SILATURRAHIM KATAM PDM NGANJUK

SILATURRAHIM KATAM PDM NGANJUK
Pada tanggal 28 Desember 2003 yang lalu, peserta Katam PDM nganjuk yang dimotori oleh
pimpinan PDM Nganjuk melakukan perhelatan dalam bentuk silaturrahim diantara peserta
Katam. Pada kesempatan ini Ketua PDM nganjuk Bapak Ali Hamdi mengajak kepada
seluruh jajaran keluarga besar Muhammadiyah untuk segera bergabung menjadi peserta
Katam. Himbauan beliau dengan menekankan bahwa manfaat Katam tidak terbatas untuk
organisasi tetapi juga bagi perorangan dan merupakan sarana yang dapat merangsang warga
untuk gemar berinfak dan menabung. Kesempatan silaturrahim ini juga dihadiri oleh
Sekretaris Majelis Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bapak Drs, Jayanasti.
Beliau memberikan uraian tentang Katam dari berbagai segi, berikut ini dapat disimak kajian
program Katam yang disampaikan beliau pada acara silaturrahim peserta dan pengurus Katam
PDM Nganjuk.
Pada kesempatan tersebut, setelah lebih dari 2 tahun tidak tahu menahu tentang Katam. Yang
ada di pikiran saya, Katam adalah sebuah program yang gagal dari PT. Solar Global
Internasional (PT. SGI), setelah sempat dikerjasama operasikan (KSO) dengan PT. Ratana
Dewi Gemilang (PT. RDG) pada 2001, yang pada awalnya bersemangat betul akan
melancarkan aksi gebrakan untuk memasyarakatkan Katam. Namun ujung-ujungnya, hingga
tahun 2003 yang lalu terpaksalah direksi PT. SGI menghentikan KSO tersebut dan mengambil
alih kembali Katam dari PT. RDG.
Akan tetapi setelah sampai di Nganjuk, saya kaget karena gedung pertemuan telah dipenuhi
warga Muhammadiyah yang hendak mengikuti Silaturrahim Katam bersama-sama Tim

Katam Jawa Timur. Saya saksikan para tenaga sosialisasi Katam yang memakai kostum
T-shirt Katam dengan bangga. Bahkan Pak Ali Hamdi Ketua PDM Kabupaten Nganjuk juga
memakai kostum yang sama. Ternyata saya keliru, di Nganjuk dan di Jawa Timur
umumnya, program Katam masih eksis dan mendapatkan sambutan penuh antusias dari
warga Muhammadiyah. Berdasarkan data Tim Katam Jatim, justru jumlah peserta Katam di
Nganjuk yang hampir 100 orang tidak termasuk yang terbanyak, bahkan hanya tingkat
menengah bawah. Yang terbanyak jumlah peserta Katamnya adalah kota Surabaya yang
mencapai 537 orang peserta.

Secara nasional, total angka peserta Katam memang tidak cukup berarti. Berdasarkan data
terakhir Katam per 31 Oktober 2003, jumlah peserta Katam yang aktif (yang memperpanjang
dan peserta baru) hanya 5.475 orang. Angka itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
jumlah anggota, warga atau simpatisan Muhammadiyah yang disebut-sebut mencapai 30 juta
orang.
Yang selalu menjadi pertanyaan di hati saya adalah kenapa Katam tidak memiliki daya pikat
yang kuat bagi warga Muhammadiyah?. Pada hal di dalam Katam terdapat segala unsur
perekat ke-Muhammadiyah-an bagi setiap warganya, sekaligus untuk membuktikan cintanya
kepada Muhammadiyah. Kita tahu bahwa Katam dapat berfungsi sebagai kartu tanda anggota
Muhammadiyah. Lalu, di dalam iuran tahunan Katam terdapat komponen iuran dan
sumbangan untuk Muhammadiyah, sehingga Katam pada dasarnya adalah metode dan

