ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG SAMA DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN
PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN
YANG SAMA DI DESA PARADO KECAMATAN PARADO
KABUPATEN BIMA
SKRIPSI
Oleh
LUTFIH
C01211031

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga Islam (AS)
Surabaya
2015

ABSTRAK
Skripsi dengan berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Larangan
Perkawinan Dua Saudara Kandung Pada Tahun Yang Sama Di Desa Parado
Kecamatan Parado Kabupaten Bima” ini merupakan penelitian lapangan untuk
menjawab permasalahan: bagaimana deskripsi larangan perkawinan dua saudara

kandung pada tahun yang sama di desa Parado kec. Parado kab. Bima?
Bagaimana analisis hukum Islam terhadap larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama di desa Parado kec. Parado kab. Bima?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut metode yang digunakan adalah
dengan metode observasi dan interview yang kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode diskriptif
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pertama, tradisi larangan
perkawinan dua saudara kandung pada tahun yang bersamaan adalah keyakinan
yang timbul karena adanya ikatan emosional yang kuat antara masyarakat
dengan nenek moyang atau para leluhurnya. Praktik larangan perkawinan dua
saudara kandung di tahun yang sama di desa Parado, menurut para tokoh berawal
dari kejadian yang telah lampau, ada salah satu keluarga yang melangsungkan
perkawinan pada tahun yang sama, pasca pelaksanaan perkawinan, keluarga
tersebut mengalami musibah yang berturut-turut, maka setelah kasus tersebut
nenek moyang pada waktu itu mulai meyakini bahwa musibah itu terjadi
disebabkan oleh adanya praktik perkawinan dua orang yang masih bersaudara
melangsungkan perkawinan dengan pasanganya masing-masing di tahun yang
sama. Sehingga sampai sekarang kepercayaan itu masih diyakini dan di pegang
teguh oleh masyarakat di desa Parado, diperkuat lagi dengan adanya image atau
pola pikir masyarakat yang beranggapan bahwa apapun yang disampaikan oleh

nenek moyang terdahulu adalah mentaatinya menjadi sebuah kaharusan. Kedua,
kaitanya dengan hukum Islam, tidak ada satupun ayat ataupun hadis yang
memuat atau menyinggung terkait dengan larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama. Islam hanya melarang karena disebabkan oleh
adanya nasab, keluarga semenda dan saudara sesusuan. Itu artinya Islam tidak
melarang kepada keluarga yang ingin melangsungkan perkawinan putra/putrinya
dengan pasanganya masing-masing di tahun yang sama, selama tidak melanggar
rukun dan syarat perkawinan dalam syara’.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka kepada seluruh elemen yang
memiliki pengaruh di desa Parado kec. Parado kab. Bima dalam hal ini para
tokoh dari berbagai latar belakang, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan
tokoh adat, hendaknya melakukan diskusi bersama dengan membahas secara
khusus terkait dengan tradisi larangan perkawinan dua saudara kandung pada
tahun yang bersamaan ini, supaya antara hukum agama dengan adat tidak saling
bertentangan, apalagi sampai hukum agama bisa ditundukkan oleh hukum adat
masyarakat setempat. Dengan diskusi intens antar tokoh tersebut diharapkan
melahirkan kesimpulan akhir, bahwa hukum adat harus tunduk dan disesuaikan
dengan hukum Islam demi kesempurnaan iman dalam beragama.

vii


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ..........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN .........................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................

iii

PENGESAHAN ...............................................................................................

iv


MOTTO ...........................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ............................................................................................

vi

ABSTRAK .......................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR .....................................................................................

viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................

x


DAFTAR TRANSLITERASI .........................................................................

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN .........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ..........................................

6


C. Rumusan Masalah ..................................................................

7

D. Kajian Pustaka .......................................................................

8

E. Tujuan Penelitian ...................................................................

10

F. Kegunaan Hasil Penelitian.....................................................

11

G. Definisi Operasional ..............................................................

11


H. Metode Penelitian ..................................................................

12

I.

Sistematika Pembahasan .......................................................

17

TINJAUAN UMUM LARANGAN PERKAWINAN
MENURUT ISLAM .....................................................................

19

A. Pengertian Perkawinan ..........................................................

19


B. Dasar Hukum Perkawinan .....................................................

21

C. Rukun dan Syarat Perkawinan ...............................................

26

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

D. Sebab Larangan Perkawinan ..................................................

34

E. Konsep ‘Urf dalam Islam .......................................................

39


F. Hikmah dan Tujuan Perkawinan............................................

43

DESKRIPSI TRADISI LARANGAN PERKAWINAN
DUA SAUDARA KANDUNG PADA TAHUN YANG
SAMA DI SESA PARADO KEC. PARADO KAB. BIMA .........

49

A. Deskripsi Wilayah ..................................................................

49

B. Gambaran Umum Larangan Perkawinan Dua Saudara
Kandung Pada Tahun Yang Sama Di Desa Parado ...............

55

C. Pendapat Para Tokoh Masyarakat Dan Tokoh Adat

Tentang Tradisi Larangan Perkawinan Dua Saudara
Kandung Pada Tahun Yang Sama Di Desa Parado
Kecamatan Parado Kabupaten Bima .....................................

61

ANALISI HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN
PERKAWINAN DUA SAUDARA KANDUNG PADA
TAHUN YANG SAMA DI DESA PARADO KEC.
PARADO KAB. BIMA .................................................................

