Manajemen krisis dalam organisasi dakwah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo.

(1)

MANAJEMEN KRISIS DALAM ORGANISASI DAKWAH

PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH SIDOARJO

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh

Rr. Febrina Prima Sari NIM. F120915306

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Setiap lembaga atau organisasi agama memiliki fungsi dakwah nilai-nilai Islam. Di balik itu, tidak bisa dipungkiri bahwa nilai Islam yang berkembang di Indonesia coraknya sangat banyakTakmir masjid An-Nur sidoarjo, sebagai salah satu manifestasi lembaga dakwah Islam milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo memiliki SDM, aset, dan program yang dijalankan sesuai dengan landasan dakwah Muhammadiyah untuk memurnikan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits serta penalaran.

Namun, pada suatu masanya bila sumberdaya yang dimiliki tidak diarahkan untuk kepentingan dakwah yang dimaksud, bisa berpotensi menggagalkan tujuan dakwahnya. Konkretnya ialah ketika sumberdaya ini dimanfaatkan oleh orang atau kelompok yang berbeda pandangan, yakni Sha>lafi. Tentu diperlukan upaya-upaya yang sigap dan cerdas untuk menghadapi situasi demikian.

Penelitian ini mencoba membaca persoalan ini dan upaya yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo dalam menyelamatkan institusi di bawah koordinasinya, Takmir Masjid An-Nur, dari upaya yang dilakukan Sha>lafi. Teori yang digunakan sebagai pisau analisa oleh peneliti ialah teori manajemen krisis. Pendektan penelitiannya adalah kualitatif deskriptif dengan wawancara mendalam dan pengumpulan dokumentasi.

Dari penelitian ini dihasilkan suatu kesimpulan bahwa Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo telah berada dalam situasi krisis pada tahap kronis dan telah mampu mengendalikan infiltrasi Sha>lafi dengan baik, meskipun dalam upaya antisipasinya masih kurang maksimal. Yakni dengan melakukan sterilisasi takmir masjid dan pengisi kajian dari kelompok Sha>lafi kemudian menggantikan dengan asli kader Muhammadiyah.

Kata kunci: Infiltrasi di Muhammadiyah, Teori Manajemen Krisis, Infiltrasi, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo.


(7)

ABSTRACT

Every religious institution or organization has a da'wah function of Islamic values. Behind it, it can not be denied that the value of Islam that developed in Indonesia is very much the pattern of the An-Nur Sidoarjo mosque, as one of the manifestations of Islamic propagation institution owned by Muhammadiyah Sidoarjo Regional Leadership has human resources, assets, and programs run in accordance with the Muhammadiyah da'wah base for Purifying Islam based on Al-Qur'an and Hadith as well as reasoning.

However, in a time if the resources owned are not directed to the interests of dakwah in question, could potentially thwart the purpose of his da'wah. Concretely it is when these resources are exploited by people or groups of different views, is Sha> lafi. Of course it takes a swift and intelligent effort to deal with such situations.

This study attempts to read this issue and the efforts made by Muhammadiyah Sidoarjo Regional Leaders in saving the institution under its coordination, Takmir Masjid An-Nur, from the efforts of Sha> lafi. The theory used as a knife of analysis by researchers is the theory of crisis management. His research approach is qualitative descriptive with in-depth interviews and documentation collection.

From this research resulted a conclusion that Muhammadiyah Sidoarjo Regional Leadership has been in crisis situation at chronic stage and has been able to control infiltration Sha> lafi well, although in anticipation effort still less maximal. Namely by doing sterilization takmir mosque and filler study from group Sha> lafi then replace with really cadre of Muhammadiyah.

Keywords: Infiltration in Muhammadiyah, Crisis Management Theory, Infiltration, Regional Leadership Muhammadiyah Sidoarjo.


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Kegunaan Penelitian: ... 11

1. Manfaat Bagi Muhammadiyah dan Organisasi Dakwah Lainnya ... 11

2. Manfaat Akademik Bagi Pengembangan Ilmu Manajemen Krisis ... 12

F. Kerangka Teoritik ... 12

1. Pengertian Manajemen Krisis ... 12

2. Peramalan Krisis ... 13


(9)

G. Penelitian Terdahulu ... 16

H. Metode Penelitian ... 19

1. Pendekatan Penelitian ... 19

2. Teknik Pengumpulan dan Keabsahan Data ... 20

3. Jenis Data ... 20

4. Sumber Data ... 21

5. Teknik Analisa Data ... 22

6. Variabel dan Indikator Penelitian ... 23

7. Panduan Wawancara ... 25

I. Sistematika Pembahasan ... 27

BAB II LANDASAN TEORI MANAJEMEN KRISIS ... 29

A. Pengertian Manajemen Krisis ... 29

B. Ciri-ciri Perusahaan (Organisasi) Berada dalam Situasi Krisis ... 30

C. Bentuk-bentuk Krisis ... 31

D. Faktor Penyebab Krisis ... 33

E. Peramalan Krisis (Forcasting) ... 36

F. Pencegahan Krisis (Prevention) ... 40

G. Intervensi (Pengendalian) Krisis... 41

1. Identifikasi (penyebab krisis), ... 41

2. Isolasi/ pengucilan, ... 42

3. Pemetaan internal-eksternal ... 42

4. Pilihan Strategi ... 43

H. Strategi Antisipasi Kembalinya Krisis ... 47

I. Relevansi Teori Manajemen Krisis Terhadap Rumusan Masalah dalam Penelitian ... 49


(10)

BAB III PROFIL MUHAMMADIYAH DAN PEMIKIRAN SHA>LAFI ... 52

A. Sejarah Muhammadiyah ... 52

B. Identitas Muhammadiyah ... 53

C. Posisi Garis Pimpinan Daerah Muhammadiyah Terhadap Pimpinan Pusat 55 D. Struktur Kepengurusan Takmir Pdm Sidoarjo ... 56

E. Profil Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo ... 56

F. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo ... 57

G. Profil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo ... 57

H. Profil Ketua Takmir Masjid An-Nur Sidoarjo ... 58

I. Amal Usaha Di Bawah Kepemimpinan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo ... 58

J. Perbedaan Ahlus Salaf as-Salih Dengan Gerakan Sha>lafi... 59

K. Pemikiran Gerakan Sha>lafi di Indonesia ... 61

BAB IV PEMBAHASAN MANAJEMEN KRISIS PADA TAKMIR MASJID AN-NUR SIDOARJO OLEH PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH ... 65

A. Krisis di Takmir Masjid An-Nur Berdasarkan Ciri-cirinya ... 65

B. Bentuk Krisis Yang Terjadi di Takmir Masjid An-Nur ... 70

C. Penyebab Munculnya Krisis Dalam Konteks Penelitian ... 76

D. Peramalan Krisis Dan Dampak Infiltrasi Sha>lafi Ke Dalam Takmir Masjid An-Nur Sidoarjo ... 79

1. Tahapan krisis yang dialami ... 79

2. Dampak Bagi Muhammadiyah di Sidoarjo ... 85

3. Dampak Bagi Islam secara umum, hubungannya dengan strategi dakwah ... 86


(11)

E. Upaya Penanganan Krisis Yang Dilakukan Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Sidoarjo ... 87

1. Intervensi Terhadap Pengelolaan Masjid An-Nur ... 89

2. Antisipasi Kembalinya Infiltrasi Dari Berbagai Kelompok Di Luar Muhammadiyah ... 107

BAB V PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Implikasi Teoretik ... 110

C. Keterbatasan Studi ... 111

D. Rekomendasi ... 112


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbandinga Penelitian Terdahulu ... 15

Tabel 1.2 Ringkasan Metodologi Penelitian ... 20

Tabel 1.3 Variabel dan Indikator Penelitian ... 22

Tabel 1.4 Instrumen Pertanyaan dan Sumber Data ... 23

Tabel 1.5 Rencana Sistematika Pembahasan ... 26

Tabel 2.1 Ciri-ciri Krisis ... 29


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Krisis Menurut Steven Fink ... 34 Gambar 4.2 Agenda dan Pengisi Kajian Wanita... 93 Gambar 4.3 Agenda dan Pengisi Kajian Rutin 2017 ... 94


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi manapun tidak ada yang menginginkan datangnya krisis termasuk takmir masjid sebagai salah satu bentuk turunan lembaga dakwah. Namun, dalam situasi pengurus organisasi mendapati atau menyadari ternyata krisis itu telah datang dan melanda organisasinya, maka langkah penanganan krisis itu sendiri perlu segera diambil. Inilah yang dikenal secara akademik dengan istilah manajemen krisis. Fearn-Banks mendefiniskan krisis sebagai “a major occurrence with a potentially negative outcome affecting an

organization, company or industry, as well as its publics, products, service or

good name”1.

Ini artinya kita bisa melihat bahwa krisis ialah ketika ada berbagai hal yang bisa memicu potensi negatif yang mempengaruhi organisasi, perusahaan, juga pasarnya, produk, layanan atau nama baik organisasi. Padahal sudah menjadi kewajiban bagi kita semua umat muslim untuk menjaga dan memakmurkan masjid sesuai dengan perintah Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 18:

1 Kathleen Fearn-Banks, Crisis Communications: A Casebook Approach, (Mahwah, N.J.: Lawrence


(15)

2

ََاب نمآ ْنم ََا دجاسم رمْعي امَنإ

ةََصلا ماقأ رخ ْْا م ْ يْلا

نم ا ن كي ْنأ كئٰل أ ٰىسعف ۖ ََا ََإ شْخي ْمل ةاكَزلا ىتآ

۸۱

نيدتْ مْلا

Yang artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah

orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan

shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada

Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan

orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18)2

Menurut Quraish Shihab surat tersebut diterjemahkan berarti “tetapi, orang yang dapat memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah, percaya kepada hari kebangkitan dan hari balasan, melakukan salat sebagaimana yang diperintahkan, menunaikan zakat harta mereka dan tidak takut selain kepada Allah. Merekalah yang diharapkan menjadi orang-orang yang mendapatkan petunjuk ke jalan yang benar di sisi Allah.”3 Untuk itu, berarti upaya untuk menjadikan masjid An-Nur menjadi lebih kondusif untuk berdakwah adalah merupakan tindakan yang terpuji.

Kondisi krisis ini bila terjadi pada sebuah organisasi/ lembaga dakwah akan mengguncang usaha-usaha pengurus atau organisasinya dalam menyampaikan dakwah Islam. Telah kita ketahui bahwa lembaga dakwah

2“al-Qur’an”, 9: 18.


