Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah T2 752009012 BAB V

BAB V
PENUTUP
1.

Kesimpulan
Perjanjian perkawinan merupakan kenyataan penting yang terus dilaksanakan

oleh masyarakat Dayak Ngaju secara turun temurun, sejak jaman nenek moyang
yang pertama hingga sekarang. Hal ini dilakukan karena bagi masyarakat Dayak
Ngaju, perjanjian perkawinan adalah sesuatu yang luhur dan suci, yang merupakan
teladan yang diberikan oleh Raying Hatalla Langit.
Walaupun tidak semua masyarakat memahami akan makna yang terkandung
dalam perjanjian perkawinan ini, namun kenyataannya perjanjian perkawinan tetap
terus dilakukan. Ketidaktahuan maupun ketidakmengertian mengenai makna dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak mengurangi niat masyarakat untuk
tetap melaksanakan perjanjian perkawinan ini. Pemahaman yang dimiliki hanyalah
bahwa: perjanjian perkawinan adalah bagian dari keluhuran perkawinan yang harus
dilaksanakan oleh masyarakat, sebagai bagian dari belom bahadat yaitu hidup yang
sesuai dengan aturan, kebiasaan dan adat istiadat yang berlaku umum dalam
masyarakat Dayak Ngaju.
Berdasarkan konsep mengenai perkawinan dan perjanjian perkawinan serta

hasil penelitian di lapangan, nampaklah bahwa perjanjian perkawinan merupakan
pementasan ulang kehidupan leluhur, dimana leluhur masyarakat Dayak Ngaju,
dalam hal ini Raja Garing Hatungku memberikan persyaratan perkawinan seperti
yang diminta oleh Nyai Endas Bulau Lisan Tingang sebagai bukti kesungguhan hati
dan kesetiaan kepada istri yang dicintainya itu.

Hal ini menjadi contoh bagi

perkawinan masyarakat Dayak Ngaju pada masa kini, bahwa perkawinan yang

dilaksanakan harus berdasarkan persyaratan-persyaratan adat yang berlaku.
Persyaratan hadat perkawinan merupakan bentuk penghargaan kita terhadap
perkawinan, pasangan dan keluarganya, dan juga sebagai bentuk penghargaan kita
terhadap warisan leluhur (adat).
Bagi masyarakat Dayak Ngaju, ketika mereka tidak melaksanakan perjanjian
perkawinan seperti yang sudah ditetapkan oleh adat, maka telah terjadi perkawinan
yang tidak luhur. Ketidakluhuran perkawinan ini mengakibatkan perkawinan itu
dapat menghasilkan keturunan yang tidak sempurna, sebagaimana yang dialami
leluhur, bahwa ketika mereka melakukan perkawinan yang tidak “diresmikan” oleh
Raying, maka anak yang ada dalam kandungan lahir dengan tidak sempurna. Tidak

hanya

itu,

jika

tidak

ada

perjanjian

perkawinan,

maka

akan

terjadi


ketidakseimbangan dalam perkawinan. Ketidakseimbangan yang dimaksud antara
lain: tidak ada pedoman atau dasar yang kuat dalam mengarungi kehidupan rumah
tangga;

tidak ada kepastian hukum secara adat mengenai bagaimana cara

menangani masalah yang terjadi dalam perkawinan; tidak ada kejelasan mengenai
pengaturan harta benda yang dimiliki, sehingga dikhawatirkan hal ini akan
menimbulkan sengketa dikemudian hari; tidak ada persyaratan adat yang diberikan
sebagai bukti penghargaan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, dalam hal
ini umumnya yang dirugikan adalah pihak perempuan karena dia tidak memiliki
palaku sebagai modal awal baginya untuk menata kehidupan rumah tangganya.
Dan, tidak ada bukti yang dapat diperlihatkannya kepada anak cucunya kelak.
Semua ini sangat mempengaruhi kehidupan perkawinan.
Sebab itu, bagi masyarakat Dayak Ngaju keberadaan perjanjian perkawinan
sangat penting, sebagai pengikat hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan, antara keluarga pihak laki-laki maupun keluarga pihak perempuan.

Seluruh keluarga pun menyadari bahwa proses pembuatan perjanjian perkawinan
tidaklah mudah, untuk itu sumbangan pemikiran dan keterlibatan dari berbagai

pihak sangat dibutuhkan. Keterlibatan dari semua pihak, asas musyawarah dan
mufakat, interaksi dan komunikasi antara kedua calon mempelai, orang tua dan
keluarga dari kedua belah pihak serta masyarakat, dilihat sebagai sarana
mempererat hubungan sosial. Hal ini, mencerminkan sikap hidup yang
berlandaskan pada falsafah hidup huma betang, yang selama ini dipelihara oleh
masyarakat Dayak Ngaju, yaitu hidup berdasarkan prinsip kebersamaan,
kekeluargaan dan kesetaraan.

Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka

perkawinan itu sah secara adat Dayak Ngaju.
Sebagai suatu perjanjian, maka dalam pelaksanaannya perjanjian perkawinan
membutuhkan komitmen pribadi maupun komitmen moral dari masing-masing
pihak.

Pemahaman yang benar mengenai makna perjanjian perkawinan dan

kesadaran untuk berkomitmen, menjadikan perjanjian itu dapat berfungsi dengan
baik. Jika makna perjanjian perkawinan dipahami dengan baik, maka ketika ada
masalah dalam rumah tangga, kecenderungan untuk mengakhiri perkawinan dapat

dihindari.
2.

Saran-saran:
Mengingat perjanjian perkawinan merupakan hal yang penting dalam

perkawinan, maka berikut ini merupakan saran-saran kepada pihak-pihak terkait,
agar ke depannya kelestarian budaya Dayak ini dapat lebih dikembangkan lagi.
Bagi Kelembagaan Adat Dayak, khususnya Damang Kepala Adat dan Mandir
Adat agar dapat mengadakan sosialisasi mengenai eksistensi Damang dan Mantir
Adat sebagai Hakim Perdamaian Adat kepada warga masyarakat di wilayah
kedamangan. Agar mereka dapat memahami akan peran lembaga ini, sehingga

tidak menyerahkan penyelesaian sengketa yang mereka alami langsung ke
pengadilan pemerintah, tanpa melalui pengadilan adat.

Sehubungan dengan

perjanjian perkawinan adat Dayak Ngaju, penulis menyarankan agar pengertian
simbol-simbol jalan hadat dapat dimasukkkan sebagai lampiran dalam Surat

Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah, sehingga makna
simbol-simbol tersebut dapat dipahami oleh masyarakat Dayak dan juga
masyarakat luas.
Bagi masyarakat Dayak Ngaju, perjanjian perkawinan adat Dayak Ngaju
merupakan salah satu kekayaan budaya yang kita miliki. Kekayaan ini harus terus
dipertahankankan sebagai bagian dari sikap belom bahadat , sekaligus sebagai
identitas suku yang mempersatukan semua kalangan dari berbagai agama. Kita
perlu banyak belajar dari generasi pendahulu kita, khususnya para orangtua yang
memiliki pengetahuan tentang budaya daerah.
Khusus bagi Fakultas MSA UKSW, diharapkan dapat mengembangkan dan
mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai perjanjian perkawinan dari masingmasing suku melalui studi khusus berkaitan dengan pengembangan budaya daerah.