66

A. Deskripsi Penyebab Larangan Perkawinan Dua
Saudara Kandung Pada Tahun Yang Sama .............................

66

B. Analisis Tradisi Larangan Perkawinan Dua Saudara
Kandung Pada Tahun Yang Sama ...........................................


68

PENUTUP .....................................................................................

80

A. Kesimpulan ............................................................................

80

B. Saran ......................................................................................

81

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

84

LAMPIRAN .....................................................................................................

86

BAB III

BAB IV

BAB V

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga
sebagai suami istri dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah
ditentukan oleh syariat Islam.1 Perkawinan merupakan suatu jalan yang
amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga serta keturunan dan
saling mengenal antara satu dengan yang lainya, sehingga akan membuka
jalan untuk saling tolong menolong.
Perbedaan kelamin menyebabkan terjadinya hidup bersama antara
seorang pria dan seorang wanita dan itulah menjadi sebab musabab
kelangsungan hidup manusia.2 hal itu menjadi sumber dari kehidupan dan
perkembangan lebih lanjut merupakan titik pangkal daripada tatanan
masyarakat. kaitanya dengan tradisi adalah suatu kata yang tidak asing
bagi masyarakat Indonesia, dan bahkan tradisi dikategorikan sebagai
sesuatu yang sakral dan wajib diataati oleh masyarakat yang
bersangkutan,

tradisi

itu

sendiri

merupakan

suatu

kepercayaan

masyarakat tertentu terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang secara

1
M. Afnan Hafidh dan A. Ma’ruf Asrori,Tradisi Islami: Panduan Prosesi Kelahiran, Perkawinan
dan Kematian (Surabaya: Khalista, 2009), 88.
2
R.Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia

(Surabaya: Airlangga University Press, 2012), 22.

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

turun temurun dianggap benar adanya, sehingga melanggar merupakan
pengingkaran dan dosa. Antara daerah satu dengan yang lainya terdapat
tradisi yang berbeda-beda baik dari segi ekonomi, pendidikan maupun
terhadap praktik penerapan terhadap nilai-nilai agama.
Tradisi bukanlah hal tabu dikehidupan sehari-hari, akan tetapi hal
ini bahkan sudah dikenal oleh masyarakat pra Islam, pasca Islam dan
dalam bahasa arab dikenal dengan al-adah (adat istiadat), pada zaman
nabi masyarakat arab tidak lepas daripada tradisi-tradisi unik, walaupun
ketika itu oleh Allah lewat Firman Nya langsung dikoreksi terhadap
tradisi yang tidak sejalan dengan konteks Al-Quran. Masyarakat
Indonesia pun syarat akan keyakinan-keyakinan unik terhadap peristiwaperistiwa tertentu. Tradisi itu sendiri memiliki arti dalam bahasa latin
tradisio yang artinya kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana
adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. sedangkan dalam kamus
besar bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti adat kebiasaan turun
temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan ditengah masyarakat
yang dalam anggapanya bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang
paling baik dan benar.3
Masalah perkawinan, baik itu pra perkawinan maupun pasca
perkawinan adalah suatu yang tidak luput dari nuansa tradisi atau adat
istiadat masyarakat, hal ini sering timbul dimasyarakat pedesaan yang
3

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Kartika, 1997), 556.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

masih jauh dari jangkuan tekhnologi, sehingga bisa dikatakan masyarakat
seperti ini hidup dalam pola sederhana, dengan cara sederhana dan masih
memelihara anggapan-anggapan yang berbau irasional yang telah
diwariskan oleh nenek moyangnya.
Pada dasarnya, dalam Islam perkawinan merupakan suatu jalan
yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga serta
keturunan dan saling mengenal antara satu dengan lainya, sehingga akan
membuka jalan untuk saling tolong menolong. Selain itu, pernikahan
merupakan sarana pemenuhan hasrat seksual, yang teramat penting dalam
kehidupan masyarakat sebagai awal untuk mewujudkan sebuah tatanan
masyarakat

dan

keluarga

sebagai

manusia

oleh

pilar

penyokong

kehidupan

bermasyarakat.4
Penciptaan

Allah

mengemban

misi

untuk

meramaikan bumi dengan aturan yang telah digariskan oleh Allah SWT,
Para Nabi dan Rasul itulah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk
menyampaikan Firman-Nya, yang berisi tata aturan sebagai pedoman
hidup yang benar sesuai dengan kehendak Nya. Manusia diciptakan saling
berpasang-pasangan antara kaum laki-laki dan perempuan, bercampurnya
dua pasangan yang berbeda jenis secara syar’i biasa dikenal dalam Islam
ialah dengan lafadz nikah atau perkawinan. Pernikahan adalah sebuah
proses awal dimana seseorang akan melanjutkan kehidupan bersama
pasanganya dalam ikatan rumah tangga, untuk menanamkan fondasi bagi
4

