ProdukHukum BankIndonesia

BOKS
PENELITIAN POTENSI PENGEMBANGAN STA SOROPADAN
DI JAWA TENGAH
LATAR BELAKANG
Dalam rangka mengidentifikasi potensi Sub Terminal Agro (STA)Soropadan
yang berlokasi di Temanggung, Jawa Tengah, sebagai well-functioning commodity
exchange, pada akhir tahun 2008 Kantor Bank Indonesia Semarang bekerjasama
dengan Center For Micro And Small Enterprises Dynamics (CEMSED)- Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, untuk melakukan penelitian potensi
pengembangan STA Soropadan di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan (1)
menggambarkan peta rantai nilai tiga komoditas/produk yang paling banyak
diperdagangkan di STA Soropadan, untuk mengidentifikasi para pelaku di seluruh
rantai nilai komoditas/produk, kontribusi penciptaan nilai tambah dan alur rantai
permintaan (pasar) dari produk/komoditas tersebut, (2) mengidentifikasi kinerja STA
Soropadan, dan (3) mengetahui dampak yang ditimbulkan dari berdirinya Terminal
Agribisnis Soropadan bagi berbagai pelaku, antara lain bagi petani, kepastian
pasokan produk, penciptaan daya tarik bagi bank, serta identifikasi tingkat
kemajuan perkembangan STA dan Sistem Resi Gudang.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Potensi STA Soropadan

a. STA Soropadan sangat potensial sebagai tempat berlangsungnya transaksi
antara pedagang dan pembeli dari berbagai daerah.
b. Keberadaan STA Soropadan telah menyebabkan peningkatan kebutuhan jasa
perbankan, baik jasa transfer, penyimpanan, maupun pembiayaan, baik bagi
pembeli maupun penjual. Namun, jasa perbankan di Jawa Tengah belum
berperan aktif untuk secara khusus melayani nasabah pelaku transaksi lelang.

c. Keberadaan STA Soropadan sangat potensial untuk mengubah perilaku
petani, dari petani yang berorientasi pada produk menjadi petani yang
berorientasi pada pasar.
d. STA Soropadan memiliki karakter yang berbeda dengan STA lainnya, misalnya
STA Cigombong, Jawa Barat. STA Cigombong fokus pada pengemasan
sayuran (daun, buah dan umbi) dan beroperasi setiap hari untuk memasok
supermarket/hypermarket (Carrefour, Giant), sementara STA Soropadan
dimanfaatkan untuk ajang promosi, agrowisata dan pasar lelang.
2. Peta rantai nilai
Sebagai sampel diambil tiga komoditas untuk melihat rantai nilainya yaitu beras,
kopra, dan cabai yang mewakili masing-masing kelompok komoditi padi-padian,
perkebunan dan holtikultura. Hasil pemetaan rantai nilai tiga komoditi yang
diperdagangkan di STA Soropadan menguatkan alasan pembenaran terhadap

tujuan pendirian STA Soropadan yaitu distribusi nilai tambah antar operator
rantai di hulu dan di hilir masih sangat timpang. Petani hanya mampu
menciptakan nilai tambah sekitar 3% sedang pedagang besar pemain pasar
lelang menikmati nilai tambah lebih dari 15 kali lipat.
3. Analisis Dampak Keberadaan STA Soropadan Pada Pelaku Usaha
Petani berada jauh di mata rantai nilai sehingga tidak mengetahui peran STA
Soropadan. Pada umumnya, dampak yang pasti dirasakan oleh pedagang
adalah bertambahnya jaringan dan informasi bisnis yang dibangun melalui
forum business gathering.
Dari struktur pendapatan, petani menempati posisi yang paling ‘dirugikan’,
namun paling sentral dalam menentukan jenis, kualitas dan volume produksi.
4. Implementasi STA dan SRG
Sistem Resi Gudang belum diimplementasikan dalam optimalisasi pelaksanaan
pasar lelang forward di STA Soropadan.
5. Peran perbankan di pasar lelang menghadapi tantangan dan peluang.
a. Tantangan utama adalah persoalan risiko ingkar janji (gagal kirim atau gagal
bayar) yang masih tinggi yaitu sekitar 20%. Risiko ini mencerminkan
kemungkinan risiko kredit macet bila bank menyalurkan kredit.
b. Masih adanya yang melakukan short selling atau melakukan transaksi jual
atas barang yang belum dimiliki menjadi sumber risiko gagal bayar.

