ProdukHukum BankIndonesia

BANK INDONESIA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon
Fax.
E-mail
Website

: +62 61 3818163
+62 21 3818206 (sirkulasi)
: +62 21 3452489
: BKM_TOD@bi.go.id
: http://www.bi.go.id

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
TRIwuLAN III-2009


Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,
yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada
prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur
Darmin Nasution

Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono

Deputi Gubernur


Siti Ch. Fadjrijah

Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi

Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad

Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo

Deputi Gubernur

Budi Mulya

Deputi Gubernur


i

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

ii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan
Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy
reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan
(4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

strategi Kebijakan Moneter

Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar
nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif
(forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka
menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar
kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan
ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan
mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud
sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka
menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi
jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni
2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga
Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).

BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang
untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang
Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter
harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal
terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG
Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter
Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang
telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan
kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi
dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia
telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya,
Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank
Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.


iii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

iv

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

Gubernur Bank Indonesia

Kata Pengantar

Proses pemulihan yang terjadi pada perekonomian global sampai dengan Q3-09 terus menunjukkan indikasi
yang semakin menguat dan merata di berbagai negara. Perbaikan yang paling tampak adalah di negara-negara
emerging market Asia, terutama China. Sementara di negara maju, kontraksi ekonomi mulai melambat. Dari berbagai
indikator makro ekonomi global, terlihat optimisme pemulihan ekonomi global semakin menguat. Walaupun demikian
faktor risiko masih membayangi proses pemulihan ekonomi dunia terkait masih tingginya angka pengangguran.
Pemulihan yang terjadi pada perekonomian dunia juga tereklesi pada perkembangan yangmembaik di pasar

keuangan global. Sepanjang triwulan III-2009, tingkat risiko di negara maju dan berkembang mulai membaik. Hal itu
tercermin pada perkembangan indikator risiko atau Currency Default Swap (CDS) yang terus menurun. Pasar saham
global pada triwulan III-2009 masih berada dalam tren yang meningkat meski sempat mengalami koreksi harga.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang lebih baik seiring dengan
terus membaiknya perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan III-2009 diperkirakan mencapai 4,2%,
lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 3,9%. Dari sisi permintaan, kinerja konsumsi meningkat
ditopang oleh pendapatan ekspor yang meningkat, keyakinan konsumen yang lebih kuat, serta faktor musiman
menjelang hari raya Idhul Fitri. Kinerja investasi diperkirakan sedikit membaik, meski masih tumbuh rendah. Dari
sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan ekonomi negara mitra dagang yang
semakin membaik, serta harga komoditas global yang meningkat. Sementara, pertumbuhan impor diperkirakan
masih minimal. Di sisi penawaran, sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran, tumbuh membaik
pada triwulan III-2009, seiring dengan perayaan Idhul Fitri. Sementara itu asesmen atas perekonomian daerah oleh
Bank Indonesia juga mengkonfirmasi perkembangan ekonomi domestik yang membaik tersebut. Berbagai daerah di
Indonesia, dengan karakteristik kegiatan ekonomi masing-masing, terbukti memberikan sokongan bagi pertumbuhan
ekonomi domestik.
Di sisi harga, tren penurunan inflasi selama triwulan III-2009 terus menurun mencapai 2,83% (yoy). Rendahnya
tekanan inflasi selama triwulan III-2009 terkait dengan ekspektasi inflasi yang membaik serta nilai tukar rupiah yang
menguat. Sementara, tekanan dari sisi permintaan masih minimal meski terindikasi sudah mulai meningkat. Dari
faktor non-fundamental, selama triwulan III-2009, tercukupinya pasokan bahan pangan turut mengurangi tekanan
terhadap harga.


v

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

Membaiknya perekonomian global, terutama negara mitra dagang, berpotensi memberikan dampak positif
pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia triwulan III-2009. Pemulihan ekonomi global tersebut, terutama
ekonomi negara mitra dagang, serta harga komoditas yang cenderung meningkat, berpotensi mendorong kinerja
ekspor lebih tinggi. Sementara pertumbuhan impor diperkirakan masih rendah terkait dengan kenaikan investasi
yang masih lemah. Neraca transaksi berjalan triwulan III-2009 berpotensi mencatat surplus. Sementara di sisi transaksi
modal dan finansial (TMF), meski sempat mengalami penyesuaian portofolio asing pada Agustus 2009, arus masuk
dana asing dan investasi dalam bentuk portofolio masih mencatat surplus.
Sementara itu, peningkatan sovereign credit rating Indonesia dari Ba3 menjadi Ba2 oleh Moodys berdampak
positif terhadap aliran modal masuk dan ongkos dalam pembiayaan. Selain itu, sebagai bagian dari langkah
kebijakan global yang terkoordinir, Indonesia seperti negara anggota IMF lainnya mendapatkan alokasi SDR yaitu sebesar
SDR1,74 miliar atau setara dengan USD2,7 miliar. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa di akhir September
2009 mencapai USD62,3 miliar yang mencukupi untuk 6,2 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.
Membaiknya Neraca Pembayaran Indonesia dan sentimen positif di pasar keuangan global turut mendorong
kestabilan nilai tukar Rupiah. Meski sempat mengalami tekanan pada akhir Agustus 2009, nilai tukar bergerak

