Hegemoni dan Konter Hegemoni dalam Tiga Prosa Karya Oka Rusmini.

TESIS
HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI
DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI

I KOMANG WIDANA PUTRA
NIM 1190161045

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i

HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI
DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Linguistik (Konsentrasi Wacana
Sastra), Program Pascasarjana Universitas Udayana


I KOMANG WIDANA PUTRA
NIM 1190161045

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii

Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 28 Maret 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. 1243/UN14.4/HK/2016, Tanggal 28 Maret 2016

Ketua


: Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.

Anggota
:
1. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.
2. Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S.
3. Dr. Drs. I Wayan Suardiana, M.Hum.
4. Dr. Drs. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum.

iv

Om Swastiastu,
Puji syukur kepada Hyang Jagat atas asuhan-Nya. Pada kesempatan ini
perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses pembuatan tesis ini, di
antaranya kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., sebagai pembimbing I
yang telah memberikan bimbingan, saran, serta masukan yang sangat berarti
dalam penulisan tesis ini dan Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., sebagai
pembimbing II yang juga membimbing, memberikan motivasi, sehingga tesis ini
dapat diselesaikan. Kepada para anggota penguji, Prof. Dr. I Nyoman Weda

Kususma, M.S., Dr. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum., dan Dr. I Wayan Suardiana,
M.Hum., atas masukan, kritik, dan saran untuk menyempurnakan tesis ini.
Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD
beserta seluruh staf, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di
Universitas Udayana. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof
Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S.(K), atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa pada Program Pascasarjana Universitas
Udayana.
Ketua Program Studi Magister Linguistik, Prof. Dr. Ida Bagus Putra
Yadnya, M.A., dan Sekretaris Program Studi Magister Linguistik, Prof. Dr. I
Wayan Simpen, M.Hum., atas segala bantuan saran dan masukan selama proses
pembelajaran hingga penulisan tesis. Termasuk seluruh staf pegawai akademik
vi

Program Pascasarjana Program Studi Linguistik Universitas Udayana yang telah
banyak memberikan bantuan selama proses pembelajaran hingga penulisan tesis.
Khusus

kepada Oka Rusmini


yang telah

melahirkan karya dan

mengantarkan saya menjadi sarjana dan magister.
Kepada I Wayan Rai dan Ni Wayan Manek yang dalam sikap diamnya, tak
henti-hentinya memagari anaknya dengan doa. Kepada Yasni, Jro Puspita Sari, Bli
Wayan, dan Tudek Aus, yang selalu membantu dalam keadaan apapun. Khusus
kepada Ibu Sukanadi dan Wayan Suandhi, terima kasih untuk doa, semangat, dan
kesabarannya dalam mengasuh saya di Saraswati. Rekan-rekan seperjuangan
(Krisma, Mr. Budi, Weda, Jenny, Dewa, Darma, Joni), terima kasih untuk suka
dan dukanya. Kepada Ari Dj, Bli Supertama, Dian, Alit, Arta dan rekan-rekan
Wacana Sastra Angkatan 2011 yang telah menjadi teman diskusi dan berbagi
dengan baik. Kepada I Dewa Made Dharma Wiratama untuk doa dan diskusinya.
Penulis

mengharapkan

saran


menyempurnakan tesis ini.

Om Santih, Santih, Santih Om

vii

serta

kritik

yang

berguna untuk

ABSTRAK
HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI
DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI
Karya sastra merupakan media ekspresi untuk menggambarkan
kehidupan sosial. Tradisi masyarakat Bali sering menjadi inspirasi pengarang

dalam karya sastranya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek
hegemoni dan konter hegemoni serta makna tentang status sosial dalam tiga prosa
karya Oka Rusmini. Ketiga karya itu adalah novel Kenanga, novelet Sagra, dan
novel Tarian Bumi. Masalah dianalisis dengan teori sosiologi sastra dan
feminisme. Teori sosiologi sastra dipakai berdasarkan asumsi kehidupan sosial
sebagai pemicu lahirnya Kenanga, Sagra, dan Tarian Bumi, sementara teori
feminisme digunakan mengingat ketiga prosa dalam kajian ini mengenai
perempuan. Hasil analisis menunjukkan terdapat dua bentuk hegemoni dalam
ketiga prosa ini yakni hegemoni gender dan hegemoni kasta yang disebabkan
faktor psikologi, ideologi serta pengaruh kepemimpinan. Psikologi terkait
kebutuhan bertingkat yang tersusun oleh kebutuhan: fisiologis, rasa aman, cinta
dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Ideologi familialisme penyebab
hegemoni gender sedangkan pernyataan brahmana adalah surya, matahari,
sebagai ideologi hegemoni kasta.
Ada dua konter hegemoni kasta. Pertama, pernikahan antarkasta yang
terjadi antara para tokoh perempuan brahmana dengan laki-laki sudra atau
sebaliknya. Kedua, konflik posisi dan status. Sementara konter terhadap hegemoni
gender yakni (1) perlawanan perempuan sebagai pekerja di dunia publik, (2)
protes lewat perselingkuhan, dan (3) perlawanan lewat perilaku lesbian. Walaupun
protes terhadap kasta, Oka Rusmini juga meneguhkan kasta itu sendiri. Salah

satunya melalui upacara patiwangi dan kejadian-kejadian buruk yang menimpa
pasangan berbeda kasta dalam cerita. Ini merupakan sebuah sikap dualisme
pengarang terhadap kasta.
Kata Kunci: hegemoni, konter hegemoni, kasta, perempuan Bali

viii

ABSTRACT
HEGEMONY AND COUNTER HEGEMONY
IN THREE PROSES BY OKA RUSMINI

A literary work is a medium of expression to describe social life. The
tradition of Balinese people often becomes inspiration to authors in their literary
works. This study aimed at analyzing the aspects of hegemony and counter
hegemony as well as the meaning of social status in three proses written by
Rusmini Oka. These three works are Kenanga novel, Sagra novellet, and Tarian
Bumi novel. The problems were analyzed by means of sociology theory of
literature and feminism. Sociology theory of literature was used based on the
assumption that social life was the triggering point of producing Kenanga, Sagra,
and Tarian Bumi, while the feminism theory was used to consider that the three

proses in this study were about women. The results of the analysis showed that
there are two forms of hegemony in the three proses namely; the gender
hegemony and caste hegemony which caused by psychology, ideology and
influence factors. Psychology is related to the multi needs which composed of:
physiology, safety, love and belonging, self-esteem and self-actualization needs.
The ideology of familialism causes gender hegemony while the statement that
brahmana is solar, the sun, as the ideology of caste hegemony.
There are two caste counters hegemony. First, a marriage within castes
which happened between brahmana female characters and male sudra or vice
versa. Second, position conflict and status. While the counter toward gender
hegemony as follows: (1) the resistance of female as workers in the public world,
(2) protests through infidelity, and (3) the resistance through lesbian behavior.
Although protesting against caste, Oka Rusmini also enshrines the caste itself.
One of them is through patiwangi ceremony and bad events which befell couples
of different castes in the story. It is an author’s dualism attitude towards caste.
Keywords: hegemony, counter hegemony, caste, Balinese women

ix

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .................................................................................
PRASYARAT GELAR
......................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .....................................................
SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT .....................................
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................
ABSTRAK .........................................................................................
ABSTRACT .............................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR BAGAN
...............................................................................

