 Ja n-02 PD B 0 2 4 6 8 10 12 In fla s i PDB Inflasi


(35)

mengakhiri penurunan ekspor Thailand yang cukup drastis tahun lalu. Disamping itu, penurunan suku bunga sejak akhir tahun lalu juga diharapkan akan memicu pengeluaran domestik yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan IV 2001, perekonomian Thailand mulai mengalami rebound sebagai akibat dari peningkatan pengeluaran konsumen dan manufaktur yang mulai kembali membaik. PDB pada triwulan IV 2001 tumbuh sebesar 1,6% setelah pada triwulan III 2001 mengalami pertumbuhan sebesar nol persen.

Ekspor Thailand yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan di tahun 2002 diperkirakan meningkat 2,3% pada tahun 2002 setelah pada tahun 2001 turun sebesar 7% sebagai akibat turunnya tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara pangsa pasar ekspor Thailand terbesar seperti Amerika Serikat, kawasan Eropa dan Jepang. Walaupun demikian, pada bulan Februari 2002 ekspor Thailand ternyata masih mengalami penurunan yaitu sebesar 8,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi $4,7 miliar, setelah pada bulan Januari 2002 juga turun sebesar 6,4%. Sementara itu, impor juga mengalami penurunan pada bulan Februari 2002 sebesar 13,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi $4,3 miliar. Hal ini mengindikasikan bahwa kebangkitan ekonomi Amerika Serikat kemungkinan membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada yang diperkirakan untuk dapat kembali menggairahkan permintaan terhadap barang-barang ekspor Thailand. Amerika Serikat menyumbang seperlima (20%) dari total ekspor Thailand, sementara Eropa dan Jepang masing-masing menyumbang 16% dan 15%. Sementara itu, penurunan ekspor yang diimbangi dengan penurunan impor ini telah meningkatkan surplus transaksi berjalan Thailand dari $820 juta pada bulan Februari tahun 2001 menjadi $989 juta pada bulan yang sama

tahun 2002.

Inflasi untuk triwulan I 2002 sebesar 0,6%, masih di dalam target inflasi antara nol sampai dengan 1%. Sementara itu, IHK pada bulan Maret 2002 meningkat sebesar 0,3% diban-dingkan dengan bulan sebelumnya. Kenaikan inflasi pada bulan Maret 2002 tersebut sebagai akibat dari mening-katnya harga minyak mentah yang mendorong naiknya biaya transportasi

Grafik PDB dan Inflasi Thailand (%)

-8.0 -6.0 -4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 Ma r-9 7 Sep-97 Ma r-9 8 Sep-98 Ma r-9 9 Sep-99 Ma r-0 0 Sep-00 Ma r-0 1 Sep-01 Ma r-0 2 -16 -14 -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 PDB Inflasi PD

B Infl


(36)

dan produksi. Harga minyak mentah internasional pada bulan Maret 2002 meningkat sebesar 19% dari 10% pada bulan Februari. Kenaikan IHK tersebut dikhawatirkan akan membatasi bank sentral dalam melonggarkan kebijakan suku bunga setelah sejak bulan Desember 2001 turun menjadi 2%.

Bank sentral Thailand pada bulan Desember 2001 telah menurunkan suku bunga

benchmark-nya sebesar seperempat percentage point, disusul penurunan berikut pada bulan

Januari 2002 dalam besaran yang sama sehingga menjadi 2% dalam rangka menggairahkan permintaan domestik untuk mengimbangi menurunnya ekspor yang telah menghambat pertumbuhan. Penurunan suku bunga tersebut merupakan penurunan yang pertama kali dalam dua setengah tahun. Pemerintah Thailand mengharapkan agar menurunnya suku bunga akan meningkatkan pinjaman dan investasi. Penurunan suku bunga telah mendorong perusahan Toyota Motor (Thailand) Co. dan perusahaan pembuat mobil lainnya menawarkan pinjaman dengan biaya lebih murah yang berdampak pada meningkatnya penjualan kendaraan.