(16)

3

berfungsi sebagai wadah yang terstruktur untuk mewujudkan masyarakat yang patuh terhadap peritah Allah, dan menjauhi larangannya. Untuk mewujudkan upaya tersebut wadah organisasi dakwah itu memiliki sumber daya yang harus dimiliki dan dikelola untuk mendukung kesuksesan tujuan dakwahnya. Diantaranya ialah da’i, mad’u/ jamaah, materi-materi dakwahnya, dan media (sarana prasaranan) dakwah.

Untuk itu, bila terjadi krisis terhadap sumberdaya-sumberdaya dakwah tersebut tentu saja ini akan mengganggu aktifitas dan tujuan dakwah yang telah dirancang dan dilaksanakan oleh sebuah lembaga dakwah. Sebagai contoh misal jika diantara da’i telah ada orang dengan kualifikasi moral yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, tentu akan berefek pada persepsi jamaah dan kepercayaan umat kepada program kajian dan lembaga dakwah itu sendiri. Atau bilamana terjadi bencana alam yang merusak sebagian sarana prasarana dakwah.

Kerusakan tersebut bila tidak direspon dengan cepat tentu akan berakibat fatal yang bisa menggagalkan berbagai macam kegiatan dakwah. Sebagaimana yang pernah terjadi krisis di Muhammadiyah saat masuknya kepentingan politik PKS yang menyebabkan bahwa prosentase anggota Muhammadiyah dalam suatu partai, salah satunya di PKS ada sekitar 68,7%.4 Dimana jumlah ini menyasar anggota Muhammadiyah di kalangan struktur bawah. Kondisi seperti ini pada akhirnya akan mengakibatkan

4Saefur Rochmat, “Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Perspektif Sejarah Islam”, Istoria,


(17)

4

gangguan terhadap kegiatan dakwah Muhammadiyah yang terkontaminasi dengan tujuan politik.

Bahkan, untuk merespon hal itu Muhammadiyah mengeluarkan SK PP Muhammadiyah nomor: 149/Kep/I.0/B/2006 tentang kebijakan PP Muhammadiyah mengenai konsolidasi organisasi dan amal usaha Muhammadiyah. Dimana dalam salah satu keputusan di atas berisi peringatan kepada anggotanya agar bersikap kritis terhadap parpol Islam seperti PKS yang sejatinya memiliki misi dan kepentingan yang berbeda dengan khittah Muhammadiyah.

Untuk itu, penanganan terhadap krisis itu sendiri sangat penting di dalam sebuah organsasi dakwah bilamana terjadi ancaman yang terjadi baik yang sudah atau masih berpotensi menggerus sumberdaya-sumberdaya yang dimilikinya. Tanpa adanya penanganan krisis, upaya pembelokan tujuan dakwah bisa berpotensi mengubah tujuan organisasi dakwah itu sendiri, atau bahkan menyebabkan hilangnya anggota organisasi. Pada titik tertentu organisasi bisa mengalami kebangkrutan anggota, dana, inventaris, dan aset-aset lainnya. Sebaliknya, jika organisasi melakukan penanganan krisis secepatnya akan bisa segera cepat keluar dari persoalan krisis, bahkan jauh dari kehancuran organisasi.

Namun belakangan beberapa organisasi Islam di Indonesia mulai mengalami dampak dari masuknya gelombang Islam transnasional. Seperti


(18)

5

yang dinyatakan oleh Fajar Riza Ul Haq5 bahwa “gelombang Islam transnasional dalam 11tahun terakhir ini telah memicu kontraksi ideologis bahkan menjurus pada pertarungan politik identitas keagamaan di kalangan

internal organisasi Muslim mainstream semacam Muhammadiyah dan NU”.6

Agaknya kini, persoalan dakwah mulai berkembang dari pertarungan kepentingan dakwah dengan kepentingan lain seperti politik atau ekonomi menuju persoalan lainnya yakni tentang persaingan antara lembaga/ organisasi dakwah. Beberapa upaya yang dilakukan oleh sebuah oganisasi dakwah satu kepada yang selainnya, memicu perebutan aset dan berkemungkinan menciptakan kondisi krisis dalam sebuah organisasi dakwah yang sedang coba “dimasuki”.

Peneliti melihat sudah cukup banyak ulasan-ulasan (jurnal dan penelitian) berkenaan dengan bagaimana organisasi dakwah di Indonesia mengalami infiltrasi dari organisasi-organisasi dakwah selainnya. Yang akibatnya pengurus organisasi itu makin lama diisi oleh orang-orang dari pihak pesaing. Hal ini nantinya akan berpengaruh terhadap pergeseran nilai pemikiran dakwah Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa perbedaan pemikiran Islam di dunia secara umum dan di Indonesia khususnya adalah suatu yang tak dapat dipungkiri. Namun pada penelitian sebelumnya, belum banyak yang menunjukkan bagaimana strategi yang dilakukan oleh sebuah lembaga dakwah dalam posisi terancam oleh kehadiran subyek lembaga dakwah lain apalagi jika

5 Direktur Eksekutif MAARIF Institute for Culture and Humanity

6 Fajar Riza Ul Haq, “100 Tahun Muhammadiyah, Apa Kabar dan Mau Kemana?”, MAARIF, Vol.


(19)

6

berpotensi juga direbutnya aset-aset dakwah yang telah diperjuangkannya selama ini.

Tidak terlepas yang dialami oleh organisasi Muhamamdiyah Sidoarjo. Dimana pada sub keorganisasian di tingkat ketakmiran masjid An-Nur Sidoarjo yang didirikan dari pengerahan sumber daya Muhammadiyah belakangan diketahui bahwa telah diinfiltrasi oleh pemikiran dan gerakan Sha>lafi. Begitu pengurus menyadari bahwa Ustadz-ustadz yang mengajar kajian di Masjid An-Nur beberapa adalah dari orang Salaf, bahkan di tingkat pengurus sudah banyak yang digeser oleh SDM dengan aliran pemikiran Islam Salaf.7 Bahayanya, Muhammadiyah yang telah memiliki garis pemikiran sendiri terhadap Islam bisa bergeser garis pemikirannya.

Pada awal tahun 2015 lalu, sebuah media massa melansir berita tentang perebutan masjid Jami' Assalam di RW 01 Cengkareng Barat (dibawah naungan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Cengkareng, Jakarta Barat) oleh sekelompok massa.8 Dalam berita tersebut dinyatakan bahwa perebutan masjid ini bermula dari pertama, dimulai dua atau satu tahun silam. Tanpa diketahui siapa yang melakukan, papan nama dan logo Muhammadiyah yang terpampang di depan masjid dicoret cat hitam. Selain itu, tanpa diketahui pelakunya, terpasang spanduk berbunyi 'Masjid Muhammadiyah tersebut adalah milik Allah'.

7 Nur Chasan Basri, Wawancara, Masjid An-Nur Sidoarjo, 6 Desember 2016, pukul 15.00.

8 Zulhidayat Siregar, “Masjid Muhammadiyah Direbut Sekelompok Orang”, dalam

http://www.rmol.co/read/2015/02/27/193544/Masjid-Muhammadiyah-Direbut-Sekelompok-Orang- (6 Juni 2017), pukul 11.08.


(20)

7

Pemicu kedua, akan dilaksanakan dan disearkannya undangan pengadaan acara Mauladan Akbar di masjid tersebut. Ketiga, diketemukannya oleh warga Muhammadiyah yang biasa mengelola Jumatan kaget karena semua jadwal khotib ternyata sudah diubah oleh pihak yang tidak diketahui. Akibatnya, pada Jumat (27/2) siang terjadi perkelahian di dalam masjid yang menyebabkan pengurus Muhammadiyah terluka. Bahkan, pengerahan massa ke masjid menyebabkan terjadinya kerusuhan. Disitu kemudian Pimpinan Cabang Muhammadiyah Cengkareng menyikapi dengan membuat pengaduan kepada Komnas HAM. 9

Satu lagi, persoalan yang serupa dengan yang dihadapi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo ini juga dialami oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Selatan belakangan ini. Dimana maraknya gerakan Sha>lafi di masjid Muhammadiyah yang makin meresahkan warga

Muhammadiyah telah dirasakan. “Perseteruan” antara Muhammadiyah dengan

Sha>lafi Wahabi tersebut, pada awalnya hanya persoalan berbeda pendapat saja, tapi belakangan hal tersebut merembet sampai menyalahkan dan menganggap pendapat yang dipahami Muhammadiyah adalah salah. Lebih dari pada itu, persoalan yang cukup krusial, adanya upaya “pengambilalihan” masjid/

9 WAHYU SABDA KUNCAHYO, “Din Syamsuddin Minta Mauludan di Masjid Assalam

Dibubarkan”, dalam http://www.rmol.co/read/2015/02/28/193559/Din-Syamsuddin-Minta-Mauludan-di-Masjid-Assalam-Dibubarkan- (6 Juni 2017), pukul 11.23.


(21)

8

mushalla Muhammadiyah yang dijadikan lahan untuk mengembangkan paham Sha>lafi.10

Berdasar pengalaman Muhammadiyah, pengurusan Muhammadiyah di daerah/ cabang/ ranting lain upaya infiltrasi seperti ini akan berujung pada berkurangnya aset-aset dakwah Muhammadiyah baik dari sisi kader pengurus, kader jamaah, atau bahkan pemanfaatan dan pengambilalihan masjid serta sarana dakwah lainnya. Jika ini sampai terjadi hingga menyeluruh dan merombak sistem atau kebijakan dakwahnya, maka ini menjadi bahaya yang lebih besar lagi. Kalau dalam keterangannya, “satu dibolehkan, yang lainnya ikut dan satu membuka diri, di tempat lain juga berarti boleh dimasuki”11.

