Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) Menggunakan Kode Prima 2 n.

(1)

i Universitas Kristen Maranatha Realisasi Optical Orthogonal Codes (OOC) Menggunakan Kode Prima 2n

Paskah Hasudungan Purba / 0422097 e-mail : sudung.purba@gmail.com

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri 65

Bandung 40164, Indonesia

ABSTRAK

Jaringan komunikasi masa depan diharapkan dapat mengintegrasikan layanan pita sempit (narrow band services) dan layanan pita lebar (broadband service) kepada pelanggan. Agar dapat memenuhi kebutuhan ini, maka diperlukan peningkatan throughput dan juga lebar pita (bandwidth) yang mendukung kedua layanan tadi. Jaringan konvensional yang menggunakan media dengan lebar pita terbatas seperti twisted wire pairs dan kabel koaksial tidak akan mampu mendukung kedua layanan tersebut sehingga diperlukan media lain seperti serat optik.

Untuk mendukung kemampuan serat optik tersebut, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Selain sifat korelasi, struktur enkoder dan dekoder (konfigurasi pengkodean) adalah faktor penting lain yang harus dipertimbangkan dalam implementasi jaringan CDMA berbasis optik masa depan. Dalam Tugas Akhir ini, akan dipaparkan simulasi penggunaan Optical Orthogonal Code / OOC (kode optik ortogonal) menggunakan kode prima 2n, dan pengujian penggunaan kode ini menggunakan perhitungan korelasi sendiri (auto-correlation) dan korelasi silang (cross-correlation).

Dari hasil percobaan, akan didapatkan bahwa nilai fungsi autokorelasi

menunjukkan banyaknya deretan bit satu ”1” dalam deretan bit data. Selain itu, pengujian pada fungsi korelasi silang menunjukkan bahwa nilai maksimum korelasi silang pada kode prima 2n, sama dengan nilai korelasi maksimum pada kode prima itu sendiri.


(2)

ii Universitas Kristen Maranatha Realization of Optical Orthogonal Codes (OOC) Using 2n

Prime Code.

Paskah Hasudungan Purba / 0422097 e-mail : sudung.purba@gmail.com

Departement of Electrical Engineering, Faculty of Engineering, Christian Maranatha University

Prof. Drg. Suria Sumantri 65 Street Bandung 40164, Indonesia

ABSTRACT

Future telecommunication systems and networks are expected to provide a variety of integrated narrowband and broadband services to customers. To fulfill that demand, these integrated networks require substantial increases in the throughput as well as the range of bandwidth supported. Conventional networks using bandwidth-limited media, such as twisted wire pairs and coaxial cables will not be able to integrate these broadband services sufficiently. The problem of bandwidth limitation needs other media like optical fibers.

To support the fiber optic capability, there are several thing that must to consider. Except the correlation properties, the structures of the optical encoders and decoders is another important factor to consider on the implementation of the next generation optical CDMA network. This final project, will explained simulation using Optical Orthogonal Code (OOC) /OOC using 2n prime code, and the testing will using auto-correlation calculation and cross-correlation calculation.

The test result, will show that the value of auto-correlation function indicated

how many row are the one “1” bits in a data lines. Furthermore, test for cross -correlation function indicated that maximum value for cross--correlation on the 2n prime code, equal with the value of maximum correlation on prime code itself.


(3)

v Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

ABSTRACT………...……….. ii

KATA PENGANTAR………..…………... iii

DAFTAR ISI………..………... v

DAFTAR NOTASI………..……….. vii

DAFTAR GAMBAR………..………. ix

DAFTAR TABEL... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG………....………….. 1

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH……….... 1

1.3 PERUMUSAN MASALAH………. 1

1.4 TUJUAN... 2

1.5 PEMBATASAN MASALAH………... 2

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN……….. 2

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN………... 4

2.2 SISTEM KOMUNIKASI FO CDMA..……….….………. 4

2.3 TEKNOLOGI SPREAD SPEKTRUM (CDMA)... 7

2.4 MODULASI...……... 7

2.5 TEKNIK MODULASI OPTIK……... 8

2.6 TEKNIK PENGKODEAN……... 9

2.7 KODE PRIMA……... 10


(4)

vi Universitas Kristen Maranatha BAB III CARA KERJA

3.1 KORELASI SENDIRI (AUTO-CORRELATION)... 13 3.2 KORELASI SILANG (CROSS-CORRELATION)... 13

3.3 DIAGRAM ALIR PROSES PENGIRIMAN DAN PENERI- MAAN DATA... 14 3.4 DIAGRAM ALIR PEMBANGKITAN OOC DENGAN KODE PRIMA 2n... 15