i
ii
iii
iv
v
vi

viii
ix
x
xii
xiii

BAB I
1.1
1.2
1.3
1.3.1
1.3.2
1.4
1.4.1
1.4.2

1
1
8
8

8
9
9
9
9

PENDAHULUAN ..............................................................
Latar Belakang ……………………………………………
Rumusan Masalah …………………………………..
Tujuan Penelitian ……………………………………
Tujuan Umum ……………………………...........
Tujuan Khusus……………………………………...
Manfaat Penelitian ………………………………………….
Manfaat Teoretis …………………………………...........
Manfaat Praktis ………………………………………......

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
METODE PENELITIAN ................................................
2.1
Kajian Pustaka ………………………………………………….
2.2
Konsep
………………………………………………...
2.2.1 Hegemoni .........................................................................
2.2.2 Konter Hegemoni …………………………..............
2.3
Landasan Teori ……………………………………………
2.3.1 Teori Sosiologi Sastra ………………………………..
2.3.2 Teori Feminisme .....……………………………...........
2.4
Model Penelitian
……………………………………………..

10
10
14
14
18
20
20
23
27

BAB III METODE PENELITIAN .................................................
3.1
Rancangan Penelitian ……………………………………...
3.2
Jenis dan Sumber Data ……………………………………
3.2.1 Data Primer .....................................................................
3.2.1 Data Sekunder ......................................................... ...........

29
29
30
30
30

x

3.3
3.4
3.5

Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………………………..
Metode dan Teknik Analisis Data
....…………………...
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ………….

31
31
32

BAB IV STATUS SOSIAL DALAM MASYARAKAT BALI ........... 33
4.1
Kasta dalam Kehidupan Sosial ........................................
33
4.2
Kasta sebagai Sumber Inspirasi Karya Sastra ......................
45
BAB V BENTUK DAN FAKTOR PENYEBAB HEGEMONI DALAM
TIGA PROSA OKA RUSMINI ......................................
55
5.1
Hegemoni ..................................................
55
5.1
Hegemoni Kasta .....................................................
55
5.2
Hegemoni Gender ......................................................
70
5.2. Faktor-faktor Penyebab Hegemoni ........................................... 77
5.2.1 Faktor Psikologi ..............................................................
77
5.2.2 Faktor Ideologi ..................................................................
82
5.2.3 Faktor Pengaruh Kepemimpinan ..................................
85
BAB VI KONTER HEGEMONI DALAM TIGA PROSA
OKA RUSMINI .............................................................
6.1
Konter atas Hegemoni Kasta
...........................................
6.1.1 Konter lewat Pernikahan Beda Kasta ............................
6.1.2 Konflik Posisi dan Status ...................................................
6.1
Konter atas Hegemoni Gender .................................
6.1.1 Perlawanan Perempuan sebagai Pekerja di Ruang Publik ....
6.1.2 Protes lewat Perselingkuhan .............................................
6.1.3 Perlawanan lewat Perilaku Lesbian ................................

88
88
88
93
95
95
98
101

BAB VII MAKNA HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI
DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI ............
7.1
Sikap Kritis terhadap Status Sosial .............................
7.2
Pandangan Alternatif Status Sosial yang Ideal …..............
7.3
Pendidikan tentang Makna Status Sosial
.................................

103
103
105
108

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1
Simpulan
.............................................................
8.2
Saran
..................................................................

111
113

DAFTAR PUSTAKA

115

........................................................
xi

DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Daftar Kosakata yang menggambarkan Hegemoni Kasta ....... 62
6.1 Tokoh perempuan sebagai Pekerja di Ruang Publik dalam
Novel Kenanga, Novelet Sagra, dan Novel Tarian Bumi ......... 97

xii

DAFTAR BAGAN

Halaman
6.1

Silsilah Tokoh Utama dalam Novel Tarian Bumi ………

89

6.2

Silsilah Tokoh Utama dalam Novelet Sagra

…………

92

xiii

BAB I
PENDAHULUAN

Bab I menguraikan pendahuluan yang menyajikan latar belakang, rumusan
masalah yang terkait dengan penelitian, tujuan penelitian. Dilanjutkan dengan
manfaat secara teoritis dan praktis. Dalam uraian latar belakang dijelaskan
mengenai alasan pentingnya penelitian hegemoni dan konter hegemoni dalam tiga
prosa Oka Rusmini.

1.1 Latar Belakang
Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan media ekspresi pengarang
untuk menggambarkan kehidupan sosial. Novel sebagai cerminan permasalahanpermasalahan kehidupan sosial terkait interaksi manusia dengan dirinya sendiri,
orang lain, Tuhan ataupun lingkungan tempat tinggalnya. Permasalahanpermasalahan itu dihadirkan pengarang sebagai sebuah daya tarik terhadap
pembaca.
Para novelis Indonesia pada saat ini, banyak mengangkat warna lokal yang
menjadi kekuatan dalam novel-novelnya. Sastra warna lokal pada hakikatnya
adalah realitas sosial budaya suatu daerah yang ditunjuk secara langsung oleh
fiksionalitas suatu karya sastra. Secara intrinsik dalam struktur karya sastra warna
lokal selalu dihubungkan dengan unsur-unsur pembangkitannya, yaitu latar
belakang penokohan, gaya bahasa, dan suasana. Dalam konteks sastra sebagai
sistem tanda, warna lokal selalu dikaitkan dengan kenyataan hidup, yaitu