Sejauh ini, sesungguhnya dilihat dari aliran pokok pemikiran antara Muhammadiyah dan Sha>lafi memiliki basis kesamaan dari usaha mengkaji dan menerapkan Islam dengan cara kembali pada Al-Qur’an dan sunnah serta menolak segala praktik tahayul, bid’ah, dan khurafat (pemurnian Islam). Namun, dalam praktiknya perbedaan antara Muhammadiyah dan Salaf ini muncul ketika Ustadz Salaf mendominasi kajian jamaah masjid An-Nur. Secara konsisten ustadz-ustadz Salaf menjadi ‘idola’ para jamaah. Muhammadiyah menganggap ini adalah bentuk upaya pengkultusan jika ibu-ibu atau jamaah lain tidak mau diisi kajiannya oleh Ustadz lainnya. Sedang Ustadz Salaf sendiri tidak mau memberi kontribusi kepada Muhammadiyah sebagai organisasi. Dari

10Kh, sumber: Muhammadiyah Kalsel, “Muhammadiyah Kalsel Resah dengan Wahabi yang Mulai

Rebut Masjid dan Mushalla Muhammadiyah”, dalam

http://www.muslimoderat.net/2017/05/muhammadiyah-kalsel-resah-dengan-wahabi-yang-mulai-rebut-masjid-dan-mushola.html#ixzz4jC4IZJ2R, (6 Juni 2017), pukul 11.35.


(22)

9

sinilah peneliti mengidentifikasi mulai masuknya kepentingan lain di luar dari organisasi dakwah Muhammadiyah dan mulai muncul efek tergerusnya aset jamaah yang diantaranya juga pengurus PDM. Bahwa kondisi diatas bisa memicu bahaya untuk masa depan PDM Sidoarjo, atau yang sering disebut sebagai awal munculnya krisis.

Untuk mengatasi bahaya tersebut, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), begitu mengidentifikasi adanya infiltrasi pemikiran dan gerakan Sha>lafi melakukan upaya penanganan dan pembendungan agar tidak muncul bahaya yang lebih besar bagi organisasi dakwah Muhammadiyah. Mulai dari merombak pengurus takmir, mengatur ulang pengadaan kajian, sosialisasi pada para jamaah, dan sebagainya. Menurut peneliti, upaya-upaya penanganan krisis secara holistik ini akan menjadi titik balik untuk mencegah terjadinya krisis dalam tahapan yang lebih lanjut. Untuk itu, langkah yang dilakukan oleh PD Muhammadiyah Sidoarjo yang cepat dan integral dalam merespon ini menjadi fenomena menarik ditinjau dari ilmu manajemen krisis. Dan barangkali akan menjadi “pelajaran” berharga yang menginspirasi bagi Pimpinan Daerah Muhammadiyah lain atau organisasi dakwah lain dengan mempelajari tulisan hasil penelitian ini. Mengingat tidak semua organisasi dakwah mampu melakukan upaya pembendungan dari infiltrasi kelompok/ Subyek yang memiliki kepentingan lin di luar dari kepentingan organisasinya.


(23)

10

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Menurut peneliti, berdasarkan hasil penggalian masalah yang dihadapi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo akibat infiltrasi yang dilakukan oleh Sha>lafi di ketakmiran Masjid An-Nur meliputi:

1. Meramalkan tahapan krisis yang dialami oleh takmir masjid An-Nur Sidoarjo

2. Mencegah situasi pra krisis ke dalam krisis yang lebih lanjut 3. Melakukan upaya pengendalian krisis

4. Melakukan upaya antisipasi agar ke depan krisis tidak terjadi lagi

Dengan teridentifikasinya beberapa masalah di atas, peneliti akan membatasi hal-hal yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Penulis akan lebih fokus pada poin masalah 1, 3, dan 4, yakni tentang bagaimana meramalkan tahapan krisis, bagaimana upaya pengendalian krisis, serta upaya antisipasi agar krisis tidak terjadi lagi kemudian hari.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo meramalkan tahapan krisis yang terjadi di masjid An-Nur?

2. Bagaimana upaya pengendalian krisis di masjid An-Nur yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo?

3. Bagaimana upaya antisipasi kembalinya krisis di masjid An-Nur yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo?


(24)

11

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sejauh mana tahapan krisis di masjid An-Nur yang diramalkan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui upaya pengendalian krisis di masjid An-Nur yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo?

3. Untuk mengetahui upaya antisipasi kembalinya krisis di masjid An-Nur yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo?

E. Kegunaan Penelitian:

1. Manfaat Bagi Muhammadiyah dan Organisasi Dakwah Lainnya

a. Hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu referensi bahan evaluasi bagi PD Muhammadiyah Sidoarjo dalam rangka melihat sejuh mana langkah yang yang telah diambil dan mana yang belum untuk bisa dipertimbangkan sebagai kebijakan lanjutan yang terintegrasi.

b. Menjadi inspirasi untuk daerah/ cabang/ ranting Muhammadiyah dalam melihat kegigihan semangat dalam menyelamatkan pemikiran dan aset/ sumberdaya Muhammadiyah dari ancaman infiltrasi pemikiran dan gerakan di luar Muhamadiyah.

c. Menjadi inspirasi pengambilan kebijakan srategis di tengah konteks persaingan antar lembaga dakwah, yang belakangan makin terbuka. d. Bagi organisasi dakwah lain strategi ini akan memberikan wacana


(25)

12

sumberdayanya akan berusaha diambil alih oleh pihak lain yang memiliki kepentingan berbeda

e. Memberi inspirasi bagi organisasi-organisasi dakwah lain agar merencanakan upaya penanganan krisis, terlebih jika berpotensi mengalami infiltrasi dari pihak lain, baik itu membawa kepentingan dakwah atau non dakwah Islam (misalnya politik).

2. Manfaat Akademik Bagi Pengembangan Ilmu Manajemen Krisis

a. Penelitian ini akan memberikan pengembangan baru dalam dunia manajemen krisis, dimana ilmu manajemen krisis itu sendiri akan dipotret secara lebih holistic, bukan justru membahas strategi public relation ketika menghadapi krisis, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

b. Penelitian ini berusaha mengembangkan lebih spesifik bagaimana gambaran teori manajemen krisis diaplikasikan pada organisasi nirlaba khususnya lembaga dakwah, lebih spesifik lagi ketakmiran masjid. F. Kerangka Teoritik

1. Pengertian Manajemen Krisis

G Harison dalam Kriyantono memberikan definisi sebagai berikut: “A crisis is a critical period following an event

that might negatively affect an organization in

which decisions have to be made that will affect

the bottom line of an organization. It is a time of


(26)

13

information and decisive action to attempt to

minimize harm to the organization and to make

the most of a potentially damaging situation

(Krisis merupakan suatu masa yang kritis berkaitan dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya negatif terhadap organisasi. Karena itu, keputusan cepat dan tepat perlu dilakukan agar tidak mempengaruhi keseluruhan operasional organisasi. Pengambilan keputusan pasti memerlukan pemrosesan informasi langkah berani untuk meminimalkan akibat yang tidak diinginkan. Sebuah krisis cenderung menjadi sebuah situasi yang menghasilkan efek negatif yang mempengaruhi organisasi dan publiknya, produknya, dan reputasinya.12 Efek negative krisis seperti yang didefinisikan oleh Laurence Barton bahwa kejadian bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi.13

2. Peramalan Krisis

Dalam peramalan krisis ini, manajemen akan menilai tahapan krisis yang dihadapi oleh organisasinya sesuai anatominya seperti yang

diungkap oleh Steven Fink:14

a. Tahap prodromal. Krisis yang terjadi pada tahap ini kadang

diabaikan karena perusahaan (sepertinya) masih berjalan secara

12 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), 173-174. 13 Laurence Barton, Crisis in Organizations: Managing and Communicating in the Heat of Chaos,

(Cincinnati: South-Western Publishing, 1993),2.

14 I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas


(27)

14

normal. Tahap ini disebut juga dengan warning stage karena

sesungguhnya meskipun krisis belum meledak, namun krisis

sudah muncul, yakni gejala-gejala yang harus segera diatasi. 15

b. Tahap akut. Inilah tahap ketika orang mengatakan: “telah

terjadi krisis”.16

Tahap ini terjadi karena tidak berhasil mendeteksi atau menangani gejala-gejala krisis yang terjadi pada tahap prodromal. Orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.

c. Tahap kronik. Apabila krisis diibaratkan badai, pada tahap ini

badai telah berlalu, yang tersisa hanya reruntuhan bangunan akibat badai. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan. Tahap ini disebut juga

sebagai the cleanup phase atau the post mortem. Seringkali

tahap ini juga diidentifikasi sebagai tahap recovery

atau selfanalysis. Tahap ini ditandai dengan perubahan

struktural, seperti penggantian manajemen, penggantian pemilik, atau bahkan mungkin juga perusahaan dilikuidasi. Perusahaan harus segera mengambil keputusan apakah akan mau hidup terus atau tidak.

d. Tahap resolusi. Tahap resolusi merupakan tahap resolusi

kembali kondisi perusahaan. Harus dicatat bahwa dari berbagai

15 Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, (Jakarta: Grafiti, 2008), 225-226.

16Arief Fajar, “Sistem Kendali dan Strategi Penanganan (Manajemen) Krisis Dalam Kajian Public


(28)

15

riset juga ditemukan bahwa dalam tahap ini krisis tidak akan berhenti begitu saja. Karena tahap-tahap krisis ini merupakan siklus yang berputar, maka bila telah memasuki tahap resolusi perusahaan tetap harus waspada bila proses penyembuhan tidak benar-benar tuntas, krisis akan kembali ke tahap prodromal. Bisa dikatakan, tahap ini merupakan tahap lanjutan yang mesti dirumuskan setelah startegi pemulihan krisis untuk memastikan atau membuat antisipasi dari kemungkinan munculnya kembali

kondisi pra-krisis.17

3. Pencegahan, Pengendalian, dan Antisipasi Krisis

Langkah-langkah pencegahan sebaiknya diterapkan pada situasi pra-krisis. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis. Namun, jika krisis tidak dapat dicegah, manajemen harus mengupayakan agar krisis tidak jika kelak krisis betul-betul terjadi.

Langkah intervensi dalam situasi krisis bertujuan untuk mengakhiri krisis. Penanggulangan terhadap kerusakan (damage control) dilakukan pada tahap akut. Berikut langkah-langkah

penanggulangan krisis menurut Kasali:18

a. Identifikasi penyebab krisis

b. Isolasi/ pengucilan

c. Upaya pemulihan

17 Steven Fink, Crisis Management Planning For The Inevitable, (New York: American

Management Association, 1986), 28.


(29)

16

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan dari review jurnal dan penelitian tesis yang peneliti temukan, tema manajemen krisis yang dibahas ialah bagaimana peran tim

public relation perusahaan dalam mengatasi krisis agar konsumen/ publik kembali memberikan ‘kepercayaan’. Adapun penelitian yang mengangkat topik manajemen krisis pada organisasi pada organisasi nirlaba sejauh ini sedikit ditemukan. Untuk itu, peneliti memfokuskan pada 2 penelitian terdahulu yang paling mendekati secara tinjauan keilmuan dan lapangan organisasi nirlaba.