menguat dengan volatilitas yang menurun. Penguatan Rupiah ini didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang
masih kuat seperti tercermin pada neraca transaksi berjalan yang mencatat surplus, imbal hasil yang menarik, serta
persepsi risiko yang membaik sehingga menjadi daya tarik bagi investor asing. Selain itu, sentimen positif ekonomi
global turut mendukung derasnya arus masuk modal asing ke Indonesia.
Di sektor keuangan, berbagai perkembangan di atas telah memberikan dampak positif pada kondisi
sektor keuangan domestik. Secara umum, kinerja pasar keuangan meingkat dan transmisi kebijakan moneter terus
membaik. Di pasar saham, perkembangan bursa efek selama triwulan III-2009 ditandai oleh peningkatan indeks harga.
Fundamental perekonomian domestik yang membaik serta harga komoditas global yang meningkat merupakan faktor
yang mendorong pembelian saham-saham tambang, baik oleh investor asing maupan domestik secara signifikan.
Di pasar obligasi, yield SUN menurun sejalan dengan perkembangan BI Rate yang lebih rendah dan minat investor
asing terhadap SUN yang meningkat. Namun demikian, yield SUN untuk tenor jangka panjang (di atas 15 tahun)
masih cenderung tinggi terkait dengan persepsi risiko yang masih tinggi.
Di sektor perbankan, kondisi perbankan nasional relatif stabil dan respons perbankan terhadap sinyal
kebijakan moneter mulai membaik. Secara mikro, kondisi perbankan nasional tetap stabil, yang diindikasikan
oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) per Agustus 2009 yang cukup tinggi,
sementara itu, rasio gross maupun net untuk Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di angka yang cukup
rendah. Di sisi lain respons suku bunga perbankan masih membaik, terbukti dengan turunnya bunga simpanan
yang pada akhirnya akan mendorong turunnya suku bunga kredit lebih lanjut. Diharapkan respons penurunan suku
bunga kredit akan diikuti oleh penyaluran kredit secara optimal oleh perbankan. Sementara itu, keadaan likuiditas
perbankan dilaporkan cukup likuid.

Ke depan, prospek perekonomian Indonesia di tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh lebih baik dari
perkiraan semula. Hal tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi Rumah Tangga swasta yang masih
kuat, kinerja ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan semula, serta stimulus Pemerintah. Sementara itu, perbaikan kinerja
ekspor dipengaruhi oleh proses perbaikan ekonomi global yang semakin kuat, serta peningkatan harga komoditas
baik non migas maupun migas. Investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas terkait dengan tingkat utilisasi kapasitas
produksi yang masih rendah. Stimulus fiskal Pemerintah juga mampu menopang kinerja ekonomi domestik tercermin
pada pertumbuhan konsumsi dan investasi Pemerintah yang cukup tinggi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan berbagai
sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat. Hal ini sejalan dengan permintaan domestik dan

vi

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

eksternal terhadap sektor-sektor tradable yang meningkat. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Indoensia
di tahun 2009 diperkirakan tumbuh 4,0 – 4,5%, lebih baik dari perkiraan semula 3,5 – 4,0%. Sementara itu, untuk
tahun 2010, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran 5,0 – 5,5%. Beberapa faktor
risiko yang perlu dicermati antara lain adalah ketidakpastian proses pemulihan perdagangan dunia mengingat kentalnya
motif proteksionisme dan orientasi pada perekonomian domestik di negara-negara maju serta meningkatnya harga
minyak dunia yang didorong oleh kegiatan spekulasi.

Di sisi Neraca Pembayaran, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia untuk tahun 2009 dan 2010 diperkirakan
mencatat surplus yang semakin membaik. Kegiatan ekspor diperkirakan membaik didukung oleh proses pemulihan
ekonomi dunia serta kenaikan harga komoditas. Di sisi domestik, impor diperkirakan masih tumbuh terbatas mengingat
kegiatan investasi yang masih tumbuh rendah. Sementara untuk tahun 2010, neraca transaksi berjalan diperkirakan
masih akan mencatat surplus. Di sisi lain, kinerja transaksi modal dan finansial ditopang oleh kondisi domestik dan
eksternal yang lebih kondusif dibandingkan sebelumnya. Kondisi fundamental domestik yang terjaga, persepsi risiko
yang membaik, serta minat investor terhadap aset domestik yang masih kuat diperkirakan mampu mendorong arus
masuk modal asing ke Indonesia, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun penamanan modal asing.
Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut, namun memiliki
potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Selama tahun 2009, inflasi IHK diprakirakan akan
mencapai kisaran sasaran inflasi 4,5+ 1%. Untuk tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya
dalam kisaran 5+ 1% terkait dengan mulai meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri, meningkatnya imported
inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas, serta ekspektasi inflasi.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur
Bank Indonesia pada 5 Oktober 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%.
Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat
suku bunga BI Rate sebesar 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5+
1%. Stance kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif lagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi
perbankan.

Jakarta, Oktober 2009
Pjs. GUBERNUR BANK INDONESIA

Darmin Nasution

vii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

viii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

daftar Isi

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009

Daftar Isi
1. Tinjauan Umum ............................................................................

1

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini ......................................