1

2

kenyataan sosial budaya secara luas. Komponen-komponennya antara lain
adat istiadat, agama, kepercayaan, sikap, filsafat hidup, hubungan sosial, struktur
sosial atau sistem kekerabatan ( Mahmud, 1987:25).
Pemilihan tema yang sesuai dengan akar tradisi dimana pengarang tumbuh
dan dibesarkan sebagai semacam keunikan yang memberikan tambahan cakrawala
pengetahuan pembaca untuk mengenal Indonesia. Pengangkatan tema yang
demikian juga bisa dilihat sebagai bentuk perlawanan terhadap tradisi yang ada.
Beragam karya sastra lahir, karena sebuah tradisi yang membuat masyarakat itu
sendiri menderita. Hal inilah yang ingin diungkap pengarang di dalam karya
fiksinya.
Salah seorang pengarang yang menangkap tradisi demikian kuat mengakar
dalam masyarakat adalah Oka Rusmini. Banyak karya sastranya lahir berdasarkan
warna lokal tradisi Bali. Di antara karya fiksi Oka Rusmini, yang paling menarik
untuk dibahas dalam penelitian ini adalah tiga karya prosanya yaitu novel
Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi. Pemilihan ketiga prosa tersebut,
karena

menggambarkan warna lokal yang menjadi ciri utama Oka Rusmini

sebagai seorang novelis Indonesia. Selain itu, ia termasuk pengarang yang
produktif dan memiliki kekhasan dibandingkan pengarang yang lain. Kekhasan
itu adalah sebagian besar karya prosanya menceritakan tentang perempuan yang
hidup dengan status sosial tertentu dalam tradisi Bali dengan segala
permasalahannya. Sebagaimana dikutip dalam laman www.journalbali.com,
kekritisannya terhadap tradisi Bali yang mengekang perempuan, membuatnya
mendapat penghargaan The SEA Write Award dari Kerajaan Thailand tahun 2012

3

bersama penulis Wipas Srithong (Thailand), Suchen Christine Lim (Singapura),
Duangxay Luangphasy (Laos), Ismail Kassan (Malaysia), Trung Dinh Trung
(Vietnam), Charlon Ong (Filipina), dan Pengiran Haji Mahmud bin Pengerin
Damit (Brunei). Penghargaan ini menempatkannya sebagai salah satu pengarang
terkemuka di Asia Tenggara.
Sebelum meraih penghargaan tersebut, Oka Rusmini kerap mendapat
penghargaan untuk karya-karya fiksinya. Cerpen “Pemahat Abad” terpilih sebagai
cerpen terbaik 1990-2000 majalah sastra Horison. Sementara cerpen “Putu
Menolong Tuhan” terpilih sebagai cerpen terbaik Majalah Femina 1994. Pada
tahun 2003 Oka Rusmini mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa sebagai
“Penerima Penghargaan Penulisan Karya Sastra 2003” berkat novel Tarian Bumi.
Akhir tahun 2012, Oka Rusmini mendapat penghargaan dari Badan Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Jakarta sebagai “Penerima Penghargaan Penulisan
Karya Sastra 2012” untuk novel terbarunya Tempurung. Selain itu, banyak
antologi yang memuat karya-karyanya, yakni Doa Bali Tercinta (1983), Rindu
Anak Mendulang Kasih (1987), Bali Behind The Seen (Australia, 1996), Utan
Kayu: Tafsir dalam Permainan (1998), dan lain-lain. Terakhir, beberapa puisinya
termuat dalam antologi Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012).
Novel Kenanga merupakan fiksi panjangnya yang pertama dan dimuat
secara bersambung di harian Koran Tempo dalam rentang waktu pemuatan 20
Agustus 2002-17 Desember 2002. Penerbit Grasindo menerbitkannya dalam
bentuk buku pada tahun 2003. Sementara novelet Sagra yang pernah mendapat
penghargaan sebagai Pemenang I Sayembara Novelet Femina Tahun 1998,

4

dimuat secara bersambung di Majalah Femina tahun 1998. Pada tahun 2001,
novelet ini diterbitkan bersama cerpen-cerpen Oka Rusmini yang lain dalam
kumpulan cerpen Sagra yang diterbitkan Indonesia Tera. Sedangkan Tarian Bumi
pernah diterbitkan oleh penerbit Indonesiatera tahun 2000. Mengingat banyak
apresiasi yang muncul dari kalangan pembaca, novel ini diterbitkan kembali oleh
penerbit yang berbeda yakni PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2007. Novel ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Erdentanz (2007) dan
bahasa Inggris berjudul Earth Dance (2011).
Selain karena kekuatan warna lokal yang menceritakan tradisi masyarakat
Bali, hal lain yang menjadi daya tarik utama ketiga karya fiksi ini adalah tentang
permasalahan yang disodorkan pengarang. Ketika orang mengatakan bahwa
ketiga fiksi ini sangat kental dengan feminisme, karena menceritakan tentang
perjuangan perempuan dan dikarang oleh perempuan, namun ada hal yang
berbeda dan luput dari perhatian. Hal tersebut tentang hegemoni dan konter
hegemoni yang ada di dalam ketiga prosa ini.
Hegemoni bertitik tolak dari konsep Gramsci, bahwa suatu kelas dan
anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan
cara kekerasan dan persuasi (Simon, 2004: 19). Lebih lanjut dijelaskan kelas yang
hegemonik adalah kelas yang mendapat persetujuan dari kekuatan dan kelas sosial
lain dengan cara menciptakan dan mempertahankan sistem aliansi melalui
perjuangan politik dan ideologis (Simon, 2004: 22). Penciptaan hegemoni akan
menimbulkan perlawanan terhadapnya. Perlawanan terhadap hegemoni disebut

5

dengan konter hegemoni. Konter hegemoni muncul karena ketidakpuasan atas
dominasi yang dilakukan oleh kelompok yang berkuasa.
Tergambarkan dalam tiga prosa karya Oka Rusmini yang menjadi bahan
penelitian ini, hegemoni yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki status
sosial tertentu terhadap status sosial yang lainnya. Status sosial, yang kerap
disebut di Bali sebagai sistem kasta memunculkan hegemoni di dalam tiga prosa
karya Oka Rusmini ini. Sistem kasta yang sampai sekarang masih membelenggu
masyarakat Bali membagi masyarakat Bali menjadi empat kasta yakni kasta
brahmana, ksatrya, wesya, dan sudra. Pembagian itu membuat orang dengan
kasta tertentu merasa berbeda derajat, kewajiban, serta hak yang melekat pada
dirinya. Akibat ketidaksamaan itu, secara tidak langsung ada kelompok yang
mendominasi dan didominasi.
Novel Kenanga berkisah tentang seorang dosen perempuan yang bernama
Kenanga dengan perjalanan cintanya. Kenanga sebagai tokoh sentral cerita harus
mengalah pada adiknya Kencana, untuk mendapatkan Bhuana, laki-laki brahmana
yang berprofesi sebagai dokter. Hidup Kenanga mengalami kesepian. Kehadiran
Luh Intan, yang hanya sebagai seorang wong jero, abdi di griya, di keluarganya
membangkitkan kembali gairah hidupnya. Akan tetapi, kehadiran Luh Intan
menimbulkan konflik sebab Kenanga sangat menyayanginya. Ini menimbulkan
protes terutama dari ibu Kenanga sendiri. Menurut ibu Kenanga, wong jero tetap
diperlakukan sebagai wong jero dan tidak usah dimanjakan apalagi disekolahkan
di sekolah yang mahal. Namun, hal itu tidak digubris oleh Kenanga. Bahkan