Abdul Jalil, Fiqh Rakyat (Yogyakarta: LKiS, 2000), 285.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

terciptanya keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.5Artinya lakilaki

dan perempuan

sebenarnya saling

membutuhkan. Laki-laki

membutuhkan perempuan dan begitu pula perempuan membutuhkan lakilaki, sehingga apabila tidak ada salah satu, maka sunatullah untuk
berkembang biak tidak dapat dilakukan.6
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai dan kehormatan
manusia sebagai makhluk beradab, lewat aturanya Islam menganjurkan
untuk hidup berpasang-pasangan dengan cara yang terhormat dan mulia,
yaitu melalui sebuah pernikahan terlebih dahulu. Namun seperti yang
saya katakan diatas bahwa dalam pelaksanaan perkawinan ditengah
masyarakat, baik itu masyarakat yang menghuni pulau jawa maupun
diluar jawa memiliki anggapan-anggapan tertentu terhadap pelaksanaan
perkawinan, sehingga kadangkala mempengaruhi substansi atau rukun
dan syarat dalam perkawinan yang telah digariskan oleh Al- Quran dan
Hadits. Misalnya perkawinan culik di Lombok timur, yang mana si lakilaki dibolehkan untuk membawa lari si calon pengantin perempuan. Atau
tradisi masyarakat jawa yang kental akan hitungan hari, pada masyarakat
jawa tertentu memiliki anggapan bahwa tidak semua hari dalam setahun
itu semuanya baik, sehingga mempengaruhi pelaksanaan acara-acara yang
dianggap penting, seperti khitan dan perkawinan.
Dalam hal ini penulis akan membahas tentang “Larangan
Perkawinan Dua Saudara Kandung pada tahun yang bersamaan (kakak
5
6

Rokhmadi, Indahnya Kawin Sesama Jenis (Semarang: Justisia Edisi 25, 2004), 7.
Ibnu Elmi AS Pelu, Konsep Kesaksian(Malang: Setara Press, 2015), 107.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

beradik), di Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima, larangan
itu sudah diyakini dan diamini oleh sebagian besar masyarakat Desa
Parado, sebab dalam anggapan mereka, jika perkawinan dua saudara
kandung dilaksanakan pada tahun yang bersamaan akan membawa
musibah bagi para pengantin, hal-hal yang akan menimpa para mudamudi tersebut seperti, keturunanya akan sengsara atau bahkan akan ada
keturunan yang akan meninggal dunia diantara salah satu pasangan.7
Kepercayaan seperti itu, tentu perlu sebuah kajian yang lebih
mendalam terhadap adanya larangan perkawinan dua saudara kandung
pada tahun yang bersamaan di Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten
Bima, kaitannya dengan adanya anggapan timbulnya musibah bagi para
pelaku (muda-mudi). Mengingat perkawinan adalah ibadah yang sudah
ada ketentuanya, tentu adanya tradisi semacam itu merupakan sesuatu
yang penting untuk ditelusuri, dikaji dan dipelajari lebih mendalam, agar
nanti masyarakat di Desa Parado Kecamatan Parado agar lebih jeli dan
rasional dalam penerapan nilai-nilai agama, terutama dalam masalah
pelaksanaan perkawinan, serta terhindar dari kepercayaan-kepercayaan
yang berbau tahayul, sebab hal itu dapat merugikan mereka sendiri
dihadapan Allah SWT.
Keadaan sebagaimana yang terurai diatas, nyatanya masih terjadi
di Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima, meskipun hal ini
langka, namun dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terdapat 2
7

Arifin,Wawancara,Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima,5 maret 2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

pasangan yang melangsungkan perkawina dua saudara kandung pada
tahun yang sama seperti yang terurai oleh penulis diatas.
Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima termasuk salah
satu desa yang masih belum dijangkau oleh jaringan internet, sehingga
masyarakatnya masih tertutup akan hal-hal yang berbau modern
(perubahan). Meskipun desanya terpencil,akan tetapi untuk kegiatan
kemasyarakatan Desa Parado cukup bagus, serta keteguhanya terhadap
agamanya cukup kuat, walaupun cara pemahamanya masih tradisional.
Masyarakat Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima mayoritas
bermata pencaharian sebagai petani. Meskipun ada sebagian kecil dari
mereka yang berprofesi sebagai Guru dan Pedagang. Untuk tingkat
pendidikan masyarakat Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima
masih tergolong rendah, sebab rata-rata dari mereka hanya lulusan SD
dan SMP. Karena factor pendidikan rendah, masih primitive, sehingga
menimbulkan pemahaman yang kurang tajam terhadap ajaran agama,
serta kecenderungan mempercayai hal-hal yang berbau mistis.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan
diatas, maka dapat diidentifikasi oleh penulis sebagai berikut:
1. Efek mashlahat dan mudharat menurut masyarakat terhadap pelaku
yang melangsungkan perkawianan dua saudara kandung pada tahun
yang sama menurut konsep hukum Islam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

2. Pandangan para tokoh terhadap adanya larangan perkawinan dua
saudara kandung pada tahun yang bersamaan
3. Efektifitas larangan perkawinan dua saudara kandung pada tahun
yang sama secara bersamaan di desa Parado Kecamatan Parado
Kabupaten Bima
4. Pendapat para pelaku pelaksana perkawinan terhadap dilanggarnya
larangan perkawinan dua saudara kandung pada tahun yang sama di
desa Parado kecamatan Parado kabupaten Bima
5. Deskripsi tradisi larangan perkawinan dua saudara kandung pada
tahun yang sama di desa Parado kecamatan Parado kabupaten Bima
6. Analisis hukum Islam terhadap larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama di desa Parado kecamatan Parado
kabupaten Bima
Dari identifikasi masalah tersebut diatas, dan banyaknya persoalan
yang ditemukan dilapangan, untuk menghindari terjadinya kerancuan
serta melebarnya bahasan dalam skripsi yang penulis angkat, maka
penulis membatasinya hanya dalam ruang lingkup sebagai berikut:
1. Deskripsi tradisi larangan perkawinan dua saudara kandung pada
tahun yang sama di desa Parado kecamatan Parado kabupaten Bima
2. Tinjauan hukum Islam terhadap larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama di desa Parado kecamatan Parado
kabupaten Bima

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang tertera pada latar belakang diatas, maka
dapat ditarik rumus masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi tradisi larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama di desa Parado kecamatan Parado
kabupaten Bima?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap larangan perkawinan dua
saudara kandung pada tahun yang sama di desa Parado kecamatan
Parado kabupaten Bima?