Yang pertama, jurnal dengan judul “Strategi Penanganan Krisis Partai

Dari Pandangan Publik”19. Jurnal ini mengupas bagaimana partai-partai politik menangani krisis kepercayaan dari publik. Pendekatan teori yang digunakan ialah tentang pencitraan dalam komunikasi (ditempatkan sebagai sebab krisis yakni krisis pencitraan) dan manajemen krisis itu sendiri sebagai upaya keluar dari rusaknya citra. Metode analisis yang digunakan ialah dengan studi

Discourse Analysis Method untuk mengetahui wacana apa yang menyebabkan krisis dalam suatu partai politik. Dalam melihat proses penanganan krisis para parpol, penulis jurnal mengguakan pendekatan studi pemberitaan media tentang upaya yang parpol-parpol terkait lakukan, bukan mendapatkan sumber langsung dari subyek partai politik.

Yang kedua, ialah jurnal tentang bagaimana 43 pemimpin organisasi non profit di 15 negara bagian di AS menjelaskan tentang penanganan krisis di

19 Heri Budianto, “Strategi Penanganan Krisis Partai Dari Pandangan Publik”, Visi Komunikasi Vol.


(30)

17

organisasinya. Yakni tentang sumber/ sebab terjadinya krisis dan prinsip-prinsip melakukan manajemen krisis yang efektif. Penelitian tersebut dapat ditemukan dalam jurnal berjudul “Sensegiving, Leadership, and Nonprofit Crises: How Nonprofit Leaders Make and Give Sense to Organizational

Crisis.20 Jika ditabulasikan, berikut perbedaan dari penelitian ini dan 2 penelitian sejenis sebelumnya:

20Curt A Gilstrap, Cristina M Gilstrap, Kendra Nigel Holderby, Katrina Maria Valera, “Sensegiving,

Leadership, and Nonprofit Crises: How Nonprofit Leaders Make and Give Sense to Organizational


(31)

18

Tabel 1.1 Perbandinga Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Tujuan Penelitian Teori Yang

Digunakan

Subyek Penelitian

Heri Budianto

Strategi penanganan krisis partai dari pandangan publik.

Mengupas bagaimana partai-partai politik menangani krisis kepercayaan dai publik.

Pencitraan dalam komunikasi dan Manajemen Krisis.

Partai-partai politik di Indonesia.

Curt A. Gilstrap, dkk.

Sensegiving, Leadership, and Nonprofit Crises: How Nonprofit Leaders Make and Give Sense to Organizational Crisis

Menjelaskan bagaimana 43 pemimpin organisasi nonprofit melakukan manajemen krisis yang efektif

Sebab terjadinya krisis dan prinsip melakukan manajemen krisis

43 pemimpin organisasi nonprofit di 15 negara bagian di Amerika

Rr. Febrina Prima Sari

Strategi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Dalam Menghadapi Infiltrasi Gerakan Sha>lafi Di

Ketakmiran Masjid An-Nur Sidoarjo.

Mengetahui bagaimana Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo melakukan manajemen krisis di ketakmiran masjid An-Nur karena sebab infiltrasi Sha>lafi

Manajemen Krisis Steven Fink

Organisasi nonprofit spesifik Lembaga Dakwah


(32)

19

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini ialah kualitatif dan metode penelitian deskriptif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.21 Membuat batasan atau definisi tentang penelitian kualitatif memang tidak mudah, mengingat banyaknya perbedaan pandangan yang ada diantara para ahli.

Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang bersumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu.22 Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci.23

21 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 6. 22 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005).


(33)

20

Sedangkan jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang.24

Jenis penelitian kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada.25 Bahwasanya penelitian deskriptif kualitatif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang yang sementara berlangsung.26

2.

Teknik Pengumpulan dan Keabsahan Data

Menurut Sugiyono teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, diantaranya ialah: teknik wawancara/ interview, pengamatan/ observasi, dokumentasi, dan triangulasi (penggabungan teknik dan sumber data yang telah ada).27 Merujuk pada hal tersebut, dalam penelitian ini peneliti akan melakukan teknik keabsahan data dengan metode triangulasi data dari 3 sumber informasi yang berhasil didapatkan. 3. Jenis Data

24 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru,

1989), 65.

25 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 26. 26 Convelo G. Cevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993),

71.

27 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013),


(34)

21

Berdasarkan teorinya, jenis data bergantung pada pendekatan penelitiannya. Untuk itu jenis data dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Data kualitatif, yatu jenis data yang disajikan dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.28

b. Data kuantitatif, yaitu jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dalam bentuk bilangan atau berbentuk angka.29

Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka jenis data yang peneliti sajikan ialah jenis data dalam bentuk verbal. Bentuk konkretnya ialah dalam bentuk transkrip atau kutipan wawancara dan penyajian copy dokumen terkait dengan rumusan masalah.

4. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.30 Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya.31 Yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo yakni Bpk Masyhud dan Ketua Takmir Masjid An-Nur terpilih awal tahun 2017 yakni Bpk Nur Chasan Basri.

28 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), 2. 29 Sugiyono, Statistik untuk Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), 15.

30 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2006), 129.


(35)

22

b. Sumberdata skunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam dua bentuk, yakni wawancara dengan jamaah kajian atau sholat di masjid An-Nur Sidoarjo serta dokumen-dokumen terkait. Penjelasan:

1) Dalam penelitian ini, wawancara dengan jamaah adalah peneliti dudukkan sebagai data sekunder yang menjadi penegasan atau penunjang dari data-data yang telah disampaikan oleh dua orang narasumber primer. dokumentasi dan angket merupakan sumber data sekunder.

2) Informasi dari dokumen sebagai sumber data sekunder yang akan dikumpulkan akan diambil dari mading masjid dan arsip baik

softcopy atau hardcopy yang didapat dari pengurus/ sekeretaris masjid An-Nur Sidoarjo. Selain itu juga tentang struktur pengurus masjid, profil PDM Sidoarjo, juga tentang draft atau jadwal kegiatan di masjid An-Nur serta pengisi kegiatan.

5.

Teknik Analisa Data

Menurut Miles dan Huberman, terdapat tiga teknik analisisi data kualitatif terus-menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan,


(36)

23

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data. 32 2. Penyajian data

Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan.33

3. Penarikan kesimpulan.

Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif. Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat digunakan untuk mengambil tindakan.34

Tabel 1.2 Ringkasan Metodologi Penelitian Pendekatan Penelitian Kualitatif

Metode Penelitian Deskriptif

Sumber Data 1. Ketua Takmir

2. Ketua PD Muhammadiyah Sidoarjo 3. Takmir Bidang Tabligh

32 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI-Press, 1992),

16.

33 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI-Press, 1992),

17.


(37)

24

4. Dokumen terkait baik berupa kertas, informasi pada mading, atau file

Teknik Pengumpulan Data

Interview

Pengamatan terhadap dokumen tertulis kegiatan Teknik Analisa Data 1. Reduksi data

2. Penyajian data

3. Penarikan kesimpulan

6.

Variabel dan Indikator Penelitian

Tabel 1.3 Variabel dan Indikator Penelitian Variabel Penelitian Sub Variabel

Penelitian

Indikator Pijakan Penyusunan Instrumen Pertanyaan 1 Tahapan Krisis Tingkat

infiltrasi

Sha>lafi ke An-Nur

Sumber daya yang disusupi/ diambil

Potensi dampak

Apa bedanya Muhammadiyah dengan Sha>lafi

Realitas dampak yang sudah muncul

Tingkat bahaya yang dirasakan Muhammadiyah

2 Mencegah krisis bila belum ada

Gejalanya apa saja

Perkataan/ pebuatan takmir masjid An-Nur


(38)

25

sumber daya yang diambil

Perkataan/ perbuatan jamaah masjid An-Nur

Perkataan/ perbuatan khotib jumat/ imam/ ustadz

Perkataan/ perbuatan pengurus PDM Sidoarjo

Subyek yang menangani siapa, kualitasnya bagaimana

3 Mengendalikan Krisis

Penyebab krisis Menggali akar masalah awalnya (pemicu masuknya Sha>lafi ke An-Nur)

Upaya isolasinya

Apa yang diatasi

Siapa yang diajak berunding Siapa yang dikoordinasi Siapa yang tidak boleh diajak koordinasi

Masalah apa yang harus dinetralkan terlebih dahulu

Strategi pemulihan krisis

Pendekatan: a. Personal b. Kelompok

c. Kekeluargaan/ dialog d. Debat terbuka


(39)

26

Keputusan strategi yang dipilih dan pertimbangan-pertimangannya apa saja

4 Mengantisipasi Apa ada upaya lanjutan

Ide, pemikiran

Penerapannya melibatkan siapa saja

Bagaimana prosesnya

Hasilnya baik sementara atau haraan jangka panjangnya

7.

Panduan Wawancara

Berikut ini ialah draft instrument pertanyaan yang akan peneliti gunakan sebagai panduan untuk melakukan wawancara di lapangan kepada para narasumber:

Tabel 1.4 Instrumen Pertanyaan dan Sumber Data

POIN PERTANYAAN SUMBER DATA

Kapan mulai disadarinya masuknya Salaf ke Masjid An-Nur?

Indikasinya apa saja?

Ketua PDM Sidoarjo Takmir Bidang Tabligh

Seberapa tingkat mengkhawatirkannya pengaruh Sha>lafi menurut Bapak?


(40)

27

Berdasarkan pengamatan PDM, bagaimana awalnya (sebab-sebab) mereka bisa masuk ke Masjid An-Nur?

Takmir Bidang Tabligh Ketua Takmir Terpilih

Dokumen terkait rapat takmir & pengadaan kajian

Sebenarnya, menurut MD sendiri, dimana letak perbedaan pemikiran MD dengan Sha>lafi?

Ketua PDM Sidoarjo Takmir Bidang Tabligh Studi literatur (buku & jurnal) Sehingga, tingkat bahayanya ialah di

tingkat pemikiran ataukah aspek keorganisasiannya (aset SDM, kader, sarana dakwah)?