6

ketika ia tahu, bahwa Luh Intan adalah anaknya sendiri, kasihnya kian memuncak
kepada anak itu.
Novelet Sagra yang memenangi cerita bersambung terbaik Majalah Femina
tahun 1998 mengetengahkan tentang konflik seorang ibu dengan anak gadisnya.
Tokoh Sagra, yang menjadi tokoh sentral dalam novelet Sagra, dipaksa ibunya,
Luh Sewir, untuk tinggal di keluarga Pidada, keluarga brahmana, karena keluarga
mereka merasa berhutang budi kepada keluarga itu. Setiap kesusahan yang
melanda keluarga mereka, keluarga Pidada selalu mengulurkan bantuan.
Sementara novel Tarian Bumi, mengisahkan cinta tiga generasi perempuan.
Dimulai dari kisah sang nenek, Pidada, berlanjut riwayat cinta sang ibu, Luh
Sekar, kemudian bermuara pada kisah sang anak, Dayu Telaga. Mempergunakan
alur yang rumpang, Tarian Bumi juga berselimut cerita perjuangan seorang
perempuan brahmana, Ida Ayu Telaga, agar sistem sosial dan budaya patriarkhi
yang membelenggu masyarakat Bali dihapus.
Perjuangan perempuan yang dilakukan oleh beberapa tokoh dalam tiga
prosa ini agar sistem adat yang membelenggu kehidupan dan kebebasan
perempuan dihalangi oleh para tokoh perempuan lainnya karena keyakinan, cara
berpikir dan tindakan yang masih berpegang teguh pada adat atau pakem yang
ada. Semua itu telah mendarah daging dan menjadikan perempuan pada posisi
ingin saling mengekang dan menguasai. Terlebih mereka telah berubah status
sosial karena pernikahan.
Kehadiran perempuan lainnya yang berbeda dengan status sosial yang
mereka sandang dalam kelompok sosial mereka, yang pada mulanya untuk

7

memperkenalkan kehidupan baru dalam keluarga yang berbeda dari sebelumnya,
bermuara pada hegemoni. Apalagi ada sistem yang memang tidak bisa ditentang
dan berlaku dalam kelompok sosial tersebut.
Penelitian mengenai hegemoni dan konter hegemoni dalam ketiga prosa ini
penting dilakukan karena tiga pertimbangan. Pertama, novel ini berbicara tentang
perempuan dalam segala aspek permasalahannya. Permasalahan-permasalahan
yang disodorkan pengarang dalam karyanya sebagai cermin dengan masalah
perempuan yang ada dalam kehidupan nyata, mulai pengekangan, perjodohan,
kedudukan dan lain sebagainya. Kedudukan perempuan yang pada mulanya
dianggap sebelah mata, karena budaya patriarki, saat ini mulai terkikis karena
adanya pandangan-pandangan yang dicetuskan oleh pengarang dalam karyanya.
Kedua, dari aspek sosiologi sastra. Sosiologi sastra yang muncul dengan
asumsi bahwa karya sastra sebagai dokumen sosial budaya masyarakat, ada
keterkaitan erat antara ketiga fiksi ini dengan sosial budaya masyarakat Bali.
Ketiga fiksi

yang berlatar kehidupan Bali ini, mengetengahkan masalah

perempuan yang karena sistem adat, banyak menderitakan perempuan itu sendiri.
Saat ini masih dijumpai dalam masayarakat Bali, utamanya tentang sistem adat
yang memagari kebebasan perempuan untuk menentukan pilihan-pilihan dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Melalui karyanya, sang pengarang menginginkan
pagar itu ambruk dan perempuan bisa maju untuk kehidupan yang lebih baik.
Ketiga, dari sudut pemahaman tentang sistem kemasyarakatan Bali yang
tergambarkan dalam ketiga prosa ini. Sistem kemasyarakatan yang tergambarkan
dalam cerita mengaburkan antara catur warna dan kasta. Catur Warna itu sendiri

8

yakni pembagian masyarakat menurut swadharma (profesi) masing-masing orang.
Profesi itu adalah brahmana (sebagai pemikir), ksatrya (pelaksana pemerintahan),
wesia (pengusaha), dan sudra (pekerja). Dalam perkembangannya Catur Warna
menjadi kasta di Bali. Pemahaman terhadap hegemoni dan konter hegemoni
dalam penelitian ini secara tidak langsung akan memberikan makna terhadap
sistem kemasyarakatan yang ada di Bali.

1.2 Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah untuk penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk hegemoni yang ada dalam novel Kenanga, novelet
Sagra, dan novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini?
2. Bagaimanakah bentuk konter atas hegemoni yang ada dalam novel
Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini?
3. Apakah makna hegemoni dan konter hegemoni dalam tiga prosa karya
Oka Rusmini?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara garis besar dibedakan menjadi dua yakni tujuan
umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini yakni untuk memberikan sumbangan
pemikiran terhadap pengkajian karya sastra Indonesia. Terlebih pada saat ini
banyak karya sastra Indonesia yang ditulis oleh perempuan pengarang yang

9

mengungkapkan

tentang

perjuangan

perempuan

dalam

segala

dimensi.

Pembacaan terhadap karya sastra tersebut akan mengasah kepekaan literer dan nilainilai kemanusiaan yang ada dalam diri pembaca.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan tentang bentuk
hegemoni dan konter hegemoni dalam novel Kenanga, novelet Sagra, dan novel
Tarian Bumi karya Oka Rusmini serta makna wacana hegemoni dan konter
hegemoni.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis maupun
praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk memperkaya penelitian
sastra dan menjadi referensi untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan
hegemoni dan konter hegemoni dalam karya sastra di masa mendatang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat dapat memahami dengan lebih baik terhadap sistem
kemasyarakatan yang ada di Bali.
2.

Menjadi referensi bagi masyarakat di dalam mengatasi konflik yang

terutama berkaitan dengan isu-isu gender ataupun status sosial tertentu.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN

Bab II menyajikan apresiasi atau penelitian yang telah dilakukan terhadap
ketiga prosa yang dijadikan sebagai objek penelitian, kemudian konsep.
Dilanjutkan dengan teori yang dipergunakan untuk menguraikan masalah yang
telah dirumuskan. Diakhiri dengan model penelitian.

