Tinjauan Yuridis Penerapan Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Pelayanan Kesehatan Dihubungkan dengan Malpraktik dalam Praktik Kedokteran.

(1)

1087047 ABSTRAK

Pelayanan kesehatan yang baik dalam dunia medik sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Ini dibuktikan karena pelayanan kesehatan merupakan hal yang penting dan seharusnya diterapkan dengan benar untuk menunjang kehidupan masyarakat dibidang kesehatan lebih baik. Akan tetapi, dalam kenyataanya masih saja terjadi tindakan malpraktik dalam praktik medik. Hal tersebut sangat membahayakan masyarkat karena proses tindakan medis berkaitan erat dengan hajat hidup manusia dan juga menyangkut hak bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan sepatutnya memberikan persetujuan tindakan kedokteran kepada pasien guna menghindari dokter dari tuntutan malpraktik medik. Namun dalam praktiknya pemberian persetujuan tindakan kedokteran oleh dokter kepada pasien masih belum baik oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yatu mengkaji suatu pene litian yang objeknya adalah norma, kaidah dan aturan hukum untuk dikaji kualitasnya, dengan menggunakan pendekatan pada asas-asas hukum/ajaran/doktrin hukum yang mengacu pada pendapat para ahli. Data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah data sekunder berupa bahan primer berupa Permenkes RI No.

290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan tindakan kedokteran, undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Perundang-Undangan, bahan kepustakaan, buku-buku, dan sebagainya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis tindakan malpraktik sering terjadi di Indonesia dimana dokter sering melakukan kelalaian dalam proses medik terhadap pasien. Tindakan kelalaian tersebut seharusnya dapat dicegah oleh dokter dengan mengikuti prosedur medik yang benar.

Upaya pencegahan terhadap malpraktik di Indonesia, dilakukan dengan penerapan persetujuan tindakan kedokteran sesuai dengan prosedur kententuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini dokter sebagai pemegang kewajiban atas prosedur persetujuan tindakan kedokteran harus menjalankan sesuai Standar Operasional Prosedur yang telah ditentukan. Oleh sebab itu ini merupakan dasar hak seorang pasien atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas utama dokter dalam melakukan penyembuhan terhadap pasien sebagai bentuk pelayanan kesehatan. Persetujuan tindakan kedokteran yang disampaikan dengan baik oleh dokter kepada pasien agar mencegah terjadinya malpraktik medik.


(2)

1087047 ABSTRACT

A good health care from the medical world is needed by the community. This is evidenced by the importance of health care itself and of the right application in order to be able to support people’s lives better. However, there is still malpractice in reality of medical practices. It is so harmful, as the medical action is closely related to the lives of people and also to the right of the people to get better healthcare. Although the protection toward action of malpractice has been regulated, there is still doctors that are negligent in performing their duties properly. In the field of health service, doctors duly provide medical consent to the patient to prevent doctor itself from malpractice indictment. Nevertheless, in practice the provision of medical consent by doctors to patient is not adequate enough. Therefore, the author is interested in examining it.

This study uses a judicial-normative research method, as the object of the research is norm, rules, and quality of the rule of law that needed to be reviewed. This research uses also principles of law, teachings, doctrines of law which refers to the opinion of experts as an approach. Moreover, the data used by the author in this study are secondary data from the primary raw material in the form of Health Minister Regulation Number. 290/ Health Minister/ Law/ III/ 2008 concerning medical consent, Law Number 36 of 2009 on Health, Law Number 29 of 2004 on Medical Practice, Legislation, library books, and so on. Based on research that has been done by the author, malpractices are common in Indonesia, where doctors often perform negligence in the medical process of the patient. However, the negligence action could have been prevented by a medical doctor by following the right procedures.

The prevention efforts against malpractice in Indonesia can be carried out by the application of medical consent in accordance with the procedural applicable law. In this case, a doctor as the holder of liability for medical consent procedure must work according to Standard Operating Procedures that have been determined. Therefore, this is the basic right of a patient for everything that happens to his body, as well as the main task of the doctor in patient’s healing as a form of health care. Medical consents that are conveyed well by the doctor to the patient are useful to prevent the occurrence of medical malpractice


(3)

Halaman Judul………...…..……..i

Pernyataan Keaslian………..…...ii

Pengesahan Pembimbing………..iii

Persetujuan Panitia Sidang………...iv

Pengesahan Penguji………...v

Abstrak ………..…….…....….vi

Kata Pengantar………...……viii

Daftar Isi……….………..xi

BAB I PENDAHULUAN…………..………..1

A. Latar Belakang....………...………...1

B. Identifikasi Masalah………14

C. Tujuan Penelitian……....………...15

D. Kegunaan Penelitian………15

E. Kerangka Pemikiran………16

F. Metode Penelitian………....24


(4)

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan di Dunia Medik……….32

2. Pengaturan Pelayanan Kesehatan di Indonesia………..33

B. Persetujuan Tindakan Kedokteran di Dunia Kesehatan……….….39

1. Pengertian Persetujuan Tindakan Kedokteran Secara Umum…………...39

2. Terbentuknya Persetujuan Tindakan Kedokteran………...41

3. Bentuk Persetujuan Dari Tindakan Kedokteran………43

4. Fungsi dan Tujuan Tindakan Kedokteran……….44

5. Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Berbagai Peraturan Perundang-undangang………...47

6. Persetujuan Tindakan Kedokteran Dihubungkan Dengan Transaksi Terapeutik……….58

a. Pengertian Transaksi Terapeutik Dalam Hubungan Dokter Dengan Pasien……….…58

b. Dasar Hukum Terbentuknya Transaksi Terapeutik………61

BAB III MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN……….………...70

A. Pengertian Malpraktik……….70

B. Latar Belakang Malpraktik……….74

C. Jenis Malpraktik………..77


(5)

G. Tingkatan Malpraktik………..89

H. Malpraktik Dikaitkannya Dengan Pengertian Standar Profesi Kedokteran…90 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DIHUBUNGKAN DENGAN MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN……….……….97

A. Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Pelayanan Kesehatan …………...97

B. Malpraktik Medik Dihubungkan Dengan Persetujuan Tindakan Kedokteran………105

C. Pengaruh Persetujuan Tindakan Kedokteran Atas Pencegahan Malpraktik Medik Dalam Praktik Kedokteran………..………111

1. Implikasi Hubungan Kontraktual Antara Dokter Dengan Pasien Dalam Telaah Perdata……….112

2. Persetujuan Tindakan Kedokteran Secara Tertulis Sebagai 3. Dasar Bertindak Dokter Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan…...116

4. Fungsi Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Praktik Kedokteran...120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…..………..…………125

A. Kesimpulan………125

B. Saran………..127


(6)

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah salah satu negara terbesar di dunia, dengan kepemilikan pulau sebanyak 17.504 dan penduduk melebihi 200 juta jiwa.1 Penduduk yang berpenghuni dari sabang sampai merauke diatur oleh negara dengn tujuan untuk mensejahterahkan penduduknya. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum, yang artinya memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja. Salah satu upaya mencapai tujuan negara ialah melalui peningkatan pembangunan kesehatan dalam masyarakat, demi tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk. Pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional yang berpihak pada rakyat merupakan wujud dari cita-cita Bangsa Indonesia. Hak masyarakat dalam mendapatkan kesehatan yang layak diatur dalam Pasal 28 huruf H Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” Ini artinya bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya,

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia diunduh hari rabu jam 11.00 wib tanggal 6 November 2013.