D. Kajian Pustaka
Walaupun persoalan yang penulis angkat adalah kepercayaan yang
terdapat pada masyarakat tertentu (tidak semua daerah selalu ada),
artinya persoalan ini tidak banyak diketahui umum, akan tetapi bukan
berarti hal ini belum ada yang mengangkat kepermukaan, sebab sejauh
yang yang penulis ketahui ada beberapa yang telah menyinggungnya
lewat penelitian, diantaranya:
1. Tinjauan hukum Islam terhadap larangan nikah Lusan di Dusun
Nglano Kelurahan Pandean Kecamatan Tasik Madu Kabupaten
Karanganya oleh Nurul Inayah Nim: 04350074. Skripsi ini
mendiskripsikan bahwa di daerah tersebut masyarakatnya meyakini

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

bahwa anak pertama tidak boleh menikah dengan anak ketiga, apabila
hal itu terjadi, maka dapat menimbulkan mudharat bagi para pelaku.8
2. Tinjauan hukum Islam terhadap tradisi pemberian dalam perkawinan
Nglangkahi di Desa Sumbaga Kecamatan Bumijaya Kabupaten Tegal,
oleh: Atikoh: 04350099, masyarakat di Daerah ini mempercayai
bahwa apabila ada anak perempuan yang belum menikah dan
didahului oleh adik perempuanya yang lain, maka dalam pelaksanaan
pernikahanya anak perempuan yang pertama mendapatkan tukon atau
mahar yang sama dengan wanita yang dinikahkan.9
3. Tinjauan hukum Islam terhadap taradisi Ngalose di Desa Kepuh
Kecamatan Tambak bawean Kabupaten Gresik oleh Abd Rozaq:
C01303091, dalam hal ini diterangkan, bahwa tradisi ngalose adalah
tradisi yang mempercayai seseorang yang sudah melaksanakan akad
nikah tidak boleh melakukan hubungan badan itu juga, artinya harus
ada batas waktu atau jenjang waktu yang sudah ditentukan, tujuanya
untuk melestarikan budaya warga setempat dan untuk menghindari
fitnah yang tidak diinginkan.10
Dari hasil telaah pustaka yang dilakukan oleh penulis terhadap
penelitian-penelitian

sebelumnya,

lalu

penulis

mengkaji

dan

Nurul Inayah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Nikah Lusan Di Dusun Nglano Kelurahan
Pandean Kecamatan Tasik Madu Kabupaten Karanganyar” (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2009), 33.
9
Atikoh, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Pemberian Dalam Perkawinan Nglangkahi Di
Desa Sumbaga Kecamatan Bumijaya Kabupaten Tegal” (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2009), 29.
10
Abd Rozaq, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Ngalose Di Desa Kepuh Kecamatan
Tambak Bawean Kabupaten Gresik” (Skripsi—UIN Kalijaga Yogyakarta, 2009), 35.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

membandingkan dengan persoalan yang penulis angkat, memang samasama membahas terkait dengan tradisi atau adat istiadat masyarakat
setempat yang bersinggungan dengan masalah perkawinan, akan tetapi
dari keseluruhan penelitian sebelumnya ada perbedaan prinsipil dengan
penelitian penulis, sebab dalam hal ini penulis melihat tradisi larangan
perkawinan dua sauradara kandung yang dilakukan pada tahun yang sama
di Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima dari perspektif
hukum Islam.

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini merupakan jawaban seputar ruang lingkup
pertanyaan sebagaimana yang terpampang dalam rumusan masalah diatas,
sehingga nantinya dapat diungkap dan dipahami secara jelas dan
terperinci tujuan diadakanya penelitian oleh penulis. Adapun tujuan
tersebut sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui deskripsi tradisi larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama di desa Parado kecamatan Parado
kabupaten Bima
2. Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap tradisi larangan
perkawinan dua saudara kandung pada tahun yang sama di desa
Parado kecamatan Parado kabupaten Bima

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan setidak-tidaknya dapat
bermanfaat dan berdaya guna dalam dua aspek, yaitu:
1. Aspek Teoritis, penelitian ini sekiranya dapat memberikan informasi
dan pengetahuan kepada khalayak umum seputar adanya larangan
perkawinan dua saudara kandung pada tahun yang sama dilihat dari
sudut pandang studi hukum Islam
2. Aspek Praktis, sekiranya dapat memberikan setetes sumbangsih demi
menambah koleksi khazanah ilmu pengetahuan hukum keluarga pada
khususnya, serta tradisi masyarakat Indonesia yang unik dan beragam
dengan menggunakan hukum Islam sebagai pisau analisis, tentunya.
Sehingga dapat dijadikan bahan panduan sekunder bagi kalangan yang
berminat untuk mendalaminya.