2.1 Kajian Pustaka
Apresiasi atau penelitian terhadap karya-karya Oka Rusmini sudah banyak
dilakukan seperti terlihat dari artikel-artikel di surat kabar dan publikasi buku.
Pengamat dan peneliti sastra yang pernah menganalisis karya Oka Rusmini antara
lain Maman S. Mahayana (2007), Eka Yani (2010), Dara Windiyarti (2008), Suci
Sundusiah (2007), Sunu Wasono (2006), Gede Artawan (2011), Sulaiman (2011),
dan Harry Aveling (2010).
Maman S. Mahayana dalam bukunya Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia,
lebih banyak membicarakan mengenai feminisme dalam novel Tarian Bumi. Ia
menuliskan para tokoh perempuan sebagai korban atas sistem adat dan kurang
menyentuh mengenai ideologi-ideologi yang ada di balik sistem adat yang
menderitakan perempuan itu sendiri. Padahal, sesungguhnya apabila dicermati
lebih dalam, sistem adat itu sendiri sesungguhnya tidak akan menyengsarakan

10

11
11

perempuan bila para perempuan tidak memegang prinsip kekuasaan terhadap
orang lain, terlebih kaumnya sendiri.
Penelitian Eka Yani yang selesai tahun 2010, lebih dominan membahas
tentang perubahan-perubahan sosial yang terjadi karena adanya keberanian tokoh
untuk membangun konflik. Penelitian ini pun fokus pada konflik yang terjadi
dalam masyarakat Bali yang menimbulkan sikap bersaing, menghindar,
kolaborasi, dan kompromi. Penelitian ini belum masuk ke dalam faktor-faktor
yang ada di balik konflik-konflik para tokohnya, terutama tokoh perempuan.
Tulisan Dara Windiyarti dalam Jurnal Humaniora Volume 20 Tahun 2008
yang berjudul “Pemberontakan Perempuan Bali Terhadap Diskriminasi Kelas dan
Gender : Kajian Feminis Novel Tarian Bumi Oka Rusmini” membahas tentang
diskriminasi kelas dan gender yang dilatarbelakangi oleh ketidaksetaraan kasta.
Tulisan ini lebih banyak membahas tentang perbedaan-perbedaan diskriminasi
kelas dan gender di antara para tokoh-tokohnya.
Struktur cerita Tarian Bumi pernah dijadikan kajian analisis bandingan
dengan struktur cerita karya sastra lama yang berjudul Hikayat Raja Kerang yang
dilakukan oleh Suci Sundusiah. Dalam makalahnya yang berjudul “Perbandingan
Struktur Naskah Klasik dan Modern (Analisis Struktur pada Naskah Hikayat Raja
Kerang dan Novel Tarian Bumi Oka Rusmini)”, Suci membahas mengenai
perbandingan secara strukturalis antara dua karya tersebut baik dari segi tema,
latar, perwatakan, bahasa, dan yang lainnya. Ia hanya menyebut latar sosial sangat
menonjol dalam novel Tarian Bumi karena adanya pertentangan status sosial
dalam masyarakat dalam cerita. Tidak diungkapkannya aspek sosiologis yang

12
12

mempengaruhi latar belakang cerita secara mendalam, menjadi kekurangan tulisan
ini.
Sunu Wasono yang berprofesi sebagai staf pengajar di FIB UI menulis
artikel “Pria-Wanita-Kasta: Catatan Atas Tarian Bumi Oka Rusmini” dalam
majalah sastra Horison edisi Maret 2006, menekankan pada analisis sistem
kemasyarakatan yang ada novel dalam Tarian Bumi. Di bawah sistem
kemasyarakatan yang ada, dimungkinkan muncul penindasan, pengekangan yang
merugikan kelompok tertentu. Tulisan ini kurang menyentuh tentang hegemoni
dan latar belakang atas penindasan yang terjadi.
Tulisan Gde Artawan

berjudul “Perempuan dan Resistensi terhadap

Hegemoni Patriarki” yang termuat di harian Bali Post tanggal 6 November 2011,
juga menyinggung tentang karya Oka Rusmini. Dominasi patriarki yang ada
dalam karya Oka Rusmini (Kenanga dan Tarian Bumi) tersebut banyak
mensubordinatkan

peran

perempuan.

Dituliskannnya

pula

bahwa

tokoh

perempuan novel Oka Rusmini berjuang melawan tradisi, namun pada akhirnya
tokoh Oka Rusmini terkesan ambivalen terhadap tradisi itu sendiri. Kurang
dijelaskannya aspek-aspek yang melatarbelakangi hegemoni patriarki menjadi
kelemahan dalam tulisan ini.
Sulaiman dalam tulisannya di Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik
tahun 2011 yang berjudul “Perempuan dalam Perspektif Sosial dan Keluarga:
Kajian terhadap Novel Mutakhir Perempuan Indonesia” turut menyinggung
mengenai salah satu karya Oka Rusmini yakni novel Kenanga. Suliaman
membahas secara ringkas tentang beberapa tokoh perempuan yang ada dalam

13
13

novel tersebut yang memiliki peranan dalam persfektif sosial, terutama yang
berkaitan dengan pendidikan. Dituliskannya bahwa apa yang dilakukan Kenanga,
tokoh utama dalam novel tersebut, merupakan bagian dari kesadarannya bahwa
perempuan harus berpikiran maju. Tulisan ini lebih memfokuskan tentang peran
serta perempuan dalam persfektif sosial dalam novel yang ditulis perempuan
pengarang Indonesia.
Harry Aveling juga menyinggung tentang hegemoni gender yang ada di
salah satu cerpen Oka Rusmini, Cenana. Menurutnya, laki-laki selalu menjalani
kehidupan mewah, pesta pora, dan bebas memilih pasangan hidupnya bahkan
berpoligami sementara perempuan selalu berkorban terhadap cinta yang mereka
dapatkan dari laki-laki. Harry menulis “for a new view of womanhood that is
beyond conventional ‘respectable’ and patriarchal Balinese ideas of womanhood,
providing a woman’s persfective of what it means to be a woman”. Kelemahan
dan kekuasaan yang dimiliki tokoh perempuan dalam karya Oka Rusmini, berasal
dari sifat kewanitaan mereka, didefinisikan ulang oleh kasta. Selain itu, Harry
yang menulis dalam artikelnya yang termuat dalam Journal of Multidisciplinary
Intrernational Studies yang terbit bulan Juli 2010, bahwa cerpen tersebut
reinterpretasi legenda sejarah Jawa abad Pertengahan, Ken Arok dan Ken Dedes.
Tulisannnya lebih dititikberatkan pada unsur legenda Ken Arok yang menjadi
latar belakang cerita Cenana.
Memperhatikan beberapa tulisan atau pun penelitian yang disampaikan
sebelumnya, penelitian ini akan berbeda dan terfokus pada bentuk hegemoni yang
dilakukan oleh para tokoh dan faktor yang melatarbelakanginya serta konter

14
14

hegemoni atas hegemoni yang ada dalam tiga prosa karya Oka Rusmini.
Termasuk pula makna hegemoni dan konter hegemoni dikaitkan dengan status
sosial.

