Peran Stake Holder dan Provider Kota Batam Dalam Upaya Meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan Dihubungkan Dengan Undang Undang Praktik Kedokteran.

(1)

iv ABSTRAK

PERAN STAKE HOLDER DAN PROVIDER KOTA BATAM DALAM UPAYA MENINGKATKAN CLINICAL GOVERNANCE PELAYANAN KESEHATAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG

UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Tiara Indah P.S. 2009. Pembimbing : Dr. Felix Kasim., dr., M.Kes. Deming (1984), Crosby (1979, 1985), maupun Juran (1988), semuanya menemukan bahwa lebih dari 85 % kesalahan terkait dengan sistem, sedangkan hanya 15 % yang memang benar kesalahan manusia atau pekerja. Menurut opini Koordinator LSM Kesehatan, Iskandar Sitorus, mereka mencatat sekitar 2.000 korban malpraktik di seluruh Kepulauan Riau (Kepri). Kesalahan terjadi ketika sistem tidak memiliki kebijakan yang tepat, prosedur standar, dan perlengakapan yang dibutuhkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan, hambatan serta harapan yang berkaitan dengan penatalaksanaan Clinical Governance ditinjau dari peran stakeholder dan provider kota Batam.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan rancangan penelitian grounded theory. Data primer didapatkan dari wawancara mendalam. Responden yang diambil adalah Ketua Komisi IV DPRD kota Batam Kepri, Ketua Komite Medik RSUD Batu Aji kota Batam Kepri dengan metode pengambilan sampel Purposive sampling dengan pendekatan extreme case sampling.

Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan Clinical Governance oleh stakeholder dan provider masih belum cukup baik. Masih banyaknya kendala dalam regulasi dan implementasi Clinical Governance. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) kota Batam 2008 beberapa indikator masih belum memenuhi target kinerja dan standar nasional. Dengan demikian, sistem Clinical Governance belum dilakukan secara menyeluruh pada pelayanan kesehatan di kota Batam.


(2)

v ABSTRACT

ROLES OF THE STAKE HOLDER AND PROVIDER OF BATAM CITY IN AN ATTEMPT TO ENHANCE CLINICAL GOVERNANCE OF HEALTH

SERVICES IN CONNECTION WITH DOCTOR PRACTICE LAWS Tiara Indah P.S. 2009. Tutor : Dr. Felix Kasim., dr., M.Kes

Deming (1984), Crosby (1979, 1985), and Juran (1988), all found that more than 85% of errors are related to a system; whereas, only 15% of them constitute human error, or an employee’s. According to NGO coordinator, Iskandar Sitorus, 2000 victims of malpractice have been recorded throughout Kepulauan Riau (Kepri). This malpractice occurs when a system does not have a proper policy, standard procedure, and equipment needed.

This research aims to find out the management, obstacles, and expectations with regards to clinical governance management from the point of view of the stakeholder and provider of Batam City.

This research employs a qualitative method with a grounded theory. The primary data are derived from in-depth interview. The respondents involved are the commission IV chairperson of Batam City local Parliament, Kepri, chairperson of Medical Committee of Batu Aji Local Public Hospital Kepri using a purposive sampling with an extreme case sampling approach.

The research shows that clinical governance by the stakeholder and provider still needs further improvement. There are still obstacles in terms of regulations and implementation of clinical governance. Based on the Minimum Service Standard, some indicators of Batam City in 2008 did not meet the performance target and national standard. Therefore, the clinical governance system has not been implemented throughout health services in Batam City.


(3)

viii DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK……… iv

ABSTRACT……… v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………...... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan ……… 4

1.3.1 Maksud Penelitian ………... 4

1.3.2 Tujuan Penelitian ………... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ………... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ………... 4

1.6 Metode Penelitian ………... 5

1.6.1 Metode Penelitian ………... 5

1.6.2 Rancangan Penelitian ………... 5

1.6.3 Teknik Pengambilan Data ……….. 5

1.6.4 Metode Pengambilan Sampel ………... 5

1.6.5 Instrumen Penelitian ………...…… 5

1.6.6 Informan ………... 5

1.6.7 Teknik Analisis Data ……….. 5

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 6


(4)

ix

1.7.2 Waktu Penelitian ……… 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Sistem Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan ……... 7

2.1.1 Regulasi Sistem Pelayanan Kesehatan ………. 7

2.1.1.1 Regulasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) ……….. 9

2.1.2 Regulasi Tenaga Kesehatan……….. 10

2.2 Regulasi Terhadap Standar Kompetensi Dokter………... 15

2.2.1Profesi Dokter ………... 15

2.2.2 Standar Kompetensi Dokter dan Standar Pendidikan Profesi Dokter ……….. 19 2.3 Clinical Governance ………. 21

2.3.1 Good Clinical Governance ………...... 21

2.3.2 Peran Medical Staff By laws ……… 27

BAB III BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Subjek Penelitian ... 31

3.1.1 Bahan Penelitian ... 31

3.1.2 Subjek Penelitian ………. 31

3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

3.2 Metode Penelitian ... 32

3.2.1 Desain Penelitian ... 32

3.2.2 Variabel Penelitian ... 32

3.2.2.1Definisi Operasional variabel ... 32

3.2.2.1.1 Definisi Operasional dari Clinical Governance … 32 3.2.2.1.2 Definisi Operasional dari Pelaksanaan …………. 32

3.2.2.1.3 Definisi Operasional dari Hambatan ………. 33

3.2.2.1.4 Definisi Operasional dari Harapan …………... 33

3.2.3 Besar Sampel Penelitian ... 33

3.2.4 Prosedur Kerja ... 33


(5)

x

3.2.6 Aspek Etika Penelitian ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Kota Batam ………... 36

4.1.1 Keadaan geografis Kota Batam ……… 36

4.1.2 Pemerintahan Kota Batam ……… 37

4.1.3 Kependudukan Kota Batam ………... 37

4.2 Analisis Kualitatif Ketua Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri ………... 37 4.2.1 Open Coding ……… 37

4.2.2 Selective Coding ……….. 39

4.2.3 Main Theory ………. 40

4.3 Analisis kualitatif Komite Medik RSUD Batu Aji Batam Kepri …... 43

4.3.1 Open Coding ……… 43

4.3.2 Selective Coding ………... 46

4.3.3 Main Theory ………. 49

4.4 Data Sekunder Pada Dinas Kesehatan Kota Batam ………... 52

4.4.1 Standar Pelayanan Minimal Kota Batam ………... 52

4.4.2 Situasi Sumber Daya Kesehatan Kota Batam ………... 62

4.4.3 Tenaga Kesehatan ………... 62

4.5 Perbandingan Analisis Kualitatif Dengan Observasi Langsung Data Sekunder ……… 63 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………... 65

5.2 Saran ………... 66

DAFTAR PUSTAKA ……… 67


(6)

(7)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Standar Pelayanan Minimal Data Kinerja tahun 2008 Dan Target Kinerja 2009, 2010 kota Batam ………..