G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian ini, maka
dalam hal ini penulis akan memaparkan istilah-istilah dari potongan kata
yang terdapat dalam judul penelitian, yaitu:
Hukum Islam

: segala peraturan agama yang telah ditetapkan
Allah untuk manusia, baik dari Al-Quran maupun
dari sunah Rasul tentang tingkah laku manusia
mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan
mengikat untuk semua umat yang beragama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Islam. Serta ketentuan – ketentuan hukum baik
yang ditetapkan melalui nas atau ijtihad para
mujtahid pada bidang yang tidak ada nas nya,
atau yang lebih dikenal dengan fiqh.11
Perkawinan dua Saudara Kandung

: pernikahan yang dilakukan oleh

dua orang yang beradik kakak (seayah seibu)
terhadap

pasanganya

masing-masing

dan

perkawinan ini dilakukan pada tahun yang
bersamaan
Tahun Yang Sama

: dalam kamus lengkap bahasa indonesia kata
tahun memiliki arti masa yang lamanya dua belas
bulan.12 Sedangkan sama memiliki arti serupa,
sepadan dan berbarengan. Jadi yang dimaksud
dengan Tahun Yang Sama adalah sesuatu yang
dilakukan secara bersama atau berbarengan pada
masa yang lamanya dua belas bulan.

H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang dipergunakan
untuk melakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah
dan tujuan dari penelitian, adapun sebagai berikut:

11
12

Bambang Subandi, et al., Studi Hukum Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 44.
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Kartika, 1997), 507.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

1.

Data Yang Dikumpulkan
Sesuai dengan permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas,
maka data itu dapat diuraikan sebagai berikut:
a.

Data perkawinan dua saudara kandung pada tahun yang sama di
Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima

b.

Data hukum Islam terhadap larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama di Desa Parado Kecamatan Parado
Kabupaten Bima

2.

Sumber Data
Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder, yaitu:
a.

Sumber Data Primer
Data Primer merupakan sumber data pokok yang digunakan
oleh penulis dalam kelangsungan penelitian, maka data ini
merupakan data yang diperoleh penulis melalui wawancara secara
langsung terkait dengan adanya larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang bersamaan oleh masyarakat Desa Parado
Kecamatan Parado Kabupaten Bima. Mengingat data primer adalah
data utama demi kelangsungan penelitian, maka penulis dalam hal
ini mewawancarai beberapa orang dari masyarakat di desa tersebut,
yang terdiri dari:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

1. Pemuka masyarakat, dalam hal ini penulis mewawancarai bapak
Tuan Guru K.H. Muhammad Hasan, B.A (selaku tokoh yang
cukup di hormati oleh masyarakat),
2. Aparatur desa, ialah bapak Mansyur, SH. sebagai kepala desa
3. Pelaku pelaksana perkawinan, yaitu atas nama bapak Arifin
dengan kedua putrinya Ibu Rani dan Ibu Suryani, serta bapak
Syafruddin
4. Tokoh adat, yaitu bapak Ompu Dareho
b.

Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga atau
institusi tertentu. Menurut pendapat yang lain, data sekunder adalah
data yang sudah tersedia sehingga peneliti tinggal mencari dan
mengumpulkan untuk digunakan sebagai penunjang data primer.13
Pada umumnya, data sekunder digunakan sebagai pendukung atau
pelengkap dari data primer. Dalam hal ini seluruh karya yang terkait
dengan studi hukum Islam terhadap larangan perkawinan dua
saudara kandung pada tahun yang sama di Desa Parado Kecamatan
Parado Kabupaten Bima. Yang terdiri dari buku, skripsi maupun
dokumen yang berkaitan dengan penelitian, dalam hal ini meliputi:
1. Hukum Islam Di Indonesia karya Ahmad Rofiq
2. Pencatatan Perkawinan Dan Perkawinan Tidak Dicatat Karya
Neng Djubaidah

13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2010), 21.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

3. Fiqh Keluarga Karya Ali Yusuf As-Subki
4. Pluralism Dalam Perundang-Undangan Perkawinan Karya
Soetojo Prawirohamidjojo
5. Pengantar Penelitian Hukum Karya Soerjono Soekanto
6. Fiqh Munakahat Karya Abd. Rahman
7. Bimbingan Perkawinan Karya Dedi Junaedi
8. Asas-Asas Fiqh Munakahat Hukum Keluarga Islam Karya
Dahlan Idhamy
9. Petunjuk Menuju Perkawinan Islami Karya Muhammad Tholib
10. Asas-asas

dan

Susunan

Hukum

Adat

Karya

Sorojo

Wignyodiporo
11. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Nikah Lusan Di

Dusun Nglano Kelurahan Pandean Kecamatan Tasik Madu
Kabupaten Karanganya Skripsi Nurul Inayah. Nim: 04350074
3.

Teknik Pengumpulan Data
Prosedur penghimpunan data yang diterapkan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
a.

Dokumentasi, merupakan suatu teknik yang oleh penulis digunakan
untuk menghimpun data tertulis dengan memakai konsep analisis.
Teknik ini diterapkan oleh penulis untuk menghimpun data tertulis
terkait dengan larangan perkawinan dua saudara kandung pada
tahun yang sama di desa Parado kecamatan Parado kabupaten Bima
dalam bingkai studi hukum Islam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

b.

Wawancara, merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi

dan

ide

melalui

Tanya

jawab,

sehingga

dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.14teknik Tanya
jawab penulis dengan audiens atau objek penelitian. Tentu penulis
akan mewawancarai secara langsung para pelaku serta tokoh agama
terkait dengan adanya larangan perkawinan dua saudara kandung
pada tahun yang sama di Desa Parado Kecamatan Parado
Kabupaten Bima
4.