2.2 Konsep
Dalam penelitian ini menggunakan konsep hegemoni dan konter hegemoni.
2.2.1 Hegemoni
Konsep mengenai hegemoni dikemukakan oleh Antonio Gramsci. Titik
awal konsepnya adalah bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan
kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi
(Simon, 2004: 19). Kekerasan yang dilakukan bisa terlihat dalam tindakantindakan yang dilakukan oleh kelas tersebut terhadap kelas di bawahnya.
Sementara persuasi dapat ditemukan melalui cara berpikir mereka.
Ia memberikan contoh munculnya kelas kapitalis dengan membedakan tiga
fase perkembangan kesadaran politik kolektif dan organisasi. Fase pertama dan
paling awal terjadi ketika seseorang merasa perlu berdiri sejajar dengan pedagang
lain, seorang pengusaha dengan penguasa lain, dan sebagainya; namun pedagang
belum merasakan timbulnya solidaritas dari pengusaha. Anggota kelompok
profesional sadar akan kepentingan bersama mereka dan perlunya mereka bersatu,
namun mereka akan menyadari kebutuhan untuk bergabung dengan kelompok
lain dalam kelas yang sama. Fase kedua telah tumbuh kesadaran akan kepentingan
bersama sebuah kelas namun masih dalam bidang ekonomi. Fase ketiga adalah
fase hegemoni dengan pemikiran orang sadar akan kepentingan perusahaannya

15
15

dan kepentingan itu dapat dan harus menjadi kepentingan dari kelompok yang
lebih rendah. Fase terkahir adalah fase tahapan yang murni politik yang pada
mulanya ideologi itu bersaing dan menang sehingga bisa menyatukan tujuantujuan ekonomi, politik, intelektual, dan moral yang pada akhirnya terciptalah
hegemoni suatu kelompok sosial yang kuat terhadap kelompok lain yang lebih
rendah (Simon, 2004: 34-35).
Ada tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan Gramsci dalam konsepnya
mengenai hegemoni, yaitu pertama hegemoni total (integral), hegemoni merosot
(decadent), dan hegemoni minimum. Pertama, hegemoni integral adalah
hegemoni yang ditandai dengan afiliasi massa yang mendekati totalitas,
masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan intelektual yang kokoh. Kondisi
tersebut tampak dalam hubungan organis antara pemerintah dengan yang
diperintah.
Kedua,

hegemoni

merosot

adalah

suatu

kondisi

hegemoni

yang

mengandung kontradiksi. Kontradiksi itu mengakibatkan adanya pertentanganpertentangan antara penguasa dengan yang dikuasai. Dalam hegemoni ini rawan
terjadi integrasi.
Ketiga adalah hegemoni minimal. Hegemoni ini merupakan hegemoni
paling rendah. Hegemoni bersandar pada satuan ideologis antara elit ekonomis,
politis, dan intelektual yang diturunkan bersamaan dengan keengganan setiap
campur tangan massa dalam kehidupan bernegara. Dengan demikian, kelompokkelompok hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan dan aspirasi-sapirasi
mereka dengan kelas lain dalam masyarakat.

16
16

Hegemoni suatu kelas terhadap kelas di bawahnya merupakan hasil dari
bangunan konsesus. Konsesus merupakan suatu dominasi yang dilakukan bukan
dengan suatu paksaan tetapi melalui persetujuan dan pemahaman. Dalam Kamus
Ilmiah Pupuler, konsesus diartikan sebagai suatu persetujuan, kesepakatan
bersama atau kata sepakat. Oleh karena itu, pada dasarnya konsesus berkaitan
dengan persoalan psikologi. Dengan kata lain, konsesus merupakan kepatuhan
atau ketertundukan seseorang atau sekelompok seseorang karena adanya suatu
kesadaran.
Pada dasarnya ketertundukan pada aturan dan perangkat hukum penguasa
dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu karena rasa takut, terbiasa, dan
persetujuan/kesadaran. Dari ketiga hal tersebut pandangan yang terakhir
merupakan ciri dari konsep hegemoni. Dengan demikian, hegemoni bersifat
menyeluruh karena bersifat psikologis.
Menurut Gramsci, hegemoni berdasar pada konsesus yang muncul melalui
komitmen aktif atas kelas sosial yang secara historis lahir dalam hubungan
produksi. Gramsci mengatakan bahwa konsesus adalah komitmen aktif yang
didasarkan pada adanya pandangan bahwa posisi tinggi yang ada adalah sah.
Konsesus ini secara historis lahir karena prestasi yang berkembang dalam dunia
produksi.
Gramsci (dalam Simon, 2004: 27), menjelaskan bahwa “semua manusia
adalah filosof”, karena semua laki-laki dan perempuan mempunyai konsepsi
tentang dunia serta seperangkat gagasan yang memungkinkan mereka memahami
kehidupan mereka. Namun, cara mereka mempersepsi dunia, filsafat mereka,

17
17

seringkali rancu dan bertentangan, karena hasil pemikiran mereka berasal dari
berbagai sumber dan dari kejadian masa lalu, yang cenderung membuat mereka
menerima ketidakadilan dan penindasan sebagai hal yang alamiah dan tidak bisa
diubah. Dengan kata lain, menurut Barker (2004: 63), “hal-hal yang diterima apa
adanya”.
Santoso (2002: 164) mengungkapkan ada tiga jenis kekuasaan, yakni
kekuasaan utilitirian, kekuasaan koersif, dan kekuasaan persuasif. Kekuasaan
utilitarian akan muncul dari aset utilitarian apabila aset-aset ini (pemilikan
ekonomi, teknik administratif, tenaga kerja) digunakan oleh mereka yang
memilikinya, sehingga perlawanan itu dapat diatasi. Kekuasaan koersif muncul
jika orang menggunakan aset (berupa senjata, tenaga manusia) dengan kekerasan
untuk mengubah orang lain, atau menghukum mereka yang menghalanginya. Dan
kekuasaan persuasif (aset yang berupa nilai, perasaan, kepercayaan) digunakan
untuk memiliki kekuasaan. Kalau ada perlawanan akan mudah diatasi tanpa
kekerasan.
Suatu kelas hegemonik adalah kelas yang berhasil dalam menyatukan
kepentingan-kepentingan dari suatu kelas, kelompok dan gerakan-gerakan lain ke
dalam kepentingan mereka sendiri dengan tujuan membangun kehendak kolektif
rakyat secara nasional. Ideologi, menurut Gramsci, mengikat berbagai kelompok
sosial yang berbeda-beda ke dalam suatu wadah, dan dalam peranannya sebagai
pondasi atau agen proses penyatuan sosial (Simon, 2004: 87).
Menurut Gramsci (dalam Simon, 2004: 84; 86), ideologi bukanlah sesuatu
yang berada di awang-awang dan berada di luar aktifitas praktis manusia lainnya.