(8)

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3.1 Peran dan hubungan organisasi profesi, kolegium, rumah sakit dan sarana dalam Clinical Governance dalam rangka

keamanan pasien (patients safety) .…... 26


(9)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Mendalam ……… 70 Lampiran 2 Transkip Wawancara Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam ….. 73 Lampiran 3 Transkip Wawancara Ketua Komite Medik RSUD Batu Aji

Batam ………... 76

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Fakultas Kedokteran Maranatha ………… 80 Lampiran 5 Surat Izin Penelitian DPRD Kota Batam ……… 81


(10)

70 Lampiran 1

Pedoman Wawancara Mendalam

Peran Stake holder dan Provider kota Batam dalam upaya meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan dihubungkan dengan

Undang – Undang Praktik Kedokteran Tujuan Wawancara :

Saya ingin mengetahui bagaimana peran DPRD kota Batam dalam upaya meningkatkan Clinical Governance pelayanan kesehatan dihubungkan dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran mulai dari pelaksanaannya, manfaat yang didapat, hambatan yang dihadapi, usaha dalam mengatasi hambatan serta harapan di masa depan. Saya harap Bapak / Ibu bersedia untuk meluangkan waktu menerangkan mengenai program ini. Atas kesediaan Bapak / Ibu saya ucapkan terima kasih.

Wawancara diawali dengan :

1. Dapatkah Anda menerangkan mengenai nama, umur, jabatan, lama bekerja, tugas Bapak/Ibu?

2. Bisakah Anda menceritakan sekilas mengenai pekerjaan Anda? 3. Apakah yang Anda ketahui tentang clinical governance? 5. Darimanakah Anda mengetahui clinical governance?

6. Apakah pelayanan kesehatan kota Batam saat ini menerapkan clinical governance?

7. Sejak kapan pelayanan kesehatan kota Batam melaksanakan clinical governance?

8. Bisakah Anda menceritakan mengenai pelaksanaan clinical governance pelayanan kesehatan kota Batam saat ini? 9. Panduan apakah yang digunakan sebagai pedoman dalam


(11)

71

10. Kebijakan apa yang dibuat oleh DPRD kota Batam dalam menerapkan Clinical Governance dihubungkan dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran yang berkaitan dengan Surat Izin Praktek (SIP) dokter, Pelaksanaan Praktik Kedokteran, Standar Pelayanan, Persetujuan Tindakan?

11. Apa sajakah program-program yang sudah dilaksanakan dalam melaksanakan menerapkan kebijakan tersebut?

12. Sejak kapan program-program tersebut mulai berjalan?

13. Bisakah anda jelaskan mengenai program yang telah dilaksanakan dan program yang akan dilaksanakan?

14. Adakah manfaat yang dirasakan dalam melaksanakan program-program tersebut?

15. Apakah dalam penatalaksanaannya Anda mengalami hambatan / kendala?

16. Bisakah Anda menceritakan hambatan yang Anda alami?

17. Usaha apakah yang Anda lakukan untuk mengatasi hambatan dalam penatalaksanaan program tersebut?

18. Bagaimana perananan ketua komisi IV bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia dalam penatalaksanaan kebijakan

tersebut?

19. Apakah pernah diadakan sosialisasi ataupun seminar mengenai penatalaksanaan program tersebut?

20. Jelaskan harapan Anda di masa akan datang dalam penatalaksanaan kebijakan tersebut?

Penutup :

Terima kasih atas kesediaan Bapak / Ibu untuk meluangkan waktu. Mohon maaf apabila ada hal – hal yang tidak berkenan. Bila dirasa informasi yang didapatkan masih kurang, saya harap dapat kembali bertanya pada Bapak / Ibu.


(12)

72

Pedoman Wawancara Mendalam

Peran Stake holder dan Provider kota Batam dalam upaya meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan dihubungkan dengan

Undang – Undang Praktik Kedokteran Tujuan Wawancara :

Saya ingin mengetahui bagaimana peran Komite Medik RSUD Batu Aji kota Batam dalam upaya meningkatkan Clinical Governance pelayanan kesehatan dihubungkan dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran mulai dari pelaksanaannya, manfaat yang didapat, hambatan yang dihadapi, usaha dalam mengatasi hambatan serta harapan di masa depan. Saya harap Bapak / Ibu bersedia untuk meluangkan waktu menerangkan mengenai program ini. Atas kesediaan Bapak / Ibu saya ucapkan terima kasih.

1. Apa pengertian, fungsi dan tugas Komite Medis ?

2. Berapa jumlah dokter yang ada di RSUD Batu Aji yang termasuk SMF?

3. Bagaimana mengetahui dokter itu berkompeten/tidak ? 4. Bagaimana proses SIP dan STRdi RSUD ?

5. Bagaimana Komite medis dalam sistem audit klinis/evaluasi ? 6. Apa saja kebijakan pemerintah untuk RSUD selain SPM ? 7. Bagaimana Mutu Profesi Medik dokter di RSUD ini ? 8. Bagaimana kasus malapraktik di RSUD ini ?

9. Apa harapan dokter kepada PEMKO Batam ?

Penutup :

Terima kasih atas kesediaan Bapak / Ibu untuk meluangkan waktu. Mohon maaf apabila ada hal – hal yang tidak berkenan. Bila dirasa informasi yang didapatkan masih kurang, saya harap dapat kembali bertanya pada Bapak / Ibu.


(13)

73 Lampiran 2 Transkip wawancara

Hasil Wawancara dengan Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam Ket : T : Tiara

I : Informan

T : “ Selamat pagi pak, saya Tiara dari Fakultas Kedokteran Maranatha ingin

melakukan wawancara dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah saya dengan judul Peran Stake holder dan Provider kota Batam dalam upaya meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan dihubungkan dengan Undang –Undang Praktik Kedokteran.”

I : “ Pagi… silahkan Tiara.”

T : ” Bisa bapak jelaskan jabatan bapak di DPRD Batam dan sudah berapa lama bapak menjabat?”

I :” Jabatan saya sebagai Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam. Saya sudah

bekerja selama lima tahun.”

T : “Apa yang bapak ketahui tentang Clinical governance ?”