5

Perkembangan Ekonomi Dunia .......................................................

5

Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................

6

Neraca Pembayaran Indonesia ......................................................... 16

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2009........ 18
Nilai Tukar Rupiah ........................................................................... 19
Inflasi .............................................................................................. 20
Kebijakan Moneter ......................................................................... 22
Boks : Pemberlakuan Kewajiban Giro Minimum Sekunder pada
Tanggal Oktober 2009 ......................................................... 28

4. Perekonomian Indonesia ke Depan ............................................ 30
Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................ 31
Prospek Pertumbuhan Ekonomi ....................................................... 32
Prakiraan Inflasi ............................................................................... 41

5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2009 ............................ 43

Tabel Statistik ................................................................................... 44

ix

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
BANK INdONEsIA

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009

x

daftar Isi

Tinjauan umum

1. Tinjauan Umum
Perkembangan perekonomian global yang terus menunjukkan pemulihan telah
berdampak pada membaiknya ekonomi domestik. Ekonomi Indonesia berpotensi
tumbuh lebih baik dari perkiraan semula, baik untuk tahun 2009 maupun tahun
2010. Di tahun 2009, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 4,0-4,5% atau
lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,5-4,0%. Sementara itu, untuk tahun
2010, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 5,0-5,5%.
Proses pemulihan yang terjadi pada perekonomian global terus menunjukkan indikasi yang
semakin menguat dan merata di berbagai negara. Perbaikan yang paling tampak adalah
di negara-negara emerging market Asia, terutama China. Sementara di negara maju,
kontraksi ekonomi mulai melambat. Dari berbagai indikator makro ekonomi global, terlihat
optimisme pemulihan ekonomi global semakin menguat. Perkembangan penjualan eceran,
utilisasi kapasitas, dan indeks produksi, mulai meningkat baik di negara maju maupun
negara emerging markets. Meski menunjukkan perbaikan, beberapa faktor risiko masih
membayangi pemulihan ekonomi. Risiko tingkat pengangguran yang masih tinggi di negaranegara maju menjadi kendala bagi perbaikan kinerja perekonomian global lebih lanjut.
Pemulihan yang terjadi pada perekonomian dunia juga terefleksi pada perkembangan yang
membaik di pasar keuangan global. Sepanjang triwulan III-2009, tingkat risiko di negara
maju dan berkembang mulai membaik. Hal itu tercermin pada perkembangan indikator
risiko atau Currency Default Swap (CDS) yang terus menurun. Pasar saham global pada
triwulan III-2009 masih berada dalam tren yang meningkat meski sempat mengalami
koreksi harga. Di sektor riil, optimisme terhadap pemulihan ekonomi dan tren pelemahan
dolar AS mendorong kenaikan harga komoditas internasional. Namun, kenaikan harga
tersebut belum memberikan tekanan yang signifikan terhadap perkembangan harga secara
keseluruhan. Inflasi negara maju dan emerging markets masih relatif rendah, bahkan
beberapa negara masih mengalami deflasi sejalan dengan kinerja konsumsi yang masih
sepenuhnya belum pulih.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang lebih baik
seiring dengan terus membaiknya perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan III2009 diperkirakan mencapai 4,2%, lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar
3,9%. Dari sisi permintaan, kinerja konsumsi meningkat ditopang oleh pendapatan ekspor
yang meningkat, keyakinan konsumen yang lebih kuat, serta faktor musiman menjelang
hari raya Idhul Fitri. Kinerja investasi diperkirakan sedikit membaik, meski masih tumbuh
rendah. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan
ekonomi negara mitra dagang yang semakin membaik, serta harga komoditas global yang
meningkat. Sementara, pertumbuhan impor diperkirakan masih minimal. Di sisi penawaran,
sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran, tumbuh membaik pada
triwulan III-2009 seiring dengan perayaan Idhul Fitri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik tersebut juga terkonfirmasi oleh hasil asesmen
perekonomian daerah yang dilakukan Bank Indonesia. Secara umum, perekonomian daerah