(8)

dan Negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya tanpa memandang kekayaan dan status”.2

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Pengertian kesehatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi’’. Banyak hal yang harus diperbuat oleh seseorang agar mencapai suatu kesehatan yang baik, upaya yang dimaksud adalah upaya kesehatan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan yang dimaksud dengan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Upaya kesehatan dibagi empat macam antara lain upaya peningkatan (promotif)3, upaya pencegahan (preventif)4, upaya penyembuhan (kuratif)5, upaya pemulihan (rehabiltatif)6. Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud di atas, dipengaruhi oleh faktor dan

2 Pada BAB XA Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang terdiri dari Pasal 28 A sampai dengan J, mengatur mengenai Hak Asasi Manusia.

3

Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kegiatan

4 Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

5

Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

6

Pelayanan kesehatan rehabilitative adalah kegiatan dan/atau seangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan pasien dalam kondisi semula.


(9)

lingkungan fisik dan biologis yang bersifat dinamis dan kompleks. Menyadari betapa luasnya hal tersebut, pemerintah melalui sistem kesehatan nasional, berupaya menyelenggarakan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan menitikberatkan pada pelayanan kesehatan untuk melindungi hak setiap masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan perawatan medik. Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia yang telah diakui dan diatur dalam berbagai instrumen baik nasional maupun internasional.

Hak atas pelayanan kesehatan memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh, salah satu hak atas pelayanan kesehatan yang diakui secara internasional ialah diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Beberapa Pasal yang berkaitan dengan hak atas pelayanan kesehatan dan hak atas diri sendiri antara lain dimuat dalam Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berbunyi : Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu. Selanjutnya dalam Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan : Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina. Ini membuktikan bahwa adanya hak-hak dasar manusia yang dilindungi akan martabat dan nilai seseorang manusia


(10)

baik itu laki-laki maupun perempuan, dimana dalam hal ini bertujuan untuk menigkatkan kualitas hidup manusia.7

Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan komples. Menunjang Sistem Kesehatan Nasional tersebut Pemerintah dan masyarakat berhak dan wajib membangun suatu pengaturan hukum yang bersifat menyeluruh dan terpadu di dunia kesehatan.

Pengaturan mengenai kesehatan tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Permenkes RI No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan tindakan kedokteran, Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial. Dengan adanya pengaturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Peraturan-peraturan tersebut dibentuk dengan harapan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara luas yang mencakup upaya

7 Bahder Jonatan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta: Rineka Cipta, 2013, hlm. 34.


(11)

promotif8, preventif9, kuratif10, dan rehabilitatif 11yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan. Peraturan tersebut dibentuk berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta memberikan kesadaran bagi kehidupan bangsa Indonesia mengenai nilai sebuah kesehatan dengan menciptakan sebuah pemikiran bahwa kesehatan merupakan sebuah bentuk investasi non materi yang tidak ternilai harganya. Dengan adanya masyarakat yang sehat, maka segala perencanaan pembangunan bisa dilaksanakan dengan lancar. Hal ini karena masyarakat merupakan bagian penting dari berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah.

Berdasarkan dari peraturan kesehatan maka para pihak yang berperan penting dalam bidang kesehatan diantaranya pemerintah, para medik dan pasien yang merupakan warga negara yang sakit. Para pihak tersebut memiliki tugas dan tanggungjawab masing-masing. Salah satu tanggungjawab Pemerintah seperti yang dijelaskan dalam Pasal 14 No.36 Tahun 2009 Undang-Undang Kesehatan yang berbunyi: “Pemerintah bertanggungjawab merencanakan, mengatur, membina menyelenggarakan, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh

8

Upaya promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi. 9 Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu

yang tidak diinginkan. 10

Upaya kuratif adalah upaya yang bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan.

11 Upaya rehabilitative merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama.


(12)

masyarakat”. Agar upaya kesehatan berhasil guna dan berdaya guna, Pemerintah perlu merencanakan, mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan ataupun sumber dayanya secara serasi dan seimbang dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat.

Tanggungjawab pemerintah untuk peyelenggraaan kesehatan tersebut dalam hal ini pemerintah juga berhak memberikan hak kepada pasien dalam pelayanan kesehatan. Salah satu hak pasien adalah hak informasi.

Khusus mengenai hak informasi dalam pelayanan kesehatan sebagaimana dikatakan oleh Bailey ialah:

In a true life threatening emergency there is no problem with the obtainingof an informed consen. In the absence of a valid consent from a sane and sober adult patient, or from the parent or committee of a minor of incompetent person, consent is implied and the physician has a positive duty to proceed with any reasonable effort to savage life

or limb.12

Yang diterjemahkan bebas oleh penulis yaitu : Dalam keadaan darurat yang mengancam benar tidak ada masalah dengan persetujuan tindakan kedokteran. Dengan tidak adanya suatu persetujuan yang sah dari pasien yang cakap waras dan sadar, atau dari orang tua atau komite di bawah umur dari orang yang tidak kompeten, maka persetujuan tersebut tidak sah dan dokter memiliki kewajiban untuk melanjutkan dengan upaya yang wajar untuk kehidupan ekstremitas.


(13)

Selain dari hak pasien atas informasi maka dokter juga mempunyai kewajiban sebagai pengemban profesi yang berdasarkan pada perjanjian terapeutik.13 Jika diperhatikan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I.No.34 Tahun 1983, didalamnya terkandung beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh dokter di Indonesia. Kewajiban-kewajiban tersebut meliputi: kewajiban umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap teman sejawatnya, kewajiban terhadap diri sendiri.

Berpedoman pada isi rumusan kode etik kedokteran tersebut, Hermien Hadiati Koweswadji mengatakan bahwa secara pokok kewajiban dokter dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bahwa ia wajib merawat pasiennya dengan cara keilmuan yang ia miliki secara adekuat. Dokter dalam perjanjian tersebut tidak menjanjikan menghasilkan satu resultaat atau hasil tertentu, karena apa yang dilakukannya itu merupakan upaya atau usaha sejauh mungkin sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.

2. Dokter wajib menjaklankan tugasnya sendiri (dalam arti secara pribadi dan bukan dilakukan oleh orang lain) sesuai dengan yang telah diperjanjikan, kecuali apabila pasien menyetujui perlu adanya seseorang

13

Perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut.