I : “Clinical governance itu intinya mencegah kesalahan medik. Buruknya mutu pelayanan kesehatan adalah masalah universal, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju.

T : “Bapak mengetahui Clinical governance ini dari mana pak?”

I : “Saya tau dari media misalnya koran dan televisi.”

T : ”Apakah pelayanan kesehatan kota Batam saat ini menerapkan Clinical

governance dan sejak kapan pak?”

I : ”Sepengetahuan saya hal ini sudah diterapkan, walaupun belum maksimal. Emm…kalau saya tidak salah sekitar tahun 2006 atau 2007.”

T : “Kira-kira pak, bagaimana pelaksanaan Clinical governance dalam

pelayanan kesehatan di kota Batam?”

I : ”Yaaaahh…. Yang saya dengar selama ini laporan dari masyarakat

bahwa pelayanan kesehatan sudah lebih baik dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM).”

T :“Panduan apa yang bapak gunakan sebagai pedoman dalam

pelaksanaannya?”

I : “Sudah ada Perda tentang RSUD dan tentunya Standar Pelayanan


(14)

74

T : “Pak, bagaimana kebijakan DPRD Kota Batam dalam menerapkan

Clinical governance dihubungkan dengan UU Praktik Kedokteran yang berkaitan dengan Surat Izin Praktik(SIP) dokter?”

I : “Pada tahun 2006/2007 Pemko bersama DPRD telah membuat Perda

RSUD dan pelaksanaan secara teknis kami belum begitu mengetahui, hanya saja laporan dari masyarakat dan beberapa kali kami sidak ke RSUD

dan Puskesmas sudah lebih baik, yaaa….kita lakukan bertahaplah.”

T : “Apa saja program-program yang sudah dilaksanakan dalam menerapkan

kebijakan tersebut, pak?”

I : “Program-programnya ada, maaf saya secara detail tidak hafal, karena

untuk program-program tersebut adanya di Eksekutif. DPRD yang mengawasi, apa sudah sesuai dengan aturan yang ada.”

T ; “Sejak kapan pak program-program mulai berjalan?”

I : “Sekitar tahun 2006 atau 2007.”

T : “Bisa bapak jelaskan program yang telah dilaksanakan dan program yang

akan dilaksanakan ?”

I : “Maaf secara detail saya belum tahu.”

T : “Adakah manfaat yang dirasakan dalam melaksanakan program-program

tersebut ?”

I : “Saya yakin ada peningkatan pelayanan masyarakat.”

T :“Apakah dalam penatalaksanaannya bapak mengalami

hambatan/kendala?”

I : “Saya yakin ada dalam setiap kebijakan, paling tidak ada 3 hal, yaitu:

1. Sosialisasi yang agak lambat;

2. Kurangnya jumlah SDM dan kualitasnya yang merata; 3. Anggaran yang terbatas.

T : “Bisakah bapak menceritakan hambatan yang bapakalami selama ini?”

I : “Karena DPRD ini adalah lembaga/wilayah politisi, maka seringkali

dalam mengambil keputusan tidak seagam diantara anggota Dewan sendiri (banyak kepentingan). Jadi harus banyak argumentasi untuk mendukung kebijakan yang pro-rakyat.

T : “Lalu usaha apa yang bapak lakukan untuk mengatasi hambatan dalam


(15)

75

I : “Mencoba menjelaskan manfaat untuk masyarakat dan dampak sosial

ekonomi serta politisinya.”

T : “Bagaimana peranan Ketua Komisi IV bidang Kesejahteraan Rakyat dan

Sumber Daya Manusia dalam penatalaksanaan kebijakan tersebut ?”

I : “ Sesuai tugas dan fungsi DPRD, maka peran kami adalah :

1. Memperjuangkan anggaran (Budgeting) yang bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan Daerah guna melayani masyarakat khususnya masyarakat miskin;

2. Pengawasan (Controlling) secara intensif kepada RSUD dan Puskesmas, untuk memastikan bahwa prosedur dan SDM-nya sesuai dengan aturan. 3. Dalam rangka pelaksanaan UU Praktik Kedokteran di daerah, bila memungkinkan akan dibuat Perda (Peraturan daerah) yang menjadi aturan pelaksanaan di daerah.

T : “Apakah pernah diadakan sosialisasi ataupun seminar mengenai

penatalaksanaan program tersebut pak ?”

I : “Saya kira sudah, tetapi saya lupa kapan.”

T : “Harapan bapak di masa akan datang dalam penatalaksanaan kebijakan

tersebut apa pak?”

I : “Seperti yang pernah menjadi komitmen pemerintah kota, bahwa program Batam Sehat 2010 akan terwujud dan semua masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan yang prima, lalu rumah sakit semakin professional baik SDM maupun pelayanannya, dan kesalahan-kesalahan medik semakin lama semakin berkurang.”

T : “Terimakasih pak atas wawancaranya..”


(16)

76 Lampiran 3 Transkip wawancara

Hasil Wawancara dengan Komite Medik RSUD Batu Aji Ket : T : Tiara

KM : Komite Medik

T : “Selamat pagi dok.. saya Tiara dari Fakultas Kedokteran Maranatha ingin melakukan wawancara dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah saya dengan judul Peran Stake holder dan Provider kota Batam dalam upaya meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan dihubungkan dengan Undang –Undang Praktik Kedokteran.”

KM : “ Okh..iya silahkan..”

T :” Dok..sebenarnya Komite Medik itu pengertiannya apa ya dok ?”

KM :”Komite Medik adalah suatu struktur di dalam RS yang bersifat fungsional yang keberadaannya diperlukan sekali dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan. Komite Medik dibentuk berdasarkan SK Walikota Batam. Dengan susunan ada Ketua Komte Medik, wakil Komite Medik, Sekretaris Komite Medik, bagian-bagian lain misalnya sub komite medik. Ini berguna untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya. Ini membawahi seluruh dokter di RSUD seperti dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi. Jadi Komite Medik itu secara fungsional/berdasarkan fungsinya”

T :”Kalau fungsinya Komite Medik atau tugas-tugasnya apa saja dok?” KM : “sub komite mutu profesi harus ditingkatkan dengan cara melatih

SDMnya misalnya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan (ACLS, ATLS), training, karya ilmiah, seminar dan lain sebagainya. Lalu menyaring dokter yang ingin bekerja di RSUD, apakah dokter itu berkompeten atau tidak dengan melihat tipe rumah sakit dan berapa jumlah dokter yang diperlukan. Pada sub komite etika dan disiplin misalnya ada tidaknya etik yang tidak baik yang dilakukan oleh dokter sehingga komite medik wajib melakukan tindakan. Pada sub komite farmasi dan therapy sebaiknya jangan menggunakan obat yang tidak rasional. Melainkan harus sesuai ketentuan Standar Operasional Prosedur (SOP). Begitu juga pada sub komite rekam medis dokter dapat melihat data-data dan penyakit yang diderita pasien, juga sebagai pertanggungjawaban rumah sakit bila ada sengketa di kemudian hari. Ini dapat menolong dokter dan rumah sakit. Dan rekam medis harus di benahi sesuai ketentuan. Pada sub komite pencegahan penyakit nasokomial, infeksi yang ada di rumah sakit mungkin dapat membuat pasien terinfeksi setelah berada dari rumah sakit.”