1

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009

masih menunjukkan kuatnya konsumsi dan ekspor sejalan meningkatnya permintaan produk
primer dari China, India dan Korea Selatan, serta mulai meningkatnya kegiatan investasi di
seluruh wilayah. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua (KalimantanSulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara dan CPO.
Sumber pertumbuhan dari wilayah Jakarta berupa komoditas hasil industri pengolahan.
Sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta terutama ditunjang
oleh membaiknya kinerja sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor
keuangan. Di wilayah Jabalnustra (Jawa-Bali-Nusa Tenggara) pertumbuhan ekonomi didukung
oleh sektor pertanian tanaman bahan makanan dan sektor perdagangan, serta wilayah
Sumatra dan Kali-Sulampua dipicu oleh sektor pertambangan dan subsektor perkebunan.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah juga didukung oleh realisasi belanja modal
pemerintah daerah (APBD) yang umumnya mulai meningkat di triwulan III-2009. Sementara
itu, terjadinya gempa di wilayah Sumatera Barat diperkirakan akan memengaruhi pertumbuhan
ekonomi di wilayah Sumatera Barat, Sektor unggulan yang selama ini membentuk ekonomi
di Sumatera Barat, seperti sektor pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran, serta
pengangkutan dan komunikasi, diperkirakan terpukul akibat gempa. Namun apabila dilihat
secara nasional, pangsa perekonomian Sumatera Barat terhadap pertumbuhan nasional relatif
masih kecil, yaitu sebesar 1,7% dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi harga, tren penurunan inflasi selama triwulan III-2009 terus menurun mencapai 2,83%
(yoy). Rendahnya tekanan inflasi selama triwulan III-2009 terkait dengan ekspektasi inflasi
yang membaik, nilai tukar rupiah yang menguat, dan perkembangan harga komoditas
global yang masih rendah. Sementara, tekanan dari sisi permintaan masih minimal meski
terindikasi sudah mulai meningkat. Dari faktor non-fundamental, selama triwulan III-2009,
kebijakan Pemerintah di bidang harga masih minimal serta pasokan bahan pangan yang
melimpah turut mengurangi tekanan terhadap harga. Kenaikan harga ruas tol pada 28
September 2009 diperkirakan memberi dampak minimal terhadap inflasi, sebesar 0,05%
pada pembentukan inflasi di tahun 2009.
Membaiknya perekonomian global, terutama negara mitra dagang, berpotensi memberi
dampak positif pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia triwulan III-2009. Pemulihan ekonomi
global tersebut, terutama ekonomi negara mitra dagang, serta harga komoditas global yang
cenderung meningkat, berpotensi mendorong kinerja ekspor lebih tinggi. Sementara, impor
diperkirakan masih rendah terkait dengan kebutuhan investasi yang masih lemah. Neraca
transaksi berjalan triwulan III-2009 berpotensi mencatat surplus. Sementara di sisi transaksi
modal dan finansial (TMF), meski sempat mengalami penyesuaian portfolio asing pada Agustus
2009, arus masuk dana asing dan investasi dalam bentuk portfolio masih mencatat surplus.
Sementara itu, peningkatan sovereign credit rating Indonesia dari Ba3 menjadi Ba2 oleh
Moodys diperkirakan berdampak positif terhadap aliran modal masuk dan ongkos dalam
pembiayaan. Selain itu, sebagai bagian dari langkah kebijakan global yang terkoordinir,
Indonesia seperti negara anggota IMF lainnya mendapatkan alokasi SDR yaitu sebesar SDR1,74
miliar atau setara dengan USD2,7 miliar. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa
di akhir September 2009 mencapai USD 62,3 miliar, yang mencukupi untuk 6,2 bulan impor
dan pembayaran ULN pemerintah.

2

Tinjauan umum

Membaiknya Neraca Pembayaran Indonesia dan sentimen positif di pasar keuangan global
turut mendorong kestabilan nilai tukar rupiah. Meski sempat mengalami tekanan pada akhir
Agustus 2009, nilai tukar bergerak menguat dengan volatilitas yang menurun. Penguatan
rupiah ini didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang masih kuat seperti tercermin
pada neraca transaksi berjalan yang mencatat surplus, imbal hasil yang menarik, serta
persepsi risiko yang membaik sehingga menjadi daya tarik bagi investor asing. Selain itu,
sentimen positif ekonomi global turut mendukung derasnya arus masuk modal asing ke
Indonesia. Rupiah juga relatif masih kompetitif dibandingkan negara kawasan. Selama
triwulan III-2009, rata–rata rupiah menguat 5,55% ke level Rp9.973 per dolar AS dengan
volatilitas yang menurun.
Di sektor keuangan, berbagai perkembangan di atas telah memberikan dampak positif pada
kondisi sektor keuangan domestik. Secara umum, kinerja pasar keuangan meningkat dan
transmisi kebijakan moneter terus membaik. Di pasar saham, perkembangan bursa efek
selama triwulan III-2009 ditandai oleh peningkatan indeks harga. Fundamental domestik
yang membaik serta harga komoditas global yang meningkat merupakan faktor yang
mendorong pembelian saham baik oleh investor asing maupun domestik yang signifikan.
Di pasar obligasi, yield SUN menurun sejalan dengan perkembangan BI Rate yang lebih
rendah dan minat investor asing terhadap SUN yang meningkat. Namun demikian, yield
SUN untuk tenor jangka panjang (di atas 15 tahun) masih cenderung tinggi terkait dengan
persepsi risiko yang masih tinggi.
Di sektor perbankan, kondisi perbankan nasional relatif stabil dan respons perbankan terhadap
sinyal kebijakan moneter mulai membaik. Secara mikro, kondisi perbankan nasional tetap
stabil, yang diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio/CAR) per Agustus 2009 yang cukup tinggi mencapai level 17,0%. Sementara itu, rasio
gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5% dengan rasio net di bawah
2%. Likuiditas perbankan cukup likuid tercermin dari simpanan perbankan pada instrumen
moneter (SBI dan FASBI) yang meningkat, volume transaksi di pasar uang antar bank yang
lebih besar, dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight yang menurun dan
cenderung lebih rendah dari BI rate. Sementara itu, respons suku bunga perbankan terhadap
kebijakan moneter masih membaik, terutama pada suku bunga simpanan. Sampai dengan
pertengahan triwulan III-2009, rata-rata suku bunga kredit menurun sebesar 18 bps atau
lebih besar dari periode yang sama di triwulan sebelumnya. Terkait dengan hal tersebut,
penyaluran kredit perbankan dari Januari sampai dengan Agustus 2009 masih mencatat
46,7 triliun sebesar 3,5% (ytd) .
Ke depan, prospek perekonomian Indonesia di tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh
lebih baik dari perkiraan semula. Hal tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan
konsumsi swasta yang masih kuat, kinerja ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan semula,
serta stimulus Pemerintah. Kinerja konsumsi swasta yang masih kuat didukung oleh tingkat
keyakinan konsumen yang tinggi sejalan dengan inflasi dan suku bunga yang rendah serta
dampak dari pendapatan ekspor yang meningkat. Sementara itu, perbaikan kinerja ekspor
dipengaruhi oleh proses perbaikan ekonomi global yang semakin kuat, serta peningkatan