18
18

Sebaliknya, ideologi mempunyai eksistensi materialnya dalam berbagai aktifitas
praktis tersebut. Ia memberikan berbagai aturan bagi tindakan praktis serta
perilaku moral manusia dan ia menjelma dalam praktik-praktik sosial setiap orang
dan dalam lembaga-lembaga serta organisasi-organisasi di mana praktik-praktik
sosial tersebut berlangsung.
Banyak lembaga kemasyarakatan seperti sekolah, lembaga keagamaan, atau
keluarga yang masih mempertahankan hegemoni untuk mengajegkan kekuasaan
yang mereka miliki. Keluarga, lembaga kemasyarakatan terkecil, kerap kali
memberikan pemahaman bahwa status sosial (karena pemilikan aset atau gelar
yang didapat turun temurun) yang mereka miliki lebih tinggi dibandingkan status
sosial orang lain. Status sosial yang mereka sandang sering menjadi alasan untuk
mendominasi kehidupan masyarakat apalagi masyarakat dimana mereka tinggal
“menyetujui” praktik-praktik hegemoni yang telah mendarah daging sejak lama.

2.2.2 Konter Hegemoni
Konter hegemoni berarti perlawanan terhadap hegemoni. Dimana ada
kekuasaan, di sana muncul perlawanan terhadapnya (Simon, 2004: 110).
Perlawanan itu muncul karena ketidakpuasan baik dari individu itu sendiri
maupun kelas sosial tertentu terhadap hegemoni yang dilakukan oleh kelas yang
mendominasi.
Karena hegemoni harus terus menerus diciptakan dan dimenangkan, dia
membuka kemungkinan bagi adanya tantangan atasnya, yaitu penciptaan blok
kontra hegemoni dari kelompok dan kelas subordinat. Bagi Gramsci, perjuangan

19
19

kontra hegemoni tersebut harus berusaha memperoleh dukungan di dalam
masyarakat sipil (Barker, 2004: 64).
Scott (dalam Santoso, 2002: 163) mengungkapkan perlawanan itu dapat
dilakukan baik secara terbuka ataupun terselubung. Terbuka dilakukan dengan
perlawanan secara terang-terangan menggerakkan masyarakat yang mendukang
perlawanan itu sendiri melalui kontak fisik dengan kelas yang berkuasa, dan
terselubung dengan menyebarkan cara berpikir yang dijelmakan melalui mediamedia tertentu seperti buku, lukisan, ataupun yang lainnya.
Hegemoni maupun perlawanan terhadapnya, tidak hanya muncul dalam
bidang korporasi atau dalam tataran yang lebih besar yakni negara, namun telah
hadir pula dalam tataran yang universal dan menyentuh kehidupan manusia yang
paling dasar. Konter hegemoni tentunya menginginkan kehidupan manusia yang
lebih baik dan memiliki derajat atau kedudukan yang sama dalam seluruh sendisendi kehidupan. Tak terkecuali dalam relasi sosial yang ada dalam masyarakat
tertentu.
Sekat yang ada dalam masyarakat, telah memunculkan perlawanan
terhadapnya. Ketika kelas sosial tertentu tetap menjunjung bahwa status sosialnya
lebih tinggi dan memandang rendah status sosial yang lain, ini menimbulkan
konter hegemoni yang ditunjukkan melalui cara berpikir ataupun tindakan yang
menentang hegemoni itu sendiri. Tentangan dan perlawanan itu sebagai bentuk
protes atas hegemoni yang dapat menyengsarakan hidup mereka.
Dalam tiga fiksi karya Oka Rusmini, terbaca konter hegemoni yang
dilakukan oleh tokoh utama maupun tokoh sampingannya. Perlawanan itu

20
20

dilakukan karena para tokoh merasakan bahwa dominasi status sosial yang
disandang golongan sosial tertentu, menimbulkan diskriminasi dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Diskriminasi itu pada akhirnya menimbulkan konflik
berkepanjangan.
Sebagai karya fiksi, novel Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi
hadir sebagai salah satu bentuk perlawanan pengarang terhadap hegemoni yang
ada dalam tradisi masyarakat Bali yang lebih banyak menyengsarakan perempuan.
Melalui para tokoh perempuannya sebagai sentral cerita,

Oka Rusmini

mengungkapkan dengan benderang perlawanan terhadap hegemoni. Tidak
selamanya perempuan Bali itu tertidur dalam tradisi dan melelapkan mereka.
Mengutip pendapat Darma Putra (2007: 3) wanita Bali bersifat pasif, nrimo, atau
berpangku tangan saja tanpa memperjuangkan nasibnya atau nasib kaumnya
dalam kehidupan sosial tentulah keliru.

2.3 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yakni teori sosiologi sastra dan
teori feminisme.
2.3.1 Teori Sosiologi Sastra
Asumsi dasar sosiologi sastra adalah bahwa kelahiran sastra tidak dalam
kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra
(Endraswara, 2008: 77). Karya sastra akan mendokumentasikan kehidupan sosial
budaya masyarakat tertentu. Sebagai sebuah dokumen sosial, karya sastra tidak

21
21

hanya akan merekam begitu saja peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar
masyarakat, namun turut pula merefleksikan zaman.
Hal serupa juga dinyatakan oleh Sapardi Djoko Damono (2009: 11) bahwa
sastra merupakan cermin zamannya. Sastra merupakan cermin langsung dari
berbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan
lain-lain. Dalam hal ini, tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan
pengalaman tokoh-tokoh khayali dan situasi ciptaan pengarang itu dengan
keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya.
Sebuah karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu reaksi terhadap suatu
keadaan. Mengutip pendapat Umar Yunus dalam tulisan Ruswendi Permana,
Aspek Sosiologi Sastra dalam Karya Ajip Rosidi (2004),

menyatakan bahwa

reaksi tersebut dapat berupa reaksi spontan ataupun reaksi yang dipikirkan
terlebih dahulu. Reaksi spontan mungkin dilakukan bersamaan dengan terjadinya
suatu peristiwa, atau apa dilakukan dengan cara menunjuk langsung kepada
peristiwa itu dengan mengkonkretkannya ke dalam suatu karya.
Endraswara (2008: 93) mengungkapkan karya-karya besar dengan
sendirinya akan merepresentasikan latar belakang sosiokultural dan moral yang
tangguh. Peneliti bertugas mengungkap hal tersebut agar dapat menangkap watakwatak kultural suatu masyarakat.
Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda.