Rekomendasi

1. Produce what you market, not market what you produce (Philip Kotler)
Perspektif pengelolaan STA Soropadan sebaiknya diubah menjadi Produce what
you market, not market what you produce.
2. Mempertinggi frekuensi transaksi
Karena selama ini transaksi di STA Soropadan hanya dilakukan rata-rata 2 bulan
sekali, maka dapat menimbulkan image ketidakpastian pasar, sehingga kurang
menarik minat pelaku. Jika kendalanya terletak pada dampak terhadap biaya
yang harus dibebankan dari APBN/ APBD, maka solusi swastanisasi STA sebagai
pasar lelang diharapkan dapat menjadi jalan keluar.
3. Dukungan infrastruktur
Database yang memadai sebagai salah satu syarat infrastruktur yang diperlukan
dalam penyelenggaraan pasar lelang yang optimal, sehingga harga yang
terbentuk dalam pasar lelang dapat lebih akurat mencerminkan harga pasar di
luar pasar lelang, dan pelaku yang didatangkan dengan fasilitasi akomodasi dari
Pemda dapat diprioritaskan pada pelaku yang bertransaksi pada komoditas
yang sedang masa panen, karena dengan ketersediaan stok pada masa panen
akan mengurangi risiko gagal serah.
4. Optimalisasi Sistem Resi Gudang pada transaksi lelang

Permasalahan wanprestasi di pasar lelang Soropadan selama ini salah satunya
dilatarbelakangi oleh ketiadaan kuantitas suplai komoditas oleh penjual. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, idealnya komoditas yang ditransaksikan di
pasar lelang berupa resi gudang karena resi gudang diterbitkan dengan
underlying asset yang dijamin keberadaannya dan sudah teruji mutunya oleh
Lembaga Penilai Kesesuaian terakreditasi. Namun karena mayoritas komoditas
yang dijaminkan dalam resi gudang baru terbatas gabah, untuk sementara
penggunaan resi gudang tersebut belum berjalan secara optimal. Hingga variasi
komoditas yang dijaminkan melalui resi gudang tersebut meningkat, pengelola
STA dapat senantiasa mensosialisasikan Sistem Resi Gudang kepada para
pelaku.
5. Dalam rangka exit strategy yaitu berakhirnya pengelola (manajemen) pasar
lelang dari pemerintah ke swasta, maka studi kelayakan bisnis (cetak biru atau
road map/pathway) sudah saatnya dipersiapkan. Beberapa dimensi (isu-isu)
strategis yang perlu mendapat perhatian atau kajian mendalam adalah:
Peran pemerintah tetap diperlukan dalam aspek pengawasan dan
pembinaan, seperti pola pengelolaan Bursa Berjangka Jakarta dan
Bursa Efek Indonesia. Dengan demikian partnership pemerintah dan
swasta dapat terwujud.


Pencipta pasar yaitu pedagang (broker, trader) sekaligus berperan
sebagai pemilik dan anggota pasar lelang.
Kajian lebih lanjut mengenai berbagai varian (“model”) pasar lelang
perlu dilakukan.
STA Soropadan perlu mengupayakan redistribusi nilai tambah kearah
hulu.
Selain syarat-syarat yang harus dipenuhi, terdapat juga syarat-syarat
yang mencukupi agar suatu pasar komoditas bisa menjadi pasar
komoditas yang ideal, yaitu:
Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk kebijakan,
regulasi, dan stimulus baik finansial maupun non finansial.
Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi
serta kelengkapan utilitas yang diperlukan.
Orientasi kepada konsumen dan orientasi komersial melalui
peningkatan jaminan jumlah mutu dan ketepatan waktu produksi
baik oleh petani kecil dan perusahaan agribisnis.
Dukungan asosiasi pelaku bisnis (asosiasi petani, KADIN, dll.) serta
penelitian dan pengembangan institusi pertanian (oleh perguruan
tinggi dan lembaga penelitian lainnya).
Potensi perdagangan regional (serta nasional dan internasional).