3

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009

harga komoditas baik non migas maupun migas. investasi diperkirakan masih tumbuh
terbatas terkait dengan tingkat utilisasi kapasitas produksi yang masih rendah. Stimulus
fiskal Pemerintah juga mampu menopang kinerja ekonomi domestik tercermin pada
pertumbuhan konsumsi dan investasi Pemerintah yang cukup tinggi. Dari sisi penawaran,
pertumbuhan berbagai sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat.
Hal ini sejalan dengan permintaan domestik dan eksternal terhadap sektor-sektor tradable
yang meningkat. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Indonesia di tahun 2009
diperkirakan tumbuh 4,0-4,5%, lebih baik dari perkiraan semula 3,5-4,0%. Sementara itu,
untuk tahun 2010, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai kisaran
5,0-5,5%. Beberapa faktor risiko perlu dicermati antara lain bersumber pada masih adanya
ketidakpastian proses pemulihan perdagangan dunia mengingat proses pemulihan di negara
maju yang didukung stimulus fiskal lebih beriorientasi pada permintaan domestik, masih
tingginya angka pengangguran di negara maju, dan masih terdapatnya kecenderungan
proteksionisme di beberapa negara pasca krisis global. Di samping itu, risiko meningkatnya
harga minyak dunia yang didorong oleh kegiatan spekulasi perlu terus dicermati.
Di sisi Neraca Pembayaran, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia untuk tahun 2009 dan
2010 diperkirakan mencatat surplus yang semakin membaik. Kegiatan ekspor diperkirakan
membaik didukung oleh proses pemulihan ekonomi dunia serta kenaikan harga komoditas. Di
sisi domestik, impor diperkirakan masih tumbuh terbatas mengingat kegiatan investasi yang
masih tumbuh rendah. Sementara untuk tahun 2010, neraca transaksi berjalan diperkirakan
masih akan mencatat surplus. Sementara itu, kinerja transaksi modal dan finansial ditopang
oleh kondisi domestik dan eksternal yang lebih kondusif dibandingkan sebelumnya. Kondisi
fundamental domestik yang terjaga, persepsi risiko yang membaik, serta minat investor terhadap
aset domestik yang masih kuat diperkirakan mampu mendorong arus masuk modal asing ke
Indonesia, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun penanaman modal asing.
Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut,
namun memiliki potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Selama tahun
2009, inflasi IHK diprakirakan akan mencapai kisaran sasaran inflasi 4,5±1%. Untuk tahun
2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya dalam kisaran 5±1% terkait
dengan mulai meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri, meningkatnya imported
inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas, serta ekspektasi inflasi. Dari
sisi non-fundamental, kenaikan tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari kenaikan
beberapa administered prices yang bersifat non-strategis. Sementara itu, inflasi volatile
food diprakirakan cukup rendah sejalan dengan pasokan dan distribusi bahan pangan dan
energi yang cukup terjaga.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan
Gubernur Bank Indonesia pada 5 Oktober 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI
Rate pada level 6,5%. Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat
Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat suku bunga BI rate sebesar 6,50% masih
konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5%±1%. Stance
kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian
dan intermediasi perbankan.

4

Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
Perkembangan perekonomian global yang semakin kondusif mendukung kinerja
perekonomian domestik. Selama triwulan III-2009, pemulihan ekonomi global
semakin merata yang didukung oleh perbaikan ekonomi negara di kawasan Asia.
Kondisi tersebut memberi dampak positif pada perkembangan ekonomi di dalam
negeri. Penguatan ekspansi ekonomi tersebut ditopang oleh perbaikan kinerja
ekspor yang terjadi sejalan dengan membaiknya perekonomian negara mitra
dagang. Kegiatan konsumsi masyarakat juga diperkirakan lebih tinggi dari prakiraan
sebelumnya sebagai dampak dari membaiknya pendapatan dan tingkat keyakinan
konsumen. Seiring dengan itu, pertumbuhan investasi diperkirakan membaik yang
didukung oleh membaiknya permintaan dan optimisme pelaku usaha. Perbaikan
pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan akan menahan laju perlambatan
impor pada triwulan laporan. Di sisi penawaran, beberapa sektor diperkirakan
tumbuh membaik pada triwulan III-2009 seiring dengan mulai membaiknya
permintaan domestik dan eksternal. Faktor perayaan Idhul Fitri pada akhir triwulan
III-2009 juga diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor-sektor
yang terkait yaitu sektor industri, sektor perdagangan, serta sektor pengangkutan
dan komunikasi.