Pertama, tergantung dari

kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya. Kedua, yang jauh
lebih penting sebagaimana dijelaskan melalui teori resepsi, adalah kemampuan
pembaca dalam memahami karya sastra. Pada umumnya para pengarang yang

22
22

berhasil adalah para pengamat sosial sebab merekalah yang mampu untuk
mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan ciri-ciri
fiksional. Dengan kalimat lain, pengarang merupakan indikator penting dalam
menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan
tradisi sastra (Ratna, 2009: 333-334).
Wellek dan Warren (1990: 111) membuat klasifikasi mengenai sosiologi
sastra menjadi tiga. Pertama, sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status
sosial, ideologi sosial

dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai

penghasil karya sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan
karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat
dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra yang
mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.
Pada

klasifikasi

pertama

pengarang

mempunyai

peranan

penting.

Penelaahan dilakukan dengan asumsi bahwa pengarang sebagai bagian dari
anggota masyarakat tertentu yang memiliki status sosial, ideologi sosial, dan lain
sebagainya

yang

digagas

dalam

karya

sastranya.

Klasifikasi

kedua,

mempermasalahkan karya sastra itu sendiri. Pengarang dilepaskan dari karyanya
dan mengkaji hal-hal yang tersurat dan tersirat di dalam karya itu sendiri.
Klasifikasi ketiga, yakni mempermasalahkan pembaca sebagai muara dari
perjalanan karya sastra dan pengaruh sosial karya sastra terhadap kehidupan
mereka. Sebagai hasil dari pemikiran manusia, karya sastra memuat ide-ide yang
digagas pengarang dan bisa membawa perubahan besar terhadap kehidupan
pembacanya.

23
23

Sosiologi sastra yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi
sastra pada aspek yang kedua. Analisis terfokus pada apa yang tersirat maupun
yang tersurat dalam karya sastra kemudian menghubungkan dengan kenyataan
yang ada dalam masyarakat.
2.3.2 Teori Feminisme
Dalam pengertian yang paling luas, feminis adalah gerakan kaum wanita
untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan
direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi
maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna, 2009: 184).
Pergerakan perempuan sejak dulu memiliki kepedulian krusial terhadap
buku dan sastra, hingga kritik feminis tidak boleh dilihat sebagai cabang atau
pemekaran feminisme yang berada jauh dari tujuan akhir pergerakan ini, namun
sebagai salah satu caranya yang paling praktis untuk memengaruhi perilaku dan
sikap sehari-hari. Kepedulian terhadap “pengondisian” dan “sosialisasi” ini
menyokong seperangkat pembedaan yang krusial, yakni antara istilah ‘feminis’,
‘perempuan’, dan ‘feminin’. Istilah pertama adalah sebuah ‘posisi politis’, yang
kedua berhubungan dengan biologi, dan ketiga ‘seperangkat karakteristik yang
didefinisikan secara kultural. Dalam pembedaan antara istilah kedua dan ketiga
khususnya, terletak sebagian besar kekuatan feminisme (Barry, 2010:143-144).
Menurut Ritzer dan Goodman seperti dikutip oleh Susanto dalam Pengantar
Kajian Sastra (2016: 180) di setiap negara atau belahan dunia yang lain,
perkembangan teori feminisme ini sangat berbeda sebab didasarkan pada sifat,
tujuan, model gerakan, dan pengalaman yang berbeda antara satu perempuan

24
24

dengan perempuan yang lain. Aliran dari gerakan feminisme itu juga beragam
seperti feminisme liberal, feminisme sosial, feminisme psikoanalisis, feminisme
Marxis, dan lain-lain. Menurut tradisi teori sosial, teori feminisme merupakan
sebuah generalisasi dari berbagai sistem pemikiran tentang kehidupan sosial dan
pengalaman manusia yang dikembangkan dari persfektif pada perempuan. Teori
ini memiliki beberapa tujuan. Pertama melakukan kajian terhadap situasi dan
pengalaman perempuan dalam masyarakat. Kedua, kajian ini menjadikan
“perempuan” sebagai pusat kajiannya, yakni melihat dunia dari sudut pandang
perempuan atas dunia sosial. Ketiga, teori feminis ini dikembangkan oleh para
pemikir dan aktivis atau pejuang kepentingan perempuan yang berusaha
menciptakan dunia yang lebih baik bagi perempuan dan untuk kemanusiaan.
Isu utama dalam kajian kesastraan yang berhubungan dengan feminisme ini
adalah tentang posisi, kedudukan, pengalaman hidup, dan bentuk-bentuk tulisan
perempuan di dalam sastra. Serangkaian permasalahan ini dapat menjadikan
berbagai topik dan cara mengkaji kesastraan dengan sudut pandang feminisme
ataupun sering disebut dengan kritik sastra feminisme. Sebagai contoh adalah
mengenai persoalan perempuan dalam dunia sastra. Topik persoalan ini telah
membawa beberapa implikasi kajian seperti tentang karakteristik tulisan
perempuan, persoalan psikologis yang berhubungan dengan tulisan perempuan,
strategi penulisan karya sastra oleh perempuan.
Secara umum, gerakan feminis dapat dibagi menjadi tiga golongan: kaum
feminis liberal, kaum feminis radikal dan kaum feminis sosialis. Kaum feminis
radikal mendasari gerakannya pada prinsip-prinsip falsafah liberalisme, yakni

25
25

bahwa semua orang diciptakan dengan hak-hak yang sama, dan setiap orang
punya kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Gerakan ini beranggapan
bahwa sistem patriarkal dapat dihancurkan dengan cara mengubah sikap masingmasing individu, terutama sikap kaum wanita dalam hubungannya dengan lakilaki (Budiman, 1982: 38).
Gerakan feminis radikal dapat didefinisikan sebagai gerakan wanita yang
berjuang di dalam realitas seksual, dan kurang pada realitas-realitas lainnya.
Karena itu, gerakan ini terutama mempersoalkan bagaimana caranya untuk
menghancurkan patriarki sebagai sebuah sistem nilai yang melembaga di dalam
masyar