Ketua PDM Sidoarjo Takmir Bidang Tabligh Jamaah kader MD

Setelah masuknya Sha>lafi, apa efek perubahannya terhadap kepengurusan takmir, penataan Ustadz pengisi kajian, dan pemikiran jamaah?

a. Berapa Ustadz salaf dari total jumlah pengisi kajian?

b. Berapa orang dari jumlah takmir yang berpemikiran Sha>lafi?

c. Bagaimana dengan pemetaan pemikiran jamaah yang bergeser dari MD Sha>lafi?

Ketua PDM Sidoarjo

Anggota Takmir lama yang juga masih menjabat

Ustadz pengisi kajian Jamaah pngajian Takmir Bidang Tabligh


(41)

28

Bagaimana reaksi pengurus takmir masjid awalnya?

Bagaimana reaksi awal Ustadz yang lain?

Bagaimana reaksi awal PDM? Bagaimana reaksi awal Jamaah?

Anggota takmir Ustadz Pengisi Kajian Ketua PDM

Apa sudah ada perubahan pemikiran di tingkat pengurus takmir, ustadz kader MD, dan jamaah?

Ketua PDM

Takmir Bidang Tabligh

Siapa saja yang terlibat dalam diskusi pemecahan masalah terhadap infiltrasi

Sha>lafi?

Ketua PDM

Saya mendengar ada pergantian Ketua Takmir dan anggota takmir An-Nur, juga ada pelarangan terhadap Ustadz tertentu untuk mengisi kajian di An-Nur, serta complain dari jamaah saat Ustadz XYZ tidak boleh ngisi di An-Nur. Apakah itu bagian dari mengatasi infiltrasi Sha>lafi ini?

Ketua PDM

Bagaimana upaya terintegrasi yang dilakukan oleh PDM untuk mengatasi hal tersebut?

Ketua PDM Anggota Takmir


(42)

29

Apakah juga telah melakukan antisipasi-antisipasi agar tidak terjadi lagi infiltrasi dari kelompok-kelompok dakwah yang membawa pemikiran atau kepentingan di luar Muhammadiyah?

Ketua PDM

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini setelah peneliti memaparkan pendahuluan sebagai gambaran latar belakang masalah dan tujuan penelitian, kemudian didetaikan penjelasan tentang kerangka teori dan isi teori yang digunakan sebagai

‘kacamata” untuk membaca peristiwa yang menjadi topik permasalahan, yakni

manajemen krisis di masjid An-Nur oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah. Agar teori ini operable di lapangan, peneliti membuat suatu rancangan instrument pertanyaan dalam rangka mencari data di lapangan baik berupa bukti fisik kegiatan (foto, file, poster, undangan, dll) maupun untuk digunakan sebagai panduan wawancara terhadap beberapa narasumber yang dituangkan dalam bagian metodoogi penelitian. Diikuti dengan pemaparan profil lembaga atau Subyek individu yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini. Setelah itu baru peneliti melaporkan data hasil dari pencarian data yang sesuai dengan teori yang digunakan, kemudian melakukan analisis data secara pendekatan dengan hasil triangulasi antar data dan narasumber. Jika sudah selesai akan disimpulkan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang


(43)

30

direncanakan, dengan memberikan saran-saran bila diperlukan. Berikut sistematika penelitian ini bila disajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 1.5 Rencana Sistematika Pembahasan

BAB ISI

BAB I Pendahuluan

BAB II Landasan Teori BAB III Profil Lembaga

BAB IV Pembahasan


(44)

BAB II

LANDASAN TEORI MANAJEMEN KRISIS

A. Pengertian Manajemen Krisis

Dalam bukunya, Yosal Iriantara, mengatakan “manajemen krisis ialah salah satu bentuk saja dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi”.35 G Harison dalam Kriyantono memberikan definisi sebagai berikut:

A crisis is a critical period following an event that might negatively affect an organization in which decisions have to be made that will affect the bottom line of an organization. It is a time of exploration requiring rapid processing of information and decisive action to attempt to minimize harm to the organization and to make the most of a potentially damaging situation

(Krisis merupakan suatu masa yang kritis berkaitan dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya negatif terhadap organisasi. Karena itu, keputusan cepat dan tepat perlu dilakukan agar tidak mempengaruhi keseluruhan operasional organisasi. Pengambilan keputusan pasti memerlukan pemrosesan informasi langkah berani untuk meminimalkan akibat yang tidak diinginkan. Sebuah krisis cenderung menjadi sebuah situasi yang menghasilkan efek negatif yang mempengaruhi organisasi dan publiknya, produknya, dan reputasinya.36 Efek negative krisis seperti yang didefinisikan oleh Laurence

35 Yosal Iriantara, Manajemen Strategis Public Relations, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), 116. 36 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), 173-174.


(45)

32 Barton bahwa kejadian bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi.37

Dalam hal memetakan atau mendeskripsikan bagaimana langkah respon manajemen PD Muhammadiyah Sidoarjo dalam merespon “kedatangan” pihak eksternal ini peneliti menggunakan teori yang dipaparkan dalam Nova, 2009 tentang langkah-langkah mengelola krisis:38

B. Ciri-ciri Perusahaan (Organisasi) Berada dalam Situasi Krisis

Dikarenakan krisis itu sendiri menimbulkan dampak negative yang dapat merugikan perusahaan/ organisasi, maka perlu dan penting pula kiranya membuka bagaimana indicator atau ciri sebuah perusahaan sudh dalam kondisi krisis. Karena bilamana kita tidak tahu indicator krisis, maka sulit menyadari adanya krisis. Dan berujung pada tidak ada penyikapan terhadap krisis yang terjadi. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena bisa membuyarkan perusahaan begitu saja. Berikut ini ciri-ciri krisis yang disebutkan oleh Rhenald Kasali seperti pada tabel di bawah ini:39

37 Laurence Barton, Crisis in Organizations: Managing and Communicating in the Heat of Chaos,

(Cincinnati: South-Western Publishing, 1993),2.

38 Firsan Nova, Crisis Public Relation, (Jakarta: Grasindo, 2009), 108. 39 Rhenald Kasali, Change!, (Jakarta: Gramedia, 2005), 89.


(46)

33 Tabel 2.1 Ciri-ciri Krisis

C. Bentuk-bentuk Krisis

Bentuk-bentuk atau pengelompokan kategori krisis bisa dibedakan menurt penyebab krisisnya. Menurut Otto Lerbinger kategori krisis dapat dikelompokkan sebagai berikut:40

1. Krisis teknologis (technological crisis). Dalam era pascaindustri ini makin banyak koorporasi yang tergantung pada kemajuan dan keandalan teknologi, sehingga bilamana teknologinya gagal maka akibatnya bagi masyarakat sangat dahsyat.

40 Laura Mazur & John White, “Manajemen Krisis, terj, Miftah F. Rakhmat, Jurnal ISKI


(47)

34 2. Krisis konfrontasi (confrontation crisis). Krisis timbul karena gerakan masa

melakukan proses dan kecaman terhadap korporasi.

3. Krisis tindak kejahatan (crisis of malevolence). Krisis timbul sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau kelompok-kelompok terorganisasi. 4. Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failures). Krisis muncul

karena terjadinya salah urus dan penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang diberi kewenangan khusus.

5. Krisis ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to the organization). Dalam perkembangan sekarang, krisis terutama dapat berbentuk likuidasi, pencaplokan, dan merger perusahaan

Apapun penyebabnya, suatu krisis tidak dapat dibiarkan karena krisis merupakan suatu kejadian yang mempunyai lingkup luas kemasyarakat. Krisis secara potensial dapat mengakibatkan kerusakan jangka panjang pada citra perusahaan, baik kehilangan kepercayaan dari publik dan konsumen maupun melemahnya moral kerja karyawan.41 Seperti dikatakan Rosady Ruslan suatu organisasi atau perusahaan yang mengalami krisis, dapat menimbulkan resiko sebagai berikut:42

1. Intensitas masalah menjadi meningkat.

2. Menjadi sorotan publik, baik melalui liputan media massa, informasi yang disebarkan melalui mulut ke mulut.

41Lena Satlita, “Strategi Komunikasi dalam Menangani Krisis Organisasi”, Efisiensi, N0.2 Volume

5, (Agustus, 2005).

42 Rosady Ruslan, Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra,


(48)

35 3. Mengganggu kelancaran kegiatan dan aktivitas sehari hari, organisasi dan

mengganggunama baik serta citra organisasi.

4. Merusak sistem kerja, etos kerja, dan mengacaukan sendi-sendi organisasi secara total yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan.

5. Membuat masyarakat ikut-ikutan panik.

6. Mengundang ikut campur tangan pemerintah, yang mau tidak mau harus turut mengatasi masalah yang timbul.

7. Dampak atau efek dari krisis tersebut tidak saja merugikan organisasi yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat tertentu atau lainnya ikut merasakan akibatnya.

8. Lingkup dampak akan dengan cepat meluas, disebabkan oleh kemajuan teknik di bidang komunikasi.

D. Faktor Penyebab Krisis

Mengenai penyebab timbulnya krisis, Shirivasta dan Mitroff (Ngurah Putra, 1999:90) membagi krisis kedalam empat kategori berdasarkan penyebab krisis yang dikaitkan dengan tempat krisis.43 Pertama, yang terkategori dalam penyebab teknis dan ekonomis. Kedua, yang terkategori sebagai penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial. Mereka juga mengategorikan penyebab krisis dilihat dari sudut tempat asal atau kejadian di dalam atau di luar organisasi. Berdasarkan kategori ini mereka membuat empat sel untuk melihat tipologi krisis, seperti tergambarkan pada bagan berikut ini:

43 I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas


(49)

36 Tabel 2.2 Tipologi Krisis

Teknis/ Ekonomis Sel 1

Krisis yang disebabkan adanya kegagalan teknis ekonomis di dalam organisasi:

 Kecelakaan kerja

 Kerusakan produk

 Kemacetan computer

 Informasi yang rusak/hilang

Internal

Sel 2

Krisis yang disebabkan faktor teknis-ekonomis yang terjadi di luar perusahaan:

 Perusakan lingkungan yang meluas

 Bencana alam

Hostile takeover

 Krisis sosial

 Kerusakan sistem berskala luas

Eksternal Sel 3

Krisis yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial/manusia dan

manajemen yang bersumber di dalam perusahaan:

 Kegagalan beradaptasi/ melakukan perubahan

 Sabotase oleh orang dalam

 Kemacetan organisasional

On-site prosuct tampering

 Aktivitas illegal

 Penyakit karena pekerjaan

Sel 4

Krisis yang terjadi karena faktor2 sosial di luar lingkungan organisasi, yakni adanya orang/kelompok yang bereaksi secara negatif terhadap perusahaan:

Symbolic projection

 Sabotase orang luar

 Teroris, penculikan eksekutif

Off-site prosuct tempering

Counterfeiting (pemalsuan/ peniruan produk)


(50)

37 Dengan demikian, penyebab krisis dapat dikategorikan menjadi:

1. Karena kesalahan manusia (human error) 2. Karena kegagalan teknologi

3. Karena alasan sosial (kerusuhan, perang, sabotase, teroris) 4. Karena berkaitan dengan bencana alam

5. Karena ketidakbecusan manajemen

Sebuah krisis mungkin disebabkan hanya satu faktor, tetapi sangat sering terjadi krisis akibat kombinasi faktor-faktor di atas. Contohnya adalah kasus kecelakaan Bhopal di bulan Desember 1984. 40 ton gas beracun methyl isocyanate bocor dari tank penyimpan bawah tanah pada pabrik pestisida Union Carbide dan menewaskan 3000 orang serta ratusan ribu orang terkena radiasinya. Di sini, ada faktor kesalahan manusia karena membiarkan masuknya air ke dalam tank yang menyebabkan peledakan. Namun juga ada kegagalan teknologi akibat rancangan pabrik tersebut tidak memperhitungkan kemungkinan human error yang terjadi serta tidak berfungsinya mekanisme penyelamat. Faktor dominan penyebab ledakan tersebut adalah masalah manajerial berupa kurangnya prosedur penyelamatan serta kurangnya latihan operator. Secara sosial pun proyek ini kurang layak karena pemerintah India mengijinkan pabrik ini beroperasi di kawasan perkampungan yang padat.44

44 Ratna S.A. Ervan, S.S., M.Si., “Manajemen Isu, Krisis & Konflik”, dalam


(51)

38 E. Peramalan Krisis (Forcasting)

Untuk itu peramalan terhadap krisis (forcasting) perlu dilakukan pada situasi pra-krisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisa peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang terjadi pada organisasi/ perusahaan. Untuk memudahkannya manajemen dapat melakukan peramalan (forcasting) dengan memetakan krisis pada peta barometer krisis. Dalam peramalan krisis ini, manajemen akan menilai tahapan krisis yang dihadapi oleh organisasinya sesuai anatominya seperti yang diungkap oleh Steven Fink:45

Gambar 2.1 Tahapan Krisis Menurut Steven Fink


(52)

39 1. Tahap prodromal. Krisis yang terjadi pada tahap ini kadang diabaikan karena perusahaan (sepertinya) masih berjalan secara normal. Tahap ini disebut juga dengan warning stage karena sesungguhnya meskipun krisis belum meledak, namun krisis sudah muncul, yakni gejala-gejala yang harus segera diatasi. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan. Apabila perusahaan mampu mengatasi gejala-gejala yang timbul, maka krisis tidak akan melebar dan memasuki fase-fase berikutnya. 46 Sayangnya, jarang adanya instansi yang menyadari krisis pada tahap prodromal tetapi ada pula yang menyadarinya hingga diketahui oleh pihak internal instansi kemudian berhasil ditangani.47 Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari tiga bentuk ini:48

a. Jelas sekali. Gejala-gejala awal terlihat jelas. Misalnya ketika karyawan datang ke manajemen untuk meminta kenaikan gaji, perbedaan pendapat di antara direksi, kerusakan alat di pabrik (internal); selebaran gelap di masyarakat (eksternal).

b. Samar-samar. Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya deregulasi, munculnya pesaing baru, ucapan pembentuk opini kadang-kadang tidak langsung terasa dampaknya pada perusahaan, namun dapat menjadi masalah besar di kemudian hari.

46 Ibid., Manajemen Public Relations, 225-226.

47Kiki Handayani dan Eman Anom, “Peran PR Menerapkan Krisis dalam Memulihkan Citra PT.

Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 di Yogyakarta”, Jurnal Komunikologi, Vol.7 No.1, (Maret, 2010).


(53)

40 c. Sama sekali tidak terlihat. Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Misalnya kerugian yang dialami salah satu produk atau salah satu lini yang dirasakan wajar oleh sebuah perusahaan. Namun yang terpikirkan oleh perusahaan tersebut adalah seberapa jauh kerugian itu dapat menjadi kanibal seperti kasus Bank Summa yang menelan saham keluarga Suryadjaya pada PT. Astra Internasional.

2. Tahap akut. Inilah tahap ketika orang mengatakan: “telah terjadi krisis”.49 Tahap ini terjadi karena tidak berhasil mendeteksi atau menangani gejala-gejala krisis yang terjadi pada tahap prodromal. Orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Pada tahap ini krisis akan dipindahtangankan ke Crisis Management Team (CMT). Pada tahap ini gejala yang semula samar atau bahkan tidak terlihat sama sekali mulai tampak jelas. Krisis akut sering disebut sebagai the point of no return, artinya apabila gejala yang muncul pada tahap peringatan (tahap prodromal) tidak terdeteksi sehingga tidak tertangani, maka krisis memasuki tahap akut yang tidak akan bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas.50

49Arief Fajar, “Sistem Kendali dan Strategi Penanganan (Manajemen) Krisis Dalam Kajian Public

Relations”, Jurnal Komunikasi, Volume 1 Nomor 3, (Juli 2011), 282.

50 Suharyanti dan Achmad Hidayat Sutawidjaya, “Analisis Krisis Pada Organisasi Berdasarkan

Model Anatomi Krisis dan Perspektif Public Relation”, Jornal Communication Spectrum, Vol. 2 No.2, (Agustus 2012-Januari 2013), 169.


(54)

41 3. Tahap kronik. Apabila krisis diibaratkan badai, pada tahap ini badai

telah berlalu, yang tersisa hanya reruntuhan bangunan akibat badai. Berakhirnya tahap kronik dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan. Tahap ini disebut juga sebagai the cleanup phase atau the post mortem. Seringkali tahap ini juga diidentifikasi sebagai tahap recovery atau selfanalysis. Tahap ini ditandai dengan perubahan struktural, seperti penggantian manajemen, penggantian pemilik, atau bahkan mungkin juga perusahaan dilikuidasi. Perusahaan harus segera mengambil keputusan apakah akan mau hidup terus atau tidak.

4. Tahap resolusi. Tahap resolusi merupakan tahap resolusi kembali kondisi perusahaan. Harus dicatat bahwa dari berbagai riset juga ditemukan bahwa dalam tahap ini krisis tidak akan berhenti begitu saja. Karena tahap-tahap krisis ini merupakan siklus yang berputar, maka bila telah memasuki tahap resolusi perusahaan tetap harus waspada bila proses penyembuhan tidak benar-benar tuntas, krisis akan kembali ke tahap prodromal. Bisa dikatakan, tahap ini merupakan tahap lanjutan yang mesti dirumuskan setelah startegi pemulihan krisis untuk memastikan atau membuat antisipasi dari kemungkinan munculnya kembali kondisi pra-krisis.51

Menurut Fink keempat tahap tersebut saling berkaitan dan membentuk suatu siklus seperti gambar diatas. Lama waktu yang ditempuh oleh setiap tahap tidak menentu tergantung krisis yang dialami oleh


(55)

42 perusahaan. Apabila krisis yang terjadi termasuk krisis yang berat, dan juga tidak tertangani dengan baik, maka memungkinan terburuk yang bisa dialami perusahaan bisa saja runtuh atau bahkan bangkrut.52

Sedangkan menurut Rhenald Kasali, tahapan itu tidak bersifat baku, dalam pengertian bahwa tahap yang satu secara otomatis diikuti oleh tahap berikutnya. Sebab bila PR tidak memberi perhatian lebih, bukan tidak mungkin tahap kronik akan kembali ke tahap akut. Untuk itulah, antisipasi krisis harus benar-benar disiapkan secara matang. Persiapan yang matang untuk menghadapi sebuah krisis akan mempercepat proses pemulihan krisis yang terjadi hingga tidak perlu melalui tahap akut dan tahap kronik.53 Bila perusahaan sudah menyiapkan antisipasi krisis secara matang, bisa jadi akan mempercepat upaya pemulihan krisis, hingga tidak perlu melewati tahap akut dan kronik.

F. Pencegahan Krisis (Prevention)

Langkah-langkah pencegahan sebaiknya diterapkan pada situasi pra-krisis. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis. Namun, jika krisis tidak dapat dicegah, manajemen harus mengupayakan agar krisis tidak jika kelak krisis betul-betul terjadi. Untuk itu, begitu terlihat tanda-tanda krisis, segera arahkan ke tahap penyelesaian.54

52 Ibid., “Analisis Krisis Pada Organisasi Berdasarkan Model Anatomi Krisis dan Perspektif Public

Relation”, 169.

53 Silih Agung Wasesa, Strategi Public Relations Bagaimana Strategi Public Relations dari 36 Merk

Global dan Lokal Membangun Citra, Mengendalikan Krisis, dan Merebut Hati Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 20.


(56)

43 G. Intervensi (Pengendalian) Krisis

Langkah intervensi dalam situasi krisis bertujuan untuk mengakhiri krisis. Penanggulangan terhadap kerusakan (damage control) dilakukan pada tahap akut. Berikut langkah-langkah penanggulangan krisis menurut Kasali:55

1.