Pengeluaran konsumen pada triwulan pertama tahun 2002 mencatat kecenderungan meningkat seiring dengan meningkatnya consumer confidence. Naiknya permintaan untuk perumahan telah mendorong produksi manufaktur tumbuh sebesar 2,4% di bulan Februari dibandingkan dengan setahun yang lalu, meningkat dari pertumbuhan 1,5% di bulan Januari.

Business confidence di Thailand pada triwulan pertama 2002 ini meningkat akibat naiknya

pengeluaran konsumen dan ekspektasi rebound di Amerika Serikat. Di lain pihak penggunaan kapasitas pabrik di Thailand masih jauh dari optimal. Pada bulan Februari tercatat penggunaan kapasitas pabrik secara nasional baru sebesar 54,4% dan selama hampir dua tahun terakhir ini belum dapat melebihi 60%. Rendahnya penggunaan kapasitas ini dipengaruhi oleh menurunnya ekspor yang menghambat pertumbuhan produksi dan investasi

Defisit anggaran Thailand pada bulan Februari 2002 mengalami peningkatan dua kali lipat sebagai akibat dari kebijakan Pemerintah Thailand yang melakukan pengeluaran lebih besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Defisit anggaran tersebut meningkat menjadi 22 miliar baht ($507 juta) dari 10,7 miliar baht pada bulan yang sama tahun lalu. Defisit untuk lima bulan pertama tahun fiskal yang dimulai bulan Oktober tersebut membengkak 40% menjadi 121 miliar baht, lebih separuh dari ceiling pemerintah sebesar 200 miliar bath untuk keseluruhan tahun. Baik pemerintah maupun perusahaan umum milik negara akan terus meningkatkan pengeluaran untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya.


(37)

PEREKONOMIAN RUSIA

Pada triwulan I 2002, perekonomian Rusia tumbuh sebesar 3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kecenderungan penurunan laju pertumbuhan telah dimulai sejak tahun 2001 dimana PDB Rusia hanya tumbuh sebesar 5%, menurun dari pertumbuhan ekonomi tahun 2000 sebesar 9%. Penurunan laju pertumbuhan ini disebabkan kecenderungan penurunan harga minyak sehingga mengakibatkan turunnya penerimaan ekspor minyak yang menyumbang seperempat dari keseluruhan ekspor Rusia. Harga minyak mentah turun lebih dari 3% setelah selama enam bulan sempat tinggi akibat cadangan minyak Amerika Serikat yang menumpuk dan OPEC serta Rusia meningkatkan penawaran minyak di pasar dunia pada triwulan I 2001.

Mempertimbangkan besarnya dampak fluktuasi harga minyak terhadap perekonomian Rusia, banyak para analis dan lender asing menyatakan bahwa pemerintah Rusia seyogianya memfokuskan pada upaya melonggarkan ketentuan untuk mendorong kegiatan penyediaan jasa dan pembuatan barang jadi dari pada mengandalkan pada sumber daya mineral seperti minyak dan metal.

Tekanan laju inflasi Rusia tahun 2002 diperkirakan cenderung menurun sejalan dengan melemahnya permintaan di dalam negeri. Pada bulan Maret 2002 laju inflasi melambat menjadi 1,1% dari 1,2% pada bulan Februari dan 3,1% pada bulan Januari. Dengan demikian laju inflasi dalam triwulan I 2001 mencapai 5,4% lebih rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 7,1%. Kenaikan harga tertinggi terjadi pada perumahan dan jasa publik seperti gas alam, pemanasan

(heating), listrik dan air panas.

Peme-rintah Rusia mentargetkan laju inflasi tahunan untuk tahun 2002 sebesar 12%-14%, lebih rendah dari tahun 2001 yang sebesar 18,6%.