(14)

yang mewakilinya (karena dokter dalam lafal sumpahnya juga wajib menjaga kesehatannya sendiri).

3. Dokter wajib memberi informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit atau penderitaannya. Kewajiban dokter ini dalam hal perjanjian perawatan menyangkut hal yang ada kaitannya dengan kewajiban pasien.

Penulisan ini membahas mengenai salah satu kewajiban dokter yaitu memberi informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit atau penderitaannya. Informasi dari dokter dalam hukum kedokteran merupakan hak pasien serta kewajiban dokter, baik diminta atau tidak diminta oleh pasien maka dokter wajib menyampaikan informasi tersebut kepada pasien. Hak atas informasi dan hak memberikan persetujuan tersebut oleh pasien maupun keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik apa yang akan dilakukan terhadap pasien dikenal dengan hak pasien atas Persetujuan tindakan kedokteran. Persetujuan tindakan kedokteran ini sangat erat kaitannya dengan tindakan medik yang artinya adalah suatu transaksi untuk menentukan atau upaya untuk mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter. Sehingga hubungan antara Persetujuan tindakan kedokteran dan tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter dapat dikatakan bahwa Persetujuan tindakan kedokteran merupakan komponen utama yang


(15)

mendukung adanya tindakan medik tersebut.

Faktor utama yang sangat berpengaruh dalam persetujuan tindakan kedokteran adalah kerelaan dan berpartisipasi. Umumnya tindakan yang berkaitan dengan persetujuan tindakan kedokteran mengarah pada pelayanan kesehatan, penelitian dan institusi yang cenderung tidak hanya berdampak pada pasien. Prioritas utamanya adalah memberikan kontribusi penting pada pasien untuk membentuk persepsi tentang informasi yang diberikan serta mengevaluasi proses pengambilan keputusan.14 Keikutsertaan pasien dalam tindakan medik tidak hanya sebagai hasil dari penerimaan informasi tentang manfaat dan resiko, serta membandingkan kondisi dan keputusan yang rasional. Dari standar prsetujuan tindakan kedokteran yang ditampilkan ternyata mendapat reaksi yang bermacam-macam. Dalam bentuk pertama persetujuan tindakan kedokteran berkemungkinan tidak tercapai. Bentuk kedua persetujuan tindakan kedokteran, memberikan solusi dengan penyajian informasi yang lebih baik serta menjamin bahwa pasien membuat

keputusannya dengan kerelaannya.

Persetujuan tindakan kedokteran diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Bersama dengan standar profesi medik, persetujuan tindakan kedokteran

14

Dedi H.Sibarani skripsi Akibat Hukum Dari Tidak Adanya Persetujuan Tindakan Kedokteran Serta

Kaitannya Dengan Malpraktik Medik, 2008, hlm .3.


(16)

merupakan unsur pokok dari tanggung jawab profesional kedokteran. Persetujuan tindakan kedokteran merupakan salah satu bagian penting dalam suatu kontrak antara dokter dan pasien, maka masalah persetujuan tindakan kedokteran mempunyai banyak korelasi/hubungan dengan masalah-masalah

malpraktik medik dari segi hukum dan etika.

Pengertian Malpraktik oleh Adami Chazawi dalam bukunya ’’Malpraktik Kedokteran Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum’’ yakni pandangan malpraktik kedokteran jika dikaitkan dengan faktor tanpa wewenang atau kompetensi, dapat diterima dari sudut hukum administrasi kedokteran. Salah satu tindakan malpraktik diantaranya dibidang perizinan praktik dokter. Dengan tidak adanya izin praktik dokter bisa dikategorikan tindakan malpraktik karena melakukan tindakan medik tanpa adanya surat izin yang resmi atau sudah disetujui oleh pemerintah atau menteri kesehatan. Kejadian itulah yang disebut awal dari pelanggaran malpraktik kedokteran yang kemudian berpotensi menjadi malpraktik yang kemudian menimbulkan kerugian bagi pihak yang dirugikan terutama oleh pasien. Oleh karena adanya kerugian yang diterima bagi pasien berarti adanya suatu pelanggaran hak terhadap pasien. Dan hal itulah yang menjadikan suatu hubungan apabila terjadi malpraktik sudah pasti pula terjadi pelanggaran terhadap hak pasien.15 Tindakan malpraktik itu menimbulkan akibat hukum dalam perdata,

15 Dedi Yunus, Malpraktik dan Pembahasannya (http://wahyudianto-eko.blogspot.com/2011/01/kasus-malpraktik-dan-pembahasanya.html) diunduh hari Rabu jam 12.30 wib tanggal 6 November 2013.


(17)

pidana, maupun administrasi. Dalam hal malpraktik pidana harus berupa akibat yang sesuai dengan yang ditentukan dalam undnag-undang, malpraktik kedokteran hanya terjadi pada tindak pidana materiil. Suatu tindak pidana yang melarang menimbulakn akibat tertentu seperti kematian, luka berat, rasa sakit atau luka yang mendatangkan penyakit atau luka yang menghambat tugas dan mata pencarian sebagai unsur malpraktik pidana dokter. Pelanggaran hukum administrasi praktik dokter pada dasarnya adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban hukum administrasi kedokteran. Kewajiban administrasi dokter dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kewajiban administrasi yang berhubungan dengan kewenangan sebelum dokter berbuat. Kedua, kewajiban administrasi pada saat dokter sedang melakukan pelayanan medik. Dari berbagai aspek hukum diatas banyak menimbulkan berbagai macam masalah malpraktik yang menjadi pusat

perhatian dimasyarakat.

Aspek hukum malpraktik dibidang medik dewasa ini sangat menjadi perhatian karena perkembangannya yang terus meningkat dengan korban yang begitu besar dan kompleks serta banyak timbulnya gugatan dari pasien yang merasa dirugikan, yakni secara umum tidak hanya dapat menguras sumber daya alam, akan tetapi juga modal manusia, modal sosial bahkan modal kelembagaan yang dilakukan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap korban tindakan medik tersebut. Karena pada dasarnya kebijakan hukum itu bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih efektif dan pada


(18)

hakikatnya merupakan bagian dari integral dari usaha perlindungan masyarakat. Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia di bidang kesehatan masih terlihat sangat kurang hal ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi dimaysrakat yang berkaitan dengan perlindungan dan penegakan hukum. Satu demi satu terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi terhadap seorang pasien yang tidak mendapatkan pelayanan semestinya, yang terburuk

dan kadang-kadang berakhir dengan kematian.