BAB IV DATA PENGAMATAN DAN ANALISA

4.1 PENGUJIAN AUTOKORELASI... 16 4.1 PENGUJIAN KORELASI SILANG... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN……….………... 21

5.2 SARAN……….………... 21

DAFTAR PUSTAKA... 22 LAMPIRAN PERANGKAT LUNAK... A-1


(5)

vii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR NOTASI

N = Jumlah pemakai

T = Periode urutan biner yang dikaitkan dengan satu bit informasi F = Periode urutan pulsa periodik ( T/Tc), jumlah chip per frame

K = Jumlah pulsa dalam urutan biner Tc = Durasi pulsa

λa = Korelasi sendiri (auto-correlation)

λc = Korelasi silang (cross-correlation)

AEXT = Perluasan dari set A

│AiEXT│ = Jumlah total dari elemen-elemen pada set A perluasan ke-i

P = Fungsi kerapatan peluang dari dua interferensi pada OOC

θ = Fasa dikaitkan dengan setiap sektor dari disk

άi = Sudut antara permulaan mark ke-i terhadap permulaan ke i+1

δ = Fungsi Delta Dirac

M = Mean

2

= Varians

│x│ = Unit pulsa rektangular untuk 0 < x < 1 dan nol untuk sebaliknya CE2 = Jumlah keluarga dari OOC

ij2 = Varians interferensi ke-i dan ke-j pada OOC untuk 1≤ i, j≤ N

dan i ≠ j

Ai = (F-i, i) = Merupakan kode ke-i (K=2) untuk 1≤ i ≤ F/2 – 1

│.│ = Jumlah (ukuran) dari OOC pada suatu keluarga

Θ = Operasi konvolusi sirkuler

ICS = Variable acak dikaitkan dengan interferensi pada chip sinkron

I = Variable acak dikaitkan dengan pola interferensi secara umum P = Peluang adanya pulsa dalam suatu frame urutan

E = Rata-rata ensemble


(6)

viii Universitas Kristen Maranatha PIs = Fungsi kerapatan peluang untuk pola interferensi chip asinkron

kuat

PIw = Fungsi kerapatan peluang untuk pola interferensi chip asinkron

lemah

Sn = Intensitas optik yang ditransmisikan pemakai ke-n

Sn(t) = Sinyal baseband ke-n pada output encoder optik ke-n

Vj(1) = Variable acak pemblok sinyal interferensi

bn(t) = Sinyal data biner pemakai ke-n

DPn(t) = OOC pemakai ke-n (signature sequence)

PTc (t) = Unit pulsa rectangular dengan durasi Tc

PT (t) = Unit pulsa rectangular dengan durasi T

bℓ(n) = Urutan data ke-n untuk setiap ℓ dengan peluang yang sama A(n) = Urutan periodik ke-n dari pulsa optik biner dengan periode F dan berat K

r(t) = Sinyal yang diterima diujung depan setiap penerima

n = Delay waktu (relatif) antar pulsa dikaitkan dengan sinyal ke-n

Th = Threshold


(7)