Teknik Analisis Data
Adapun teknik pengolahan data yang dipergunakan oleh penulis
dalam penelitian ini, yaitu:
a.

Teknik

deskriptif

analisis,

yaitu

menganalisis

dengan

menggambarkan secara sistematis segala fakta actual yang
ditemukan, kemudian dari hasil tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan yang konkrit. Tentu yang dimaksud oleh penulis adalah
terkait adanya larangan perkawinan dua saudara kandung pada
tahun yang sama di Desa Parado Kecamatan Parado Kabupaten
Bima dengan menggunakan studi hukum Islam. Dan dikaitkan pula
dengan teori dan dalil-dalil yang terdapat dalam literatur sebagai
bahan penunjang dalam menganalisis, sehingga memperoleh
kesimpulan yang bersifat umum.

14

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif (Bandung: Alfabeta, Cet. VI, 2008), 231.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

b.

Pola Deduktif, yaitu dengan mengemukakan teori-teori yang
bersifat umum yang ada kaitanya dengan penelitian, tentu terkait
dengan studi hukum Islam terhadap larangan perkawinan dua
saudara kandung pada tahun yang bersaman di Desa Parado
Kecamatan Parado Kabupaten Bima, sehingga pada akhirnya dapat
diperoleh kesimpulan yang bersifat khusus.

I.

Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dipaparkan oleh penulis dengan tujuan
untuk membantu kelangsungan penulisan serta memudahkan dalam
pemahaman . Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
Bab pertama diawali dengan Pendahuluan yang merupakan
desain penelitian. Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi
dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian Pustaka, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi Operasional, Metode
Penelitian. Dan bab ini diakhiri dengan Sistematika Pembahasan.
Bab kedua memuat tinjauan umum pelaksanaan perkawinan
menurut hukum Islam yang terdiri dari: pengertian pernikahan, Dasar
hukum, rukun dan syarat perkawinan,sebab-sebab adanya larangan
perkawinan, Konsep ‘Urf dalam Islam, Hikmah dan Tujuan Perkawinan
Bab ketiga memuat tradisi larangan perkawinan dua saudara
kandung pada tahun yang sama yang meliputi deskripsi wilayah desa

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Parado. Serta dalam bab ini pula mencakup gambaran umum terkait
dengan tradisi larangan perkawinan dua saudara kandung pada tahun
yang sama di desa Parado yang meliputi latar belakang timbulnya
larangan perkawinan dua saudara pada tahun yang bersamaan, dasar
hukum dipedomani oleh masyarakat sehingga adanya larangan
perkawinan dua saudara kandung pada tahun yang sama, konsekuensi
hukum terhadap pelaku pelaksana perkawinan di tahun yang sama dan
mencakup pula pendapat para tokoh di desa Parado
Bab keempat memuat analisis deskripsi tradisi larangan
perkawinan dua saudara kandung pada tahun sama, studi analisis hukum
Islam terhadap larangan perkawinan dua saudara kandung pada tahun
yang sama di desa Parado kecamatan Parado kabupaten Bima
Bab kelima memuat penutup yang merupakan akhir pembahasan
yang berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

BAB II
TINJAUAN UMUM PELAKSANAAN PERKAWINAN
MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Perkawinan
Menurut uu nomor 1 tahun 1974 perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.1
Perkawinan disebut juga pernikahan, yang berasal dari kata ‫ نكاح‬yang
menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan
untuk arti bersetubuhan, serta digunakan untuk arti akad nikah.2
Perkawinan menurut hukum Islam ialah akad yang sangat kuat atau

mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya
merupakan ibadah.3
Pernikahan (az-zawaj) menurut ahli hadis dan ahli fiqh adalah
perkawinan dalam arti hubungan yang terjalin antara suami dan istri dengan
ikatan hukum Islam, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun
pernikahan, seperti wali, mahar, dua saksi yang adil dan disahkan dengan ijab
dan qabul.4

1

Undang Undang No 1 Tahun 1974 Pasal 1
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa adillatuh(Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 29.
3
Kompilasi Hukum Islam No 1 Tahun 1991 Pasal 1
4
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga”Pedoman Berkeluarga Dalam Islam”(Jakarta: AMZAH,
2012), 1.
2

19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah akad untuk
menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong
antara laki-laki dan perempuan dimana antara keduanya bukan muhrim.5
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, sedangkan menurut istilah bahasa
Indonesia adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara “nikah”
dengan “kawin”, akan tetapi pada prinsipnya hanya berbeda dalam
pengucapanya saja. Apabila ditinjau dari segi hukum nampak jelas bahwa
pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan
yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkanya
hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih
sayang, kebajikan dan saling menyantuni.
Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal
1 merumuskan perkawinan sebagai berikut:
“perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.”
Slamet Abidin memberikan makna perkawinan sebagai suatu akad
antara seorang pria dengans seorang wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan
kedua belah pihak, yang dilakaukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan
syarat yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan percampuran antara
keduanya sehingga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu
sebagai teman hidup dalam rumah tangga.6

5
6

Sudarsono, Pokok – Pokok Hukum Islam(Jakarta: PT Rineka, 1992), 188.
Slamet Abidin, et al., Fiqh Munakahat I…,11.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