Di sisi fiskal, pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2001 hanya sebesar 3,5% telah mendorong pemerintah Rusia untuk memper-timbangkan pengurangan pajak bagi -10 -5 0 5 10 15 Ma r-9 7 Se p-9 7 Ma r-9 8 Se p-9 8 Ma r-9 9 Se p-9 9 Ma r-0 0 Se p-0 0 Ma r-0 1 Se p-0 1 0 20 40 60 80 100 120 140 PDB Inflasi PD B In fla s i


(38)

pengusaha kecil untuk meningkatkan enterpreneurship, sehingga dapat menggerakkan perekonomian. Pengusaha kecil akan dibebaskan dari pajak yang berbelit-belit, seperti

corporate tax on profit, pajak penjualan dan pajak properti. Sementara itu, Pemerintah Rusia

sedang mempertimbangkan untuk memberikan keringanan kepada perusahaan dengan pendapatan tahunan di bawah 10 juta rubles ($320,000) dan perusahaan dengan tenaga kerja kurang dari 20 orang untuk menggantikan seluruh bentuk pajak dengan mengenakan pajak pendapatan sebesar 8% atau pajak keuntungan sebesar 20%. Saat ini pengusaha kecil membayar pajak perusahaan, pajak pertambahan nilai dan unified social tax sebesar 24%.

Anggaran negara pada bulan Januari 2002 mengalami surplus sebesar 82,9 miliar rubles. Penerimaan Pemerintah pusat Rusia pada bulan Januari 2002 mencapai 161,2 miliar rubles, jauh lebih tinggi dari penerimaan pada bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 94,6 miliar rubles. Penerimaan pajak pada Januari 2002 menyumbang sebesar 111,4 miliar rubles, lebih tinggi dari bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 88,9 miliar rubles. Sementara itu pengeluaran pemerintah pada bulan Januari 2002 mencapai 78,3 miliar rubles, lebih rendah dari pengeluaran bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 60,6 miliar rubles. Sebagian dari surplus anggaran bulan Januari 2002 tersebut telah digunakan untuk membiayai utang dalam negeri sebesar 21,7 miliar rubles dan utang luar negeri sebesar 12,3 miliar rubles. Utang luar negeri Rusia keseluruhan pada bulan Januari 2002 sebesar $130,9 miliar. Utang tersebut terdiri dari utang kepada Paris Club sebesar $42,3 miliar dan kepada negara lainnya sebesar $14,8 miliar. Rusia juga menerima pinjaman dari lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia dan European Bank of Reconstruction and Development dengan nilai masing-masing sebesar $7,7 miliar, $7,2 miliar, dan $200 juta.

Di sisi eksternal, turunnya harga minyak dan melambatnya permintaan dunia akan mengurangi surplus neraca perdagangan dan neraca berjalan dari level yang tertinggi tahun 2000-2001. Kendati demikian, sektor eksternal Rusia berada pada posisi yang baik. Neraca berjalan tahun 2001 diperkirakan surplus sebesar US$34 miliar, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar US$46 miliar, atau setara 11% dari PDB. Nilai ekspor mengalami penurunan sejak paruh kedua tahun 2001 sejalan dengan menurunnya harga minyak dan metal, sementara impor meningkat akibat dari pertumbuhan pendapatan riil dan apresiasi nilai tukar rubel. Beberapa perbaikan harga komoditas ekspor Rusia, melambatnya permintaan domestik dan melambatnya apresiasi riil nilai tukar rubles diharapkan menjadikan


(1)