Salah satu contoh kasus malpraktik yang berhubungan dengan persetujuan tindakan kedokteran ialah yang terjadi terjadi di Manado. Penulis akan mencoba untuk menguraikan secara singkat kronologi kejadian dengan bertuntun. Sabtu pada tanggal 10 April 2010, pada waktu pukul 22.00 Wita bertempat diruang operasi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R.D. Kandauw Malalayang kota Manado. Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana disebut diatas dr. Dewa Ayu Sasiary Pwawani yang selanjutnya disnigkat dengan nama Ayu (Terdakwa I), dr.Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dr. Hendy Siagian (Terdakwa III). Sebagai dokter pada Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R.D. Kandauw Malalayang kota Manado melakukan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban Siska Makatey.

Pada saat sebelum operasi Cito Secsio Sesaria16 terhadap korban dilakukan para terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga

16 Cito Secsio Sesaria adalah operasi melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dengan membuka dinding perut dan dinding oterus.


(19)

korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi diri korban jika operasi Cito Secsio Sesaria tersebut dilakukan terhadap diri korban dan para terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban dinasehati/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukan angka 160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh)

Berdasarkan uraian diatas terlihat ada permasalahan hukum mengenai persetujuan tindakan kedokteran sehingga menyebabkan malpraktik medik. Permasalahan hukum mengenai hak pasien atas informasi medik yang di berikan dokter dalam persetujuan tindakan kedokteran tersebut merupakan unsur yang sangat penting seperti yang di atur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Bersama dengan Standar Profesi Medik (SPM), persetujuan tindakan kedokteran merupakan unsur pokok dari tanggung jawab professional

kedokteran dalam setiap tindakan medik.

Permasalahan mengenai persetujuan tindakan kedokteran dalam malpraktik medik ini sebelumnya sudah diteliti oleh Amalia Tufani Mahasiswa Program Sarjana Satu Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul “Tinjauan Yuridis Malpraktik Medis Dalam Sistem Hukum Indonesia” dan Deddy H. Sibarani dengan judul “Akibat Hukum Dari Tidak Adanya


(20)

Informed Consent Serta Kaitannya Dengan Malpraktik Medik”. Karya-karya ilmiah berupa skripsi tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Pelayanan Kesehatan di Hubungkan Dengan Malpraktik Dalam Praktik Kedokteran. Berdasarkan dari permasalahan yang diuraikan, maka penulis tuangkan dalam suatu penulisan hukum dengan judul “TINJAUAN YURIDIS

PENERAPAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DIHUBUNGKAN DENGAN MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan persetujuan tindakan kedokteran dalam pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan apa saja yang membutuhkan persetujuan tindakan kedokteran ?

2. Apakah yang dimaksud dengan malpraktik medik dalam praktik kedokteran ?

3. Apakah persetujuan tindakan kedokteran menyebabkan pencegahan terjadi malpraktik medik dalam praktik kedokteran ?


(21)

C. Tujuan Penelitian

Adanya tujuan yang ingin disampaikan penulis dalam skripsi ini adalah

1. Untuk memberikan penjelasan mengenai persetujuan tindakan kedokteran dan untuk mengetahui kategori pelayanan kesehatan yang membutuhkan persetujuan tindakan kedokteran.

2. Untuk mengetahui dan memahami dengan jelas gambaran tentang malpraktik medik dalam praktik kedokteran.

3. Untuk memberikan penjelasan mengenai persetujuan tindakan kedokteran dalam mencegah terjadinya malpraktik medik dalam praktik kedokteran.

D. Kegunaan Penelitian

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Dengan penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian ataupun masukan terhadap pemahaman Persetujuan tindakan kedokteran khususnya berkaitan dengan malpraktikdalam praktikkedokteran.

2. Manfaat praktis

a. Untuk menambah pengetahuan ilmu hukum kesehatan tentang kepastian hukum yang diperoleh pasien sehingga dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan ataupun


(22)

kebijaksanaan bagi pemerintah, para medik, pasien yang merupakan warga negara yang sakit, serta instansi penegak hukum yang terkait. b. Dengan penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan ataupun sumbangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, memberikan manfaat bagi dunia pelayanan kesehatan dan masyarakat pada umumnya. Selain itu diharapkan agar tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha.

E. Kerangka Pemikiran

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia dibidang kesehatan, merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non fisik. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan

kompleks.

Menurut Anderson dalam Notoadmojo, ada 3 faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu (1) mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia, (2) adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada, (3) adanya kebutuhan

pelayanan kesehatan.17

17

http://eprints.uny.ac.id/8586/3/BAB%202%20-%2005402244038.pdf, diunduh pada hari Rabu Jam 23:55 WIB tanggal 7 November 2013.


(23)

Berdasarkan hak dari setiap orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan maka timbulah kewajiban bagi mereka yang berprofesi sebagai dokter untuk melayani pasien sebaik-baiknya.

Dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. Kedua unsur ini membentuk suatu hubungan medik dan hubungan hukum. Hubungan yang dibentuk umumnya merupakan objek pemeliharaan kesehatan umumnya dan pelayanan kesehatan khususnya. Dokter berperan sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, sedangkan pasien berperan sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan. Pelaksanaan hubungan antara pasien dan dokter selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu supaya terjadi keharmonisan dalam melaksanakan hubungan antar pihak. Peraturan-peraturan ini dituangkan dalam hukum kesehatan18

Menurut Van Der Mijn, hukum kesehatan diartikan sebagai hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang meliputi penerapan perangkat hukum perdata, hukum pidana, dan hukum tata usaha Negara. Sedangkan Leenen mendefinisikan hukum kesehatan sebagai aktifitas juridis dan peraturan hukum dibidang kesehatan serta studi ilmiahnya.19

Menurut P. Scholten menyatakan bahwa ada empat asas hukum yang sifatnya universal. Asas tersebut yaitu : asas keperibadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas kewibawaan.

18

Willa Chandrawila S, Hukum Kedokteran, Bandung : Mandar Maju,2001, hlm .1.

19 Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta : Pustak Book Publisher, 2008, hlm.119.


(24)

Didalam ilmu kesehatan juga mempunyai asas yaitu :

1. Sa science et sa conscience ( ya ilmunya dan ya hati nuraninya )

2. Agroti salus lex superma (kesehatan pasien adalah hukum yang

tertinggi)

3. Deminimis noncurat lex (hukum tidak mencampuri hal-hal yang

sepele)

4. Res ipsa liquitur (faktanya telah berbicara)20

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab diaturnya masalah kesehatan yang termasuk dalam ranah hukum, ketiga faktor tersebut ialah, (1) meningkatnya jumlah permintaan akan upaya pelayanan kesehatan berkat meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat dan kesadaran akan hidup sehat, (2) berubahnya pola penyakit dan (3) kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dibidang kedokteran. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan dalam pembangunan bidang kesehatan, yang akhirnya memandang, pertama, perlunya perawatan kesehatan diatur dengan langkah-langkah/tindakan-tindakan oleh pemerintah, kedua perlunya pengaturan dalam hukum dilingkungan system perawatan kesehatan, dan ketiga, perlunya kejelasan yang membatasi antara perawatan kesehatan dan tindakan medik tertentu.21