ix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem komunikasi serat optik dengan menggunakan enkoder dan dekoder optik (korelator)………... 4 Gambar 2.2 Skema diagram sistem komunikasi CDMA dengan semua enkoder dan dekoder optiknya berkonfigurasi star………... 5 Gambar 3.3 Diagram alir proses pengiriman dan penerimaan data... 14 Gambar 3.4 Pembangkitan OOC dengan kode prima 2n... 15 Gambar 4.1. Fungsi autokorelasi dari kode C3 untuk kode prima 2n pada GF(13) dengan n = 3 untuk data 1110010100... 16 Gambar 4.2. Fungsi autokorelasi dari kode C2 untuk kode prima 2n pada GF(13) dengan n = 3 untuk data 1110010100... 16 Gambar 4.3. Fungsi autokorelasi dari kode C3 untuk kode prima 2n pada GF(11) dengan n = 3 untuk data 1110010100... 17 Gambar 4.4. Fungsi autokorelasi dari kode C4 untuk kode prima 2n pada GF(13) dengan n = 3 untuk data 1110010100... 18 Gambar 4.5. Fungsi korelasi silang dari kode C2 dan C3 untuk kode prima 2n pada GF(13) dengan n = 3 untuk data 1110010100... 19 Gambar 4.6. Fungsi korelasi silang dari kode C3 dan C4 untuk kode prima 2n pada GF(13) dengan n = 3 untuk data 1110010100... 19 Gambar 4.7. Fungsi korelasi silang dari kode C2 dan C3 untuk kode prima 2n pada GF(13) dengan n = 3 untuk data 1110010100... 20


(8)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini sarana telekomunikasi berkembang dengan sangat pesat, tetapi perkembangan jaringan akses tidaklah demikian. Pertumbuhan yang luar biasa dari trafik Internet juga ikut membebani kapasitas jaringan akses yang ada. Dari sisi operator, arsitektur jaringan masih mengakibatkan bottleneck antara kapasitas jaringan daerah lokal (LAN) dengan sarana jaringan yang ada.

Oleh karena itu, maka selain sifat korelasi, jaringan CDMA berbasis optik juga harus memperhatikan struktur enkoder dan dekodernya (konfigurasi pengkodean) karena hal ini mempengaruhi link budget komunikasi. Faktor terakhir (konfigurasi pengkodean) mempengaruhi dalam implementasi jaringan CDMA berbasis optik masa depan.

Kode prima 2n dapat diterapkan untuk kondisi ini karena selain menghasilkan struktur enkoder dan dekoder optik yang optimal (link budget dan biaya yang rendah), kode ini juga memungkinkan untuk diiplementasikan pada jaringan berbasis optik super cepat dengan rugi-rugi (loss) rendah.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana melakukan pengkodean khusus untuk komunikasi optik pada sistem CDMA menggunakan optical orthogonal codes (OOC), yaitu codeword (0,1) yang memenuhi sifat auto korelasi (auto correlation) dan korelasi silang (cross correlation) untuk membedakan antara satu user dengan user yang lain.

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah bagaimana membangkitkan OOC dengan menggunakan kode prima 2n, serta bagaimana kinerja OOC hasil dari kode prima 2n akan diimplementasikan ke dalam sistem CDMA yang berbasis komunikasi optik.


(10)

2 Universitas Kristen Maranatha 1.4 Tujuan

1. Merealisasikan Optical Orthogonal Code (OOC) dengan kode prima 2n.

2. Mengevaluasi nilai fungsi korelasi silang untuk sistem komunikasi CDMA pada serat optik dengan menggunakan kode prima 2n.

1.5 Pembatasan Masalah

Dalam Tugas Akhir ini, pembatasan dibatasi sampai hal-hal berikut yaitu : 1. Batas nilai korelasi silang maksimum 2 (dua).

2. Untuk menghitung kinerja dari hasil OOC ini menggunakan penilaian autokorelasi dan korelasi silang.

3. Realisasi OOC menggunakan kode prima 2n.

1.6 Sistematika Penulisan.

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang, idenntifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisi dasar teori dari optical orthogonal codes (OOC) dalam komunikasi serat optik CDMA dan menguraikan mengenai karakteristik korelasi sendiri (auto correlation) dan korelasi silang (cross correlation) yang merupakan dasar keberhasilan sistem komunikasi CDMA pada serat optik.

Bab III : Cara Kerja

Bab ini berisi realisasi OOC pada sistem CDMA, diagram Alir pembangkitan OOC dengan kode prima 2n, diagram alir pada pengirim


(11)

3 Universitas Kristen Maranatha dan penerima.

Bab IV : Data Pengamatan

Bab ini membahas tentang proses pengujian optical orthogonal code (OOC) dalam komunikasi serat optik CDMA menggunakan kode prima 2n.