1997

Triwulan I 12.534,3 662,2 4.312,9 6.583,5 1.894,8 18.003,4

Triwulan II 15.196,8 724,6 4.604,6 7.672,8 1.921,5 20.605,0

Triwulan III 15.049,3 546,7 5.244,2 7.945,3 1.861,1 17.887,7

Triwulan IV 10.722,8 401,7 5.135,5 7.908,3 1.507,7 15.258,7

1998

Triwulan I 11.518,7 541.4 5.932,2 8.799,8 1.484,4 16.527,2

Triwulan II 8.543,1 445,9 5.832,5 8.952,0 1.009,2 15.830,3

Triwulan III 7.883,5 276,2 5.064,4 7.842,6 939,7 13.406,4

Triwulan IV 10.048,6 398,0 5.882,6 9.181,4 1.392,7 13.842,2

1999

Triwulan I 10.942,2 393,6 6.295,3 9.786,16 1.518,3 15.836,6

Triwulan II 13.532,1 662,0 6.318,5 10.970,8 2.167,7 17.529,7

Triwulan III 12.733,2 547,9 6.029,8 10.337,0 2.021,9 17.605,5

Triwulan IV 16.962,1 676,9 6.930,2 11.497,1 2.479,1 18,934,3

2000

Triwulan I 17.406,5 583,3 6.540,2 10.921,9 2.132,6 20.337,3

Triwulan II 16.155,8 515,1 6.312,7 10.447,9 2.038,0 17.441,1

Triwulan III 15.648,0 415,5 6.264,1 10.650,9 1.986,7 15.747,0

Triwulan IV 15.095,5 416,3 6.222,5 10.786,8 1.926,8 13.785,7

2001

Triwulan I 12.760,6 381,1 5.633,7 9.878,8 1.674,2 12.999,7

Triwulan II 13.042,5 437,6 5.642,5 10.502,4 1.726,5 12.969,1

Triwulan III 9.950,7 392,5 4.903,4 8.847,6 1.319,5 9.774,6

Triwulan IV 11.397,2 392,0 5.217,4 10.021,5 1.623,6 10.542,6

2002

Triwulan I 11.032,9 481,8 5.271,8 10.403,9 1.803,2 11.024,9

Sumber : Bloomberg

Hong Kong Jakarta London New York Singapura Tokyo

Akhir Periode Stock Stock Stock Stock Stock Stock

Exchange Exchange Exchange Exchange Exchange Exchange

Hang Seng IHSG FT Index Dow Jones ST Index Nikkei

Tabel 19


(2)

L a m p i r a n

123

Total Emerging Market

Total Net Private Capital Inflows1) 231.8 114.6 65.6 65.1 17.1 49.2 68.1 96.7

Net Foreign Direct Investment 119.5 145.1 155.1 158.9 156.2 173.2 157.4 165.7 Net Portfolio Investment 85.9 48.3 -1.6 31.5 -5.7 -13.1 10.7 11.3 Net Other Investment 26.5 -78.9 -87.9 -125.3 -133.5 -111.0 -100.0 -80.3

Negara-negara di Asia yang mengalami krisis2)

Total Net Private Capital Inflows 74.3 -5.6 -31.6 -13.9 -16.5 -18.7 -5.9 -3.9 Net Foreign Direct Investment 11.7 10.2 11.5 14.5 13.5 10.3 9.7 11.4 Net Portfolio Investment 26.9 8.9 -9.0 11.9 7.1 3.1 6.0 1.4 Net Other Investment 35.7 -24.7 -34.1 --- -37.0 -32.0 -21.5 -16.7

Negara-negara di Asia lainnya

Total Net Private Capital Inflows 50.5 22.9 -14.2 10.4 6.0 51.7 24.1 19.0 Net Foreign Direct Investment 45.7 49.7 48.5 43.0 41.7 44.0 49.4 50.3 Net Portfolio Investment 3.5 -0.1 -6.3 0.9 -2.7 -6.9 1.0 -0.8 Net Other Investment 1.3 -26.6 -56.3 -33.5 -33.1 14.7 -26.3 -30.4

Afrika

Total Net Private Capital Inflows 11.3 8.6 10.0 11.0 7.4 8.1 7.5 11.9 Net Foreign Direct Investment 4.3 8.1 6.8 8.9 7.3 21.9 10.6 12.2 Net Portfolio Investment 2.8 7.0 3.7 8.7 -2.4 -8.8 3.4 3.5 Net Other Investment 4.2 -6.5 -0.5 -6.6 2.4 -5.0 -6.5 -3.8

Amerika Latin

Total Net Private Capital Inflows 66.4 70.6 71.3 42.8 44.4 27.2 39.7 52.7 Net Foreign Direct Investment 40.3 56.2 60.6 63.7 63.1 68.2 46.9 53.5 Net Portfolio Investment 38.8 25.9 18.7 11.1 4.6 7.1 4.4 7.8 Net Other Investment -12.7 -11.7 -8.0 -32.0 -23.3 -48.2 -16.7 8.7