20 Ibid. 120.


(25)

Pelaksanaan hubungan hukum antara dokter dan pasien ditandai yang bermula dari dokter yang melakukan praktik kedokteran pada pasien dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Yang dimaksud dengan hubungan hukum antardua subjek hukum atau lebih, atau antar subjek hukum dan objek hukum yang berlaku dibawah kekuasaan hukum22 atau diatur/ ada dalam hukum dan mempunyai akibat hukum. Jelasnya, hubungan hukum ada tiga kategori, yaitu

a. Hubungan hukum antardua subjek hukum orang dengan subjek hukum orang, misalnya hubungan hukum dokter-pasien,

b. Hubungan hukum antara dua subjek hukum orang dengan subjek hukum badan, misalnya antara pasien dengan rumah sakit, dan c. Hubungan hukum antara subjek hukum orang maupun badan

dengan objek hukum benda berupa hak kebendaan.23

Berpedoman pada isi rumusan kode etik kedokteran, Hermien Hadiati Koweswadji mengatakan bahwa salah satu kewajiban dokter terhadap pasiennya adalah memberikan informasi. Dalam hal ini dokter wajib memberi informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit atau penderitaannya. Kewajiban dokter ini dalam hal perjanjian perawatan (behandelingscontract) menyangkut hal yang ada kaitannya kengan kewajiban pasien. Informasi dari dokter dalam hukum kedokteran merupakan hak pasien serta kewajiban dokter, baik diminta atau

22 Andi Hamzah, Kamus Hukum,Gahalia Indonesia, 1986, hlm .244. 23 Ibid.


(26)

tidak diminta oleh pasien maka dokter wajib menyampaikan informasi tersebut kepada pasien. Hak atas informasi dan hak memberikan persetujuan tersebut oleh pasien maupun keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik apa yang akan dilakukan terhadap pasien dikenal dengan hak pasien atas persetujuan tindakan kedokteran.

Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan pasien untuk dilakukan perawatan atau pengobatan oleh dokter setelah pasien tersebut diberikan penjelasan yang cukup oleh dokter mengenai bebagai hal, seperti diagnosis dan terapi. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan tindakan kedokteran, memberi batasan tentang Persetujuan tindakan kedokteran yang menyatakan bahwa “ Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan oleh pasien tersebut’’. Peraturan Menteri Kesehatan inilah yang menjadi dasar hukum yang mewajibkan dokter untuk mendapatkan persetujuan tindak medik dari pasien sebelum adanya Undang-Undang No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Menurut Beauchamp dan Walters bahwa Persetujuan tindakan kedokteran dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien. Prinsip ini mengandung dua hal yang penting yaitu :

1) Setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas hal yang dipilihnya bedasarkan pemahaman yang memadai.


(27)

2) Keputusan itu harus dibuat dalam keadaan yang memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya campur tangan atau paksaan dari pihak lain. Prinsip inilah yang oleh para ahli etik disebut doktrin Persetujuan tindakan kedokteran.24

Menurut Appelbaum bahwa, untuk menjadi doktrin hukum maka Persetujuan tindakan kedokteran harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan informasi kepada pasien.

b) Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan.25

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap Persetujuan tindakan kedokteran dalam perawatan atau pengobatan, dan penelitian kedokteran dapat ditinjau baik dari sudut kepentingan pasien maupun kewajiban dokter.

Ada tiga teori tentang Persetujuan tindakan kedokteran berikut pandangan yang mendasarinya yang kemukakan oleh Veatch. Adapun tiga teori yang akan dikemukakan ini sehubungan dengan eksperimen pada masusia dibidang kedokteran.

24

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, Bandung : Cita Aditya Bakti, 2002, hlm. 109.


(28)

(1) Teori manfaat untuk pasien (Het nut voor de patient als theorie over informed consent)

Pemberian informasi kepada pasien harus dilakuan sedemikian rupa, sehingga pasien dapat berperan serta dalam proses pembentukan dan pengambilan keputusan, bahkan secara aktif pasien menguasainya, agar semaksimal mungkin dapat diperoleh manfaatnya.

(2) Teori manfaat bagi pergaulan hidup (Het nut voor de samenleving als theorie over informed consent).

Teori ini menitikberatkan pada pandangan utillitis yaitu bahwa kemanfaatan yang terbesar bagi jumlah yang terbesar. Penyelenggaraan eksperimen diperkenankan apabila didasarkan pertimbangan tetentu lebih banyak manfaatnya daripada menghasilkan yang tidak baik dan apabila bersamaan dengan itu eksperimen ini secara keseluruhan lebih banyak menghasilkan manfaat dibandingkan dengan kemungkinan yang dihasilkan dengan penerapan metode lain.

(3) Teori menentukan nasib sendiri ( De zelfbeschikkings theorie over informed consent. Hak menentukan nasip sendiri memberikan dasar yang otonom bagi syarat persetujuan tindakan kedokteran. Hak ini merupakan dasar yang lebih jauh kokoh dari pada pembenaran secara hukum, yang sering kali timbul adanya


(29)

kekhawatiran tentang perlindungan bagi individu terhadap resiko dalam percobaan yang dilakukan secara.26

Persetujuan tindakan kedokteran merupakan unsur pokok dari tanggung jawab professional kedokteran. Persetujuan tindakan kedokteran merupakan salah satu bagian penting dalam suatu kontrak antara dokter dan pasien, maka masalah Persetujuan tindakan kedokteran mempunyai banyak korelasi/hubungan dengan masalah-masalah malpraktik medik (medical malpractice) baik dari segi hukum dan etika.

Malpraktik medik menurut World Medical Association Tahun 1992 adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan ketrampilan atau kelalaian dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien. Pandangan terhadap malpraktik dapat dilihat dari sudut kewajiban dokter yang dilanggar, artinya dihubungkan dengan kewajiban dokter. Pandangan terhadap malpraktik kedokteran ini dikaitkan dengan kewajiban dokter bahwa tidak ada malpraktik kedokteran tanpa kewajiban yang di bebankan kepada dokter dalam hubungan dokter-pasien. Ada malpraktik kedokteran jika ada kewajiban hukum dokter yang dilanggar. Pandangan ini pun benar karena tidak mngkin ada malpraktik kedokteran apabila tidak dalam hubungan dokter pasien yang artinya ada hubungan hak


(30)

dan kewajiban antara dokter pasien (kontrak terapeutik) dimana kewajiban

dokter itu dilanggar.

Perbuatan dalam pelayanan medik dokter yang dapat dipersalahkan pada pembuatnya harus mengandung sifat melawan hukum. Salah satu sifat melawan hukum yang timbul disebabkan oleh praktik kedokteran tanpa persetujuan tindakan kedokteran atau tidak sesuai dengan persetujuan tindakan kedokteran. Tindakan malpraktik itu menimbulkan akibat hukum dalam perdata, pidana, maupun administrasi.