Bab V : Kesimpulan dan Saran.

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan-pembahasan sebelumnya dan saran-saran bagi pengembangan selanjutnya.


(12)

21 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil simulasi dan analisis Tugas Akhir dan saran-saran yang perlu dilakukan untuk perbaikan serta pengembangan dimasa mendatang.

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil percobaan pada Tugas Akhir yang berjudul Realisasi Optical Orthogonal Code (OOC) menggunakan kode prima 2n ini, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Optical Orthogonal Code (OOC) menggunakan kode prima 2n berhasil direalisasikan.

2. Nilai maksimum korelasi silang pada kode prima 2n sama dengan nilai korelasi maksimum pada kode prima.

5.2 SARAN

Tugas Akhir ini bisa dikembangkan lagi lebih lanjut di masa mendatang, khususnya dalam kinerja sistem transmisi serat optik CDMA dan kode-kode optik orthogonal (OOC) menggunakan kode prima 2n, serta mampu direalisasikan dalam komunikasi serat optik CDMA dengan performansi yang dapat diandalkan.


(13)

18 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

1.

A.J. Viterby., “ Code Division Multiple Access Principles of Spread-Spectrum Communications, “ Addison-Wesley Publishing Company, Reading, Mass., 1995.

2.

C.L. Weber, G.K. Huth and B.H. Batson, “ Performance Considerations of Code Division Multiple Access System,” IEEE Transactions. Veh. Technology., Vol. VT-130, pp. 3-10, Febr 1994.

3.

Keiser, Gerd, “ Optical Fiber Communication,” Mc.Graw Hill Book

Company, Singapore, 1991.

4.

M.B. Pursley, “ Spread Spectrum Multiple-Access Communications in Multi-User Communication System,” G. Longo, Ed. New York : Springer-Verlag, 1989.

5.

P.A Davis and A.A. Shaar, “ Asynchronous Multiplexing for an Optical-Fiber Local Area Network,” Electron. Lett., Vol.19, no. 10, May 1983.

6.

Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber Networks- Part I : Fundamental Principle,” IEEE Transactions On Communications, Vol.37, No 8, 1989, pp. 824-833.

7.

Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber Networks- Part II : System Performance Analysis,” IEEE Transactions On Communications, Vol.37, No 8, 1989, PP. 824-833.

8.

Yang, G-C., and W.C. Kwong, “ Prime Codes with Application to CDMA Optical and Wireless Networks,” IEEE Transactions, Artech House, 2002.


(1)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL


(2)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini sarana telekomunikasi berkembang dengan sangat pesat, tetapi perkembangan jaringan akses tidaklah demikian. Pertumbuhan yang luar biasa dari trafik Internet juga ikut membebani kapasitas jaringan akses yang ada. Dari sisi operator, arsitektur jaringan masih mengakibatkan bottleneck antara kapasitas jaringan daerah lokal (LAN) dengan sarana jaringan yang ada.

Oleh karena itu, maka selain sifat korelasi, jaringan CDMA berbasis optik juga harus memperhatikan struktur enkoder dan dekodernya (konfigurasi pengkodean) karena hal ini mempengaruhi link budget komunikasi. Faktor terakhir (konfigurasi pengkodean) mempengaruhi dalam implementasi jaringan CDMA berbasis optik masa depan.

Kode prima 2n dapat diterapkan untuk kondisi ini karena selain menghasilkan struktur enkoder dan dekoder optik yang optimal (link budget dan biaya yang rendah), kode ini juga memungkinkan untuk diiplementasikan pada jaringan berbasis optik super cepat dengan rugi-rugi (loss) rendah.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana melakukan pengkodean khusus untuk komunikasi optik pada sistem CDMA menggunakan optical orthogonal codes (OOC), yaitu codeword (0,1) yang memenuhi sifat auto korelasi (auto correlation) dan korelasi silang (cross correlation) untuk membedakan antara satu user dengan user yang lain.

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah bagaimana membangkitkan OOC dengan menggunakan kode prima 2n, serta bagaimana kinerja OOC hasil dari kode prima 2n akan diimplementasikan ke dalam sistem CDMA yang berbasis komunikasi optik.