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perekonomian global pada triwulan III-2009 mengalami proses pemulihan yang kian menguat
dan lebih merata di seluruh kawasan. Pemulihan ekonomi terutama didorong oleh kinerja
ekonomi negara-negara berkembang Asia, sementara perekonomian negara maju juga
mengalami laju kontraksi yang semakin melambat. Perekonomian dunia diprakirakan akan
mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif (qtq) memasuki semester II-2009. Meski
demikian, tingkat pengangguran yang masih cukup tinggi menjadi kendala bagi pemulihan
konsumsi di negara maju. Sementara itu, prospek pemulihan ekonomi global yang lebih cepat
dari perkiraan dinilai kondusif bagi percepatan perbaikan ekonomi domestik. Namun, respons
pasar keuangan yang tidak setara dengan kemajuan perbaikan kondisi fundamental ekonomi
perlu diwaspadai karena dapat memicu koreksi yang mengganggu instabilitas makro.
Laju kontraksi ekonomi AS pada triwulan II-2009 melambat dan diprakirakan akan tumbuh
positif (qtq) pada triwulan III-2009. Merosotnya aktivitas ekonomi AS dipicu terutama
oleh menurunnya konsumsi swasta akibat tingginya tingkat pengangguran. Hal tersebut
mengakibatkan rumah tangga menahan laju konsumsinya lebih lanjut. Namun demikian,
berdasarkan perkembangan terkini laju kontraksi ekonomi semakin melambat dan ekonomi
AS pada triwulan III-2009 diperkirakan akan tumbuh positif sebesar 3,1% (qtq) atau
-2,5% (yoy). Tingginya savings rate rumah tangga, yang sebelumnya dikhawatirkan akan
menghambat laju pemulihan ekonomi, ternyata mampu menahan kejatuhan konsumsi
rumah tangga yang lebih dalam. Tertahannya konsumsi rumah tangga juga tercermin dari

5

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009

penjualan eceran di triwulan III-2009 yang sudah mencapai trough. Sementara itu, jumlah
PHK tenaga kerja masih terus meningkat terindikasi dari tingginya angka pengangguran
AS yang mencapai 9,7%, meski sudah semakin melambat. Indikasi melambatnya jumlah
PHK tercermin pada penurunan jobless claim (initial maupun continuing) dan penurunan
nonfarm payroll rata-rata triwulan III-2009 sebesar 246 ribu orang dari 428 ribu orang
pada triwulan sebelumnya.
Sektor keuangan global terus mengalami perbaikan. Kondisi keketatan likuiditas terus mereda
didorong oleh aliran likuiditas dan kebijakan quantitative easing oleh beberapa bank sentral.
Injeksi likuiditas yang dilakukan bank sentral seperti the Fed, BOE, BOJ, dan ECB mampu
meredakan ketegangan pasar kredit seperti tercermin dari menurunnya spread Libor dengan
Overnight Index Swap (OIS) ke level sebelum Lehman Brothers bangkrut. Sementara itu,
perkembangan pasar keuangan secara umum positif meski sempat terjadi koreksi yang
ditandai dengan jatuhnya harga saham, terutama di China pada akhir triwulan III-2009.
Tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi di
berbagai kawasan yang lebih baik dari perkiraan dan kondusifnya sektor perumahan AS. Hal
tersebut mampu memberikan optimisme pada pasar keuangan global. Namun demikian,
kenaikan harga aset keuangan di beberapa negara dinilai terlalu cepat dan tidak sebanding
dengan perbaikan kondisi fundamental makroekonomi. Hal itu mengakibatkan terjadinya
proses koreksi harga yang ditandai dengan jatuhnya harga saham beberapa negara terutama
China pada akhir Agustus 2009.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi juga terjadi di Asia. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi
di Asia rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada awal tahun 2009. Beberapa
negara di Asia yang perekonomiannya bertumpu pada sektor eksternal mengalami perbaikan
signifikan seiring dengan permintaan ekspor ke China dan India yang masih tinggi disertai
mulai meningkatnya harga komoditas dunia. Sementara beberapa negara Asia lainnya yang
perekonomiannya lebih bertumpu pada permintaan domestik melanjutkan tren pertumbuhan
positif, seperti China yang tumbuh 7,9% (yoy) dari 6,1% (yoy), India dari 5,8%(yoy) menjadi
6,1% (yoy), dan Vietnam dari 3,1% (yoy) menjadi 3,9% (yoy).
Inflasi dunia masih berada dalam tren menurun akibat melambatnya kegiatan ekonomi.
Berdasarkan data realisasi inflasi yang dikompositkan, tekanan inflasi dunia masih melanjutkan
kecenderungan mereda. Pada Juli 2008, tekanan inflasi dunia masih tinggi atau sebesar 6,0%
(yoy) sejalan dengan melonjaknya harga minyak yang mencapai USD147/barrel. Namun,
seiring dengan melemahnya aktivitas ekonomi dunia dan merosotnya harga komoditas
dunia, tekanan inflasi dunia berangsur-angsur mereda hingga mencapai 0,9% (yoy) pada
Agustus 2009.

PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Seiring dengan berangsur membaiknya permintaan domestik dan kondisi ekonomi global,
pertumbuhan PDB pada triwulan III-2009 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut didukung oleh perkembangan indikator penuntun

6

Perkembangan Makroekonomi Terkini

PDB yang mengindikasikan pemulihan (Grafik 2.1). Berdasarkan perkembangan tersebut,
PDB pada triwulan III-2009 diprakirakan akan tumbuh sebesar 4,2% (yoy). Membaiknya
pertumbuhan perekonomian pada triwulan III-2009 ditopang oleh perbaikan seluruh
komponen permintaan agregat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat ditopang
oleh lonjakan konsumsi rumah tangga menjelang hari besar keagamaan, perbaikan
pendapatan ekspor, dan penguatan keyakinan konsumen. Pertumbuhan ekspor juga
diperkirakan membaik sejalan dengan berlanjutnya perbaikan permintaan negara mitra
dagang terutama emerging markets serta kenaikan harga komoditas. Seiring dengan itu,
investasi diperkirakan tumbuh membaik yang didukung oleh membaiknya permintaan dan
optimisme pelaku usaha. Perbaikan pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan akan
menahan laju perlambatan impor pada triwulan laporan (Tabel 2.1).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2009 diprakirakan meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan
�����

�����
���������

dengan perkembangan indikator penuntun konsumsi rumah tangga
yang mengindikasikan perbaikan meskipun masih berada dalam siklus

���������������

�����

�����

�����

�����

kontraksi setidaknya hingga triwulan ke depan (Grafik 2.2). Peningkatan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga ditopang oleh dukungan daya
beli yang bersumber dari perbaikan kinerja ekspor, rencana pemberian

����
����
����

����

���������������������
���������������������������������������������������������
����������������������������������������������������������������������
�����������������������������
�����������������������������������������������������������������������������
�������������������������������������������������������������������������

����

����

����

pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Selain itu, kenaikan konsumsi rumah

����

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

����

Tunjangan Hari Raya (THR), dan penguatan keyakinan konsumen

����

����

����

tangga juga terkait dengan faktor musiman berupa perayaan hari besar

����

keagamaan dan liburan sekolah pada awal triwulan III-2009. Mencermati

����

perkembangan tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan III-2009 diprakirakan mencapai 4,9% (yoy).

Grafik 2.1
Indikator Penuntun PDB

Indikasi peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III2009 juga tercermin pada perkembangan beberapa indikator dini.
Pertumbuhan konsumsi barang tahan lama (durable goods) hingga
awal triwulan III-2009 mengalami peningkatan terutama pada penjualan sepeda motor.
Perbaikan pertumbuhan konsumsi juga tercermin pada pertumbuhan impor barang
konsumsi hingga Juli 2009 yang bergerak meningkat. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh

Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2007

Indikator

2007

2008

2008

2009

III

IV

I

II

III

IV

I

II

III*

Total Konsumsi

5,3

5,0

4,9

5,5

5,5

6,3

6,4

5,9

7,2

6,3

5,7

Konsumsi Swasta

5,1

5,5

5,0

5,7

5,5

5,3

4,8

5,3

5,8

4,8

4,9

Konsumsi Pemerintah

6,5

2,0

3,9

3,6

5,3

14,1

16,4

10,4

19,2

17,0

11,4

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto

9,7

12,4

9,4

13,7

12,0

12,2

9,1

11,7

3,5

2,7

3,2

Ekspor Barang dan Jasa

7,4

7,9

8,5

13,6

12,4

10,6

1,8

9,5

-19,1

-15,7

-12,4

Impor Barang dan Jasa

7,0

13,9

9,0

18,0

16,1

11,0

-3,5

10,0

-24,1

-23,9

-20,3

PDB

6,6

5,8

6,3

6,2

6,4

6,4

5,2

6,1

4,4

4,0

4,2

* Angka Proyeksi Bank Indonesia

Sumber : BPS

7

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2009

membaiknya penjualan beberapa perusahaan perdagangan konsumsi
���
����������

���

���������������

���
���

�����

kelompok menengah atas (go public). Indeks penjualan eceran pada

�����

awal triwulan III-2009 juga tumbuh membaik dengan ditopang oleh

�����

konsumsi kelompok peralatan tulis serta pakaian dan perlengkapan

�����

selama masa liburan sekolah. Sementara itu, indikator yang terkait

���

����

dengan pembiayaan konsumsi seperti pertumbuhan M1 riil dan kredit

���

����

��

konsumsi hingga Juli 2009 belum menunjukkan peningkatan yang

����

��

����

����������������������������������

��

����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ��
����

����

����

����

����

����

��� �� � �� ��� ��

����

����

signifikan. Kemampuan daya beli masyarakat relatif stabil bahkan
cenderung meningkat ditandai dengan pertumbuhan transaksi kartu
kredit yang cenderung meningkat pada awal triwulan III-2009, meskipun
pertumbuhan transaksi kartu debit cenderung menurun. Perbaikan daya

Grafik 2.2

beli diperkirakan dipengaruhi oleh mulai menurunnya laju perlambatan

Indikator Penuntun Konsumsi

PHK, terlihat dari data Depnakertrans pada 11 September 2009
yang mencatat penambahan jumlah PHK berkurang menjadi 1.134
orang. Sementara itu, dukungan sumber pendapatan lainnya seperti
penerimaan remittance TKI juga meningkat sebesar 5,8% (qtq) menjadi

������

USD 1,8 miliar pada triwulan II-2009. Tingkat keyakinan konsumen pada

���
���

triwulan III-2009 menguat seiring dengan perkiraan membaiknya kondisi

�������

���

ekonomi saat ini serta ekspektasi perbaikan penghasilan (Grafik 2.3).