Berbagai aspek hukum tersebut mempunyai tujuan hukum yang sama yang bersifat secara umum yaitu mewujudkan ketertiban, ketentraman, kedamaian kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.27 Selain dari itu hukum juga memiliki fungsi pengayoman, menjamin kepastian social, dan kepastian hukum. Kepastian hukum tidak hanya melindungi manusia dan arti fasif, yakni hanya mencegah tindakan sewenag-wenang dan pelanggaran hak saja. Melainkan juga meliputi pengerian melindungi secara aktif, artinya meliputi upaya untuk menciptakan kondisi dan mendorong manusia untuk selalu memanusiakan diri terus-menerus28

F. Metode Penelitian

27

Zainal Askin, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 19-20.

28 Achmad Surhadi Kartohadiprodjo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Jakarta: Gatra Pustaka, 2009, hlm.48.


(31)

1. Pengantar

Metode berasal dari bahasa Yunani : methodos, yang berarti cara atau jalan, jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami objek sasaran yang dikehendaki dalalm upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan. Sedangkan penelitian berasal dari terjemahan bahasa inggris yaitu research, yang berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali, yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya. Kesimpulannya metode penelitian merupakan salah satu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.29

Penelitian pada dasarnya adalah usaha mencari data (sesuatu yang diketahui atau diasumsikan) yang akan digunakan untuk memecahkan suatu masalah, atau untuk menguji hipotesis, atau hanya ingin mengetahui apakah ada permasalahan atau tidak. Data yang sudah dikumpulkan oleh peneliti perlu diolah terlebih dahulu sebelum

29 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hlm. 1-2.


(32)

dianalisis, dan pada akhirnya diinterprestasikan untuk menjawab masalah dan atau membuktikan kebenaran hipotesisnya.30

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis penelitian studi kepustakaan. Metode pendekatan yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normative. Penelitian hukum norma adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulius dari berbagai aspek yang meliputi aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum, dan Pasal demi Pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahas hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan dan implementasinya. Karena tidak mengkaji aspek implementasinya, maka penelitian hukum normative disebut juga “penelitian hukum teoritis atau dogmatik”31

Ronny Hanitijo Soemito seperti dikutip oleh Rianto Adi menyatakan:

”Penelitian hukum normatif merupakan studi dokumen yakni menggunakan sumber-sumber data sekunder saja yang berupa peraturan-peraturan, perundang-undnagan, keputusan-keputusan pengadilan,

30 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Jakarta, Granit, 2005, hlm.47.


(33)

teori hukum, dan pendapat-pendapat dari para sarjana hukum terkemuka”.32

Melalui metode penelitian hukum normatif, penelitian hukum dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder dan dengan menggunakan metode berfikir deduktif serta criteria kebenaran koheren. Adapun yang dimaksud dengan metode berfikir deduktif adalah cara berfikir dalam yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum dan sudah dibuktikan kebenarannya dan kesimpulan tersebut ditunjukan untuk sesuatu yang bersifat khusus. Sedangkan criteria kebenaran koheren adalah suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis dianggap benar apabila sejalan dengan pengetahuan, teori, pernyatan, proposisi, atau hipotesis yang sebelumnya dianggap benar.33

3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini didapatkan melalui studi kepustakaan. Dilihat dari cara memperolehnya, data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti, sedangkan data sekunder adalah data yang sudah dalam bentuk jadi, seperti data dalam dokumen atau publikasi.34

32

Hukum dan Penelitian Hukum, Op. Cit., hlm. 92.

33 A. Sonny Kreaf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius, ,2001, hlm 68. 34 Hukum dan Penelitian Hukum, Op. Cit., hlm. 57.


(34)

Ronny Hanitijo Soemito seperti dikutip oleh P. Joko Subagyo membedakan data sekunder dibidang hukum berdasarkan segi kekuatan mengikatnya menjadi:

a. Bahan-bahan hukum primer : 1) Undang-Undang Dasar 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 4) Kitab Undang-undang Hukum Administrasi.

5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 6) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran.

7) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 8) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan tindakan kedokteran.

9) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.


(35)

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi :

1) Rancangan peraturan perundangan 2) Hasil karya ilmiah para sarjana 3) Hasil-hasil penelitian

c. Bahan hukum tersier

Yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder misalnya :

1) Bibliografi 2) Indeks kumulatif35

G. Sistematika Penulisan

Agar Pembaca dapat lebih mengerti dan memahami isi yang termuat dalam skripsi ini, penulis menyajikan skripsi dengan gambaran-gambaran secara singkat pokok-pokok pembahasan dari karya tulis ini dengan membagi pembahasan dalam lima bab, yang antara lain sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Penulis memberikan gambaran secara jelas dan singkat mengenai hal-hal yang melatarbelakangi penulis sehingga penulis tertarik melakukan penelitian ini, kemudian mengenai identifikasi


(36)

masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian yang terdiri dari sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, serta teknik pengumpulan data dan teknik analitis data dan sistemakita penulisan.

Bab II: PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Bab ini berisi tinjauan mengenai pengertian persetujuan tindakan kedokteran, pengaturan pelayanan kesehatan, serta teori-teori yang berhubungan dengan terbentuknya persetujuan tindakan kedokteran di Indonesia.

Bab III: MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

Bab ini akan dibahas mengenai pengerian malpraktik, latarbelakang timbulnya malpraktik, jenis malpraktik, unsur-unsur malpraktik, teori sumber perbuatan malpraktik, tingkatan malpraktik, malpraktik dan kaitannya dengan pengertian standar profesi kedokteran, dan pembuktian malpraktik dibidang pelayanan kesehatan.

Bab IV: ANALISIS TERHADAP PENERAPAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DALAM PELAYANAN


(37)

KESEHATAN DIHUBUNGKAN DENGAN MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

Dalam bab ini membahas mengenai analisis dan pemaparannya, berdasarkan identifikasi masalah akan dibahas secara detail. Penulis akan mencoba menganalisa bagaimana penerapan persetujuan tindakan kedokteran dalam dunia kesehatan untuk mencegah terjadinya malpraktik medik.

Bab V : PENUTUP

Bagian ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah hasil analisis yang telah dibahas dalam bab-bab terdahulu yang dipadukan dengan identifikasi masalah, setelah itu dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dari hasil penelitian ini yang dapat dipergunakan dalam pengembangan ilmu hukum.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV (empat) skripsi ini, maka penulis menarik beberapa point kesimpulan dan saran yang merupakan cangkupan dari bahasan sebelumnya.