B. Dasar Hukum Perkawinan
Pernikahan menurut ajaran Islam adalah melaksanakan sunatullah.
Pernikahan yang dimaksud dengan sunatullah ini merupakan kebutuhan yang
diminati oleh setiap naluri manusia dan dianggap oleh Islam sebagai ikatan
yang sangat kokoh atau mitsaqon ghalizon. Karena itu, pernikahan hendaknya
dianggap sakral dan dimaksudkan untuk membina rumah tangga abadi
selamanya.7 Pernikahan patutnya dianggap sebagai sesuatu yang sakral,
bernuansa ibadah dan yang terpenting merupakan perintah langsung dari Allah
SWT. Sebagaimana dituangkan dalam Al-Quran (An-Nur : 32)
            
      
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan
orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberi-Nya) lagi Maha mengetahui.
Selain sebagai perintah langsung dari Allah, anjuran pernikahanpun
dikuatkan pula oleh baginda rasul lewat sabdanya, yang mana dijelaskan
bahwa melaksanakan pernikan merupakan pengamalan atas sunahnya, hal ini
dijelaskan dalam hadis Nabi:

)‫ال كاح س ِ يت وم ين ر ِغب ع ين س ِ يت ف لييس ِم يّ (رو خاري و مسلم‬
Perkawinan adalah peraturanku barangsiapa yang benci terhadap
peraturanku, maka ia bukan termasuk umatku. (Bokhari dan Muslim).
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada), 43.
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Selain dari itu Islam juga menawarkan manfaat yang luar biasa indah
kepada seseorang yang menunaikan pernikahan, pernikahan sebagai obat
mujarab bagi seseorang untuk terhindar dari perbuatan zina, itu artinya
menjadikan pelakunya terjaga pandanganya dan kehormatanya, sehingga
menjadikan ia sebagai pribadi yang terkontrol. Sebagaimana dinyatakan dalam
hadis :

ِ
ِ
ِ
ِ
‫يا م يعشر الشباب م ِن ي‬
‫استطاع ميكم اليباءة فالييت زوج فانه اغض ل يلبص ِر وا يحصن ل يلفرِج وم ين لي‬
)‫ي يست ِط يع ف عليي ِه بِالص يوِم فاِنه له ِوجاء (رو خار و مسلم‬
Dari Abdullah bin Mas’ud Rasulullah bersabda : Hai sekalian pemuda
barangsiapa diantara kamu yang telah sanggup kawin, maka hendaklah
kawin, sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap
yang dilarang oleh agama) dan memelihara faraj dan barangsiapa yang
tidak sanggup hendaklah berpuasa, karena itu perisai baginya. (HR.
Bukhori dan Muslim).
Pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mapan
untuk segera melaksanakanya, karena dengan pernikahan dapat mengurangi
maksiat penglihatan dan memelihara diri dari perbuatan zina. Mapan artinya
siap dari sisi financial maupun psikologis sebagai benteng untuk membendung
terpaan permasalahan yang muncul dikemudian hari sehingga akan terjalin
hubungan yang harmonis antar pasangan tersebut.
Kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan
melaksanakanya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum
wajib, sunnat, haram, makruh, ataupun mubah.8

8

Slamet Abidin, Fiqh Munakahat I (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 33.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

a.

Perkawinan yang dihukumi wajib
Bagi orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
kawin dan dikhawatirkan akan terjerumus pada perbuatan zina seandainya
tidak kawin, maka hukum melakukan perwinan bagi orang tersebut adalah
wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim
wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang.
Imam Qurtuby berkata, “bujangan yang sudah mampu menikah
dan takut dirinya dan agamanya, sedangkan untuk menyelamatkan diri
tidak ada jalan lain, kecuali dengan pernikahan maka tidak ada
perselisihan pendapat tentang wajibnya ia nikah. Jika nafsunya telah
mendesak, sedang ia tidak mampu menafkahi istrinya, maka Allah nanti
yang akan melapangkan rezekinya.”
Ulama Malikiyah mengatakan bahwa menikah itu wajib bagi
orang yang menyukainya dan takut dirinya terjerumus ke jurang perzinaan
jika ia tidak menikah, sedangkan berpuasa ia tidak mampu.9

b.

Perkawinan yang dihukumi sunnah
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan
akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang
tersebut adalah sunnat.

9

Ibid., 39.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Ulama Hanafiyah dan Hanbaliyah sepakat bahwa menikah itu
sunah bagi orang yang menyukainya, tetapi tidak takut terjerumus pada
lembah perzinaan.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa menikah itu Sunnah bagi
orang yang kurang menyukainya, tetapi menginginkan keturunan karena
ia mampu melakukan kewajiban dengan memberi rezeki yang halal serta
mampu melakukan hubungan seksual.
Sedangkan Imam Syafi’iyah menganggap bahwa menikah itu
Sunnah bagi orang yang melakukanya dengan niat untuk mendapatkan
ketenangan jiwa dan melanjutkan keturunan.10
c.

Perkawinan yang dihukumi haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemampuan
serta tanggungjawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam
rumah tangga sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan
terlantarlah dirinya dan istrinya, begitu juga dengan seorang menikah
dengan tujuan menelantarkan orang lain, wanita yang dinikahi itu tidak
diurus hanya agar wanita itu tidak dapat menikah dengan lain.11maka
hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram. AlQuran surah al-Bakarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang
akan mendatangkan kerusakan :

10
11

Ibid., 35.
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 20.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

              
 
Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimusendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.
Dalam ketetapan hukum ini, Al-Qurtuby turut memberikan
pendapat bahwa jika seorang laki-laki tidak mampu menafkahi istrinya
dan membayar maharnya, serta tidak mampu memenuhi hak-hak istrinya
sebelum ia dengan terus terang menjelaskan keadaan itu kepadanya atau
sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak istrinya. Begitu juga
kalau karena suatu hal ia menjadi lemah, tidak mampu menggauli istrinya,
maka ia wajib menerangkan dengan terus terang agar calon istri tidak
tertipu olehnya.
d.