sekaligus instrumen yang canggih untuk penghimpunan dana bagi Persyarikatan agar dapat
lebih giat lagi melancarkan gerakan dakwah Islamiyah dan membangun amal-amal usaha
apabila
mencapai
1 juta(hunting),
orang,Fax:
setiap
Wisma Nugra sosialnya.
Santana lt. 12,Bayangkan,
Jl. Jend. Sudirman
Kav 7-8peserta
Jakarta –Katam
10220, Telp:
(021) 5720642
(021)tahun
5711719, e-mail: solar@katam.com
Muhammadiyah akan memperoleh pemasukan tidak kurang dari Rp 35 milyar.

Tapi faktanya, setelah 4 tahun berjalan, hanya 8 ribuan orang saja yang mau menjadi peserta
Katam, sehingga perolehan dana iuran dan sumbangan untuk Muhammadiyah menjadi tidak

berarti pula nilainya. Dan Muhammadiyah meneruskan cara-cara tradisionalnya dalam
penggalangan dana, terutama dengan meminta sumbangan. Kita tahu, bahwa cara-cara
seperti itu sudah tidak efektif lagi. Di era reformasi ini terlihat semakin sulit bagi
Persyarikatan Muhammadiyah untuk mendapatkan dana, karena para donatur sudah semakin
sedikit. Di zaman Orba, banyak pejabat tinggi yang bisa didatangi. Tapi sekarang, para
pejabat takut disorot KKN.
Selanjutnya, di dalam iuran tahunan Katam ada komponen premi santunan kesehatan/
kecelakaan/kematian, yang tidak lain merupakan metode tolong menolong (ta'awun) antar
sesama warga Muhammadiyah secara canggih pula. Jika sendirian saja, pastilah tidak ada
lembaga di manapun yang bersedia memberikan santunan rawat inap di rumah sakit sebesar
Rp 150.000 setiap hari selama 90 hari dalam setahun, hanya dengan membayar Rp 120.000,Tetapi dengan menjadi peserta Katam hal itu dimungkinkan, karena ada ribuan warga
Muhammadiyah peserta Katam yang sama-sama membayar premi santunan
kesehatan/kecelakaan/kematian, namun tentu tidak semuanya yang jatuh sakit, paling-paling
hanya beberapa ratus orang saja. Santunan kesehatan tersebut disediakan dari kumpulan uang
premi ribuan peserta Katam tersebut. Jadi, setiap warga Muhammadiyah peserta Katam yang
diberi nikmat sehat, sebenarnya melalui Katam telah beramal membantu warga
Muhammadiyah peserta Katam lainnya yang tertimpa musibah jatuh sakit/kecelakaan
sehingga memerlukan dirawat inap di rumah sakit, atau bahkan meninggal dunia. Sebaliknya,
jika ia yang tertimpa musibah, maka gilirannya mendapatkan bantuan dari ribuan peserta
Katam yang lain. Jadi, sejatinya, melalui Katam kita bisa menegakkan ta'awun dan takaful

yang diajarkan oleh Islam.
Saya pernah mencari informasi kepada sejumlah perusahaan asuransi, ternyata untuk
mendapatkan santunan sebesar yang disediakan Katam (Rp 150.000,-/hari untuk 90 hari
dalam setahun), paling murah preminya Rp 450 ribu. Saya sampai heran, kok Katam bisa
melaksanakannya dengan iuran tahunan yang hanya Rp 120 ribu, bahkan sudah termasuk
pula di dalamnya iuran dan sumbangan untuk Persyarikatan Muhammadiyah.
Jadi, kembali ke Nganjuk, kita mungkin perlu introspeksi diri, belajar pada warga
Muhammadiyah yang sederhana di kota itu, yang ikhlas menjadi peserta Katam karena
kecintaan mereka kepada Muhammadiyah.
Oleh
M.Jaya Nasti
Sekretaris Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah
Sumber :
Suara Muhammadiyah
Edisi 02 2004