A. KESIMPULAN

1. Persetujuan tindakan kedokteran dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi terhadap pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran tersebut, informasi yang pantas kepada pasien tetap diperlukan. Itu sebabnya peraturan menteri tersebut memberikan pemahaman atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien. Setiap pelayanan kesehatan harus mendapat persetujuan tindakan kedokteran khususnya proses pengobatannya yang memiliki resiko tinggi. Persetujuan dari pasien diberikan setelah pasien


(39)

mendapat penjelasan atau informasi yang diperlukan tentang pentingnya tindakan kedokteran. Tentang informasi yang harus diberikan kepada pasien haruslah informasi yang cukup, mencakup keuntungan maupun kerugian dari tindakan medik tersebut, baik untuk tindakan diagnostik maupun untuk terapeutik, baik jika dimina oleh paisen atau jika tidak diminta.

2. Malpraktik medik dalam praktik kedokteran merupakan setiap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter secara melanggar hukum dan melanggar prinsip-prinsip profesional baik dilakukan dengan kelalaian, kesengajaan, atau ketidak hati-hatian yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan medik sehingga menyebabkan kerugian pada pasien. Pandangan terhadap malpraktik kedokteran dapat dilihat dari sudut kewajiban dokter yang dilanggar, artinya dihubungkan dengan kewajiban dokter. Pandangan malpraktik kedokteran dikaitkan dengan kewajiban dokter bahwa tidak ada malpraktik kedokteran tanpa kewajiban yang dibebankan kepada dokter dalam hubungan dokter dengan pasien. Ada malpraktik kedokteran jika ada kewajiban hukum dokter yang dilanggar. Hubungan hak dan kewajiban antara dokter dan pasien (kontrak terapeutik) dimana kewajiban dokter itu dilanggar. Hukum tentang malpraktik dokter utamanya mendasari pada bidang hukum tentang perbuatan melawan hukum yang berlaku ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.


(40)

3. Persetujuan tindakan kedokteran dapat mencegah terjadinya malpraktik medik, karena dalam persetujuan tindakan kedokteran ini terdapat informasi mengenai kondisi pasien dan keputusan untuk perawatan atau pengobatan yang didasarkan kerjasama antara dokter dengan pasien serta mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien. Prioritas utama dari persetujuan tindakan kedokteran adalah memberikan kontribusi penting pada pasien untuk membentuk pandangan tentang informasi yang diberikan serta mengevaluasi proses pengambilan keputusan. Bagian terpenting mengenai persetujuan tindakan kedokteran ialah mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Informasi yang harus disampaikan adalah prosedur tindakan yang akan dijalani pasien hal ini mencakpu bentuk, tujuan, risiko, dan manfaat dari terapi yang akan dilakukan dan alternatif terapi. Informasi dari dokter yang lengkap disampaikan dengan menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh paien maka pasien dapat menerima dengan baik pula mengenai kondisinya dengan begitu pasien berhak memberikan keputusan apa yang akan diambilnya, dengan begitu adanya persetujuan tindakan kedokteran ini dapat mencegah terjadinya tindakan malpraktik dokter.


(41)

B. SARAN

1. Bagi Rumah Sakit dan sarana Kesehatan lainnya, penerapan persetujuan tindakan kedokteran perlu dipertegas kembali dalam dunia kesehatan khususnya di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya, karena dalam hal ini rumah sakit merupakan organisasi penyelenggara pelayanan publik yang mempunyai tanggungjawab atas setiap pelayanan jasa kesehatan demi untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Tanggungjawab Rumah Sakit diatur dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Salah satu pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah dalam pemberian informasi mengenai persetujuan tindakan kedokteran secara benar kepada pasien. 2. Bagi masyarakat, mengenai pengetahuan kesehatan dalam hal ini

masyarakat masih minim akan kesehatan dan kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap dokter menyebabkan masyarakat belum memahami perbuatan dan kesalahan dokter yang dapat dilaporkan sebagai dugaan malpraktik medis, sehingga masyarakat pelu mendapat sosialisasi dan pemberitahuan mengenai hak-hak dan kewajiban baik yang dilakukan oleh dokter maupun rumah sakit serta perlunya mendapatkan pendampingan hukum bila terhadap malpraktik medis yang menimbulkan kerugian. Adanya hak tersebut diantaranya adalah hak mengenai atas informasi kesehatan yang harus diperjelas sesuai dengan kondisi pasien. Karena ini


(42)

merupakan hak dasar yang harus dipahami oleh pasien tentang tindakan medis apa yang harus dilakukan pada dirinya.

3. Bagi dokter dan tenaga kesehatan diharapkan sebelum melakukan tindakan medik hendaknya harus menginformasikan mengenai persetujuan tindakan kedokteran kepada pasien maupun kepada keluarganya. Dalam melakukan pelayanan kesehatan hendaknya lebih berhati-hati lagi dengan menjunjung tinggi profesionalisme yang akan diberikan kepada pasien supaya tidak terjadinya koban dari malpraktik medik yang sebelumnya sering terjadi. Dokter harus melakukan tindakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur seyogyanya penulis menyarankan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan dengan baik dan benar oleh dokter dan memberikan pelayanan kesehatan guna menghindarkan dari tuntutan malpraktik medik. Dalam kondisi atau keadaan gawat darurat persetujuan tindakan kedokteran tetap dilakukan dengan cara menyampaikan persetujuan tindakan kedokteran kepada keluarga pasien mengenai tindakan yang telah dilakukan, serta akibat yang mungkin terjadi dan tetap melakukan pengisian formulir persetujuan tindakan kedokteran. Jadi penulis menyarankan setiap tindakan pelayanan kesehatan membutuhkan persetujuan tindakan kedokteran.


(43)

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Achmad Surhadi Kartohadiprodjo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Gatra Pustaka, Jakarta, 2002.

Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayu Media, 2007. Andi Hamzah, Kamus Hukum, Penerbit Gahalia Indonesia, 1986.

Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, 2006.

Emanuel Hayat, Legal Aspects of Medical Record, Physicians Record Company, Illinois, 1966

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kesehatan, Citra Aditya Bakti Tahun 1998.

Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1991. Mertokusumo, S. Mengenal Hukum, liberty, Yogyakarta, 1986.

Munif Fuady, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktek Dokter), Aditya Bakti, 2005.

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

Patna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta, 2001.


(44)

Sonny Kreaf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta, 2001. Sutrisno, Pertanggungjawaban dokter dalam hukum Perdata, Varia Peradilan,

IKAHI,1989.

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam transaksi terapeutik, Citra Aditya Bakti, 2002.

Zainal Askin, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012.

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

C. Website

http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia.

Siti,HukumKesehatan, http://hpm.fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/Hukum_Reg ulasi_2011/TA.20122013/sesi%203_rm_health%20care%20and%20public%2 0policy%20in%20community.pdf).


(45)

Blongspot.com/2013/04/system-pelayanan-kesehatan.

Muhamad Saifudin, Malpraktik Medik di Dunia Kesehatan http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyuanita-4350-1.