Identifikasi (penyebab krisis),

Selain melakukan meramalkan tahapan krisis, manajemen organisasi juga perlu mengidentifikasi krisis ini ialah mengenai apa penyebab terjadinya krisis sebuah organisasi. Jadi dalam tahap ini peneliti akan memaparkan bagaimana PD Muhammadiyah Sidoarjo mengidentifikasi hal-hal apa yang menyebabkan bisa masuknya Subyek Sha>lafi ke dalam ketakmiran masjid An-Nur. Apakah itu bersumber dari lemahnya internal (kinerja takmir, materi dakwah, fasilitas penunjang dakwah), atau dari faktor eksternal (jamaahnya, pesaingnya, pemerintah, masyarakat lingkungan sekitar). Identifikasi penyebab krisis ini tentu akan mempengaruhi pendekatan penanganan krisis. Apakah sebabnya karena faktor teknis atau ekonomis, atau karena sebab faktor manusia/ organisasi/ sosial. Dilihat dari teori faktor penyebab krisis, kedua faktor itu bisa bersumber dari 2 sisi:

a. kekeliruan di pihak internal,

b. ataukah pengaruh, desakan, dorongan dari pihak eksternal


(57)

44 2. Isolasi/ pengucilan,

Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa, ia adalah penyakit menular. Makna isolasi itu sendiri ialah 1 pemisahan suatu hal dari hal lain atau usaha untuk memencilkan manusia dari manusia lain; pengasingan; pe-mencilan; pengucilan; 2 keadaan terpencilnya satu wilayah karena jauh dari hubungan lalu lintas; 3 penyekatan (pengham-batan atau penahanan) arus listrik oleh suatu bahan sehingga arus itu tidak dapat mengalir; 4 Ikn pemisahan satu kelom-pok ikan dari kelompok ikan lain sehingga perkawinan antarkelompok dapat dihindari.56 Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius dilakukan.57 Mengisolasi krisis bisa juga dimaknai sebagai mengisolasi kemungkinan dampak krisis itu bisa menyebar. Dengan begitu krisis, selain tidak menyebar pada aspek lainnya, juga tidak menimbulkan dampak yang lebih parah.

3. Pemetaan internal-eksternal

Analisis situasi berupa tahapan untuk membaca situasi dan menentukan kekuatan–kelemahan–peluang–ancaman yang akan menjadi dasar perumusan strategi.

56KBBI


(58)

45 4. Pilihan Strategi

Untuk menanggulangi krisis, perusahaan membutuhkan sejumlah dana yang digunakan untuk membiayai program pemulihan krisis.58 Dalam rangka merumuskan strategi, manajemen perlu melakukan langkah-langkah berikut:59

Penetapan strategi ini adalah didasarkan pada pemetaan penyebab krisis, visi-misi-tujuan organisasi, serta hasil bacaan terhadap analisis situasi (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman). Dalam manajemen krisis, ada beberapa strategi yang bisa dipilih, Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis yaitu:

a. Strategi defensif, dengan langkah- langkah mengulur waktu, tidak melakukan apa-apa, membentengi diri dengan kuat;

b. Strategi Adaptif, dengan langkah-langkah mengubah kebijakan, modifikasi operasional, kompromi, meluruskan citra; dan

c. Strategi Dinamis, langkah yang diambil untuk strategi ini bersifat makro dan dapat mengubah karakter organisasi, misalnya dengan melakukan langkah-langah merger dan akuisisi, investasi baru, menjual saham, meluncurkan produk baru, menggandeng kekuasaan, melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian.

Lebih detail berkenaan dengan perumusan strategi, Ivy Lee, pakar public relations dalam menangani berbagai krisis di Amerika, mengatakan

58 Ibid.,, Crisis Public Relation, 143.

59Surati Redjosuwito, “Strategi Penanganan Krisis di Perusahaan”, Artikel, Akademi Sekretari Dan


(59)

46 bahwa untuk menanggulangi krisis yang tengah berlangsung, perlu membentuk suatu program khusus yakni:60

a. Menghadapi krisis dengan sistem case by case

b. Menunjuk salah seorang sebagai juru bicara bagi pihak ketiga.

c. Memberikan pelatihan dan pengarahan bagi karyawan, apa yang dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

d. Tidak berspekulasi terhadap suatu peristiwa, baik mengenai jumlah kerugian yang diderita akibat krisis itu terjadi maupun nilai uang dan materi lainnya sebelum ada angka yang pasti.

e. Membuka semua saluran informasi, tetapi harus dikoordinasikan lewat juru bicara yang telah ditunjuk, agar tercipta satu sumber informasi yang terkendali mengenai tahapan krisis hingga penyelesaiannya.

f. Tindakan terakhir adalah mengawasi dan mengevaluasi masalah yang telah dicapai atau yang belum diselesaikan dalam upaya mengurangi dampak dan efek krisis. Sejauh mana kerugian yang diderita, baik perusahaan maupun masyarakat lainnya, yang terseret menjadi korban dari krisis secara langsung dan tidak langsung.

Bila ditabulasikan, dalam membuat strategi penanganan krisisnya menjadi seperti di bawah ini:

60 Ibid., Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra, (Jakarta:


(60)

47

Isi Keterangan

Pendahuluan

 Definisi singkat mengenai tujuan, ruang lingkup dan kesesuaian perencanaan dengan operasi/bisnis/lokasi perencanaan lainnya.

 Prinsip praktik terbaik (prinsip/nilai bisnis)

Definisi dan proses peningkatan

 Penjelasan mengenai tingkatan krisis yang berbeda dalam proses peningkatan dan pemicu timbulnya krisis.

Struktur tim manajemen krisis

 Penjelasan mengenai struktur tim manajemen krisis (TMK); komposisi, peranan dan

tanggung jawab tim secara garis besar

Daftar nama anggota TMK

 Meliputi peranan ketua/pemimpin TMK, teknisi/operasional, corporate affairs, sumber daya manusia(SDM), HSE, hukum, hubungan konsumen, peraturan/pemenuhan, dan

administrasi.

Cara mengatur respon media dalam situasi krisis

 Pedoman praktik terbaik

 Pedoman pesan kunci

 Memberikan pengarahan pada pembicara

 Mempersiapkan dan mengatur jalannya konferensi pers


(61)

48

Pro forma pernyataan pemilik perusahaan Cara mengatasi krisis

lanjutan

 Pedoman praktik terbaik

Manajemen informasi dalam krisis

 Pedoman cara memprioritaskan, mengatur dan memberikan informasi dalam situasi krisis.

Fasilitas dan perlengkapan

 Fasiltas dan perlengkapan untuk digunakan oleh setiap tim

 Pedoman untuk mengatur ruangan Daftar kontak/database

stakeholder perusahaan diluar jam kerja

 Memperbarui data secara teratur dan mudah untuk diakses

1. Upaya pemulihan/ recovery

Dalam melakukan implementasi strategi penanganan krisis, pemulihan krisis ialah bagian di dalamnya setelah organisasi berhasil menatasi masa kritisnya. Istilah pemulihan sendiri berarti ada proses yang dilakukan untuk tujuan tertentu, yakni 1 proses, cara, perbuatan memulihkan: masyarakat membantu TNI dalam~keamanan; 2 pengembalian; pemulangan (hak, harta benda, dan sebagainya).61 Jika meminjam istilah marketing, upaya pemulihan dilakukan oleh pelaku pemasaran pada industri travel, turisme, dan hospitality untuk


(62)

49 mengantisipasi dampak langsung ataupun tidak langsung dari kejadian negatif terhadap potensi pasar dan pelanggannya.62

Bila diterjemahkan dalam dunia manajemen organisasi dakwah dimakanai bahwa pada saat masa krisis pada organisasi muhammadiyah terkait pasti memiliki dampak baik langsung maupun tidak langsung dari kejadian-kejadian negative tersebut yang berimbas pada kader maupun jamaah. Artinya pada tahap ini membicarakan apa saja yang dilakukan oleh PDM untuk mengatasi dampak negative infiltrasi Sha>lafi terhadap kepercayaan para jamaah kajian di masjid An-Nur Sidoarjo.

H. Strategi Antisipasi Kembalinya Krisis

Setelah sebuah organisasi menghadapi dan melewai masa krisisnya, maka menjadi penting untuk menghadapi masa depannya agar lebih cerah dan tidak kembali mengulang kejatuhan/ krisis yang pernah menimpanya untuk keduakalinya. Untuk itu, sebuah organisasi perlu merumuskan strategi antisipasi kembalinya krisis. Baik itu yang terstruktur atau yang bentuknya sangat sederhana sekali, bergantung pada sumber daya yang dimilikinya.

62Arianto Muditomo, “Recovery Marketing Strategy: Upaya Pemulihan Loyalitas Pelanggan Jangka


(63)

50 Alur Kerangka Langkah Penetapan Strategi Manajemen Krisis

Langkah Mengelola

Krisis

Meramalkan

Tahapan Krisis

Tahap Prodromal

(Pra Krisis)

Upaya Pencegahan

Krisis Lebih Lanjut

Tahap Akut

Tahap Kronik

Tahap Resolusi

Upaya Antisipasi/

Pengendalian

1

Sumber: bagan disusun dari teori Manajemen Krisis Steven Fink

dan Rhenald Kasali

Upaya

Pengendalian Krisis

a.

Identifikasi

Penyebab Krisis

b.

Isolasi Krisis

c.

Strategi Pemulihan


(64)

51

I. Relevansi Teori Manajemen Krisis Terhadap Rumusan Masalah dalam Penelitian Dalam teori manajemen krisis yang peneliti ambil, berbicara tentang bagaimana sebuah perusahaan atau organisasi mengatasi sebuah kedaan yang dianggap mengancam sebuah eksistensi organisasi itu sendiri. Dimana keadaan mengancam itu dterjemahkan sebagai sebuah kondisi yang bisa membahayakan kinerja, tujuan, bahan visi-misi organisasi yang ingin dicapai. Dalam menghadapi situasi yang membahayakan itu bila tidak diatasi dengan cepat dan tepat, maka ini bisa berdampak negatif bagi organisasi.

Manajemen krisis, sebagai teori hadir untuk mengatasi persoalan tersebut. Dimana tidak jarang sebuah organisasi itu ditempa oleh krisis yang yang sifatnya tidak terduga dan mendadak.63 Di sisi lain juga bisa memotret peristiwa krisis yang telah lama terjadi namun tidak cepat teridentifikasi. Misalnya dalam suatu organisasi yang sudah masuk ke tahap akut, kronik, bahkan bila sudah masuk ke tahap resolusi, manajemen krisis masih mampu memerankan fungsinya untuk melakukan intervensi dan pengambilan strategi mengatasi kondisi krisis tersebut serta dalam rangka mengambil langkah pemulihan kondisi untuk mengantisipasi munculnya kembali situasi krisis.

Bahkah di dalamnya, juga mendetailkan tentang upaya pengendalian krisis secara tahap demi tahap yakni meliputi identifikasi penyebab krisis, mengisolasi krisis, dan strategi pemulihan yang dipilih menggunakan pendekatan apa, bahkan


(65)

52

juga langkah mengambil keputusan strateginya seperti apa. Selain daripada itu juga mengambarkan teori tentang bagaimana pasca pemulihan situasi krisis, sebuah organisasi itu melakukan antisipasi terhadap kondisi itu agar tidak terulang kembali.