Perkawinan yang dihukumi makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk menahan diri
sehingga tidak memungkinkan dirinya berbuat zina sekiranya tidak
kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk
dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.
Menurut ulama Malikiyah, menikah itu hukumnya makruh bagi
seseorang yang tidak memiliki keinginan dan takut kalau tidak mampu
memenuhi kewajibanya kepada istrinya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Sedangkan Imam Syafi’i, menikah itu hukumnya makruh bagi
orang yang mempunyai kekhawatiran tidak mampu menunaikan
kewajibanya kepada istrinya.
e.

Perkawinan yang dihukumi mubah
Mubah merupakan hukum asal perkawinan, yaitu suatu perbuatan
yang dibolehkan mengerjakanya, tidak diwajibkan dan tidak pula
diharamkan. Bagi laki-laki yang tidak terdesak dengan alasan-alasan yang
mewajibkan untuk segera menikah, atau alasan-alasan yang menyebabkan
ia harus menikah maka hukumnya mubah.

C. Rukun dan Syarat Perkawinan
Al-Quran menggambarkan perkawinan itu sebagai perjanjian antara
Allah dengan manusia, serta antara manusia yang terlibat didalamnya, tentu
saja agar perjanjian itu bisa kuat dan saling memuaskan satu sama lainya.12
Perkawinan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia
yang wajar dan dengan cara-cara yang terhormat, dan dalam ajaran Nabi,
perkawinan ditradisiskan menjadi sunah beliau. Karena itulah, perkawinan
yang sarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah, perlu diatur dengan syarat dan rukun
tertentu, agar tujuan disyariatkanya perkawinan tercapai.
Sebelum membahas tentang rukun dan syarat perkawinan, alangkah
baiknya diketahui terlebih dahulu istilah dari syarat dan rukun perkawinan itu
12

Hammudah’ Abd. Al’ Ati, Keluarga Muslim(Surabaya: Bina Ilmu, 1984), 79.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

sendiri. Rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian
pekerjaan.13 Rukun sebagai bagian dari sesuatu, yang sesuatu itu tidak akan
terkecuali dengan adanya bagian itu. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang
mesti ada dan tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan.
Rukun perkawinan adalah sesuatu yang menjadi sarana bagi
terlaksananya perkawinan atau sesuatu yang menjadikan dapat dilaksanakanya
perkawinan itu bila sesuatu itu ada, jika sesuatu itu tidak ada maka
perkawinan itu tidak akan bisa terlaksana. Akan tetapi bukan berarti apabila
salah satu dari unsur-unsur tersebut sudah ada perkawinan dapat
dilangsungkan, demikian juga sebaliknya jika salah satu rukunya tidak ada
maka perkawinan juga tidak dapat terlaksana.14
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai syarat dan rukun
perkawinan menurut hukum Islam. Syarat-syarat perkawinan mengikuti
rukun-rukunya, seperti dikemukakan Kholil Rahman.15
a.

Calon mempelai pria, syarat-syaratnya:
1) Beragama Islam
2) Laki-laki
3) Jelas orangnya
4) Dapat memberikan persetujuan
5) Tidak terdapat halangan perkawinan

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat. 45-46.
Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan “Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk”( Yogyakarta:
al-Bayan, 1994), 52.
15
Kholil Rahman, Hukum Perkawinan Islam(semarang: IAIN Walisongo,…), 31-32.
13

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

b.

Calon mempelai wanita, syaratnya:
1) Beragama Islam atau Ahli Kitab
2) Perempuan
3) Jelas orangnya
4) Dapat dimintai persetujuanya
5) Tidak terdapat halangan perkawinan

c.

Syarat-syarat wali nikah
Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan
atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.16. Abu Yusuf dan Abu
Tsaur berpendapat, sah perempuan bernikah, asalkan sudah diizinkan oleh
walinya, tetapi jika ia berkawin dengan tidak diizinkan oleh walinya, lalu
kedua-duanya mengadukan pernikahan itu kepada hakim, dan hakim pun
menetapkan sah perkawinan itu, maka tiadalah boleh bagi hakim Syafi’i
membatalkan.17 Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baliq, berakal
dan adil (tidak fasik). Perkawinan tanpa wali tidaklah sah, dijalaskan
dalam hadis Nabi SAW:

)‫لنِكاح اِل بِوِ يل (روا اخمسائ‬
Artinya: tidak sah perkawinan tanpa wali
Wali yang utama adalah kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke
atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kemudian
kelompok kedua yaitu kerabat saudara laki-laki sekandung atau saudara
16
17

Muhammad Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami(Bandung: Baitus Salam, 1995), 28.
TM. Hasbi As-Shiddieqy, Hukum – Hukum Fiqh Islam(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), 248.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

laki-laki seayah. Kemudian kelompok ketiga terdiri dari kerabat paman,
yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah, dan keturunan lakilaki mereka. Dan kemudian kelompok yang keempat adalah saudara lakilaki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan lakilaki mereka.
Apabila wali-wali tersebut tidak ada, maka hak perwalian pindah
kepada kepala negara yang biasa disebut dengan wali hakim, terkait
dengan ini telah dimuat dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 23:
1) Wali hakim baru dapat be