Timur Tengah Malta dan Turki

Total Net Private Capital Inflows 7.0 15.0 9.8 0.8 -24.8 -26.5 -9.0 0.1 Net Foreign Direct Investment 4.7 5.2 6.3 5.4 7.7 6.6 7.5 9.0 Net Portfolio Investment 0.6 -0.9 -13.2 -4.2 -15.1 -10.1 -7.1 -4.4 Net Other Investment 1.7 10.7 16.6 -0.4 -17.4 -23.0 -9.4 -4.5

Negara-negara dalam transisi

Total Net Private Capital Inflows 19,3 3.0 20.3 13.9 0.5 7.3 16.7 17.0 Net Foreign Direct Investment 12.5 15.8 21.4 23.4 22.8 22.2 33.3 29.3 Net Portfolio Investment 13.3 7.5 4.5 3.1 2.8 2.5 3.1 3.9 Net Other Investment -3.6 -20.2 -5.6 -12.5 -25.0 -17.4 -19.6 -16.2 1) Net Foreign Direct Investment ditambah Net Portfolio Investment dan Net Other Investment

2) Indonesia, Korea, Malaysia, Philipina, dan Thailand Sumber : IMF, World Economic Outlook, Maret 2002

Kelompok Negara 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Proyeksi

2002 2003

Tabel 20

Private Capital Flows ke Emerging Market


(3)

(4)

AFMM APEC Finance Ministers ‘ Meeting AS Amerika Serikat

ASEAN Association of South East Asian Nation BOD Board of Directors

BOG Board of Governors

CGE Computable General Equilibrium CPI Consumer Price Index

DJIA Dow Jones Industrial Average EC Economic Committee

EMEAP Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks EXCO Executive Committee

FDI Foreign Direct Investment Fed Res Federal Reserve

FSF Financial Stability Forum

G-7 Group-7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada, Italia) G-15 Group-15 (Aljazair, Argentina, Brazil, Chili, India, Indonesia, Jamaika, Kuba,

Malaysia, Meksiko, Mesir, Peru, Srilanka, Thailand, Venezuela, Zimbabwe) G-20 Group-20 (Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brazil, Cina,

Perancis, Jerman, Kanada, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Korea, Meksiko, Rusia, Saudi Arabia, Turki, Uni Eropa, IMF dan Bank Dunia) HLIs Highly Leverage Institutions

HKMA Hong Kong Monetary Authority HRD Human Resource Development

ICT Information, Communication and Technology IFA International Financial Architecture

IFI International Financial Institution IHK Indeks Harga Konsumen IHSG Indeks Harga Saham Gabungan IMF International Monetary Fund IT Information Technology JCI Jakarta Composite Index KBE Knowledge Base Economy

KIEP Korean Institute of International Economy Policy


(5)

KCH Knowledge Clearing House Kospi Korea Stock Price Index m-o-m month on month

NKY Nikkei 225

OECD Organization for Economic Cooperation and Development OPEC Organization of Petroleum Exporting Countries

PDB Produk Domestik Bruto

PHK Pemberhentian Hubungan Kerja PMI Purchasing Manager Index PPN Pajak Pertambahan Nilai q-o-q Quarter on Quarter

R&D Research and Development SIBOR Singapore Interbank Offer Rates S&P Standard and Poors

SOM Senior Official Meeting SET Stock Exchange of Thailand SEACEN South East Asia Central Banks STI Strait Time Index

TI Teknologi Informasi

TILF Trade and Investment Liberalization Facilitation UKM Usaha Kredit Menengah

USD United States Dollar WTO World Trade Organization y-o-y year on year


(6)

Tim Penyusun:

Nanang Hendarsah, Syahrul Baharsyah, Shinta R. I. Soekro, Yati Kurniati, Ferry Syarifuddin, Gunawan B. Padoli, M. Noor Nugroho, M. Taufik Amrozy , Evie Sylviani, Aswin Kosotali, Indah Nuryani , Sari H. Binhadi, Indira Maya Kader, Christine Henny Lydia Pepah

Artikel :

Achjar Iljas, Indira Maya Kader , Christine Henny Lydia Pepah

Data Support :

Dewi Kriswanti

Editor:

Difi A. Johansyah, Benny Siswanto, Aida S. Budiman, Shinta R.I. Soekro

Layout dan Design :