���

Kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terutama didorong oleh

���

peningkatan komponen Indeks Situasi Sekarang (ISS) dan perkiraan

��
��

masyarakat terhadap prospek perekonomian yang semakin meningkat
�������

serta mulai meredanya kekhawatiran masyarakat terhadap kenaikan

��
�������������������
��

������������������������

�������������������������

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � ��
����
����
����

harga bahan makanan pokok. Optimisme tersebut sejalan dengan
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS yang meningkat dengan didorong
ekspektasi kenaikan pendapatan di triwulan III-2009.

Grafik 2.3
Indeks Keyakinan Konsumen – Survei Konsumen BI

Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan III-2009 diprakirakan
membaik seiring dengan mulai pulihnya permintaan eksternal dan
domestik. Meski demikian, perkembangan indikator penuntun investasi
terkini mengindikasikan pertumbuhan investasi masih berada pada

���
���

����

fase perlambatan setidaknya hingga satu triwulan ke depan (Grafik

���

���

2.4). Meningkatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan meredanya

���

faktor ketidakpastian ekonomi global dan membaiknya permintaan

���

ekspor dari beberapa negara mitra dagang. Membaiknya perkembangan

���
��

ekonomi global serta stabilnya kondisi dalam negeri pasca pelaksanaan

��

Pemilu Pilpres mendorong optimisme pelaku usaha di triwulan III-2009.

��
��
��

Sejalan dengan perkembangan tersebut, investasi pada triwulan III-

��������������������������������������������������������������������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
����
����
����
����
����
����

Grafik 2.4
Indikator Penuntun Investasi

�� ��� �� � �� ���
����
����

2009 diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,2% (yoy). Pangsa utama
pertumbuhan investasi tersebut diperkirakan masih bersumber dari
investasi bangunan (Grafik 2.5).
Membaiknya pertumbuhan investasi juga dikonfirmasi oleh perkembangan
berbagai indikator dini investasi. Pertumbuhan investasi nonbangunan

8

Perkembangan Makroekonomi Terkini

diperkirakan masih relatif rendah sejalan dengan masih lemahnya

�������
��

��

permintaan mesin dan perlengkapan luar negeri serta impor barang
modal (Grafik 2.6). Di sisi lain, investasi bangunan diprakirakan tumbuh

��
��
��

meningkat seiring dengan membaiknya realisasi sektor bangunan dan
proyek infrastruktur. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan konsumsi

��



semen yang hingga pertengahan triwulan III-2009 mengindikasikan
peningkatan. Di sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit investasi belum



���
��������

������������

usaha untuk melakukan kegiatan investasi pada triwulan III-2009 juga

����������

���




��

���

��



��

����

���

menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sementara itu, minat pelaku

��



��
����

����

���

cenderung meningkat. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU-BI)
menunjukkan peningkatan rencana investasi pada triwulan III-2009 yang

Grafik 2.5

didorong oleh perkiraan kenaikan harga jual, perbaikan permintaan

Pertumbuhan Investasi Bangunan & Nonbangunan

domestik, faktor musiman menjelang hari besar keagamaan, serta situasi
pasar yang membaik pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Searah dengan
hasil SKDU-BI, optimisme pengusaha diperkirakan akan berlanjut di
triwulan III-2009 seperti tercermin pada perkiraan Indeks Tendensi Bisnis

��

���
����

�����������������������

���

��

���

��
��


BPS triwulan III-2009 yang meningkat mencapai level 107,8 (Grafik 2.7).
Peningkatan tersebut seiring dengan faktor musiman berupa kenaikan

��

permintaan domestik menjelang hari besar keagamaan serta perkiraan

��

kenaikan order luar dan dalam negeri.

��



��

Pertumbuhan ekspor pada triwulan III-2009 diperkirakan membaik





sejalan dengan perbaikan kondisi perekonomian global. Selain



���



���
��

��

��

��

��

��

��

��

����

������������������������

��

��

��

��

����

ditopang oleh membaiknya permintaan emerging market terutama
untuk komoditas CPO dan batubara, indikasi perbaikan ekspor juga
didukung oleh perbaikan keyakinan konsumen di negara maju serta

Grafik 2.6

pertumbuhan indeks produksi negara Eropa dan Jepang. Perkembangan

Pertumbuhan Impor Barang Modal

volume perdagangan ekspor yang tercermin dari Baltic Dry Index juga
mengindikasikan kenaikan tingkat permintaan eksternal hingga awal
triwulan III-2009. Di sisi pembiayaan ekspor, mulai beroperasinya LPEI
dan penundaan kewajiban L/C pada semester II-2009 diharapkan

������
���

���

perkembangan tersebut, ekspor pada triwulan III-2009 diperkirakan

���
���

���

���
��

���

��
��
��



��

���

��

����



��

���

��

����



��

��

����