Keefektifan langkah yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sidoarjo untuk mengatasi infiltrasi di masjid An-Nur menurut peneliti merupakan langkah yang efektif dan berhasil menyelamatkan, mengisolasi, dan memutuskan strategi penanganan bibit-bibit munculnya gerakan yang akan mengambil alih sumber daya Muhammadiyah. Dimana Masjid An-Nur ini secara posisi sangat strategis mengingat berada di lingkungan pusat kajian Islam Muhammadiyah di Kabupaten Sidoarjo. Di sekitar lingkungan tersebut adalah kompleks sekolah Muhammadiyah, Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah, juga KBIH Jabal Nur sebagai amal usaha milik Muhammadiyah Sidoarjo.


(1)

113

113

dengan kajian public relations yang ujung-ujungnya masalah banyak dibahas dengan menggunakan pisau manajemen PR, bukan manajemen krisis. Dimana manajemen krisis disebut tetapi pada riil nya hanya membicarakan bagaimana manajemen PR di masa krisis. Dimana pada saat itu manajemen krisis posisinya bukan lagi sebagai pisau analisa dalam sebuah peelitian yang banyak beredar baik dalam bentuk jurnal atau tugas akhir perkuliahan (skripsi, tesis, disertasi).

Yang juga teori manajemen krisis ini mestinya bisa dikembangkan tidak hanya pada lapangan ekonomi yang pada umumnya bersifat lingkup daerah atau nasional. Namun obyek penelitiannya juga bisa sebuah organisasi kecil atau menengah. Dan bentuk krisisnya tidak harus krisis ekonomi.

C. Keterbatasan Studi

Keterbatasan studi manajemen krisis dalam penelitian ini ialah minimnya referensi penelitian yang membahas tentang manajemen krisis murni, yang tidak berorientasi pada penyelesaian krisis dalam bentuk sumber daya ekonomi. Terutama yang obyek penelitiannya pada organisasi nonprofit ini sangat sulit dicari. Sehingga peneliti mengembangkan dan meramu sendiri serta mempertahankan bagaimana teori manajemen krisis ini bila dijadikan kacamata membaca krisis dalam bentuk lain pada organisasi sosial keagamaan.

Selain itu, peneliti berusaha tetap menjaga dan membatasi independensi teori manajemen krisis dari percampuran atau peleburan dengan kajian manajemen PR yang banyak berkembang baik dalam bentuk laporan penelitian atau buku-buku pijakan teori. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti


(2)

114

karena seperti hal nya memulai hal yang baru yang belum pernah ada sama sekali.

D. Rekomendasi

Rekomendasi peneliti terhadap lembaga Pimpinan Daerah Muhammadiyah ialah agar memberikan perhatian lebih atas upaya antisipasi terhadap potensi reinfiltrasi dari eklompok di luar muhammadiyah di kemudian hari. Berikut ini beberapa perhatian itu yang peneliti rekomendasikan:

1. Menjadwalkan pengontrolan secara terencana untuk mengamati

pelaksanaan kajian di masjid An-Nur tanpa diketahui oleh pihak takmir 2. Menjadwalkan atau mengadakan interview atau wawancara terhadap

jamaah secara berkala tentang tanggapan dan respon terhadap kajian di masjid An-Nur

3. Menyikapi masalah sistem kaderisasi secara lebih sistemik. Bisa bekerja

saam dengan semua elemen, misal lembaga pendidikan

kemuhammadiyahan, aisyiah, dan lembaga pemuda muhammadiyah. 4. Membuat materi kemuhammadiyahan untuk konteks jamaah dewasa dan

disampaikan kepada mereka dengan pengawasan dan evaluasi hasil penyelenggaraannya.

5. Mungkin juga diperlukan sebuah penyampaian wawasan tentang aliran-aliran dalam Islam untuk membentengi jamaah muhammadiyah dari upaya penyusupan dari kelompok lain yang bisa mengubah akidah jamaah.


(3)

115

DAFTAR PUSTAKA

Admin, “Info Sidoarjo – Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah Sidoarjo

Dilantik”, dalam http://beritasidoarjo.web.id/2016/05/05/info-sidoarjo-pimpinan-daerah-muhammadiyah-dan-aisyiyah-sidoarjo-dilantik/, (7 Juni 2017).

Al-Qur’an.

Anom, Kiki Handayani dan Eman. “Peran PR Menerapkan Krisis dalam

Memulihkan Citra PT. Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing

G.737/400 di Yogyakarta”. Jurnal Komunikologi, Vol.7 No.1, (2010). Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2006).

Atjeh, Aboebakar. Melacak Jejak Ahlus Salaf, (Solo: Ramadhani, 1993).

As-Sewed, Muhammad Umar. “Beberapa Kerusakan Pemilu”. Majalah SALAFY, (10 Agustus 2004).

Barton, Laurence. Crisis in Organizations: Managing and Communicating in the Heat of Chaos. (Cincinnati: South-Western Publishing, 1993).

Budianto, Heri. “Strategi Penanganan Krisis Partai Dari Pandangan Publik”, Visi Komunikasi Vol. 13, No. 01, (Mei 2014).

Cevilla, Convelo G. dkk., Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993).

Ervan, Ratna S.A. S.S., M.Si., “Manajemen Isu, Krisis & Konflik”, dalam

https://belajarkomunikasi.wordpress.com/, (6 Juni 2017), pukul 13.52.

Fajar, Arief. “Sistem Kendali dan Strategi Penanganan (Manajemen) Krisis Dalam Kajian Public Relations”, Jurnal Komunikasi, Volume 1 Nomor 3, (Juli 2011).

Fearn-Banks, Kathleen. Crisis Communications: A Casebook Approach. Mahwah, N.J.: Lawrence Erlbaum Associates. 2007.

Fink, Steven. Crisis Management Planning For The Inevitable, (New York: American Management Association, 1986).

Gilstrap, Curt A, Cristina M Gilstrap, Kendra Nigel Holderby, Katrina Maria


(4)

116

Leaders Make and Give Sense to Organizational Crisis”, VOLUNTAS

Vol.27, Issue.6, (December 2016), 2787-2806.

Iriantara, Yosal. Manajemen Strategis Public Relations, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004).

Kasali, Rhenald. Change!, (Jakarta: Gramedia, 2005).

Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations, (Jakarta: Grafiti, 2008).

KBBI

Kh, sumber: Muhammadiyah Kalsel, “Muhammadiyah Kalsel Resah dengan Wahabi yang Mulai Rebut Masjid dan Mushalla Muhammadiyah”, dalam

http://www.muslimoderat.net/2017/05/muhammadiyah-kalsel-resah-

dengan-wahabi-yang-mulai-rebut-masjid-dan-mushola.html#ixzz4jC4IZJ2R, (6 Juni 2017), pukul 11.35.

Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006).

Kuncahyo, Wahyu Sabda. “Din Syamsuddin Minta Mauludan di Masjid Assalam Dibubarkan”, dalam http://www.rmol.co/read/2015/02/28/193559/Din-Syamsuddin-Minta-Mauludan-di-Masjid-Assalam-Dibubarkan- (6 Juni 2017), pukul 11.23.

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 26.

Mazur, Laura & John White, “Manajemen Krisis”, terj, Miftah F. Rakhmat, Jurnal ISKI Manajemen Krisis, No.2 (Oktober, 1998).

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI-Press, 1992).

Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007).

Muditomo, Arianto. “Recovery Marketing Strategy: Upaya Pemulihan Loyalitas

Pelanggan Jangka Panjang”, Majalah Bank Manajemen, (2011).

Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996).

Nashir, Haedar. Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah, (Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2006).


(5)

117

Putra, I Gusti Ngurah. Manajemen Hubungan Masyarakat. (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya, 1999).

Ramadhani, ‘Abdul Malik bin Ahmad. 6 Pilar Utama Dakwah Sha>lafiyyah, “terj.”, Mubarak B.M. Bamuallim, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005). Ruslan, Rosady. Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan

Pemulihan Citra. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999).

Saefur, Rochmat. “Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Perspektif Sejarah Islam”, Istoria, Volume VI Nomor 2, (2008).

Satlita, Lena. “Strategi Komunikasi dalam Menangani Krisis Organisasi”, Efisiensi, N0.2 Volume 5, (Agustus, 2005).

Shihab, M. Quraish, “Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an”,

(Jakarta: LenteraHati, 2011).

Siregar, Zulhidayat. “Masjid Muhammadiyah Direbut SekelompokOrang”, dalam

http://www.rmol.co/read/2015/02/27/193544/Masjid-Muhammadiyah-Direbut-Sekelompok-Orang- (6 Juni 2017), pukul 11.08.

Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan dan Penilaian Pendidikan. (Bandung: Sinar Baru, 1989).

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabet, 2005). Sugiyono, Statistik untuk Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010).

Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005).

Surati Redjosuwito, “Strategi Penanganan Krisis di Perusahaan”, Artikel, Akademi Sekretari Dan Manajemen Ariyanti, Bandung.

Suryabrata, Sumadi. Metode Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1987).

Sutawidjaya, Suharyanti dan Achmad Hidayat. “Analisis Krisis Pada Organisasi

Berdasarkan Model Anatomi Krisis dan Perspektif Public Relation”, Jornal Communication Spectrum, Vol. 2 No.2, (Agustus 2012-Januari 2013). Ul-Haq, Fajar Riza. “100 Tahun Muhammadiyah, Apa Kabar dan Mau Kemana?”,

MAARIF, Vol. 4, No. 2, (2009).

Wasesa, Silih Agung. Strategi Public Relations Bagaimana Strategi Public Relations dari 36 Merk Global dan Lokal Membangun Citra, Mengendalikan Krisis, dan Merebut Hati Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).


(6)

118

http://www.muhammadiyah.or.id/content-50-det-eksistensi-gerakan--muhammadiyah.html diakses pada 3 Mei 2017, pukul 9.22

http://www.muhammadiyah.or.id/muhfile/image/Image%20Konten/struktur_muh ammadiyah_kcl.jpg, 3 Mei 2017 pukul 9.18.

Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr dalam as-Sunnah, 82, al-Lalika-i dalam Syarh Ushuulil I’tiqaad, no. 126, al-Baihaqi dalam al-Madkhal, no. 191, dan sanadnya shahih.

Masyhud, Wawancara, Kantor PDM Sidoarjo, 28 April 2017. Masyhud, Wawancara, Kantor PDM Sidoarjo, 3 Mei 2017.