(1)

127

3. Persetujuan tindakan kedokteran dapat mencegah terjadinya malpraktik medik, karena dalam persetujuan tindakan kedokteran ini terdapat informasi mengenai kondisi pasien dan keputusan untuk perawatan atau pengobatan yang didasarkan kerjasama antara dokter dengan pasien serta mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien. Prioritas utama dari persetujuan tindakan kedokteran adalah memberikan kontribusi penting pada pasien untuk membentuk pandangan tentang informasi yang diberikan serta mengevaluasi proses pengambilan keputusan. Bagian terpenting mengenai persetujuan tindakan kedokteran ialah mengenai informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Informasi yang harus disampaikan adalah prosedur tindakan yang akan dijalani pasien hal ini mencakpu bentuk, tujuan, risiko, dan manfaat dari terapi yang akan dilakukan dan alternatif terapi. Informasi dari dokter yang lengkap disampaikan dengan menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh paien maka pasien dapat menerima dengan baik pula mengenai kondisinya dengan begitu pasien berhak memberikan keputusan apa yang akan diambilnya, dengan begitu adanya persetujuan tindakan kedokteran ini dapat mencegah terjadinya tindakan malpraktik dokter.


(2)

128

B. SARAN

1. Bagi Rumah Sakit dan sarana Kesehatan lainnya, penerapan persetujuan tindakan kedokteran perlu dipertegas kembali dalam dunia kesehatan khususnya di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya, karena dalam hal ini rumah sakit merupakan organisasi penyelenggara pelayanan publik yang mempunyai tanggungjawab atas setiap pelayanan jasa kesehatan demi untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Tanggungjawab Rumah Sakit diatur dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Salah satu pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah dalam pemberian informasi mengenai persetujuan tindakan kedokteran secara benar kepada pasien. 2. Bagi masyarakat, mengenai pengetahuan kesehatan dalam hal ini

masyarakat masih minim akan kesehatan dan kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap dokter menyebabkan masyarakat belum memahami perbuatan dan kesalahan dokter yang dapat dilaporkan sebagai dugaan malpraktik medis, sehingga masyarakat pelu mendapat sosialisasi dan pemberitahuan mengenai hak-hak dan kewajiban baik yang dilakukan oleh dokter maupun rumah sakit serta perlunya mendapatkan pendampingan hukum bila terhadap malpraktik medis yang menimbulkan kerugian. Adanya hak tersebut diantaranya adalah hak mengenai atas informasi kesehatan yang harus diperjelas sesuai dengan kondisi pasien. Karena ini


(3)

129

merupakan hak dasar yang harus dipahami oleh pasien tentang tindakan medis apa yang harus dilakukan pada dirinya.

3. Bagi dokter dan tenaga kesehatan diharapkan sebelum melakukan tindakan medik hendaknya harus menginformasikan mengenai persetujuan tindakan kedokteran kepada pasien maupun kepada keluarganya. Dalam melakukan pelayanan kesehatan hendaknya lebih berhati-hati lagi dengan menjunjung tinggi profesionalisme yang akan diberikan kepada pasien supaya tidak terjadinya koban dari malpraktik medik yang sebelumnya sering terjadi. Dokter harus melakukan tindakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur seyogyanya penulis menyarankan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan dengan baik dan benar oleh dokter dan memberikan pelayanan kesehatan guna menghindarkan dari tuntutan malpraktik medik. Dalam kondisi atau keadaan gawat darurat persetujuan tindakan kedokteran tetap dilakukan dengan cara menyampaikan persetujuan tindakan kedokteran kepada keluarga pasien mengenai tindakan yang telah dilakukan, serta akibat yang mungkin terjadi dan tetap melakukan pengisian formulir persetujuan tindakan kedokteran. Jadi penulis menyarankan setiap tindakan pelayanan kesehatan membutuhkan persetujuan tindakan kedokteran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Achmad Surhadi Kartohadiprodjo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Gatra Pustaka, Jakarta, 2002.

Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayu Media, 2007. Andi Hamzah, Kamus Hukum, Penerbit Gahalia Indonesia, 1986.

Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, 2006.

Emanuel Hayat, Legal Aspects of Medical Record, Physicians Record Company, Illinois, 1966

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kesehatan, Citra Aditya Bakti Tahun 1998.

Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1991. Mertokusumo, S. Mengenal Hukum, liberty, Yogyakarta, 1986.

Munif Fuady, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktek Dokter), Aditya Bakti, 2005.

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

Patna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta, 2001.


(5)

Safirti Hariyani, Sengketa Medik, Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter dengan Pasien, Diadit Media, Jakerta, 2005.

Sofyan Hasdam, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Selayar Semesta, Jakarta, 2009.

Sonny Kreaf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta, 2001. Sutrisno, Pertanggungjawaban dokter dalam hukum Perdata, Varia Peradilan,

IKAHI,1989.

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam transaksi terapeutik, Citra Aditya Bakti, 2002.

Zainal Askin, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012.

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

C. Website

http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia.

Siti,HukumKesehatan, http://hpm.fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/Hukum_Reg ulasi_2011/TA.20122013/sesi%203_rm_health%20care%20and%20public%2 0policy%20in%20community.pdf).


(6)

Dedi Yunus, Malpraktik dan Pembahasannya, http://wahyudianto-eko.blogspot.com/2011/01/kasus-malpraktik-dan-pembahasanya.html. Tonny Hidayat, Hukum Kesehatan, http://majalahimeldafransiska. Blongspot.com/2013/04/system-pelayanan-kesehatan.

Muhamad Saifudin, Malpraktik Medik di Dunia Kesehatan http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/87/jtptiain-gdl-wahyuanita-4350-1.


Dokumen yang terkait

Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran - [BUKU]

0 3 42

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum bagi Dokter Dihubungkan dengan Peraturan Mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Keadaan Darurat yang Membutuhkan Pembedahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Juncto Peratur

0 1 32

Peran Stake Holder dan Provider Provinsi Kalimantan Barat Dalam Upaya Meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan Dihubungkan Dengan Undang Undang Praktik Kedokteran.

1 1 65

Peran Stake Holder dan Provider Kota Batam Dalam Upaya Meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan Dihubungkan Dengan Undang Undang Praktik Kedokteran.

0 4 33

Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran

0 0 42

peraturan menteri kesehatan nomor 290 tahun 2014 tentang persetujuan tindakan kedokteran

0 0 10

ASPEK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

0 0 8

ANALISIS YURIDIS SURAT IZIN PRAKTIK DOKTER DALAM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN - repo unpas

0 0 9

BAB II TINJAUAN TENTANG PERIZINAN DAN SURAT IZIN PRAKTIK DOKTER - ANALISIS YURIDIS SURAT IZIN PRAKTIK DOKTER DALAM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN - repo unpas

0 0 43

TINJAUAN YURIDIS RAHASIA JABATAN KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPADA KELUARGA PASIEN UNTUK MEMPEROLEH PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN - Unika Repository

0 0 7