(17)

77

KM : “Komite Medik RSUD kota Batam memandang dari KKI (Kedokteran Konsil Indonesia). Setiap dokter yang datang, Komite Medik menelaah kelengkapan persyaratan dokter untuk berpraktik lalu melihat pada rumah sakit yang berdasarkan tipe rumah sakitnya. Misal rumah sakit tipe C berapa jumlah dokter yang dibutuhkan. Bila rumah sakit tersebut sudah penuh, direktur rumah sakit melaporkan kepada walikota bahwa rumah sakit tersebut belum membutuhkan tambahan tenaga kerja dalam hal ini dokter yang berpraktik.”

T :”Kalau tentang SIP dan STR di RSUD seperti apa dok ?”

KM :” ummm….Dokter punya tiga tempat praktik (yang jelas satu di RSUD)… ini yang harus dipikirkan”

T :”Prosedural SIP harus di tempel di poli-poli RSUD gak dok ? secara teknis seperti apa dok ?”

KM :” Begini… secara ideal emang iya. Tapi RSUD belum melakukan itu. Tapi kami meminta SIP mereka dan SIP tersebut disimpan oleh pihak rumah sakit. Kalau ditempel kan ada beberapa orang dalam satu poli jadi semraut sekali karena banyak. Contoh OB saja sudah lima dokter.. bagaimana kalau lima-limanya di dinding ?. Idealnya memang iya tapi kalau ruangannya sudah besar”

T :”Sistem Komite Medik sendiri dalam evaluasi seperti apa dok ?”

KM :”Komite Medik mengadakan kegiatan morning report disini kami membahas permasalahan yang ada baik pasien rawat jalan, pasien rawat inap jadi pasien yang meninggal, atau pasien rawat inap/jalan dibahas paginya, kemudian apakah itu sesuai SPM/Standar Pelayanan Minimal atau tidak ? Andaikan tidak dilakukan pemeriksaan.. supaya di lain kesempatan tidak demikian. Hal – hal yang menjadi keterbatasan sarana dan prasarana yang sering menjadi hambatan”

T :”Tadi kata dokter ada masalah keterbatasan. Keterbatasan di RSUD ini seperti apa dok ?”

KM :”Misalnya….ruangan yang kadang full/tidak cukup, alat yang tidak lengkap, tenaga anestesi yang kebetulan berhalangan, ini akan mengganggu pelayanan.”

T :”Untuk mengatasi hal tadi bagaimana dong dok?”

KM :”ya…. Rujuk ke RS dengan cara menghubungi RS yang dirujuk terlebih dahulu sehingga pasien berangkat sudah pasti dapat tempat di RS yang kita tuju.”


(18)

78

KM :”Yang ada SPM/SOP standar yang harus dikerjakan”

T :”Apakah dokter-dokter di RSUD ini „Mutu Profesi Medik‟ sudah dapat dibilang cukup dok walaupun hanya dengan SPM/SOP dari pemerintah ? Perlu gak sih dok ditambah kebijakan-kebijakan lain ?”

KM :”Kalau SOP/SPM itu ya pedoman yang harus dikerjakan.. perlindungan terhadap dokter masih kurang, Aspek-aspek dalam menolong juga masih kurang. Beranjak karena RSUD ini masih muda..umurnya baru 4 tahunlah. Secara peran itu pasti diambil sesuai yang berkempentingan.”

T :”Dok, bagaimana malpraktek di RSUD ini ?”

KM :”Sampai saat ini belum ada hal demikian karena Komite Medik selalu bersifat preventif setiap minggu selalu ada evaluasi satu minggu sekali dan adanya Morning report terhadap kasus-kasus sehingga ini merupakan suatu pembinaan oleh Komite Medik terhadap anggotanya baik di poliklinik maupun di gawat darurat. Itu merupakan perbaikan, Alhamdulillah… sampai sekarang tidak ada kasus – kasus tersebut. Kami juga berharap pada PEMKOT Batam untuk perlindungan dokter, dokter diangsuransikan. Sebenarnya..ini sudah kami sampaikan kepada direktur RS tapi yaa…. Belum ada realisasinya. ”

T :”Apa harapan bapak kepada PEMKOT Batam?”

KM :”Tolonglah didengar… ini kan untuk rasa aman jadi ini perlu dilakukan, untuk asuransi dari PEMKOT batam kepada dokter yang bekerja di RSUD.”

T :”Dok, kan ada Perda dari DPRD yang hanya satu ayat dari puluhan pasal yang membahas SMF? Itu saja cukup dok?

KM :”Cukup. Ini kan artinya masih bersifat umum/global. Kan petunjuk teknisnya diatur sendiri…dan kami bekerja sesuai aturan.”

T :”Jadi dok, tindakan tegas Komite Medik dalam mengantisipasi masalah seperti apa dok?”

KM :”Pokoknya kalau ada kasus, harus diselesaikan dan tidak kemana mana jadi harus hati – hati informed consent harus jelas”

T :”Upaya pencegahan lainnya oleh Komite Medik apalagi dok?”

KM :”Seperti tadi… satu bulan sekali rapat dengan direktur RS membahas bagaimana kedepannya, report-report yang ada dan manajemen RS.” T : “Maaf ya dok.. berapa jumlah dokter yang ada di RSUD yang


(19)

79

KM :” Jumlah dokter yang berpraktik di RSUD ada 24 orang yaitu lima orang dokter gigi, enam orang dokter umum, dua orang dokter spesialis bedah, tiga orang dokter spesialis anak, satu orang dokter spesialis penyakit dalam, satu orang dokter spesialis syaraf, lima orang dokter spesialis obstetric & gynecologi”

T :” Jadi kira-kira kendala apa saja yang dialami Komite Medik selama ini dok?”