(3)

2 Universitas Kristen Maranatha

1.4 Tujuan

1. Merealisasikan Optical Orthogonal Code (OOC) dengan kode prima

2n.

2. Mengevaluasi nilai fungsi korelasi silang untuk sistem komunikasi CDMA pada serat optik dengan menggunakan kode prima 2n.

1.5 Pembatasan Masalah

Dalam Tugas Akhir ini, pembatasan dibatasi sampai hal-hal berikut yaitu : 1. Batas nilai korelasi silang maksimum 2 (dua).

2. Untuk menghitung kinerja dari hasil OOC ini menggunakan penilaian autokorelasi dan korelasi silang.

3. Realisasi OOC menggunakan kode prima 2n.

1.6 Sistematika Penulisan.

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang, idenntifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisi dasar teori dari optical orthogonal codes (OOC) dalam komunikasi serat optik CDMA dan menguraikan mengenai karakteristik korelasi sendiri (auto correlation) dan korelasi silang (cross correlation) yang merupakan dasar keberhasilan sistem komunikasi CDMA pada serat optik.

Bab III : Cara Kerja

Bab ini berisi realisasi OOC pada sistem CDMA, diagram Alir pembangkitan OOC dengan kode prima 2n, diagram alir pada pengirim


(4)

3 Universitas Kristen Maranatha dan penerima.

Bab IV : Data Pengamatan

Bab ini membahas tentang proses pengujian optical orthogonal code (OOC) dalam komunikasi serat optik CDMA menggunakan kode prima 2n.

Bab V : Kesimpulan dan Saran.

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan-pembahasan sebelumnya dan saran-saran bagi pengembangan selanjutnya.


(5)

21 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil simulasi dan analisis Tugas Akhir dan saran-saran yang perlu dilakukan untuk perbaikan serta pengembangan dimasa mendatang.

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil percobaan pada Tugas Akhir yang berjudul Realisasi Optical

Orthogonal Code (OOC) menggunakan kode prima 2n ini, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Optical Orthogonal Code (OOC) menggunakan kode prima 2n berhasil direalisasikan.

2. Nilai maksimum korelasi silang pada kode prima 2n sama dengan nilai korelasi maksimum pada kode prima.

5.2 SARAN

Tugas Akhir ini bisa dikembangkan lagi lebih lanjut di masa mendatang, khususnya dalam kinerja sistem transmisi serat optik CDMA dan kode-kode optik orthogonal (OOC) menggunakan kode prima 2n, serta mampu direalisasikan dalam komunikasi serat optik CDMA dengan performansi yang dapat diandalkan.


(6)

18 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

1.

A.J. Viterby., “ Code Division Multiple Access Principles of Spread-Spectrum Communications, “ Addison-Wesley Publishing Company, Reading, Mass., 1995.

2.

C.L. Weber, G.K. Huth and B.H. Batson, “ Performance Considerations of Code Division Multiple Access System,” IEEE Transactions. Veh.

Technology., Vol. VT-130, pp. 3-10, Febr 1994.

3.

Keiser, Gerd, “ Optical Fiber Communication,” Mc.Graw Hill Book

Company, Singapore, 1991.

4.

M.B. Pursley, “ Spread Spectrum Multiple-Access Communications in Multi-User Communication System,” G. Longo, Ed. New York : Springer-Verlag, 1989.

5.

P.A Davis and A.A. Shaar, “ Asynchronous Multiplexing for an Optical-Fiber Local Area Network,” Electron. Lett., Vol.19, no. 10, May 1983.

6.

Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber

Networks- Part I : Fundamental Principle,” IEEE Transactions On

Communications, Vol.37, No 8, 1989, pp. 824-833.

7.

Salehi, J.A., “ Code Division Multiple Access Techniques in Optical Fiber

Networks- Part II : System Performance Analysis,” IEEE Transactions On

Communications, Vol.37, No 8, 1989, PP. 824-833.

8.

Yang, G-C., and W.C. Kwong, “ Prime Codes with Application to CDMA Optical and Wireless Networks,” IEEE Transactions, Artech House, 2002.