KM :” Masalah sarana dan prasarana tadi, rasa penghargaan yang kurang terhadap dokter, pembangunan RSUD menjadi kendala besar rencana tahun ini beres..eee.. tapi tidak. Belum lagi banyaknya tuntutan profesi missal pas hari libur, kami tidak libur ini kan menunjukkan sumbangsi yang cukup besar. Ada juga pemukulrataan RSUD dan Puskesmas, padahal RSUD kan SK walikota ke Dinkes Cuma koordinasi saja, lalu kami juga perlu mitra kerja seperti bidan, perawat.”

T :”Rasa penghargaan yang kurang itu seperti apa dok?”

KM :”Dokter dianggap tidak sebagai aset kota, yaaa ketemu walikota saja dipersulit, tidak ada reward buat para dokter jadi ngurangin gairah kerjalah. Misalnya gini ada neh prestasi kerja Rp 850.000, ditambah kinerja Rp 1.000.000 ini kan sama saja gol.1 Dinas Kebersihan kota…tidak ada keistimewaan”

T :”Lalu..menurut dokter bagaimana solusinya untuk mengantisipasi kendala tersebut dok?”

KM :” (1) Dokter jangan dipandang sebelah mata, anggeplah dokter itu sebagai aset PEMKOT Batam. Kan… dokter juga yang memberikan pendidikan, kesehatan, penyuluhan (2) Berilah reward yang patut pada dokter seperti di daerah lain missal di KEPRI, Batam saja yang tidak (3) Pembangunan RS juga dapat terwujud (4) buat para teman sejawat mari kita bekerja secara professional, selalu mengikuti aturan sebagai pegawai negri dan abdi negara.

T :”Terimakasih dok atas waktu dan wawancaranya.. Selamat Siang” KM :”Iya sama-sama. Selamat siang juga Tiara.”


(20)

80


(21)

81


(22)

82

RIWAYAT HIDUP

Nama : Tiara Indah Putrawi Siahaan

NRP : 0510141

Tempat, tanggal lahir : Batam, 26 Maret 1987

Alamat : Cipta Graha B Nomor 9, Bandung 40175 Riwayat Pendidikan :

- SD Negeri 019, Batam, lulus tahun 1999 - SLTP Negeri 3, Batam, lulus tahun 2002

- SMU KRISTEN TRIMULIA, Bandung, lulus tahun 2005 - Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha,


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Menurut Deming dalam Out of the Crisis pada tahun 1948 – 1949, Jepang berusaha untuk memulihkan diri dari kekalahan Perang Dunia II dan menemukan cara membangun kembali ekonominya. Beberapa insinyur Jepang mengamati bahwa perbaikan mutu hampir selalu menghasilkan peningkatan produktivitas (Al-Assaf, 2009).

Indonesia telah menggunakan kebijakan kuat yang menangani mutu dan institusi layanan kesehatan dan baru saja menerapkan kebijakan tersebut melalui strategi yang dapat diterima pada berbagai tingkatan (IGP Wiadnyana et al, 2009). Tugas dan fungsi pelayanan kesehatan dalam pemahaman awal yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan itu adalah menghilangkan gejala penyakit. Pemahaman seperti itu sudah mulai ditinggalkan dan kini sudah mengarah pada pelayanan kesehatan sebagai bagian dan proses pendidikan serta pembelajaran hidup sehat kepada setiap anggota masyarakat. Di sinilah perubahan kode-kode peran dan fungsi pelayanan kesehatan dilakukan. Artinya, seorang tenaga kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan menyeluruh dari mulai gejala, penyebab, sampai pada efek penyakit itu sendiri. Sehingga seorang pasien dapat benar-benar memiliki mutu hidup yang berkualitas (Momon S, 2008).

Lemahnya pembinaan praktik dokter di Indonesia baik dari pemerintah, organisasi profesi, maupun komite medik di tingkat rumah sakit akan sangat memberikan peluang bagi para dokter untuk melakukan praktik yang tidak sesuai standar kompetensi (Cahyono, 2008).

Dalam ilmu kedokteran tergantung kepada banyaknya faktor misalnya pada penatalaksanaannya, cara pemeriksaan, kecermatan serta ketelitian seorang dokternya dan tergantung juga pada pasiennya misalnya tingkat penyakitnya, daya tahan tubuh, usia, kemauan keras untuk sembuh, komplikasi penyakit dan faktor lainnya. Kadang-kadang seorang dokter mempunyai pasien sangat banyak,


(24)

2

sehingga menjadi kurang teliti dalam pemeriksaan. Pasien seolah-olah merupakan suatu nomor saja dari sekian banyak nomor. Waktu untuk pemeriksaan dan berpikir lebih jauh berkurang. Tidak lagi ada waktu untuk memikir secara holistic. Ini dapat menyebabkan terjadinya “Misdiagnosis” (J.Guwandi, 2006).

Rumah sakit juga sangat berperan dalam pelayanan kesehatan dilihat dari, salah satu tanggung jawab rumah sakit professional terhadap mutu pengobatan/perawatan (duty of due care). Hal ini berarti bahwa pemberian pelayanan kesehatan terhadap tingkat sakitnya, baik oleh dokter maupun oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya harus berdasarkan ukuran standar profesi. Dengan demikian maka secara yuridis rumah sakit bertanggung jawab apabila ada pemberian pelayanan “cure and care” yang tidak lazim atau dibawah standar (J.Guwandi, 2005).

Kebutuhan akan pelayanan yang baik dalam suatu sistem maka diperlukan suatu kebijakan yang mengikat, tegas, dan jelas. Pada dasarnya rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks, dengan adanya sumber kekuasaan dan otonomi misalnya pemerintah dalam menyangkut kepentingan masyrakat yang azasi, maka pemerintah mengendalikan secara cukup besar (Boys S, 2007).

Masyarakat tidak ingin dilayani oleh poor doctor (memiliki maksud dan tujuan baik tetapi tidak didukung dengan pengetahuan atau keterampilan yang memadai) atau bad doctor (mungkin memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik tetapi tidak berperilaku/bermoral baik, atau malahan criminal) (Cahyono, 2008).

Konsep Clinical Governance ini adalah kerangka kerja untuk menjamin agar seluruh organisasi di bawah National Health Service (Badan Pelayanan Kesehatan) memiliki mekanisme memadai untuk memantau dan meningkatkan mutu klinik, tujuan untuk menjaga agar pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan tinggi, dan dilakukan di lingkungan kerja dengan tingkat profesionalisme tinggi. Konsep ini kemudian diadopsi sebagai salah satu strategi penjamin mutu pelayanan kesehatan (Doddy F, 2001).

Profesor Liam Donaldson melakukan penelitian deskriptif problem disiplin yang melibatkan para dokter (staf medic). Tercatat 49 staf medic yang melanggar profesi; bersikap dan berperilaku buruk (32 dokter), kurang berkomitmen terhadap


(25)

3

kewajiban klinis (21 dokter), memiliki masalah dalam hal kompetensi (19 dokter), tidak jujur (11 dokter) (Cahyono, 2008).

Salah satu elemen penting dalam clinical governance ini adalah kompetensi dari seorang dokter yang berpraktik. Persoalan akan timbul bila yang bersangkutan akan dinilai untuk re-sertifikasi kompetensi, karena belum seluruh profesi di tanah air mempunyai standar profesi dan standar pelayanan mediknya masing masing (Dody F, 2007).

Sikap professional sangatlah penting karena seorang pasien tidak selalu mengenal jati diri dokter menyerahkan diri sepenuhnya kepada dokter yang merawatnya (Cahyono, 2008).

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah kota Batam. Adanya Peraturan Daerah kota Batam No 1 tahun 2006 pasal 25, Standar Pelayanan Minimal kota Batam, yang bersandar pada Undang-Undang Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004. Dilihat dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan kota Batam masih adanya indikator-indikator yang belum mencapai target standar nasional. Belum maksimalnya sistem clinical governance yang membuat tingkat pelayanan kesehatan masih dibawah standar nasional. Adanya kasus-kasus malpraktik yang disebabkan karena kelalaian dokter. Ini menjadi penting karena dalam menjalankan sistem clinical governance, standar profesi medik yang berkompeten menjadi salah satu faktor penting.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang, penulis ingin mengetahui tentang :

Bagaimana pelaksanaan, hambatan, harapan tentang Clinical Governance ditinjau dari stake holder dan provider kota Batam Kepri.


(26)

4

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian

Meninjau sistem layanan kesehatan dan peran Komisi IV DPRD dan Komite Medik kota Batam Kepri terhadap clinical governance yang dihubungkan dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui pelaksanaan, hambatan dan harapan clinical governance melalui stake holder dan provider kota Batam Kepri.

1.4 Kegunaan Penelitian

-.Mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan layanan kesehatan. -.Mengkaji sejauh mana implementasi clinical governance pelayanan kesehatan kota Batam pada RSUD Batu Aji kota Batam Kepri.

-.Bagi penulis, karya tulis ilmiah ini dapat menjadi alat dalam menunjang pelayanan kesehatan dan mengaplikasikan Ilmu Kesehatan Masyarakat yang di dapat selama perkuliahan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Secara sederhana Clinical Governance adalah suatu cara (sistem) upaya menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dalam satu organisasi penyelenggara pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang efisien (Dody.F,2001).

Secara ringkas kita dapat memadukan konsep Clinical Governance dengan kondisi struktur perumahsakitan di tanah air pada saat ini dalam penerapan Undang Undang Praktik Kedokteran dalam suatu model integrasi yang mengedepankan mutu pelayanan dalam bentuk keamanan dan keselamatan pasien (patients safety). Adapun kebijakan yang dibuat pemerintah dalam meningkatkan


(27)

5

pelayanan kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Daerah, Standar Pelayanan Minimal (SPM) menjadi tolak ukur dalam membuat kebijakan rumah sakit.

Sesuai dengan kewenangan Komite Medik di rumah sakit, agak sulit untuk menilai kepastian kompetensi seorang profesi terutama untuk profesi yang banyak mengandalkan ketrampilan dan tergantung kepada fasilitas peralatan medik. Bila sarana/fasilitas peralatan rumah sakit tersebut tidak atau kurang memadai untuk menunjang kinerja (performance) profesi, maka selain ketrampilan klinis profesi itu sendiri akan berkurang bahkan hilang dan bila tetap dipaksakan dengan fasilitas yang tidak sesuai dan memadai, maka secara langsung akan meningkatkan risiko ketidakamanan pasien (insecure of patients safety) di rumah sakit.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian : Kualitatif

1.6.2 Rancangan Penelitian : Grounded research

1.6.3 Teknik pengambilan data : Primer - In Depth Interview

Sekunder – Observasi langsung Data Dinas Kesehatan kota Batam Kepri dan Kabupaten Sleman DI Jogjakarta

1.6.4 Metode pengambilan sampel :Purposive sampling dengan pendekatan extreme case sampling

1.6.5 Instrumen Penelitian :Pedoman wawancara mendalam, Tape recorder.

1.6.6 Informan :Ketua Komisi IV DPRD kota Batam Kepri Ketua Komite Medik RSUD Batu Aji kota Batam Kepri

1.6.7 Teknik Analisis Data :Thematical Analysis dengan Kuotasi Metafora dengan penyajian data.


(28)

6

1.7 Lokasi dan Waktu

1.7.1 Lokasi penelitian : Gedung DPRD kota Batam dan RSUD Batu Aji kota Batam, Kepulauan Riau.


(29)

65 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

Proses penatalaksanaan Clinical Governance oleh Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri dengan adanya SPM (Standar Pelayanan Minimal) dapat dikatakan belum cukup baik dan pada Komite Medik RSUD Batu Aji Batam Kepri juga belum cukup baik.

Kendala yang dihadapi Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri misalnya pengetahuan yang kurang mengenai Clinical Governance, anggaran yang terbatas, sosialisasi yang agak lambat, kurangnya jumlah SDM dan kualitasnya yang merata dan pada Komite Medik RSUD Batu Aji Batam Kepri misalnya keterbatasan sarana dan prasarana dan kesejahteraan dokter di RSUD. Harapan Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri adalah dengan adanya regulasi untuk pelaksanaan Clinical Governance dan terwujudnya Batam Sehat 2010 dan harapan Komite Medik RSUD Batu Aji Batam Kepri adanya perhatian PEMKOT Batam untuk dokter yang ada di RSUD Batu Aji.

Derajat Kesehatan Kota Batam 2008 masih belum sepenuhnya memenuhi target yang diharapkan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) seperti pada indikator Cakupan Kunjungan ibu hamil K4, Cakupan pelayanan anak balita, Cakupan pelayanan nifas, Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani, Cakupan peserta KB aktif , Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat, Cakupan kunjungan bayi, Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI).


(30)

66

5.2 Saran

Untuk Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri diharapkan adanya regulasi dan sistem yang tepat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan.

Untuk Komite Medis RSUD Batu Aji Batam Kepri diharapkan dapat mengimplementasikan Clinical Governance.

Diharapkan adanya sistem pencatatan dan pelaporan serta mendapatkan data yang akurat dalam pembuatan profil kesehatan Batam berikutnya yang berdasarkan kepada kualitas evidence based.


(31)

67

DAFTAR PUSTAKA

Al-Assaf A.F. 2009. Mutu layanan kesehatan: dulu dan sekarang in Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 1-24.

Ameln,F. 1991. Kapita selekta hukum kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya. p. 56–67.

Brennan TA and Berwick DM. (1996). New rules: regulation, markets and the quality of american health care. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Cahyono J.B.S.B. 2008. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik

kedokteran. Jakarta: Kanisius. p. 190-198, 210-227

Daldiyono.2007. Pasien pintar & dokter bijak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. p. 187-199

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Undang undang praktik kedokteran berlaku 2005: para dokter harus siap mematuhi.

http://www.tenaga-kesehatan.or.id/publikasi.php., 5 Mei 2009. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 2009. Regulasi sistem pelayanan

kesehatan dan tenaga kesehatan. Profil kesehatan kota batam 2008. http://skpd.batamkota.go.id/kesehatan/profil/., 10 Februari 2010

Dinas Kesehatan Kabuten Sleman. 2008. Profil kesehatan kabupaten sleman 2008.

http://www.dinkes-sleman.go.id/content.php?id_menu=108&id_content=174., 2 Februari 2010. Dwi Prahasto I. 2003. Clinical governance. Perhimpunan dokter manajemen

medik Indonesia. Jakarta.

Firmanda D. 2001. Clinical governance dan aplikasinya di rumah sakit.

http://www.scribd.com/doc/12772589/Dody-Firmanda-2001-No-002-Clinical-Governance-Dan-Aplikasinya-Di-Rumah-Sakit., 18 November 2009.

_______. 2005. Pemberdayaan peran komite medik rumah sakit dalam hal implementasi undang undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran : Disampaikan pada Pelatihan Mediko Etikolegal Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dengan dukungan Depkes RI di Jakarta, 22 – 23 dan 29 –30 Septembet 2005. http://www.scribd.com/doc/12779044/Dody-Firmanda-2005-016-Pemberdayaan-Komite-Medik-dalam-UUPK-292004., 31 Agustus 2009. _______. 2007. Kepemimpinan klinis (clinical leadership) di rumah sakit

menuju sistem yang kondusif bagi profesionalisme kedokteran (clinical governance) : Disampaikan pada Simposium Profesionalisme Kedokteran


(32)

68

versus Kelalaian Medik diselenggarakan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) di Hotel Grand Cempaka, Jakarta 21 November 2007.

http://www.scribd.com/doc/9887146/Dody-Firmanda-2007-Clinical-Leadership-Dan-Clinical-Governance-21-November-2007-KKI., 31 Agustus 2009.

Guwandi, J. 2005. Hospital law (emerging doctrines & jurisprudence). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 12 – 14.

_______. 2006. Dugaan malpraktek medik & draft rpp : “perjanjian terapetik antara dokter dan pasien. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 21 – 24

Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21A/KKI/KEP/IX/2006 Tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter.

Sabarguna S.B. 2007. Knowledge management untuk rumah sakit. Jakarta: Sagung Seto. p. 6 – 9.

Samawi O. 2009. Proyek jaminan mutu di rumah sakit al-hussein, salt,

yordania.In Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 171-174.

Sugiyono. 2009. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Edisi 2. Bandung: cv. ALFABETA. p. 205-25.

Sudarma M. 2008. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. p. 99 – 101.

Suleiman A.B., Maimunah A.H., Rusnah H., Ding L.M., Kadar M. 2009. Jaminan mutu di Malaysia. In Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 181-199.

Tribun Batam. 2008. Sudah 2.000 korban malpraktik.

http://tribunbatam.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=8851 &Itemid=1112., 21 Januari 2010

Utarini A., Hanevi J. 2005. Desentralisasi dan sistem regulasi pelayanan kesehatan : sebuah tinjauan pustaka.

http://www.desentralisasikesehatan.net/id/moduldhs/bahan_bacaan_umum/Bab %203%20Desentralisasi%20dan%20Sistem%20Regulasi%20Pelayanan%20Ke sehatan%20(Sebuah%20Tinjauan%20Pustaka).pdf., 8 Januari 2010.

Wiadnyana IGP., Namita P., Philip S. 2009. Mutu layanan kesehatan: pengalaman di indonesia. In Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 205-223.


(33)

69

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

(Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan)

Undang - Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

Undang - Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

Undang–Undang No. 25 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau

Undang - Undang RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Menteri Kesehatan No. 512 Tahun 2007 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/Menkes/PER/VII/ Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 228/MENKES/SK/III /2002 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan Daerah

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman Peraturan Internal Staff Medis (Medical Staff By Laws) di Rumah Sakit

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi

Peraturan Daerah No. 10 tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Kota Batam

Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004


(1)

6

1.7 Lokasi dan Waktu

1.7.1 Lokasi penelitian : Gedung DPRD kota Batam dan RSUD Batu Aji kota Batam, Kepulauan Riau.


(2)

65

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

Proses penatalaksanaan Clinical Governance oleh Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri dengan adanya SPM (Standar Pelayanan Minimal) dapat dikatakan belum cukup baik dan pada Komite Medik RSUD Batu Aji Batam Kepri juga belum cukup baik.

Kendala yang dihadapi Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri misalnya pengetahuan yang kurang mengenai Clinical Governance, anggaran yang terbatas, sosialisasi yang agak lambat, kurangnya jumlah SDM dan kualitasnya yang merata dan pada Komite Medik RSUD Batu Aji Batam Kepri misalnya keterbatasan sarana dan prasarana dan kesejahteraan dokter di RSUD. Harapan Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri adalah dengan adanya regulasi untuk pelaksanaan Clinical Governance dan terwujudnya Batam Sehat 2010 dan harapan Komite Medik RSUD Batu Aji Batam Kepri adanya perhatian PEMKOT Batam untuk dokter yang ada di RSUD Batu Aji.

Derajat Kesehatan Kota Batam 2008 masih belum sepenuhnya memenuhi target yang diharapkan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) seperti pada indikator Cakupan Kunjungan ibu hamil K4, Cakupan pelayanan anak balita, Cakupan pelayanan nifas, Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani, Cakupan peserta KB aktif , Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat, Cakupan kunjungan bayi, Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI).


(3)

66

5.2 Saran

Untuk Komisi IV DPRD Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Sumber Daya Manusia Batam Kepri diharapkan adanya regulasi dan sistem yang tepat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan.

Untuk Komite Medis RSUD Batu Aji Batam Kepri diharapkan dapat mengimplementasikan Clinical Governance.

Diharapkan adanya sistem pencatatan dan pelaporan serta mendapatkan data yang akurat dalam pembuatan profil kesehatan Batam berikutnya


(4)

67

DAFTAR PUSTAKA

Al-Assaf A.F. 2009. Mutu layanan kesehatan: dulu dan sekarang in Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 1-24.

Ameln,F. 1991. Kapita selekta hukum kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya. p. 56–67.

Brennan TA and Berwick DM. (1996). New rules: regulation, markets and the quality of american health care. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Cahyono J.B.S.B. 2008. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik

kedokteran. Jakarta: Kanisius. p. 190-198, 210-227

Daldiyono.2007. Pasien pintar & dokter bijak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. p. 187-199

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Undang undang praktik kedokteran berlaku 2005: para dokter harus siap mematuhi.

http://www.tenaga-kesehatan.or.id/publikasi.php., 5 Mei 2009. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 2009. Regulasi sistem pelayanan

kesehatan dan tenaga kesehatan. Profil kesehatan kota batam 2008. http://skpd.batamkota.go.id/kesehatan/profil/., 10 Februari 2010

Dinas Kesehatan Kabuten Sleman. 2008. Profil kesehatan kabupaten sleman 2008.

http://www.dinkes-sleman.go.id/content.php?id_menu=108&id_content=174., 2 Februari 2010. Dwi Prahasto I. 2003. Clinical governance. Perhimpunan dokter manajemen

medik Indonesia. Jakarta.

Firmanda D. 2001. Clinical governance dan aplikasinya di rumah sakit.

http://www.scribd.com/doc/12772589/Dody-Firmanda-2001-No-002-Clinical-Governance-Dan-Aplikasinya-Di-Rumah-Sakit., 18 November 2009.

_______. 2005. Pemberdayaan peran komite medik rumah sakit dalam hal implementasi undang undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran : Disampaikan pada Pelatihan Mediko Etikolegal Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dengan dukungan Depkes RI di Jakarta, 22 – 23 dan 29 –30 Septembet 2005. http://www.scribd.com/doc/12779044/Dody-Firmanda-2005-016-Pemberdayaan-Komite-Medik-dalam-UUPK-292004., 31 Agustus 2009. _______. 2007. Kepemimpinan klinis (clinical leadership) di rumah sakit

menuju sistem yang kondusif bagi profesionalisme kedokteran (clinical governance) : Disampaikan pada Simposium Profesionalisme Kedokteran


(5)

68

versus Kelalaian Medik diselenggarakan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) di Hotel Grand Cempaka, Jakarta 21 November 2007.

http://www.scribd.com/doc/9887146/Dody-Firmanda-2007-Clinical-Leadership-Dan-Clinical-Governance-21-November-2007-KKI., 31 Agustus 2009.

Guwandi, J. 2005. Hospital law (emerging doctrines & jurisprudence). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 12 – 14.

_______. 2006. Dugaan malpraktek medik & draft rpp : “perjanjian terapetik antara dokter dan pasien. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 21 – 24

Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21A/KKI/KEP/IX/2006 Tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter.

Sabarguna S.B. 2007. Knowledge management untuk rumah sakit. Jakarta: Sagung Seto. p. 6 – 9.

Samawi O. 2009. Proyek jaminan mutu di rumah sakit al-hussein, salt,

yordania.In Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 171-174.

Sugiyono. 2009. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Edisi 2. Bandung: cv. ALFABETA. p. 205-25.

Sudarma M. 2008. Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. p. 99 – 101.

Suleiman A.B., Maimunah A.H., Rusnah H., Ding L.M., Kadar M. 2009. Jaminan mutu di Malaysia. In Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 181-199.

Tribun Batam. 2008. Sudah 2.000 korban malpraktik.

http://tribunbatam.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=8851 &Itemid=1112., 21 Januari 2010

Utarini A., Hanevi J. 2005. Desentralisasi dan sistem regulasi pelayanan kesehatan : sebuah tinjauan pustaka.

http://www.desentralisasikesehatan.net/id/moduldhs/bahan_bacaan_umum/Bab %203%20Desentralisasi%20dan%20Sistem%20Regulasi%20Pelayanan%20Ke sehatan%20(Sebuah%20Tinjauan%20Pustaka).pdf., 8 Januari 2010.

Wiadnyana IGP., Namita P., Philip S. 2009. Mutu layanan kesehatan: pengalaman di indonesia. In Al-Assaf A.F: Mutu pelayanan kesehatan perspektif internasional. Jakarta: EGC. p. 205-223.


(6)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

(Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan)

Undang - Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

Undang - Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

Undang–Undang No. 25 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau

Undang - Undang RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Menteri Kesehatan No. 512 Tahun 2007 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/Menkes/PER/VII/ Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 228/MENKES/SK/III /2002 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan Daerah

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 631/Menkes/SK/IV/2005 Tentang Pedoman Peraturan Internal Staff Medis (Medical Staff By Laws) di Rumah Sakit

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi

Peraturan Daerah No. 10 tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Puskesmas Kota Batam

Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Atas Tindakan Malpraktik Yang Dilakukan Oleh Dokter Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Juncto Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

8 61 103

Tinjauan Yuridis Penerapan Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Pelayanan Kesehatan Dihubungkan dengan Malpraktik dalam Praktik Kedokteran.

1 1 45

Peran Stake Holder dan Provider Provinsi Kalimantan Barat Dalam Upaya Meningkatkan Clinical Governance Pelayanan Kesehatan Dihubungkan Dengan Undang Undang Praktik Kedokteran.

1 1 65

Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi Dalam Meningkatkan Penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Bagi Penderita Gangguan Jiwa Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Kesehatan Jiwa Jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tenta

0 0 15

PERLINDUNGAN PADA PASIEN DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLI.

0 0 2

Menyambut Undang-Undang Praktik Kedokteran: Apakah Akan Berjalan? | Trisnantoro | Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 2926 5120 1 SM

0 0 1

ROLES OF THE STAKE HOLDER AND PROVIDER OF BATAM CITY IN AN ATTEMPT TO ENHANCE CLINICAL GOVERNANCE OF HEALTH SERVICES IN CONNECTION WITH DOCTOR PRACTICE LAWS | Kasim | Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 2634 4547 1 SM

0 0 9

ASPEK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

0 0 8

ANALISIS YURIDIS SURAT IZIN PRAKTIK DOKTER DALAM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN - repo unpas

0 0 9

BAB II TINJAUAN TENTANG PERIZINAN DAN SURAT IZIN PRAKTIK DOKTER - ANALISIS YURIDIS SURAT IZIN PRAKTIK DOKTER DALAM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN - repo unpas

0 0 43